Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29575 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Auliya Ayu Satrianingtyas
"Data pribadi merupakan data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenarannya, serta dilindungi kerahasiaannya. Dewasa ini data pribadi menjadi begitu penting untuk dilindungi akibat berkembangnya era globalisasi dunia yang semakin pesat sehingga dibuatlah hukum terkait perlindungan data pribadi yang mencakup langkah-langkah perlindungan terhadap keamanan data pribadi. Data pribadi dalam rangka penggunaan aplikasi P2PL (peer to peer lending) seringkali dipergunakan oleh pihak ketiga dalam hal penagihan utang yang dimiliki oleh pengguna aplikasi. Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian yuridis normatif yang menerapkan pendekatan kualitatif untuk menganalisis norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta praktik bisnis yang muncul seiring dengan penerapan teknologi informasi dalam bentuk sistem elektronik. Legalitas pengumpulan buku telepon digital debitur merupakan hal yang sah selama dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada pasal 26 UU ITE, pasal 16 UU PDP, dan pasal 23 POJK 22/2023. Legalitas Transfer data pribadi debitur kepada pihak ketiga hanya dapat dilakukan jika debitur memberikan persetujuan secara eksplisit dalam pernyataan yang jelas, apabila dilanggar maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Personal data is certain individual data that is stored, maintained and maintained as true and protected as confidential. Nowadays, personal data has become so important to protect due to the increasingly rapid development of the world's era of globalization that laws regarding the protection of personal data have been created which include measures to protect the security of personal data. Personal data in the context of using P2PL (peer to peer lending) applications is often used by third parties to collect debts owned by application users. This research is included in the category of normative juridical research which applies a qualitative approach to analyze legal norms contained in laws and regulations and business practices that emerge along with the application of information technology in the form of electronic systems. The legality of collecting a debtor's digital telephone book is legal as long as it is carried out in accordance with the provisions contained in article 26 of the ITE Law, article 16 of the PDP Law, and article 23 of POJK 22/2023. Legality The transfer of the debtor's personal data to a third party can only be carried out if the debtor gives explicit consent in a clear statement, if this is violated then the agreement is null and void."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Veronica
"ABSTRAK
Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut mencakup aspek finansial juga, sehingga melahirkan financial technology. Karena basis teknologi finansial adalah teknologi informasi, maka penggunaan data dan informasi menjadi elemen utama industri. Untuk memaksimalkan potensinya, praktik financial technology membutuhkan penggunaan data pribadi milik pengguna produk/jasa. Mengingat sifat khusus dari data pribadi, perlindungannya harus ditegakkan secara ketat. Tidak adanya regulasi yang seragam mengenai perlindungan data pribadi dapat menimbulkan kekacauan di industri, ditandai dengan maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak terkait. Berkaitan dengan hal tersebut, tesis ini membahas tentang konsep perlindungan data pribadi, privasi, serta tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak dalam industri financial technology, khususnya mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (peer-to-peer lending). Berdasarkan penelitian yang komprehensif, ditemukan bahwa pengaturan perlindungan data pribadi oleh produk legislatif sektoral masih sangat minim dibandingkan dengan yurisdiksi lain bahkan peraturan nasional. Akibat pengaturan perlindungan yang tidak memadai, masyarakat dirugikan. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan meningkatkan pendekatan hukumnya untuk melindungi kepentingan publik.
ABSTRACT
The rapid development of information technology has brought significant changes in various aspects of human life. These aspects include financial aspects as well, thus giving birth to financial technology. Because the basis of financial technology is information technology, the use of data and information is the main element of the industry. To maximize its potential, the practice of financial technology requires the use of personal data belonging to product/service users. Given the special nature of personal data, its protection must be strictly enforced. The absence of uniform regulations regarding the protection of personal data can lead to chaos in the industry, marked by rampant violations committed by related parties. In this regard, this thesis discusses the concept of personal data protection, privacy, as well as the responsibilities and obligations of each party in the financial technology industry, especially regarding technology-based lending and borrowing services (peer-to-peer lending). Based on comprehensive research, it was found that the regulation of personal data protection by sectoral legislative products is still very minimal compared to other jurisdictions and even national regulations. As a result of inadequate protection arrangements, the community is harmed. Therefore, Indonesia is expected to improve its legal approach to protect the public interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrawan Agusta
"ABSTRAK
Inovasi di bidang teknologi informasi melahirkan model bisnis baru yang pada gilirannya mampu menghasilkan efisiensi bagi masyarakat. Revolusi teknologi informasi tersebut terus berkembang dan sekarang memasuki bidang keuangan yang regulasinya ketat. Kolaborasi antara teknologi informasi dengan bidang keuangan melahirkan Teknologi Finansial atau Financial Technology (Fintech), salah satunya pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (Peer to Peer Lending/P2P Lending). Masyarakat menjadi lebih mudah mengakses kebutuhan keuangannya melalui P2P Lending. Di sisi lain, muncul tantangan dalam P2P Lending mengenai perlindungan Data Pribadi bagi pemilik Data Pribadi dan banyaknya aplikasi P2P Lending Illegal yang beroperasi di Indonesia. Pemilik Data Pribadi memiliki hak-hak sehubungan dengan datanya, salah satunya hak untuk meminta penghapusan Data Pribadi. Tesis ini membahas mengenai penghapusan Data Pribadi Pengguna Aplikasi dalam Penyelenggaraan P2P Lending yang tidak terdaftar. Di dalamnya juga membahas bagaimana tanggungjawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap penghapusan Data Pribadi dalam Penyelenggaraan P2P Lending yang tidak terdaftar.

ABSTRACT
Innovations in information technology bring in to new business models which in turn can produce efficiency for the community. The information technology revolution continues to grow and now entering the financial sector which is highly regulated. Collaboration between information technology and finance bring in to Financial Technology (Fintech), which is information technology-based money-lending (Peer to Peer Lending/P2P Lending). It is easier for people to access their financial needs through P2P Lending. On the other hand, challenges arise in P2P Lending regarding the protection of personal data for Data Subject and Illegal P2P Applications in Indonesia. Data Subject have rights related to Personal Data, one of them is the Right to Erasure. This thesis discusses the Right to Erasure in the Unregistered P2P Lending. It also discusses the responsibilities of the Ministry of Communication and Information Technology (MoCI) and the Financial Service Authority (FSA) for the Right to Erasure in the Unregistered P2P Lending."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prabaswara Fardantio Nugroho Wibowo
"Tesis ini membahas perlindungan konsumen dalam antara pihak fintech peer to peer lending dengan penerima pinjaman masih menjadi polemik, terutama sampai masuk ke ranah pendidikan di kampus ternama, salah satunya adalah Institut Teknologi Bandung (ITB). Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam hal ini membuat suatu kebijakan yang berisikan terkait skema pembayaran UKT berupa bunga sekaligus hitungan cicilan pada salah satu platform yang telah bekerjasama dengan pihak universitas, yakni Danacita. Fintech ini sendiri tentu menuai polemik yang bermuara pada bagaimana menciderai hak-hak daripada mahasiswa itu sendiri. ITB selaku pihak kampus dengan tanpa melakukan riset terlebih dahulu langsung menjalin kerjasama aplikasi fintech peer to peer lending, apalagi tanpa adanya koordinasi yang utuh dengan para mahasiswanya. Problematika yang terjadi adalah penetapan suku bunga yang jelas dilarang dalam Pasal 76 UU Perguruan Tinggi meskipun pada SE OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 telah diturunkan hingga mencapai 0,3% per hari dari besaran peminjaman. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal yang mengharuskan penggunaan peraturan perundang-undangan sebagai landasan analisis disertai studi kepustakaan berupa buku, jurnal, dan literatur lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlunya sebuah skema ideal peminjaman dengan bukan dihapuskannya suku bunga karena kalau melihat sisi perlindungan konsumen maka perlu memperhatikan Fintech dalam mengkomersialisasikan peer to peer lending tersebut, sehingga hanya sebatas menurunkan suku bunga khusus di ranah pendidikan saja dibawah 0,3% per hari. Skema pinjaman ini sendiri sebetulnya dapat di mitigasi ketika terjadi gagal bayar oleh mahasiswa yaitu dengan mendapatkan bantuan oleh negara itu sendiri seperti di Australia, dengan memberikan bantuan yang ditanggung negara untuk memperoleh ijazah dan nantinya ketika telah bekerja harus mengembalikan uang tersebut, atau sistem dari student loan sendiri yang ditanggung pasca lulus ketika terjadi kegagalan membayar harus memberikan output, dimana mahasiswa nantinya harus berkontribusi kepada masyarakat melalui tugas-tugas yang diberikan negara untuk diberdayakan sesuai dengan jurusannya, sehingga nanti sama-sama mendapat keuntungan. Sederhananya, negara juga harus membantu mencarikan lowongan pekerjaan kepada mahasiswa agar nantinya hasil dari pendapatan pekerjaan digunakan untuk membayar pinjaman tersebut.

This thesis analyze that consumer protection between Fintech P2P Lending and loan recipients is still a polemic, especially until it enters the realm of education on a well-known campus, one of which is the Bandung Institute of Technology (ITB). Institut Teknologi Bandung (ITB) in this case makes a policy that contains a UKT payment scheme in the form of interest as well as installment calculations on one of the platforms that have collaborated with the university, namely Danacita. This fintech itself certainly reaps polemics that boil down to how to injure the rights of the students themselves. ITB as a campus without doing research first directly cooperates with peer to peer lending fintech applications, especially without full coordination with its students. The problem that occurs is the determination of interest rates which are clearly prohibited in Article 76 of the Higher Education Law even though the OJK SE Number 19 / SEOJK.06 / 2023 has been reduced to 0.3% per day of the loan amount. This research method uses a doctrinal approach that requires the use of laws and regulations as the basis for analysis accompanied by literature studies in the form of books, journals, and other literature. The results of the study show that the need for an ideal lending scheme by not eliminating interest rates because if you look at the consumer protection side, you need to pay attention to Fintech in commercializing peer to peer lending, so it is only limited to lowering interest rates specifically in the realm of education below 0.3% per day. This loan scheme itself can actually be mitigated when there is a default by students, namely by getting assistance by the state itself as in Australia, by providing assistance borne by the state to obtain a diploma and later when they have worked they must return the money, or the system of the student loan itself which is borne after graduation when there is a failure to pay must provide output, where students must later contribute to society through tasks given by the state to be empowered according to their majors, so that later both benefit. Simply put, the state must also help find job vacancies for students so that later the proceeds from job income are used to repay the loan."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariq Irsyad Maulana
"

Skripsi ini membahas mengenai ketentuan data pribadi sebagai kekayaan debitur pailit dan dibandingkan dengan ketentuan yang terdapat pada Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative, sehingga penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan pada peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Data pribadi adalah semua data yang berhubungan dengan orang-perorangan yang teridentifikasi dan dapat diidentifikasi. Dikarenakan pesatnya perkembangan teknologi dan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan berbasis teknologi yang menyimpan data pribadi masyarakat, mengakibatkan data pribadi memiliki nilai ekonomis yang memberikan kekayaan bagi perusahaan-perusahaan yang menyimpan data. Apalagi saat ini belum terdapat perlindungan terkait data pribadi apabila perusahaan penghimpun dan/atau pengelola data tersebut dinyatakan pailit. Hasil penelitian menyarankan bahwa diperlukan perubahan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau menerbitkan undang-undang terkait perlindungan data pribadi; Membatasi penjualan data hanya sebatas pada data yang telah diolah atau dianalisis tanpa mengungkapkan data pribadi konsumen dan melarang penjualan data pribadi; Mengawal dan membatasi setiap praktik-praktik penjualan data yang dilakukan; Mendirikan ombudsman perlindungan data atau memberikan wewenang pada Ombudsman Republik Indonesia dalam rangka melindungi data pribadi konsumen.

 


The focus of this study discuss about the provisions of personal data as the asset of debtors and compared with the provisions in the United States. This study use normative juridical research methods, and use an approach to the laws and regulations and court decisions. Personal data is all data relating to individuals that are identified and can be identified. Due to the rapid development of technology and the increasing number of technology-based companies that collect personal data, resulting in personal data has an economic value that gave income to companies that collect data. Moreover, currently there are no protection related to personal data if the collecting companies and/or data managers are declared bankrupt. The results of the study suggest that changes to Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment or issuing laws related to personal data protection; Limiting data sales is limited to data that has been processed or analyzed without revealing consumer personal data and prohibits the sale of personal data; Supervise and limit any data sales practices that are carried out; Establish a data protection ombudsman or authorize the Ombudsman of the Republic of Indonesia in order to protect consumers personal data.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Aditya Hadisukmana
"Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum ialah melalui peningkatan ekonomi nasional, dimana salah satunya ialah pemanfaatan teknologi. Semakin pesatnya perkembangan teknologi, terutama teknologi pada sektor ekonomi memberikan dampak positif bagi suatu negara. Pemanfaatan teknologi pada sektor ekonomi pun membuka peluang bisnis terbarukan yaitu bisnis keuangan dengan mendirikan perusahaan finansial teknologi dengan berbagai macam layanan. Terutama layanan investasi dalam bentuk pinjam meminjam (Peer to Peer (P2P) Lending), yang mudah diakses oleh masyarakat secara umum. Masyarakat cenderung tidak peduli dengan perusahaan penyelenggara yang mana dirinya terikat, sehingga cukup banyak kasus masyarakat terikat pada perusahaan finansial teknologi ilegal, dimana dirinya tidak terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun tidak menutup kemungkinan perusahaan finansial teknologi yang terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak memiliki masalah. Masalah yang sering terjadi oleh perusahaan finansial teknologi penyelenggara layanan pinjam meminjam ialah kondisi gagal bayar, sehingga akibat dari gagal bayar perusahaan penyelenggara berdampak pada timbulnya kerugian bagi investor (pemberi pinjaman) yang terikat pada perjanjian investasi atas proyek yang disediakan oleh perusahaan finansial teknologi penyelenggara layanan pinjam meminjam. Sehingga pertanggungjawaban atas perlindungan hak investor (pemberi pinjaman) dalam aktivitas investasi pada proyek yang diselenggarakan oleh perusahaan finansial teknologi layanan pinjam meminjam seringkali tidak terlaksana.

An effort to improve the welfare of society in general are through improving the national economy, one of which is the use of technology. Rapid development of technology, especially technology in the economic sector, has a positive impact on a country. The use of technology in the economic sector also opens up renewable business opportunities, that is financial businesses by establishing financial technology companies which has many services options. Especially investment services in the form of lending and borrowing (Peer to Peer (P2P) Lending), which are easily accessible to public. Public tend not to care about the company to which they are bind, so that there are quite a lot of cases of people being binded to illegal financial technology companies, where they are not registered and licensed by the Otoritas Jasa Keuangan (OJK). However, it does not mean that financial technology companies registered and licensed by the Financial Services Authority will not have problems. The problem that often occurs by financial technology companies providing lending and borrowing services is failure to pay, so that the result of failure to pay by the providing company has an impact on the emergence of losses for investors (lenders) who are bound by investment agreements for projects provided by financial technology companies providing lending services. borrow. So that accountability for protecting the rights of investors (lenders) in investment activities in projects organized by financial technology companies lending and borrowing services is often not implemented."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI.

Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Aurelia Ayu Damayanti
"Layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah (P2P Financing) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan kemudahan yang diberikan oleh kemajuan teknologi untuk menyalurkan pembiayaan dengan memperhatikan prinsip-prinsip syariah. Berbeda dengan penyelenggaraan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi konvensional, maka penyelenggaraan P2P financing lebih rentan terhadap risiko, mengingat penyelenggaraan P2P financing juga harus patuh terhadap prinsip-prinsip syariah. Untuk itu, skripsi ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengaturan dan kegiatan pengawasan dalam penyelenggaraan P2P financing di Indonesia. Lebih dalam, penulis menganalisis kepatuhan PT. Dana Syariah Indonesia sebagai salah satu penyelenggara P2P financing terhadap hukum yang berlaku, pedoman perilaku asosiasi, maupun Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. Bentuk penelitian yang digunakan oleh penulis adalah yuridis normatif, sehingga penulis melakukan penelitian terhadap hukum positif baik tertulis maupun tidak tertulis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu bahan pustaka, didukung dengan data yang penulis dapatkan melalui wawancara yang dilakukan dengan staff analis grup Inovasi Keuangan Digital pada Otoritas Jasa Keuangan dan staff divisi legal PT. Dana Syariah Indonesia. Hasil penelitian menyarankan agar OJK dan AFPI dapat melakukan sosialisasi serta edukasi kepada para penyelenggara P2P financing mengenai ketentuan tambahan penyelenggaraan prinsip syariah. Selain itu penulis menyarankan kepada para penyelenggara P2P financing agar patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan maupun prinsip syariah dengan melakukan kegiatan pengawasan yang komprehensif.

Information technology-based financing services based on sharia principles (P2P financing) are a form of utilizing the convenience provided by technological advances to channel financing with due observance of sharia principles. Unlike the operation of lending and borrowing services based on conventional technology, the implementation of P2P financing is more prone to risk, considering that the implementation of P2P financing must also comply with the principles of sharia. Therefore, this thesis discusses about the regulations and supervisory activities that apply on P2P financing in Indonesia. In this thesis, the writer also analyses the compliance of PT. Dana Syariah Indonesia against the applicable laws, association behaviour guidelines, and Fatwas issued by the National Sharia Council. The form of research used by the author in this thesis is juridical normative, so that the author conducts research on positive law both written and unwritten. The type of data used in this study is secondary data, namely library materials, supported by data that obtained through interviews conducted with staff of the Digital Financial Innovation group analyst at the Financial Services Authority and staff of legal division at PT. Dana Syariah Indonesia. The results of the study suggest that OJK and AFPI can conduct socialization and education to P2P financing operators regarding additional provisions for implementing sharia principles. In addition, the authors advise P2P financing operators to comply with statutory provisions and sharia principles by carrying out comprehensive monitoring activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arief
"Tesis ini membahas perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending dengan mengkaji peraturan apa saja yang mengatur mengenai peer to peer lending di Indonesia, dan bagaimana perlindungan hukum bagi penerima pinjaman terhadap pelanggaran mekanisme penagihan dalam peer to peer lending. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan teknik pengolahan data secara kualitatif sehingga menghasilkan penelitian dalam bentuk deskriptif analitis. Dalam hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan Pengaturan mengenai peer to peer lending di Indonesia adalah sebagai perlindungan hukum bagi pengguna dan penyelenggara dari jasa P2P Lending tersebut. Hal tersebut diatur secara khusus dalam POJK 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, POJK 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, SEOJK 18/SEOJK.02/2017 Tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, dan SEOJK 21/SEOJK.02/2019 tentang Regulatory Sandbox. Perlindungan hukum penerima pinjaman P2PLending dalam hal terjadinya pelanggaran saat penagihan dapat dibedakan sebagai berikut: Perlindungan bagi penerima pinjaman pada penyelenggara P2PLending legal, yaitu berdasarkan POJK Nomor 18/POJK.07/2018 tentang layanan Pengaduan Konsumen Sektor Jasa Keuangan maka, penerima pinjaman yang merasa dirugikan disaat penagihan dapat terlebih dahulu mengajukan penyelesaian kepada penyelenggara P2P Lending, apabila tidak mendapat kesepakatan maka penerima pinjaman dapat melakukan upaya hukum melalui litigasi maupun non litigasi dan apabila tidak ada upaya hukum non litigasi dapat melakukan pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan. Perlindungan bagi Penerima pinjaman pada P2P Lending illegal tidak mengikuti aturan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan, sehingga tidak tersedia lembaga khusus untuk menampung pengaduan penerima pinjaman, maka bentuk perlindungan hukum yang diberikan akan menyesuaikan dengan tindakan pelanggaran petugas penagihan terhadap peraturan perundangan-undangan yang ada.

This thesis discusses the legal protection for loan recipients against the violations of the peer to peer lending (P2P Lending) billing mechanism by examining the regulations governing the P2P lending in Indonesia, and the legal protection for loan recipients against the violations of billing mechanisms in P2P lending. The method used is a normative juridical literature method with qualitative data processing techniques, resulting in descriptive-analytical research. The result concluded that the regulation regarding peer to peer lending in Indonesia serves as legal protection for users and operators of the P2P Lending service. This is specifically regulated in POJK 77/POJK.01/2016 regarding Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, POJK 13/POJK.02/2018 regarding Digital Financial Innovation in the Financial Services Sector, SEOJK18/SEOJK.02/2017 regarding Governance and Information Technology Risk Management in Information Technology-Based Borrowing and Lending Services, and SEOJK 21/ SEOJK.02/2019 regarding Regulatory Sandbox. The legal protection for P2P Lending loan recipients in the event of a violation during the billing process can be distinguished as follows: Protection for loan recipients at legal P2P Lending operators based on POJK Number 18 / POJK.07 / 2018 regarding Consumer Complaint services in the Financial Services Sector. The loan recipients who feel disadvantaged during the billing process can first submit a settlement to the P2P Lending organizer. If there is no agreement, the loan recipient can take legal action through litigation and non-litigation, and if there is no non-litigation legal remedy, he can file a complaint with the Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan, OJK). Protection for loan recipients in illegal P2P lending does not follow the rules set by the Financial Services Authority. Therefore, no institution will accommodate complaints from loan recipients. Thus, the form of legal protection provided will be adjusted to the actions conducted by billing officers that violated the existing laws and regulations"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desty Sari Wardani
"Emotionally Transmitted Debt (ETD) menggambarkan situasi ketika anggota keluarga debitur bertindak sebagai penjamin kredit, yang mana keterlibatannya didorong bukan karena motif ekonomi yang memberikan manfaat kepadanya, melainkan karena adanya keterikatan emosional yang ia miliki dengan debitur. Fenomena ini menempatkan penjamin sebagai pihak yang dimanfaatkan secara tidak adil oleh debitur maupun kreditur, namun hukum belum memberikan perlindungan terhadap pihak penjamin dalam fenomena ETD. Metode penelitian berupa yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis. Hasil penelitian yang pertama, pengaturan perlindungan hukum terhadap penjamin dalam kasus ETD di Indonesia dimuat dalam KUHPerdata, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan POJK Nomor 42/POJK.03/2017. Akan tetapi peraturan tersebut belum lengkap sehingga belum memberikan perlindungan perlindungan terhadap penjamin dalam fenomena ETD. Kedua, usulan norma pengaturan perlindungan terhadap penjamin akibat fenomena ETD untuk masa yang akan datang dengan menyisipkan norma pada prinsip kehati-hatian 5 C’s POJK Nomor 42/POJK.03/2017 yaitu bank wajib memastikan bahwa penjamin diberi informasi mengenai akibat hukum dari perjanjian jaminan, penjamin dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya dalam perjanjian jaminan apabila penjamin dapat membuktikan kreditur tidak menginformasikan kepada penjamin yang memiliki keterikatan emosional dengan debitur resiko yang ada dibalik ditandatanganinya perjanjian jaminan dan penjamin dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya untuk membayar utang debitur utama apabila penjamin dapat membuktikan bahwa kemampuannya untuk mengambil keputusan secara bebas dan bertanggungjawab telah cacat, penjamin dapat membuktikan terdapat penyalahgunaan keadaan, unconsionability, paksaan, kekhilafan, penipuan, atau perbuatan melawan hukum lainnya yang dilakukan oleh debitur dan atau kreditur.

Emotionally Transmitted Debt (ETD) describes the situation when a debtor's family member acts as a guarantor, whose involvement is driven not because of economic motives that provide benefits or awareness of responsibility as a guarantor, but rather because of the emotional attachment between the guarantor and the debtor. The ETD risks the guarantor to be unfairly exploited by both debtors and creditors, yet the law does not provide protection for the guarantor. The research method for this thesis is normative juridical with descriptive analytical typology. The results, first that the legal protection for guarantors in ETD cases in Indonesia contained in the Civil Code, Act No. 10 of 1998 concerning amendments to Act No. 7 of 1992 concerning Banking, Act No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia, Act No. 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, and POJK No. 42/POJK.03/2017. However, these regulations do not yet provide protection for guarantors in the ETD phenomenon. Second, proposed norms for protection of guarantors due to the ETD phenomenon for the future, inserting norms on the precautionary principle 5 C's POJK Number 42/POJK.03/2017, that banks are obliged to ensure that guarantors are given information regarding the legal consequences of guarantee contract, The guarantor can escape from his responsibility in the guarantee contract if the guarantor can prove that the creditor did not inform the guarantor who has an emotional attachment to the debtor of the risks behind the signing of the guarantee contract and the guarantor can escape from his responsibility to pay the main debtor's debt if the guarantor can prove that his ability to make decisions freely and responsibly is defective, the guarantor can prove that there is undue influence, unconscionability, coercion, fraud, or other tort committed by the principal debtor and/or creditor."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>