Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214571 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Minanurrochman
"Ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang dimaknai di Indonesia sebagai salah satu solusi untuk menyederhanakan jumlah partai politik di parlemen, dalam praktiknya justru dapat menjadi penyebab atas hilangnya representasi suara masyarakat, dengan terlalu banyak terbuangnya suara hasil pemilu. Hal ini disebabkan terutama karena penetapan angka ambang batas yang terlalu tinggi, sehingga menghasilkan penghitungan suara dan kursi yang tidak proporsional. Berangkat dari persoalan tersebut, penulis berpendapat, bahwa tidaklah perlu ada upaya untuk menyederhanakan jumlah partai politik yang berhasil memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena sesungguhnya, secara institusional, partai politik bukanlah bagian langsung dari organisasi DPR. Sebenarnya, yang perlu disederhanakan adalah jumlah fraksi di DPR, karena yang menjadi bagian dari organisasi DPR adalah fraksi, sebagai cara untuk menyederhanakan proses pengambilan keputusan dalam organsisasi DPR. Arah penelitian ini ditujukan dalam rangka menciptakan lembaga perwakilan rakyat yang lebih proporsional dan representatif dalam mengartikulasikan kepentingan masyarakat di Indonesia yang sangat majemuk. Dengan metode penelitian doktrinal, penelitian ini bertujuan untuk menggagas pengaturan dengan model yang baru dalam pembentukan fraksi di DPR, agar tercipta inklusivitas yang optimal dalam pembentukan fraksi di DPR dalam rangka mewujudkan demokrasi di Indonesia dengan representasi yang lebih adil. Berdasarkan perbandingan terhadap parlemen di 8 negara, ditemukan bahwa DPR adalah institusi parlemen yang tidak mengatur syarat minimal atau ambang batas pembentukan fraksi. Namun demikian, dalam berbagai teori lembaga perwakilan rakyat, tidaklah ada metode pengaturan secara umum tentang bagaimana menetapkan syarat minimal ataupun ambang batas bagi membentuk fraksi dalam suatu institusi parlemen. Sehingga, bisa berbeda-beda penerapannya antara organisasi parlemen di berbagai belahan dunia, khususnya di negara yang menjadi objek perbandingan dalam tesis ini.

The parliamentary threshold, which is interpreted in Indonesia as one of the solutions to simplify the number of political parties in parliament, in practice can actually be the cause of the loss of representation of people's voices, with too many wasted votes. This is mainly due to the setting of a threshold number that is too high, resulting in a disproportionate vote and seat count. The author argues that there is no need to simplify the number of political parties that can gain seats in the House of Representatives (DPR), because institutionally, political parties are not a direct part of the DPR organization. In fact, what needs to be simplified is the number of factions in the DPR, because what is part of the DPR organization are the factions, as a way to simplify the decision-making process within the DPR organization. This research is aimed at creating a more proportional and representative institution that articulates the interests of the people in Indonesia, which is very pluralistic. Using a doctrinal research method, this study aims to propose a new model for the formation of factions in the DPR, in order to create optimal inclusiveness in the formation of factions in the DPR in order to realize democracy in Indonesia with fairer representation. Based on a comparison of parliaments in 8 countries, it was found that the DPR is the only parliamentary institution that does not set minimum requirements or thresholds for the formation of factions. However, in various theories of representative institutions, there is no general method of setting minimum requirements or thresholds for forming factions in a parliamentary institution. Thus, its application can vary between parliamentary organizations in various parts of the world, especially in the country that is the object of comparison in this thesis."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Faisal Djamal
Jakarta: United Nations Development Programme (UNDP), 2009
328.598 FAI h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muchammad Zaidun
Jakarta: United Nations Development Programme (UNDP), 2009
328.598 MUC h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M. Djadijono
Bandung: Alfabeta, 2011
328.598 DJA w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
J. Satrio
"On legal aspects of representation and authority, both in theory and in court practice in Indonesia."
Depok: Rajawali Pers, 2018
347.01 SAT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yobel Manuel Oktapianus
"Skripsi ini membahas mengenai upaya untuk memastikan keterlibatan anggota MPR yang melaksanakan fungsi representasi secara kewilayahan (regional/territorial representation) dalam proses pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden di Indonesia. Proses pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden Indonesia sebagaimana diatur saat ini cenderung mengadopsi pendekatan congressional model. Pendekatan ini mengilhami bahwa anggota parlemen dari seluruh kamar parlemen wajib diikutsertakan dalam proses pemberhentian tersebut. Namun, proses penelitian dalam skripsi ini justru menemukan kecenderungan bahwa pengambilan keputusan terkait pemberhentian pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden di Indonesia dapat dilakukan oleh anggota MPR yang berasal dari kamar parlemen dengan karakteristik fungsi representasi ideologi politik (political representation) semata. Hal ini berpotensi menimbulkan suatu akibat bahwa pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden di Indonesia dapat dilakukan tanpa keterlibatan anggota MPR dari fungsi keterwakilan secara kewilayahan sama sekali. Untuk mencegah timbulnya dominasi dari anggota MPR yang menjalankan fungsi keterwakilan ideologi politik terhadap proses pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden di Indonesia, diperlukan suatu mekanisme untuk melembagakan kehadiran anggota MPR yang menjalankan fungsi keterwakilan wilayah dalam proses pemberhentian tersebut. Upaya ini dapat dikontekstualisasikan dengan penerapan prinsip double majority vote, yaitu mekanisme pengambilan keputusan melalui pemungutan suara dimana indikator tercapainya mayoritas suara harus memenuhi aspek kualitatif maupun kuantitatif. Secara komparatif, konstitusi Kazakhstan yang merumuskan konsep ketatanegaraan layaknya Indonesia telah memuat penerapan prinsip ini secara implisit dalam pengaturan proses pemberhentian presidennya. Dalam rangka merumuskan ide guna menyelesaikan serangkaian permasalahan sebagaimana diuraikan sebelumnya, penulis melakukan penelitian dengan berbasis pada pendekatan yuridis normatif dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian dalam skripsi ini berkesimpulan bahwa prinsip ini dapat diterapkan sebagai syarat pengambilan keputusan dalam konteks penyelenggaraan sidang rapat paripurna MPR yang membahas usulan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden.

This undergraduate thesis discusses efforts to ensure the involvement of MPR members, who perform the function of regional/territorial representation, in the process of removing the President and/or Vice-President in Indonesia. The process of removing the President and/or Vice-President of Indonesia, as currently regulated, tends to adopt the congressional model. This approach implies that members of parliament from all houses of parliament must be involved in the impeachment process. However, the research process in this undergraduate thesis found a tendency that the decision making in relation to the removal of the President and/or Vice-President in Indonesia can be made by members of the MPR who come from parliamentary chambers characterized by the function of political ideological representation alone. This could potentially mean that the impeachment of the President and/or Vice-President in Indonesia could be carried out without the involvement of MPR members from the territorial representation function. In order to prevent the dominance of MPR members who function as political ideological representatives in the process of dismissing the President and/or Vice-President in Indonesia, a mechanism is needed to institutionalise the presence of MPR members who function as regional representatives in the impeachment process. This effort can be contextualised through the application of the double majority vote principle, which is a decision-making mechanism through voting in which the indicators for achieving a majority of votes must meet both qualitative and quantitative aspects. By comparison, the constitution of Kazakhstan, which formulates a constitutional concept similar to that of Indonesia, already implicitly includes the application of this principle in the regulation of the process of dismissing the president. In order to formulate ideas for solving the problems described above, the author conducted research based on a normative legal approach and a comparative approach. The results of the research in this undergraduate thesis conclude that this principle can be applied as a decision-making requirement in the context of holding a plenary session of the MPR to discuss the proposal to dismiss the President and/or Vice-President."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukmo Hadi Nugroho
"Lembaga legislatif pada umumnya memiliki 3 (tiga) fungsi utama pertama adalah fungsi legislatif atau pembuatan peraturan, kedua adalah fungsi budgetair atau keuangan, dan ketiga adalah fungsi pengawasan atau kontrol.
DPRD Kabupaten Purworejo periode masa bakti Tahun 1971-1977 sampai dengan Tahun 1997-1999 dan periode masa bakti Tahun 1999-2004 juga memiliki fungsi-fungsi tersebut. Fungsi-fungsi itu melekat pada hak-hak dewan yang pengaturan pengunaannya tertuang dalam Tata Tertib DPRD.
Pokok permasalahan penelitian ini adalah pertama, bagaimana sejarah DPRD Kabupaten Purworejo, khususnya periode 1971-1999, kedua adalah faktor-faktor apa yang menjadi kendala bagi DPRD untuk melaksanakan fungsinya, dan ketiga adalah bagaimana upaya pemberdayaan DPRD periode Tahun 1999-2004 menurut Perspektif Ketahanan Nasional dalam rangka menunjang pelaksanaan otonomi daerah sesuai Undang-Undang No.22 Tahun 1999.
Teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori fungsi badan perwakilan, perkembangan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah yang mengatur kedudukan DPRD dan Teori Ketahanan Nasional.
Tipe penelitian ini adalah diskriptif analitis. Sumber data diperoleh melalui penelitian dokumen tertulis yang didukung oleh data kepustakaan dan wawancara dengan mantan Anggota DPRD dan Anggota DPRD Periode 1999-2004.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara upaya pemberdayaan DPRD dan peningkatan Ketahanan Wilayah/Daerah dimana pada gilirannya akan meningkatkan Ketahanan Nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T11095
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Effendy Yusuf
"Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam bentuk keputusan Pimpinan Fraksi-fraksi dan keputusan Pimpinan DPR yang meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia periode 1998-2003 merupakan fenomena politik yang menarik dikaji. Betapa tidak, Presiden Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar dan Panglima Tertinggi ABRI memiliki kekuasaan yang sangat besar terhadap Fraksi Golkar dan Fraksi ABRI yang jumlahnya di parlemen mencapai 400 kursi atau 80 persen dari jumlah keseluruhan anggota DPR. Ketika Presiden Soeharto didesak mundur oleh mahasiswa dan masyarakat, ia dengan keyakinan yang sangat besar menyerahkan sepenuhnya persoalan itu kepada DPR. Pimpinan dan anggota DPR menganggap pernyataan Presiden Soeharto merupakan "bola panas" yang dilempar ke DPR, karena itu bola panas tersebut dikembalikan ke Cendana dalam bentuk surat resmi pimpinan DPR meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Berangkat dari fenomena tersebut, masalah pokok yang diangkat dalam peneiitian ini adalah sejauh mana pengaruh desakan kelompok penekan terhadap keputusan DPR meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Secara terinci, penelitian ini menggambarkan : 1) Kelompok penekan mana yang mempengaruhi lahirnya keputusan DPR. 2) Bagaimana bentuk desakan yang dilakukan kelompok penekan kepada DPR, serta 3) Bagaimana tanggapan DPR terhadap tuntutan kelompok penekan yang menghendaki Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif ini, secara metodologis mempergunakan teknik observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi untuk menjaring datanya. Di antara sejumlah kesimpulan temuan penelitian yang perlu digaris bawahi adalah bahwa kelompok penekan dengan berbagai ragam motif atau kepentingan, basis sosial, saluran akses, dan intensitas desakannya, dalam realitasnya memiliki kontribusi besar dan determinatif dalam proses pengambilan keputusan DPR yang meminta pengunduran diri Presiden Soeharto dari jabatannya. Presiden Soeharto menanggapi keputusan DPR dengan cara mundur dari jabatannya dan mengalihkan kepada B.J Habibie. Secara prosedural, peralihan kekuasaan tersebut merupakan efek konkret dari desakan yang diperankan kelompok penekan kepada DPR. Pendek kata, peranan kelompok penekan kepada DPR mempengaruhi proses pengambilan keputusan DPR untuk meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T10258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iva Maduratna Soerjo
"ABSTRAK
Sungguh tidak disangka Komite Nasional Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang merupakan penasehat presiden, berubah menjadi perwakilan dalam arti yang tidak saja membuat undang-undang melainkan juga menerima pertanggungjawaban kabinet, malah membentuk Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menurut konstitusi (UUD 1945) merupakan tugas MPR, lembaga tertinggi negara di atas DPR .dan Presiden. Perwakilan yang terwujud dalam parlemen sepanjang tahun 1950-an, menggambarkan arti pelaksanaan demokrasi yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat dan peluang pembuktian kerja kabinet dengan program-program tertentu. Kehadiran dan eksistensi parlemen begitu tampil ke depan yang bukan berarti bertentangan dengan UUD Sementara, malah memperkuat sendi-sendi demokrasi yang dapat dikembangkan dalam masyarakat. Kedudukan.dan peranan parlemen dalam tahun 1960-an, sudah terbelenggu baik karena pembentukan pengisian dan tata tertib yang diputuskan oleh eksekutif (baca: Presiden). Kehidupan politik yang berpusat pada pribadi Presiden mendorong keotoriterian dalam kehidupan politik yang ada.
Kedudukan dan peranan parlemen sejak tahun 1970-an berada dalam keperluan "pembangunan" yang di pastikan arti maksud dan makna, termasuk menjadi rumusan politik, (political formula) dari rezim yang berkuasa. Dalam pembatasan tertentu itu parlemen terperangkap pada hal-hal yang bersifat protokoler, administratif dan birokratisasi dalam lembaga terhormat itu."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>