Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199078 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patricia Nadine Putri Kristianto
"Dalam kerangka Theory of Planned Behavior, tingginya biaya perumahan dapat menurunkan perceived behavioral control individu, yaitu persepsi mereka terhadap kemampuan dalam mengelola sumber daya finansial yang dibutuhkan untuk membuat dan menjalankan keputusan terkait fertilitas. Namun, melalui konsep efek kekayaan (weatlh effect) dan efek biaya (cost effect), hubungan antara biaya perumahan dan fertilitas dapat berbeda tergantung pada status kepemilikan rumah. Pemahaman terhadap hubungan ini sangat penting bagi pembuat kebijakan, terutama di Indonesia, yang tengah menghadapi tantangan penurunan fertilitas dan penuaan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asosiasi antara biaya perumahan dan fertilitas di Indonesia, serta menguji apakah asosiasi tersebut berbeda antara pemilik dan penyewa rumah. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, dengan unit analisis berupa perempuan berusia 35–49 tahun yang berstatus menikah dan tinggal di rumah tangga dengan status rumah milik sendiri atau sewa. Biaya perumahan diproksi melalui nilai sewa rumah, sedangkan fertilitas diproksi melalui jumlah anak lahir hidup yang tinggal dalam rumah tangga. Estimasi model dilakukan menggunakan analisis regresi Poisson yang diterapkan juga pada subsampel pemilik dan penyewa rumah secara terpisah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, setelah dikontrol oleh variabel sosial, ekonomi, dan demografi, jumlah anak lahir hidup yang lebih kecil secara statistik berasosiasi signifikan dengan biaya perumahan yang lebih tinggi. Pola ini secara konsisten muncul pada kelompok pemilik maupun penyewa rumah. Temuan ini menunjukkan bahwa dalam konteks Indonesia, cost effect lebih dominan dibandingkan wealth effect, mengindikasikan bahwa persepsi terhadap kendala finansial seperti biaya perumahan dapat menurunkan perceived behavioral control dalam pengambilan keputusan fertilitas. Selain itu, variabel kontrol lainnya juga menunjukkan pengaruh signifikan, di mana jumlah anak lahir hidup yang lebih kecil berasosiasi secara statistik dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, bekerja, usia menikah pertama yang lebih tua, tidak memiliki asuransi kesehatan, serta tinggal di daerah perkotaan.

Within the Theory of Planned Behavior framework, high housing costs may reduce individuals perceived behavioral control, which refers to their sense of control over financial resources needed to make and carry out fertility decisions. However, due to the nexus of wealth effect and cost effect, the relationship between housing cost and fertility can be differentiated based on homeownership status. Understanding this relationship is essential for policymakers, especially in Indonesia, where population aging and fertility decline pose growing demographic challenges. This study aims to analyze the association between housing cost and fertility in Indonesia and to examine whether the association differs based on homeownership status. This research utilizes secondary data from the 2019 National Socioeconomic Survey (Susenas), with the unit of analysis being married women aged 35–49 years living in households that either own or rent their houses. Housing costs are proxied by the housing rent value, while fertility is proxied by the number of children ever born residing in the household. The model estimation is conducted using Poisson regression analysis and also applied to both homeowner and renter subsamples. The results show that, after controlling for social, economic, and demographic variables, a smaller number of children ever born is statistically significantly associated with higher housing costs. This pattern consistently appears in both homeowners and renters. These findings indicate that in the Indonesian context, the cost effect tends to outweigh the wealth effect, suggesting that perceptions of financial constraints, such as housing costs, may reduce perceived behavioral control in fertility-related decision-making. In addition, other control variables also show significant effects, where a smaller number of children ever born is statistically associated with higher educational attainment, being employed, older age at first marriage, lack of health insurance, and living in urban areas. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wikan Pinastika
"Apakah isu kemiskinan di Indonesia berasosiasi dengan fenomena perceraian? Penelitian ini mengeksplorasi asosiasi antara status perkawinan dan status kemiskinan pada kepala rumah tangga, dengan mempertimbangkan perbedaan jenis kelamin serta faktor sosial, ekonomi, dan demografi lainnya. Dengan menggunakan data longitudinal Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2007 dan 2014, penelitian ini menganalisis 5.099 kepala rumah tangga yang sudah atau pernah menikah dan memiliki anak di bawah usia 18 tahun. Metode yang digunakan adalah regresi logistik biner untuk mengestimasi probabilitas kepala rumah tangga berada dalam status miskin, dengan status perkawinan sebagai variabel independen utama, serta interaksi dengan jenis kelamin untuk menguji disparitas berbasis gender. Hasil menunjukkan bahwa kepala rumah tangga yang bercerai memiliki peluang miskin yang lebih tinggi dibanding kepala rumah tangga berstatus menikah, terutama jika kepala rumah tangga adalah laki-laki. Peluang miskin yang lebih tinggi berasosiasi dengan tingkat pendidikan rendah, jenis kelamin perempuan (terlepas dari status perkawinan), jumlah anak yang banyak, bekerja di sektor informal atau tidak bekerja, tinggal di pedesaan, menerima bantuan tunai, serta berada di usia nonproduktif. Penelitian ini mengindikasikan perlunya kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih terarah, khususnya bagi rumah tangga dengan kepala keluarga bercerai dan memiliki karakteristik rentan miskin.

Is there a link between rising divorce rates and poverty in Indonesia? This study explores the association between marital status and poverty status among household heads, considering gender differences as well as other social, economic, and demographic factors. Utilizing longitudinal data from the Indonesian Family Life Survey (IFLS) from 2007 and 2014, the study analyzes 5,099 household heads who are currently or previously married and have children under the age of 18. Binary logistic regression is employed to estimate the probability of a household head being in poverty, with marital status as the main independent variable, including interaction terms with gender to examine gender-based disparities. The findings indicate that divorced household heads have a higher likelihood of being poor compared to those who are married, especially if the household head is male. Higher poverty risk is also associated with low educational attainment, being female (regardless of marital status), having more children, working in the informal sector or being unemployed, residing in rural areas, receiving cash assistance, and being in a non-productive age group. The study highlights the need for more targeted poverty alleviation policies, particularly for households headed by divorced individuals with characteristics that increase vulnerability to poverty."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rafi Kurniawan
"Keinginan menambah jumlah anak sangat bergantung pada persepsi anak. Salah satu penghambat pria dan wanita menikah belum menginginkan menambah jumlah anak adalah karena anak dianggap sebagai biaya sehingga mereka perlu mengalokasikan biaya untuk anak. Selain itu, keinginan menambah jumlah anak juga dipengaruhi oleh faktor- faktor sosial, ekonomi, dan demografi. Salah satu faktor yang dinilai mempengaruhi keinginan menambah jumlah anak pada pria dan wanita menikah adalah kepemilikan rumah. Studi ini bertujuan untuk menganalisis status kepemilikan rumah dengan keinginan menambah jumlah anak pada pria dan wanita menikah di Indonesia berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kepemilikan rumah dengan keinginan menambah jumlah anak baik pada pria dan wanita menikah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa biaya kepemilikan rumah yang tinggi di Indonesia membuat pria dan wanita menikah mengalokasikan biaya untuk memiliki rumah sehingga cenderung untuk tidak menginginkan menambah jumlah anak kembali.

The desire to have more children is highly dependent on the perception of children. One of the reasons why married men and women do not want to have more children is because children are perceived as a cost, so they need to allocate money for children. In addition, the desire to have more children is also influenced by social, economic and demographic factors. One of the factors considered to influence the desire to have more children among married men and women is home ownership. This study aims to analyse home ownership status and the desire to have more children among married men and women in Indonesia based on data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS). The results of this study show that there is a negative relationship between home ownership and the desire to have more children among both married men and women. This study concludes that the high cost of home ownership in Indonesia makes married men and women allocate the cost of owning a house so that they tend not to want to have more children."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Purnama Cahya Sari
"Penelitian sebelumnya menemukan bahwa anak dengan banyak saudara kandung cenderung ingin membentuk keluarga besar dibandingkan mereka yang lahir dari keluarga dengan ukuran lebih kecil. Hal ini mengindikasikan adanya transmisi norma keluarga antar generasi. Studi ini bertujuan untuk melihat efek perilaku fertilitas ibu terhadap intensi fertilitas anak perempuannya. Dengan menggunakan data IFLS, studi ini menginvestigasi anak perempuan pernah menikah usia 15-49 tahun, yang memiliki informasi lengkap tentang ibu kandungnya. Model logistik dan zero-inflated poisson digunakan untuk mengestimasi efek dari kovariat. Hasilnya menunjukkan bahwa anak perempuan mengadopsi norma keluarga ibu untuk membentuk intensi fertilitas mereka.

Previous studies found that children born with many siblings prefer a large family size than those born with fewer siblings. This positive relationship shows the presence of intergenerational transmission of family norm. This study aims to examine maternal fertility effect on daughter rsquo s fertility intention. Using data from IFLS, this study investigates ever married women aged 15 49 years old in 2014 who have a complete information about their biological mother, and uses Logistic and Zero Inflated Poisson regression model to estimate the predictors. As a result, daughters adopt their mother rsquo s childbearing behavior in shaping their own fertility intention."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T48809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Akbar Maulana
"

Perumahan adalah bagian dari kebutuhan dasar manusia. Namun, banyak keluarga miskin yang tidak mampu walau hanya sekedar memiliki rumah ukuran kecil. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan harga rumah ukuran kecil yang sangat tinggi, dimana lebih tinggi dari peningkatan pada rumah ukuran sedang dan besar. Penelitian ini menganalisis hubungan antara harga rumah dengan variabel-variabel makro ekonomi (suku bunga, produk domestik regional bruto/PDRB per kapita, inflasi, dan biaya konstruksi) sehingga pemerintah pusat dapat memberikan sebuah kebijakan yang sesuai untuk mengendalikan harga rumah. Penelitian ini menggunakan data panel yang terdiri dari 14 kota dan delapan tahun (2009–2016). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan hubungan antar empat pasar rumah berdasarkan ukuran: perumahan keseluruhan, kecil, sedang, dan besar. Walaupun, semua variabel yang signifikan secara statistic menunjukkan hubungan positif terhadap harga rumah. Hubungan positif suku bunga mengindikasikan bahwa sisi suplai pada pasar rumah di Indonesia lebih sensitif daripada sisi permintaan. Lebih lanjut lagi, pemerintah sebaiknya memperhatikan  tingginya pertumbuhan tahunan rata-rata biaya konstruksi di ibu kota negara—Jakarta—dan kota-kota satelit, dimana berkaitan dengan tingginya pertumbuhan harga rumah di daerah tersebut.


Housing is part of a human’s basic needs. However, many poor families cannot afford to buy even a low-cost or small property. This is exacerbated by a rapid yearly increase in the price of small housing, which is greater than that of larger houses. This research analyzes the relationship of housing price with macro economy variables (interest, gross regional domestic products/GRDP per capita, inflation, and construction cost) so that the central government can deliver an appropriate policy to control housing price. This research analyzes a data set of 14 cities as cross-sectional data and eight years (2009–2016) as the time span using panel data analysis. The result shows that there are relationship differences among four types of markets: general, small, medium, and large housing. However, all significant variables show positive relations to housing price. Importantly, a positive interest rate indicates that the supply side of the Indonesian housing market is more sensitive to it rather than the demand side. Moreover, the government should be concerned about the high growth of the yearly average construction cost in the capital city—Jakarta—and the satellite cities, which is associated with the high growth of housing price.

"
2018
T51986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habib Mahfudz Ismail
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis asosiasi antara teknologi digital dan pernikahan anak di Indonesia. Sumber data penelitian ini adalah hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret tahun 2020. Unit analisis penelitian ini adalah responden berusia 10-18 tahun. Variabel tidak bebas penelitian ini adalah usia kawin pertama. Variabel bebas penelitian adalah teknologi digital (penggunaan telepon seluler dan penggunaan internet) tempat tinggal, gender, partisipasi sekolah, status pekerjaan, jumlah anggota keluarga, tipe penerangan, dan tipe bahan bakar. Data dianalisis dengan menggunakan model regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi digital, yaitu penggunaan telepon seluler dan penggunaan internet, berkorelasi negatif dengan pernikahan anak di Indonesia, bahkan setelah dikontrol terhadap pengaruh tempat tinggal, gender, partisipasi sekolah, status pekerjaan, jumlah keluarga, dan tipe bahan bakar. Probabilitas menikah pada usia anak lebih tinggi pada anak yang tidak menggunakan telepon seluler, tidak menggunakan internet, tinggal di perdesaan, berjenis kelamin perempuan, tidak bersekolah, tidak bekerja, memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak, dan menggunakan gas sebagai tipe bahan bakar untuk memasak di rumah.

The purpose of this study was to analyze the association between digital technology and child marriage in Indonesia. The data source for this research came from the results of the March 2020 National Social and Economic Survey (SUSENAS). The unit of analysis was respondent aged 10-18 years. The dependent variable was the age at first marriage. The independent variables included digital technology (cell phone use and internet use), place of residence, gender, school participation, employment status, number of family members, type of lighting, and type of fuel. The data were analyzed using a binary logistic regression model.

The results of the study showed that the use of digital technology, namely the use of cell phones and internet use, was negatively correlated with child marriage in Indonesia, even after controlling for the influence of place of residence, gender, school participation, employment status, number of families, and type of fuel. The probability of getting married at a child's age was higher among children who did not use cell phones, did not use the internet, lived in rural areas, were females, did not go to school, did not work, had more family members, and using gas as a type of fuel for cooking at home."

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhalza Septya Dewi
"Penelitian ini melengkapi literatur mengenai hubungan antara ukuran kota tempat bekerja dan pendapatan di Indonesia dengan penekanan pada perempuan. Temuan penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan pola pendapatan berdasarkan ukuran kota dan jenis kelamin, di mana pendapatan rata-rata cenderung lebih tinggi di kota-kota besar dan untuk laki-laki. Analisis multivariat juga mengungkapkan adanya fenomena urban wage premium di Indonesia, di mana terdapat hubungan signifikan antara ukuran kota dan pendapatan. Lebih menariknya lagi, ketika perempuan dan laki-laki dianalisis secara terpisah, penelitian ini menemukan bahwa urban wage premium perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian ini menyimpulkan bahwa infrastruktur dan pelayanan publik yang lebih baik serta fasilitas pendidikan yang lebih baik di perkotaan dapat menjadi faktor penentu dalam perbedaan urban wage premium antara perempuan dan laki-laki.

This research complements the literature on the relationship between city size of employment and income in Indonesia, with a focus on females. The findings of this study indicate differences in income patterns based on city size and gender, where average income tends to be higher in larger cities and for men. The multivariate analysis also reveals the existence of an urban wage premium phenomenon in Indonesia, with a significant relationship between city size and income. Interestingly, when female and men are analyzed separately, this research finds that the urban wage premium for female is higher compared to men. The study concludes that better infrastructure, public services, and educational facilities in urban areas can be determining factors in the difference in urban wage premium between female and men."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yehezkiel Raka Paskalis
"Penelitian ini akan menganalisis pengaruh jumlah anggota rumah tangga disabilitas rumah tangga terhadap status ketahanan pangan rumah tangga, dengan menggunakan data cross-section dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2023 pada tingkat analisis rumah tangga. Hasil analisis dengan menggunakan regresi logistik biner menunjukkan bahwa jumlah anggota rumah tangga disabilitas berpengaruh negatif terhadap status ketahanan pangan rumah tangga. Pengaruh negatif ini dapat menghambat pencapaian tujuan pemerintah dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016, yaitu menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk dalam ketahanan pangan, tidak terkecuali para penyandang disabilitas. Selain itu, analisis juga dilakukan terhadap karakteristik sosio-ekonomi rumah tangga yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga, seperti jenis kelamin kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga, status perkawinan kepala rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, status pekerjaan kepala rumah tangga, wilayah tempat tinggal rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, akses kredit, kepemilikan rumah, jumlah perokok, dan provinsi.

This research will analyze the effect of the number of household members with disabilities on the household food security status using cross-sectional data from the 2023 Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). The results of analysis using binary logistic regression show that that the number of household members with disabilities negatively affects the household food security status. This adverse impact poses a significant obstacle to fulfilling the goals of Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 and Undang-Undang No. 8 Tahun 2016, which aim to ensure the well-being of all citizens, including food security for people with disabilities. Additionally, analysis was also carried out on household socio-economic characteristics that influence household food security, such as the gender of the head of the household, age of the head of the household, marital status of the head of the household, education level of the head of the household, number of household members, employment status of the head of the household, household living area, household expenditure, access to credit, house ownership, number of smokers, and province."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Ferdi
"Latar belakang: Perkembangan anak yang optimal diperlukan untuk mendukung proses belajar di kemudian hari. Zat besi merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan dalam perkembangan otak untuk mendukung perkembangan anak, yang masih sangat diperlukan hingga usia 3 tahun. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara status zat besi dengan status perkembangan anak usia 24-36 bulan.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang eksplorasi dilakukan di Kampung Melayu, Jakarta pada bulan September sampai Oktober 2020. Subjek yang memenuhi kriteria penelitian didapatkan dengan teknik total population sampling. Data didapatkan dari wawancara karakteristik dan asupan zat besi menggunakan semi quantitative-food frequency questionnaire (SQ-FFQ), pemeriksaan antropometri, status perkembangan berdasarkan Ages and Stages Questionnaire-3 (ASQ-3), dan status zat besi dari pemeriksaan feritin, hemoglobin, dan high sensitivity C-reactive protein(hs-CRP). Analisis data menggunakan uji Chi square/Fisher, Mann-Whitney, dan regresi logistik.
Hasil: Dari 80 subjek yang berhasil diperoleh, terdapat status gangguan perkembangan pada 17,5% subjek dan status zat besi kurang pada 41,3% subjek. Tidak terdapat hubungan bermakna antara status zat besi dengan status perkembangan. Dari analisis multivariat regresi logistik didapatkan status zat besi (p = 0,019) dan status gizi (p = 0,018) berkontribusi terhadap gangguan perkembangan, yaitu masing-masing sebesar 7,5 (95% CI 1,397-40,635) dan 11,45 (95% CI 1,518-86,371).
Kesimpulan: Status zat besi berkontribusi dalam perkembangan anak usia 24–36 bulan, sehingga dibutuhkan upaya untuk menjaga status zat besi selain juga status gizi anak.

Background: Optimal child development is needed to support the learning process at a later date. Iron is one of the nutrients needed in brain development to support child development, which is still very needed until the age of 3 years. This study aims to determine the association between iron status and developmental status in children aged 24-36 months.
Methods: An explorative cross-sectional study was conducted in Kampung Melayu, Jakarta, from September to October 2020. Subjects who met the research criteria were obtained using the total population sampling method. Data were obtained from interviews on characteristics and iron intake using semi quantitative-food frequency questionnaire (SQ-FFQ), anthropometric examinations, developmental status based on Ages and Stages Questionnaire-3 (ASQ-3), and iron status from ferritin, hemoglobin, and high sensitivity C-reactive protein (hs-CRP) tests. Data analysis used Chi square/Fisher, Mann-Whitney test, and logistic regression.
Results: Of the 80 subjects that were obtained, there was developmental disorder in 17.5% of subjects and deficient iron status in 41.3% of subjects. There was no significant relationship between iron status and developmental status. From the multivariate logistic regression analysis, it was found that iron status (p = 0.019) and nutritional status (p = 0.018) contributed to developmental disorder, namely 7.5 (95% CI 1.397-40.635) and 11.45 (95% CI 1.518-86.371), respectively.
Conclusion: Iron status contributed to the development of children aged 24–36 months, so efforts are needed to maintain iron status as well as children’s nutritional status.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priani Nadhira Sudarma
"Pertumbuhan bisnis SPBU di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut menuntut perusahaan-perusahaan di industri ritel minyak dan gas, khususnya SPBU untuk meningkatkan kinerjanya. SPBU milik BUMN di Indonesia memiliki 3 skema kepemilikan, yaitu COCO (Company Owned, Company Operated), CODO (Company Owned, Dealer Operated), dan DODO (Dealer Owned, Dealer Operated). Studi ini menganalisis perbedaan kinerja dari ketiga skema tersebut. Hasilnya dapat digunakan sebagai perencanaan strategis perusahaan. Kinerja SPBU diukur dari efisiensi masing-masing unit SPBU, serta perbedaan antara ketiga skema tersebut. Data Envelopment Analysis (DEA) dua tahap digunakan untuk menghitung efisiensi masing-masing SPBU. Pada DEA tahap pertama, mengukur efisiensi pada aspek operasional SPBU dengan tujuan memaksimalkan angka penjualan dan transaksi. Pada DEA tahap kedua, mengukur efisiensi biaya di SPBU, dengan meminimalkan biaya di SPBU. Berdasarkan temuan penelitian, SPBU COCO memiliki kinerja tertinggi pada tahap 1 dengan rata-rata efisiensi sebesar 0,84. Pada tahap 2 yaitu tahap efisiensi biaya, SPBU CODO unggul dengan rata-rata efisiensi sebesar 0,88. SPBU DODO memiliki efisiensi rendah pada kedua tahap.

The growth of the gas station business in Indonesia is increasing from year to year. It requires companies in oil and gas industries to improve performance. Oil and gas company state-owned in Indonesia have 3 ownership schemes, namely COCO (Company Owned, Company Operated), CODO (Company Owned, Dealer Operated), and DODO (Dealer Owned, Dealer Operated). This study analyzes differences in the performance of the three schemes. The results can be used as company's strategic planning. Gas station performance measured by the efficiency of each gas station unit, also differences between the three schemes. Two-stage Data Envelopment Analysis (DEA) is used to calculate the efficiency of each gas station. In the first phase of DEA, measuring efficiency in the operational aspects of gas stations with the aim of maximizing sales and transaction numbers. In the second stage of DEA, it measures cost efficiency at gas stations, by minimizing the cost at gas stations. According to the research, COCO gas stations have the highest performance in stage 1 with an average efficiency of 0.84. In stage 2, namely the cost efficiency stage, CODO gas stations excel with an average efficiency of 0.88. DODO gas stations have low efficiency at both stages."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>