Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176125 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haidar Bagir
"Sebagai orang beriman, kita yakin bahwa agama berasal dari Tuhan. Tapi, agama juga mengambil bentuk sebagai agama manusia, segera setelah ia berpindah dari khazanah ketuhanan kepada wilayah kemanusiaan. Artinya, manusia tidak pernah bisa bicara tentang agama, kecuali dalam konteks manusia. Menyadari hal itu, maka seorang penganut agama mestinya tidak terkejut dan gagap untuk menerima kenyataan bahwa di kalangan agama yang sama terdapat begitu banyak perbedaan pendapat."
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2019
297.71 HAI i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Akhyar Yusuf
"Masalah pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah: bagaimana pandangan para filsuf dan saintis Barat dan Mus_lim terhadap alam, manusia dan kebudayaan dengan penekanan pada perspektif Islam. Pembahasan atas tema dilakukan se_cara dialogis antara berbagai pandangan filsuf den saintis. Para filsuf alam di zaman Yunani kuno telah meletakkan dasar materialisme naif, yang kemudian memunculkan reaksi berupa aliran idealism.' Di zaman renaisans Galileo Galilei dengan penelitian empiris, merobohkan koemologi Aristoteles. Menurutnya kita hanya dapat berbicara benar tentang alam, kalau kita membatasi diri untuk mengamati ciri primer_nya saja. Doktrin tentang kualitas primer dan sekunder berdam_pak sangat luas pada pemikiran modern. Pandangan ini menyingkirkan peran sentralnya dalam skema alam semesta, la_lu alam dianggap sepenuhnya mekanis. Perkembangan filsafat Barat sejak awal kata Roger Garaudy telah memisahkan menu_sia dari dimensi transendensi (Tuhan), sehingga pamikiran terputus dari kehidupan, kata-kata dan benda kehilangan arti sebagai tanda-tanda (ayat) Tuhan. Konsep ini terumus da_lam perkembangan (kemajuan ) Barat. Dalam perspektif ini manusia adalah ukuran segalanya. Pandangan Islam terhadap alam adalah, alam merupakan hamparan wahyu Allah (Al-Qur'an of Creation) yang mempunyai sumber yang sama dengan kitab suci Al-Quran. Dengan demikian penelitian terhadap alam, semestinya dapat membawa kepada pengakuan adanya Pencipta alam yang transenden. Tauhid sebagai filsafat dasar, mengandung arti bahwa hanya ada sa_tu pencipta alam. Dalam tauhid ini terkandung ide persamaan hak manusia, persaudaraan dan persatuan makhluk. Mengakui dan menerima transendensi menurut Garau_dy berarti: pertama, mengakui ketergantungan manusia kepada Penciptanya, kepada Tuhan dan kemauanNya di be_lakang semua proyek manusia. Kedua, mengakui transen_densi berarti bahwa ada perbedaan Khalik dangan makhluk. Ketiga, mengakai keunggulan norma-norma mutlak yang tidak dapat diturunkan melalui akal budi manusia. Pengakuan akan transendensi Lai menurut Garaudy, merupakan tawaran yang diberikan Islam dalam menghadapi kemelut dan krisi budaya modern. Karene tak ada sains , tak ada politik yang dapat menyelamatken umat manusia dari kematian, jika mereka menjauhkan transendensi dari manusia, bila manusia menjauhkan diri dari Tuhan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S15992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad, Hadrat Mirza Ghulam
Jakarta: PT Gasha Pelangi Grafika, 1977
297.01 AHM f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abuddin Nata
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001
297.67 ABU p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leaman, Oliver
Jakarta: Rajawali, 1989
297.01 LEA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhry, Majid
Leiden: Brill Academic, 1994
287.5 FAK e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Misri A. Muchsin
Djogyakarta: Ar-Ruzz Press , 2002
297.261 MIS f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Rijaal Soedrajad
"Tulisan ini merupakan studi mengenai esensi kemurnian Islam dalam diskursus Islam Pribumi dan Islam Puritan yang ada di Indonesia. Berbagai peristiwa sosiologis berperiodik di wilayah Nusantara telah membuat masyarakat muslim di Indonesia kini terfragmentasi menjadi dua kelompok berbeda, berdasarkan kiblat ideal otentisitas Islam masing-masing. Sebagian ada yang menganggap bahwa esensi Islam ada pada zaman keemasan Muhammad dan berkiblat pada budaya Timur Tengah pada masa itu. Sebagian lainnya menganggap bahwa esensi Islam justru sudah hadir dan hidup di tengah transformasi sosial dan budaya di wilayah Nusantara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali seperti apa esensi dan wajah Islam di Indonesia yang seharusnya, melalui dialektika antara kedua jenis kelompok tersebut. Metode yang dipakai di dalam tulisan ini adalah studi literatur dengan pendekatan melalui hermeneutik Nasr Hamid Abu Zayd, dengan gagasannya terkait pembacaan kitab suci melalui konteks historis dan kritik teks Al-Qur’an. Esensi dan wajah Islam sesungguhnya telah hidup di Indonesia sejak awal kehadirannya di wilayah Nusantara karena Islam di Indonesia harus dapat berdialektika dengan pluralitas budaya dan masyarakatnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompatibilitas gagasan Islam Pribumi dengan kondisi Indonesia, sesuai dengan pendekatan Nasr Hamid dalam melihat agama yang seharusnya dapat bersinergi dengan budaya.

This paper is a study of the essence of Islam in the discourse of Puritan Islam and Indigenous Islam in Indonesia. The Muslim community in Indonesia is now fragmented into two distinct groups. The first group considers that the essence of Islam must follow Middle Eastern traditions in all its aspects. The second group considers that the essence of Islam must adapt to local traditions/cultures as long as it does not conflict with the holy text of the Qur'an and Sunnah of Muhammad SAW. The purpose of this research is to explore what the essence of Islam in Indonesia should be. The method used in this paper is a literature study through Nasr Hamid Abu Zayd's hermeneutic approach with his ideas related to the reading of the Qur’an through the historical context and criticism of Quranic verses. The results of the study indicate that the essence of Indonesian Islam is Indigenous Islam because Islam should be able to synergize with all times and places and thus be able to have a dialectic with the plurality of culture and society, so that Islam can be accepted by all, including Indonesian cultures that is different from the Middle Eastern culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sunandari
"Secara umum, pemikiran para filsuf muslim merupakan sintesa sistematis antara ajaran-ajaran Islam, Aristotelianisme dan Neo-Platonisme yang dipelopori oleh al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Namun, sejak serangan yang dilakukan oleh al-Ghazali melalui Tahafut al-Falasifat, pemikiran filsafat di dunia Islam Barat, Sunni, mengalami pergantian suasana dari alam filosofis ke mistis, tasawwuf. Sedangkan di dunia Islam belahan Timur, Syi'i, pemikiran filsafat dan mistis tetap eksis berkembang bahkan keduanya saling melengkapi.
Harmonisasi yang sempurna dapat ditemui pada tokoh Suhrawardi yang bergelar Syaikh al-Isyraq. Suhrawardi memandang dirinya sebagai penyatu kembali apa yang disebutnya al-hikmar al-laduniyyat (kebijaksanaan Ilahi) dan al-hikmat al-'atigat (kebijaksanaan kuno), dengan menggabungkan dua metode yang telah mapan, yaitu metode diskursif filosofis yang diwakili oleh Aristotelianisme dan metode dzawq mistis, yang diwakili oleh Platonisme, ke dalam satu metode komprehensif yang bersifat teosofis.
Dengan ajaran teosofinya, Suhrawardi mampu membangun suatu cabang aliran yang baru dalam tradisi filsafat Islam, sehingga wajar jika digelari pendiri filsafat iluminasi. Pada tataran ontologis, Suhrawardi menawarkan suatu temuan baru dengan memperkenalkan istilah-istilah tersendiri dalam mengungkapkan seluruh pemikirannya. Melalui terminologi cahaya, Suhrawardi menumbangkan teori emanasi akal sepuluh yang menjadi acuan umum hampir seluruh filsuf Muslim dan menawarkan suatu bentuk baru dengan menggunakan istilah cahaya dan tidak membatasi jumlah pancarannya. Inilah iluminasionisme, suatu pancaran cahaya yang berasal dari Nur al-Anwdr membentuk suatu bangunan utuh yang merupakan kesatuan penyinaran yang disebut wahdat al-Isyraq. Sementara dalam tataran epistemologis, Suhrawardi mampu menunjukkan kelemahan metode pengetahuan diskursif filosofis dan mempelopori munculnya metode baru yaitu 'ilmu hudhuri (knowledge by presence)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T10930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Mudjia Rahardjo
Malang: UIN-Maliki Press, 2011
297.261 MUD g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>