Ditemukan 211513 dokumen yang sesuai dengan query
Theresia Mulyani
"Peralihan dan pembebanan hak atas tanah semestinya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Guna menjamin kepastian hukum maka perbuatan untuk mengalihkan maupun membebani hak atas tanah harus dituangkan ke dalam akta autentik yang dibuat di hadapan notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sebagai pejabat umum pembuat akta autentik, notaris/ PPAT harus mematuhi ketentuan dalam UUJN, Kode Etik Notaris maupun Kode Etik PPAT. Baik notaris maupun PPAT, dalam menjalankan jabatannya, wajib bertindak amanah, penuh rasa tanggung jawab, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak. Namun dalam kenyataannya, ditemukan kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 248/Pid.B/ 2022/PN.Jkt.Brt, di mana dalam pembuatan akta autentik oleh notaris dan PPAT justru terdapat tindak pidana pemalsuan surat. Oleh karena itu masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah terkait tanggung jawab Notaris dan PPAT yang melakukan pemalsuan surat dalam pembuatan akta untuk mengalihkan dan membebani hak atas tanah, dan pelindungan hukum terhadap ahli waris yang tidak mengetahui terjadinya peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang didasarkan surat palsu oleh notaris dan PPAT. Penelitian doktrinal ini mengumpulkan dsta sekunder melalui studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa tanggung jawab notaris dan PPAT yang melakukan pemalsuan surat adalah secara pidana, perdata dan administratif. Selanjutnya, terkait pelindungan hukum terhadap ahli waris yang tidak mengetahui terjadinya peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang didasarkan surat palsu oleh notaris dan PPAT adalah melalui pelindungan hukum represif, yaitu dengan mengajukan gugatan pembatalan akta autentik ke Pengadilan Negeri, gugatan pembatalan Sertipikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional ke Pengadilan Tata Usaha Negara serta mengajukan permohonan ke Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk melakukan pembatalan Sertipikat Hak Milik melalui Surat Keputusan. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt.
The transfer and encumbrance of land rights should be carried out in accordance with the provisions of the legislation. To ensure legal certainty, the act of transferring or encumbering land rights must be documented in an authentic deed made in the presence of a notary/land deed official (PPAT). As a public official who creates authentic deeds, notaries/PPAT must comply with the provisions in the UUJN, the Notary Code of Ethics, and the PPAT Code of Ethics. Both notaries and PPAT, in carrying out their duties, must act with trustworthiness, a sense of responsibility, honesty, diligence, independence, and impartiality. However, in reality, a case was found in the West Jakarta District Court Decision Number 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt, where in the creation of authentic deeds by the notary and PPAT, there was actually a criminal act of forgery of documents. Therefore, the issue raised in this research is related to the responsibility of Notaries and PPATs who commit forgery in the creation of deeds to transfer and encumber land rights, and the legal protection for heirs who are unaware of the transfer and encumbrance of land rights based on forged documents by Notaries and PPATs. This doctrinal research collects secondary data through literature study, which is analyzed qualitatively. From the analysis results, it can be explained that the responsibility of notaries and PPAT who commit document forgery is criminally, civilly, and administratively. Furthermore, regarding legal protection for heirs who are unaware of the transfer and encumbrance of land rights based on forged documents by notaries and PPAT, it is through repressive legal protection, namely by filing a lawsuit for the annulment of authentic deeds to the District Court, a lawsuit for the annulment of the Ownership Certificate issued by the Head of the National Land Agency to the Administrative Court, and submitting a request to the Head of the National Land Agency to annul the Ownership Certificate through a Decree. Based on the West Jakarta District Court Decision Number 248/Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Manik, Chelsya
"Perjanjian sewa menyewa dengan objek tanah warisan semestinya dilakukan dengan persetujuan ahli waris. Namun dalam kenyataannya ditemukan sewa menyewa yang objeknya merupakan tanah warisan, yang tidak dilakukan dengan persetujuan ahli waris sehingga menyebabkan kerugian bagi ahli waris tersebut. Kasus semacam itu ditemukan dalam Putusan Nomor 51/Pdt.G/2021/PN Pms. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang keabsahan perjanjian sewa menyewa yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris dan pelindungan hukum bagi pemilik dan penyewa tanah warisan tersebut. Bentuk penelitian hukum ini adalah doktrinal yang dilakukan melalui studi kepustakaan untuk mengumpulkan data sekunder yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa perjanjian sewa menyewa tanah warisan yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris adalah batal demi hukum karena dibuat oleh orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum. Sewa menyewa yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris adalah tidak sah karena melawan hukum. Hal ini sesuai dengan yang telah diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pemilik tanah warisan yang merasa dirugikan akibat perbuatan tersebut mendapatkan pelindungan hukum dengan mengajukan gugatan secara perdata atas dasar Perbuatan Melawan Hukum. Adapun penyewa tanah warisan juga mendapat pelindungan hukum melalui penyelesaian secara kekeluargaan. Akan tetapi jika tidak mencapai kesepakatan maka dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat dengan maksud untuk menuntut pemenuhan perjanjian atau meminta ganti kerugian.
Lease agreements with inherited land objects should be carried out with the consent of the heirs. However, in reality, leases were found where the object was inherited land, which was not carried out with the consent of the heirs, causing losses to the heirs. Such cases were found in Decision Number 51/Pdt.G/2021/PN Pms. Therefore, the problem raised in this study is about the validity of lease agreements made without the consent of the heirs and legal protection for the owners and tenants of the inherited land. The form of this legal research is doctrinal which is carried out through literature studies to collect secondary data which is then analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that lease agreements for inherited land made without the consent of the heirs are null and void because they are made by people who are not authorized to carry out legal acts. Leases made without the consent of the heirs are invalid because they are against the law. This is in accordance with what has been regulated in Article 1365 of the Civil Code. Owners of inherited land who feel aggrieved by these actions receive legal protection by filing a civil lawsuit on the basis of Unlawful"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ilmi Zaiyin Zahreini
"Pemekaran wilayah kantor pertanahan di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah pemecahan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022, dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat, khususnya terkait peralihan hak atas tanah yang mesti didaftarkan di kantor pertanahan setempat. Pemekaran wilayah ini dalam kenyataannya merubah daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sehingga meskipun PPAT dapat membuat akta akan tetapi akta tersebut tidak dapat didaftarkan karena berada di luar wilayah kantor pertanahan yang dipilihnya. Penelitian ini menganalisis implikasi hukum pemekaran wilayah kantor pertanahan terhadap daerah kerja PPAT dalam rangka peralihan hak atas tanah melalui kegiatan pendaftaran tanah di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Selain itu menganalisis pembuatan akta oleh PPAT terhadap bidang tanah yang masuk ke dalam wilayah daerah yang dimekarkan. Penelitian hukum ini berbentuk nondoktrinal dengan mengumpulkan data primer melalui wawancara terhadap beberapa narasumber yang relevan. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa implikasi pemekaran wilayah kantor pertanahan terhadap daerah kerja PPAT adalah munculnya ketidakpastian hukum karena akta autentik yang dibuat untuk mengalihkan hak atas tanah oleh PPAT menjadi tidak dapat didaftarkan ke kantor pertanahan hasil pemekaran yang bukan merupakan pilihan PPAT sebagai daerah kerjanya. Adapun terkait pembuatan akta oleh PPAT terhadap bidang tanah yang masuk ke dalam wilayah pemekaran daerah harus dilakukan secara cermat dan hati-hati melalui pengecekan sertipikat dan selanjutnya disesuaikan dengan data dan informasi terbaru. Apabila dalam kenyataanya akta tersebut tidak dapat didaftarkan oleh PPAT ke kantor pertanahan setempat karena daerah kerja PPAT tidak termasuk wilayah kantor pertanahan itu maka PPAT harus menyarankan kepada pihak yang hendak membuat akta untuk menghubungi PPAT yang berwenang sesuai dengan wilayah kantor pertanahan setelah pemekaran.
The territorial expansion of land offices in Indonesia, which includes the division of the Bogor Regency Land Office in West Java Province based on the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Regulation Number 12 of 2022, is intended to improve public services, particularly concerning the transfer of land rights that must be registered at the local land office. In practice, this territorial expansion alters the working areas of Land Deed Officials (PPAT), meaning that although a PPAT can create a deed, the deed cannot be registered if it falls outside the jurisdiction of the land office chosen by the PPAT. This study analyzes the legal implications of the territorial expansion of land offices on the working areas of PPATs in relation to the transfer of land rights through land registration activities in Bogor Regency, West Java Province. Additionally, it examines the creation of deeds by PPATs for land plots within the newly expanded regions. This legal research is non-doctrinal, collecting primary data through interviews with several relevant sources, while secondary data collection is conducted through literature studies. The collected data is then qualitatively analyzed. The analysis results indicate that the implication of the territorial expansion of land offices on the working areas of PPATs is the emergence of legal uncertainty. This is because the authentic deeds made to transfer land rights by PPATs become unregistrable at the expanded land offices that are not the PPAT's chosen working areas. Concerning the creation of deeds by PPATs for land plots within the expanded regions, this must be done carefully and meticulously by checking the certificates and aligning them with the latest data and information. If it turns out that the deed cannot be registered by the PPAT at the local land office due to the PPAT's working area not being within that land office's jurisdiction, the PPAT must advise the parties intending to create the deed to contact the PPAT authorized in accordance with the land office's jurisdiction after the territorial expansion"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tio Hamka
"Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik. Dalam menjalankan kewajibannya, notaris harus bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak memihak, dan menjaga kepentingan pihak dalam perbuatan hukum sesuai Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN. Dari pernyataan di dalam pasal tersebut mengharuskan notaris untuk bertindak dalam jabatannya untuk membuat akta autentik dengan jujur dan tidak memihak. Akan tetapi, pada kenyataannya masih terdapat notaris yang tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam UUJN. Salah satu contoh tersebut terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 89/Pid.B/2020/Pn Dps yang menyatakan bahwa terdapat seorang notaris yang dalam menjalankan jabatannya bertindak tidak jujur dan memihak dengan memasukan keterangan palsu kedalam akta bersama-sama dengan pihak lain. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan memakai pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa akibat hukum yang ditimbulkan dari perbuatan notaris yang memalsukan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan kuasa menjual adalah akta tersebut menjadi batal demi hukum. Adapun pertanggungjawaban notaris secara perdata adalah ganti kerugian atas dasar gugatan perbuatan melawan hukum, secara pidana dengan dasar pelanggaran atas Pasal 264 ayat (1) jo. 88 KUHP, dan secara administrasi adalah sanksi peringatan tertulis kepada notaris sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b Permenkumham Nomor 61 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris.
The provisions in Article 1 point 1 of Law Number 2 of 2014 concerning the Position of a Notary stipulate that a Notary is a Public Official authorized to make an authentic deed. Article 16 paragraph (1) letter a of the UUJN states that notaries have an obligation to act in a trustworthy, honest, thorough, independent, impartial manner, and to protect the interests of parties in legal actions. From the statement in the article requires the Notary to act in his position to make an authentic deed honestly and impartially. In reality, there are still notaries who are not carry out their obligations as regulated in the UUJN. One of the examples is found in Decision Number 89/Pid.B/2020/Pn Dps, which states that there is a notary in carrying out his position acting dishonestly and impartially by faking the deed together with other parties. The research method used is normative juridical using a statutory approach and a case approach. The results of the analysis obtained in this study are that the legal consequences arising from the actions of a notary who faking the Sale and Purchase Binding Agreement deed and the power to sell are that those deed becomes null and void. The notary's civil liability is compensation on the basis of a lawsuit against the law, criminally on the basis of a violation of Article 264 paragraph (1) in conjunction with 88 of the Criminal Code, and administratively is a written warning sanction to a notary in accordance with Article 5 paragraph (1) letter b Permenkumham Number 61 of 2016 concerning Procedures for Imposing Administrative Sanctions Against Notaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ida Adha
"Peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT, akta tersebut dijadikan dasar pendaftaran pemindahan hak atas tanah yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak baru. Guna memberikan kepastian hukum, sebelum pembuatan AJB, salah satu kewajiban PPAT adalah pemeriksaan kesamaan data yang ada pada sertipikat dengan yang ada pada kantor pertanahan. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana pertanggung jawaban PPAT atas AJB No. 250/2012 dan AJB No. 251/2012 yang cacat hukum, dan Apakah Putusan No. 451/PDT/2015/PT. BDG juncto Putusan No. 381/PDT.G/2014/PN.BDG sudah tepat menurut ketentuan pertanahan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif menggunakan data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa jika PPAT melanggar kewajiban pemeriksaan kesesuain sertipikat dengan data yang ada pada kantor pertanahan, maka PPAT dapat diberikan teguran tertulis ataupun peringatan tertulis oleh Kepala Kantor Pertanahan. PPAT bertanggung jawab secara perdata, serta moril, dan secara pidana jika terbukti melakukan pelanggaran baik karena sengaja maupun kelalaian. Putusan No. 451/PDT/2015/PT. BDG juncto Putusan No. 381/PDT.G/2014/PN.BDG PPAT kurang tepat menurut ketentuan pertanan di Indonesia, seharusnya PPAT dapat dimintakan ganti kerugian bukan karena PPAT sebagai pihak dari akta, tetapi atas perbuatan melawan hukum akibat kelalaiannya yang dilakukan PPAT yang menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Transitional land rights must be evidenced by a deed of sale and purchase made before PPAT, such deed used as the basis registration the transfer of rights over land that aims to give legal certainty to the new rights holder. In order to provide legal certainty, prior to manufacture deed of sale and purchase, one of the PPAT obligations is the examination of similarity existing data on the existing certificate with the land office. The main problem in this thesis is how is accountability of PPAT on AJB No. 250 2012 and AJB No. 251 2012 legally flawed, and do Verdict 451 PDT 2015 PT. BDG jo with Decision No. 381 PDT.G 2014 PN.BDG own right under the terms of the applicable land in Indonesia. This study is a normative juridical using secondary data. The analysis showed that if PPAT violate obligations suitability examination certificate with the data that existed at the land office, then PPAT can be given a written warning by the Head of the Land Office. PPAT responsible civilly and morally and criminally if proved to have violated either intentionally or due to negligence. Decision No. 451 PDT 2015 PT. BDG jo Decision No. 381 PDT.G 2014 PN.BDG PPAT are less appropriate according to the land law in Indonesia,PPAT should not be requested compensation for PPAT as part of the deed, but on an unlawful act committed due to negligence PPAT that cause losses for others."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46969
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Yuni Damayanti
"Dalam penelitian ini membahas tentang akibat hukum keberpihakan Notaris/PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli atas tanah yang dimana merugikan salah satu kliennya. Kerugian yang diderita oleh salah satu kliennya tersebut adalah kehilangan hak atas tanahnya tersebut. Notaris dalam menjalankan jabatannya diwajibkan untuk tidak berpihak kepada siapapun, sehingga dalam kasus Notaris bersalah atas tindakannya tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah akibat hukum keberpihakan Notaris/PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli dan tanggung jawab moral, hukum, dan administratif atas perbuatan hukum tersebut.
Metode penelitian ini yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif analitis. Keberpihakan Notaris/PPAT mengakibatkan tindak pidana pemalsuan terhadap akta autentik yaitu Akta Jual Beli, yang sebagaimana berdasarkan Pasal 264 ayat 1 jucto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tanggung jawab Notaris/PPAT dapat berupa tanggung jawab secara moral yaitu sesuai Kode Etik Notaris, hukum secara Perdata dan Pidana dan administratif sesuai dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
In this research discusses regarding legal concequences of Notary PPAT allegiance in making the deed of sale and purchase of land which is the disadvantage one of his client. Losses suffered by one of his clients is losing the land right. Notary in carrying out his position has obliged not to take a side anyone, so in this case Notary be at fault of his act. The main problem in this research are legal concequences of Notary allegiance PPAT in making the deed of sale and purchase of land and responsibilities of that legal act on moral, legal and administrative.The research method used in this research is the normative juridical research with qualitative approach that tend descriptive analysis. Alignment of a notary cause a crime of embezzlement the deed of sale and purchase of land, as stated in Articel 264 paragraph 1 juncto Articel 55 Code of Criminal Law. The responsibility of a Notary PPAT may be a moral responsibility accordance with the Notary Code of Ethics, legal responsibility accordance Code of Civil Law and Code of Criminal Law and Administrative responsibility accordance the law of notary public."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50226
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Adinda Indah Rahayu
"Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum kepada para ahli waris dan pihak ketiga akibat peralihan hak atas tanah berdasarkan akta hibah yang didalamnya mengandung unsur pemalsuan yaitu pemalsuan tanda tangan pemberi hibah. Peralihan hak atas tanah merupakan permasalahan yang kerap terjadi sehingga penelitian ini bertujuan menganalisis peralihan hak atas tanah berdasarkan akta hibah dengan objek hak atas tanah yang dimiliki secara bersama-sama dan telah dialihkan kepada pihak ketiga sebagai pembeli. Dengan demikian bagaimana keabsahan akta hibah sebagai bentuk peralihan hak atas tanah yang dibuat dengan memalsukan tanda tangan pemberi hibah dan bagaimana perlindungan hukum kepada para ahli waris dan pihak ketiga akibat perbuatan hukum yang didasari akta hibah palsu. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder. Hasil penelitian meliputi peralihan terhadap hak atas tanah yang dimiliki secara bersama-sama harus memperoleh persetujuan dari semua pemegang sekaligus pemilik hak bersama dan terikat. Perjanjian hibah harus memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Apabila suatu akta terbukti palsu, maka akibat hukumnya terhadap peristiwa-peristiwa hukum selanjutnya yang didasarkan pada akta tersebut menjadi cacat hukum dan tidak sah serta kembali ke dalam keadaan semula sebelum terbitnya akta tersebut. Adapun terhadap sertipikat yang terbit berdasarkan akta peralihan hak tersebut, para ahli waris sebagai pemilik asal diberikan perlindungan hukum untuk mengajukan permohonan pembatalan ke Badan Pertanahan Nasional berdasarkan putusan pengadilan tersebut dan pihak ketiga yang beritikad buruk hanya dapat menuntut ganti kerugian kepada penjual yang tidak berhak.
This study discusses legal protection to heirs and third parties due to the transfer of land rights based on the grant deed that contains elements of forgery, namely forging the grantor's signature. The transfer of land rights is a problem that often occurs by this study aims to analyze the transfer of land rights based on a grant deed with the object of land rights jointly owned and transferred to a third party as a buyer. Thus, how is the validity of the grant deed as a form of transfer of land rights made by falsifying the signature of the grantor and how is the legal protection for the heirs and third parties due to legal actions based on a fake grant deed. This research is normative juridical research using secondary data types. The study results include the transfer of land rights that are jointly owned and must obtain approval from all holders as joint and binding rights owners. The grant agreement must meet the legal requirements of a deal as regulated in Article 1320 of the Civil Code. If a deed is proven to be fake, then the legal consequences for subsequent legal events based on the deed will be invalid and invalid and return to their original state before the issuance of the act. As for the certificates issued based on the deed transfer of land rights, the heirs have given legal protection to apply the cancellation to the National Land Agency based on the court's decision, and third parties with bad intentions can only claim compensation from the seller who is not entitled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Kohar Bastian Toha
"Jual beli adalah salah satu cara pengalihan hak atas tanah di Indonesia. Prinsip jual beli berdasarkan hukum positif kita adalah terang dan tunai. Dalam perkembangan di masyarakat yang semakin kompleks ini semakin banyak bentuk transaksi jual beli tanah yang semakin rumit dikarenakan satu dan lain hal melibatkan jumlah uang yang sangat besar maupun terdapat kepentingan atau motif lain yang tersembunyi dari pihak penjual dan/atau pembeli yang secara tidak langsung dapat memperbesar kemungkinan terlanggarnya prinsip terang dan tunai dalam jual beli tanah sehingga menghambat pelaksanaan jual beli. Untuk mengakomodir permasalahan seperti itu, terdapat lembaga hukum Pengikatan Jual Beli PJB sebagai jembatan menuju akta jual beli. PJB dapat dibuat dalam bentuk akta otentik. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik membuat akta PJB nya. Pada umumnya pembayaran angsuran/tahap akhir dari uang jual-beli akan diikuti dengan penandatanganan AJB di hadapan PPAT. Bagaimana peran Notaris dalam suatu proses pra jual beli guna melindungi kepentingan baik dari penjual atau pembeli sebagaimana dalam kasus PT.Putra Bandara Mas melawan Harun Sebastian dan pihak Notaris sesuai amanat Undang-Undang Jabatan Notaris yang mewajibkan Notaris untuk bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum? Metode yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Dengan metode penelitian ini, penulis hendak menganalisa peran Notaris dalam proses pra jual beli tanah dan sejauhmana perlindungan hukum bagi penjual dan pembeli.
Sales and Purchase is one of the other procedures of land rights transfer in Indonesia. The principle of sales and purchase according to our law is fair and cash. In the development of an complex society, there are more complicated sales and purchase of land transaction forms because of one way or another are involving some large amount of money or there is another interest or motive which is hidden from the seller and or the buyer that indirectly can increase the possibilitity to broke the fair and cash principle in sales and purchase of land thus inhibiting the sales and purchase implementation. To accommodate those problem, there is a legal institution called Preliminary Sales And Purchase Agreement PJB which is serves as a link to the sales and purchase deed. PJB can be made in the form of an authentic deed. The Notary as a public officials which is authorized to make the authentic deed is make the PJB deed. Generally the payment of the final installment of the sales purchase will be followed by the signing of the sales purchase deed in front of the PPAT. How is the role of the Notary in the proccess of the sales purchase in order to protect the interest both from the seller and the buyer as seen in the case of PT.Putra Bandara Mas Vs Harun Sebastian and the Notary according to the instructions from the Notary Act which is obliging the Notary to act trustworthy, honest, thorough, independent, impartial, and safeguard the interest of those involved in the legal act The methods used in the preparation of this thesis is a normative juridical research method that is legal research done by researching library materials or secondary data. With this methode, the author want to analyze the role of the Notary in the process of land sales and purchase and to determine the legal protection for the seller and the buyer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46926
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Marsella Dwi Salola
"Notaris/PPAT yang mengizinkan seseorang untuk mengaku sebagai dirinya selaku Notaris/PPAT dan melakukan pemalsuan dokumen untuk menghapuskan piutang, seharusnya dianggap sebagai perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini disebabkan karena tidak melanggar ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf M Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris jo Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah dan berkaitan dengan akta tersebut menjadi batal demi hukum karena terpenuhinya syarat materiil jual-beli. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai Bagaimana Tanggung Jawab Notaris/PPAT dalam Membuat Akta Peralihan Hak Atas Tanah yang dibuat secara melawan hukum berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3460 K/Pdt/2017)? dan Bagaimanakah perlindungan hukum bagi Penjual yang dirugikan akibat akta Notaris/PPAT Yang Dibuat Tidak Sesuai Dengan Peraturan Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3460 K/Pdt/2017)?. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Notaris/PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara membuat dan menandatangani akta AJB tanpa sepengetahuan dari salah satu pihak, dan menyuruh seseorang untuk mengakui sebagai dirinya selaku Notaris/PPAT berakibat akta tersebut batal demi hukum dan dapat dikenakan pertanggungjawaban secara pidana, pertanggungjawaban perdata dan pertanggungjawaban administrasi kemudian pihak yang dirugikan atas perbuatan yang dilakukan oleh Notaris/PPAT wajib untuk mendapatkan ganti rugi.
Notary / PPAT who makes and signs a deed without the knowledge of one of the parties and allows another person to claim to be himself a Notary / PPAT should be considered an act against the law that is contrary to the laws and regulations. This is due to the failure to fulfill the material requirements of buying and selling and violating the provisions of Article 16 paragraph 1 letter M of Law Number 30 of 2004 concerning Regulation of Notary Position in conjunction with Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 24 of 2016 concerning Officials for Making Land Deeds. This research raises the issue of How the Notary / PPAT Responsibilities in Issuance of Deeds of Transfer of Rights to Land which were made illegally based on the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 3460 K / Pdt / 2017)? and How is legal protection for parties who are harmed by the Notary / PPAT deed Made Against the Law Based on the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 3460 K / Pdt / 2017) ? to answer these problems, this study uses a normative juridical approach. In this study using secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials, this study used a descriptive data analysis method with a qualitative approach. The result of this research is a Notary / PPAT who commits an act against the law by making and signing the AJB deed without the knowledge of one of them and ordering someone to acknowledge himself as a Notary / PPAT resulting in the deed being null and void and subject to criminal liability, civil and administrative accountability, then the party who is injured for an act committed by a Notary Public / PPAT is obliged to get compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Vabyllah Sativa Andira
"Penelitian ini membahas mengenai Pertanggungjawaban Notaris/PPAT Terhadap Pembuatan Akta Jual Beli Atas Dasar Perjanjian Pengikatan Jual Beli Palsu. Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang melakukan pelanggaran dalam pembuatan akta sehingga membuat pihak ketiga merasa dirugikan seharusnya dikenakan sanksi hukum maupun administrasi sebagai bentuk pertanggungjawabannya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertanggungjawaban Notaris/PPAT terhadap akta jual beli yang dibuatnya atas dasar akta perjanjian pengikatan jual beli palsu pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 1118/Pid.b/2019/PN.Jkt.Tim; dan akibat hukum terhadap akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT dengan dasar akta perjanjian pengikatan jual beli palsu pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 1118/Pid.b/2019/PN.Jkt.Tim. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan analitis. Adapun analisis data dilakukan secara deskriptif analisis. Analisis didasarkan pada data kualitatif. Hasil analisis adalah pertanggungjawaban yang dapat dimintakan kepada Notaris/PPAT VN ialah pertanggungjawaban secara administratif, dikarenakan Notaris/PPAT VN tidak seksama dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dimana ketika diambil sumpah ia telah bersumpah bahwa, ia akan menjalankan jabatan saya dengan jujur, tertib, cermat dan penuh kesadaran, bertanggung jawab serta tidak berpihak. Sementara akibat hukum dari adanya Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli palsu tersebut menyebabkan akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT VN menjadi batal demi hukum dikarenakan tidak memenuhi syarat objektif yaitu suatu sebab yang halal karena pada kenyataannya tidak pernah adanya akta perjanjian pengikatan jual beli lunas yang dibuat oleh Notaris RMSS.
This Thesis discusses the Accountability of Notary Public / PPAT for Making Sale and Purchase Deed on the Basis of Fake Sale and Purchase Agreement. Notary / Land Deed Making Official who commits a violation in making the deed so as to make the third party feel aggrieved should be subject to legal and administrative sanctions as a form of responsibility. The issues raised in this research are regarding the accountability of the Notary / PPAT to the sale and purchase deed he made on the basis of the fake sale and purchase agreement deed in the East Jakarta District Court Decision Number 1118 / Pid.b / 2019 / PN.Jkt.Tim; and the legal consequences of the sale and purchase deed made by the Notary / PPAT on the basis of the fake sale and purchase agreement deed in the East Jakarta District Court Decision Number 1118 / Pid.b / 2019 / PN.Jkt.Tim. To answer this problem, a normative juridical research method with an analytical approach is used. The data analysis was done descriptive diagnostic. The analysis is based on qualitative. The result of the analysis is that the accountability that can be requested from the Notary / PPAT VN is accountability administratively, because the Notary / PPAT VN is not careful in carrying out his duties in accordance with the applicable regulations. When PPAT took the oath, he/she had sworn that he/she would carry out his/her position in an honesty, orderly, carefully and aware, responsible and impartial manner. Meanwhile, the legal consequence of the fake Sale and Purchase Agreement Deed causes the deed made by the Notary / PPAT VN to be null and void because it does not meet the objective requirements, namely a lawful cause because in reality there has never been a sale and purchase agreement deed that was paid in full. made by RMSS Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library