Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 222076 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rozi Beni
"Tulisan ini menganalisis penerapan prinsip keajegan hukum pemilihan dalam pengisian jabatan kepala daerah dan wakilnya di Indonesia periode 1945–2025, dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Prinsip keajegan hukum pemilihan menekankan pentingnya konsistensi hukum pemilihan sebagai syarat pemilu yang baik, yang membatasi adanya perubahan aturan menjelang dan saat tahapan pemilihan telah dimulai. Pada periode 1945–2000, terdapat tujuh produk hukum terkait, yang meskipun tampak ajeg secara kuantitatif, disusun dalam konteks politik otoriter sehingga tidak memenuhi prinsip keajegan hukum. Amandemen UUD NRI 1945, khususnya Pasal 18 ayat (4), mengoreksi hal ini dengan menegaskan pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis. Namun pada periode 2000–2025 setelah amandemen kontitusi ini, meskipun terdapat peningkatan jumlah produk hukum (57 produk hukum) dan lebih demokratis, sebagian besar (84,21%) dibentuk atau diubah saat tahapan pemilihan telah berlangsung, sehingga tetap belum sepenuhnya mencerminkan prinsip keajegan hukum pemilihan. Ke depan, hukum pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebaiknya disusun dalam waktu yang cukup dan dengan pelibatan publik yang luas, serta tidak dilakukan menjelang atau saat proses pemilihan berlangsung, guna menjamin pemilihan yang demokratis dan mencegah terjadinya praktik manipulatif serta KKN, sebagaimana prinsip keajegan hukum pemilihan dan cita hukum ketika Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 itu dirumuskan.

This paper analyzes the application of the principle of stability of electoral law in the filling of regional head and deputy regional head offices in Indonesia from 1945 to 2025. The principle underscores the importance of maintaining consistency in electoral laws as a prerequisite for fair elections, by limiting changes to the legal framework prior to and during the electoral stages. In the 1945-2000 period, seven legal instruments were enacted, which, despite appearing consistent in number, were formulated under an authoritarian political context and thus failed to meet the substantive requirements of legal stability. The 1945 Constitution’s amendment, particularly Article 18(4), corrected this by requiring democratic regional elections. However, in the post-amendment period (2000–2025), although there was a significant increase in the number of legal instruments (57 laws) were enacted with more democratic content, a majority (84.21%) were enacted or amended after the election stages had commenced, thereby undermining the principle of legal stability. Future laws on regional elections should be enacted in advance and with broad public input to ensure democratic integrity and prevent manipulation, corruption, and collusion, in line with Article 18(4) of the Constitution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Ephraim Deviaro
"ABSTRAK
Perwujudan desentralisasi ditingkat daerah menghasilkan otonomi daerah, dimana dalam proses tersebut selalu dimulai dengan pembentukan daerah. Skripsi ini membahas tentang pembentukan daerah otonom baru Kota Tangerang Selatan. Pembentukan Kota Tangerang Selatan dikarenakan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja dan pelayanan dari pemerintah daerah Kabupaten Tangerang. Hal tersebut mendorong sebagian masyarakat untuk membentuk daerah otonom baru yaitu Kota Tangerang selatan. Persyaratan dan prosedur pembentukan daerah diatur dalam Pasal 5 Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 dimana terdapat syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Dalam penelitian ini digunakan metode hukum normatif, dengan titik berat kepada materi peraturan perundang – undangan yang mengatur pembentukan daerah. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk persyaratan administratif sudah dipenuhi oleh Kabupaten Tangerang, kemudian persyaratan teknis dinyatakan lulus, dan untuk persyaratan fisik calon Kota tangerang Selatan telah memenuhi persyaratannya.

ABSTRACT
Embodiment decentralized regional level generating regional autonomy, which in the process always begins with the formation of the area. This thesis discusses the creation of a new autonomous region of South Tangerang. Formation of South Tangerang City due to community dissatisfaction with the performance and services of the local government of Kabupaten Tangerang. It encourages some people to form new autonomous regions, namely South Tangerang City. The requirements and procedure about the local creation was arrange in Article 5 Code of Law No. 32 Year 2004, wheras administrative, technical, and physical territorial requirements. In doing this research, the method used is normative law method, with emphasis on the rule of code law material which is regulate the creation of new local government. The results of this study concluded that for the administrative requirements are fulfill by Kabupaten Tangerang, then Kota Tangerang Selatan passed the technical requirements and for physical territory requirement, Kota Tangerang Selatan has fulfill all the requirement.
"
2015
S58629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Utari Mahar
"ABSTRAK

Skripsi ini membahas mengenai pengaruh pergantian kepala daerah terhadap pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan dimulai sejak proses perencanaan hingga pertanggungjawaban dan pemeriksaan. Untuk mengukur kinerja pengelolaan keuangan, penelitian ini menggunakan proksi realisasi anggaran belanja semester pertama atas belanja total, belanja barang dan jasa, dan belanja modal, serta proksi hasil pemeriksaan BPK berupa pertumbuhan opini audit, jumlah temuan atas kelemahan sistem pengendalian internal, jumlah temuan atas ketidakpatuhan regulasi, dan nilai ketidakpatuhan regulasi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan pengujian hipotesisnya dilakukan dengan menggunakan regresi data panel untuk tahun anggaran 2011 dan 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pergantian kepala daerah hanya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap realisasi belanja barang dan jasa pada semester pertama. Namun, berdasarkan uji statistik, terdapat cukup bukti bahwa pergantian kepala daerah yang diinteraksikan dengan tingkat kemenangan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi belanja modal semester satu dan pertumbuhan opini audit. Kemudian ketika diinteraksikan dengan lama masa jabatan, pengaruhnya menjadi positif dan signifikan terhadap realisasi belanja barang dan jasa semester satu, namun negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan opini audit.


ABSTRACT

This thesis discusses the effect of regional head change on financial management. Financial management begin from the planning process to accountability and audit. To measure the performance of financial management, this study uses a proxy realization of total budget realization on the half term, spending on goods and services on the half term, and capital expenditures on the half term, as well as a proxy from BPK audit report, which consist of the growth of audit opinion, the number of findings on internal control systems weakness, the number of findings on regulatory non-compliance, and the value of regulatory non-compliance findings. This study uses quantitative methods and the hypothesis testing is done by panel data regression for fiscal year 2011 and 2012. The results of this study indicate that the change of the head region only effects negatively and significantly on the one half term of good and service expenditure realization. Then, based on the statistical tests, there is enough evidence that the change of the head region which is moderated with the number of voting has significant and positve effect on the realization of one half term capital expenditures and the growth of BPK audit opinion. When it is moderated with how long he/she became a head of region, the effect is positive and significant on the realization of one half term capital expenditures, but negative and significant on the growth of BPK audit opinion.

"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Widiyanti
Jakarta: Bina Aksara, 1987
342 NIN k (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Teguh Nirmala Yekti
"Tesis ini membahas tentang pengaturan mengenai politik hukum negara terhadap mekanisme pengisian jabatan gubernur sebagai kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, beserta undang-undang organiknya yang secara khusus mengatur mekanisme pengisian jabatan gubernur yaitu undang-undang organiknya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubabahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan. Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis dan pendekatan perundang-undangan.
Penelitian ini secara khusus membahas kesesuaian tafsir pembentuk undang-undang (DPR dan Presiden) terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, membahas kesesuaian undang-undang yang mengatur pengisian jabatan gubernur terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, konsep mekanisme pengisian jabatan gubernur yang diatur dalam UU No.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, UU No. 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Rancangan Undang-Undang Tentang Pemilihan Kepala Daerah, serta konsep mekanisme pengisian jabatan Gubernur di masa mendatang.

This thesis discusses the politics of state law setting the charging mechanism of the office of governor as the head of the local government as stipulated in Article 18 paragraph (4) of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, along with the organic laws that specifically regulate the charging mechanism governorship, the organic laws are law Number 32 Year 2004 on Regional Government in conjunction with law Number 12 Year 2008 concerning the Second Amendment to Law Number 32 Year 2004 on Regional Government. The type of research in this thesis is a normative legal research with analytical and legislation approach.
This study specifically addresses the suitability interpretation legislature (the House of Representatives and the President) to the provisions of Article 18 paragraph (4) Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, discusses the suitability of the laws that govern filling the office of governor of the provision of Article 18 paragraph (4) Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, the concept of charging mechanism of governorship as provided in Law Number 21 Year 2001 on Special Autonomy, Law Number 11 Year 2006 concerning Aceh Government, Law Number 13 Year 2012 concerning Privileges Yogyakarta, draft law on local elections, as well as the concept of charging mechanism of the post of Governor in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Mustari Pide
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999
352 AND o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leiden: KITLV Press, 2011
364.132 STA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Raharusun, Yohanis Anton
"Disertasi ini membahas mengenai desentralisasi asimetrik dalam negara kesatuan ditinjau dari perspektif perkembangan ketatanegaraan Indonesia: studi terhadap format pengaturan asimetrik di Yogyakarta, Aceh dan Papua dalam periode 1950 sampai 2012. Dalam penelitian ini, dikaji dan dianalisis mengenai penerapan desentralisasi asimetrik di Yogyakarta, Aceh dan Papua ditinjau dari perspektif elemen-elemen dasar pemerintahan daerah meliputi: (1) urusan dan kewenangan, (2) kelembagaan (3) personil (4) sumber keuangan (5) perwakilan (6) pelayanan publik, (7) pembinaan dan pengawasan. Permasalahan yang dikaji adalah (1) apakah kebijakan otonomi khusus dalam perspektif praktik ketatanegaraan Indonesia hanya diberikan kepada Yogyakarta, Aceh dan Papua. (2) penerapan desentralisasi asimetrik dapat menciptakan percepatan dan pencapaian tujuan demokratisasi ditinjau dari perspektif elemen dasar pemerintahan daerah. (3) strategi penerapan desentralisasi asimetrik di Yogyakarta, Aceh dan Papua ditinjau dari perspektif elemen dasar pemerintahan daerah dapat mempercepat kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (legal research) dan penelitian empiris dengan titik berat pada penelitian normatif. Sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus/istimewa (1950-2012) dalam praktiknya masih memperlihatkan pola sentralistik yang dominan dalam menerapkan elemen-elemen dasar pemerintahan daerah. Kebijakan desentralisasi asimetrik yang dipraktikkan di ketiga daerah tersebut memiliki karakter asimetrik yang berbeda-beda dalam menerapkan elemen-elemen dasar pemerintahan daerah sesuai karakter perundang-undangan yang berlaku di ketiga daerah tersebut. Perbedaan tersebut dalam hal pengaturan tentang urusan dan kewenangan, kelembagaan, perwakilan dan sistem pemilihan kepala daerah, kebijakan fiskal dan pelayanan publik. Perbedaan asimetrik lainnya adalah, Yogya lebih didasarkan pada alasan historically driven with some culturally oriented goals, Aceh lebih didasarkan pada alasan politically driven with religiously oriented goals dan Papua lebih di dasarkan pada alasan politically driven with slight religiously oriented goals. Meskipun terdapat perbedaan penerapan berbagai elemen dasar pemerintahan daerah tersebut di atas, namun kebijakan asimetrik yang diberikan kepada ketiga daerah tersebut dalam kenyataannya lebih dititikberatkan pada kebijakan fiskal. Dengan kebijakan fiskal yang besar dapat tersebut diharapkan membawa perubahan yang siginifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Namun, dalam kenyataannya titikberat kebijakan fiskal yang besar tersebut tidak diikuti dengan penerapan elemen-elemen dasar pemerintahan daerah sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan belum dapat memberikan manfaat dan perubahan yang signifikan, terutama dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan percepatan pencapaian tujuan demokrasi dan demokratisasi.
Temuan yang diperoleh dari hasil penelitian sebagai jawaban terhadap research quetions dari penelitian adalah, bahwa kebijakan desentralisasi asimetrik yang diberikan kepada Yogyakarta, Aceh dan Papua lebih dititikberatkan pada kebijakan fiskal yang didasarkan pada pertimbangan politik (politicaly driven) tanpa adanya suatu grand design atau blue print kebijakan asimetrik secara menyeluruh berdasarkan elemen-elemen dasar Pemerintahan Daerah. Ketujuh elemen dasar di atas, secara integrated merupakan alat tools untuk melihat substansi asimetrik untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Ketujuh elemen dasar pemerintahan daerah tersebut dipakai sebagai tools untuk mempertajam penerapan desentralisasi asimetrik di ketiga daerah tersebut di atas. Penataan terhadap elemen-elemen dasar tersebut haruslah bersifat terpadu dan menyeluruh, pendekatan yang bersifat piece-meal yang dilakukan akan selalu menghasilkan outcomes yang kurang optimal bahkan seringkali menimbulkan ketegangan antara Pusat dan Daerah. Oleh karena itu, dalam perkembangan praktik ketatanegaraan Indonesia di masa yang akan datang manakala pemerintah masih memberikan kebijakan-kebijakan yang bersifat khusus/istimewa terhadap daerah lain di Indonesia sebagai solusi politik dalam mempertahankan integritas negara kesatuan, maka diperlukan penataan terhadap ketujuh elemen dasar pemerintahan daerah tersebut merupakan suatu keniscayaan yang perlu diatur dalam payung hukum dalam bentuk perundang-undangan. Hal ini disebabkan karena desentralisasi asimetrik dalam perspektif negara kesatuan Republik Indonesia telah memiliki landasan konstitusional dalam Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Ketentuan tersebut dapat saja dijadikan rujukan bagi Daerah lainnya di Indonesia untuk meminta status khusus atau keistimewaan yang sama seperti yang diberikan kepada Yogyakarta, Aceh dan Papua, mengingat ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 tersebut masih menimbulkan multi tafsir sehingga perlu dipertegas kembali makna ketentuan tersebut, manakala Pemerintah bermaksud akan melakukan amandemen kelima terhadap UUD 1945.

This study discusses asymmetrical decentralization in a unitary state viewed from the perspectives of Indonesian constitutional development. It focuses on the format of asymmetrical arrangements for Yogyakarta, Aceh, and Papua during the period of 1950 through 2012. It analyzes the specific asymmetrical characteristics of the special autonomy for the three provinces based on the 7 basic elements of a local government which comprise of: (1) local authority; (2) local institutions (3) personnel/staffing; (4) local sources of revenue, (5) representation and election system of regents, (6) public services, and (7) guidance and supervision. Specifically the issue analyzed here in this study include: (1) why the special autonomy in the perspective of the constitutional development given only to Yogyakarta, Aceh, and Papua and (2) whether the implementation of asymmetrical decentralization expected to accelerate democracy improvement and the realization of a democratic life, viewed from the perspective of the basic elements of local government, and (3) how this strategy of implementing asymmetric decentralization in Yogyakarta, Aceh, and Papua viewed from the perspective of the basic elements of local government can expedite welfare. This is a normatively legal study with a historical approach. The data collection was done through document study and interviews. The collected data were then analyzed qualitatively.
The study found that various types of local government regulations in Indonesia including the special autonomy regulations (1950-2012) in practice still indicate traces of centralistic patterns in implementing the local government elements. Through broad observation, the three provinces are seen to have differed slightly. The asymmetrical arrangements for Yogyakarta have been historically driven with some culturally oriented objectives; the asymmetrical arrangements for Aceh have been religiously driven through political maneuvers; and the asymmetrical arrangements for Papua have been politically driven with ethnic and some slight religiously oriented purposes. This discussion has been done in light of a local government elements and the implementation of asymmetric decentralization based on the local government elements. The asymmetric decentralizations implemented in three provinces have distinctive asymmetric features. They have not fully followed the asymmetric features found in the special autonomy regulations for these three provinces. The differences may be observed in the arrangements of authorization, institutions, representation and election system of regents, fiscal policies, and public services. Despite the above differences, the asymmetrical arrangements given to these three provinces have been heavily focused on fiscal policies ? which have been meant to bring about significant improvements in the running of the local governments, i.e. improvements of public services. In reality, the special autonomy has not resulted in significant improvements, particularly in the betterment of social welfare and the acceleration to reach democracy and democratization.
In summary, the asymmetrical decentralization granted for these three provinces in the form of heavily fiscal advantages, have been more politically driven without grand design or blue print of comprehensive asymmetric decentralization policy, which should have been strictly based on the local government elements. The seven basic elements are an integral tool to view the asymmetric substance to enhance prosperity and welfare of the people. The seven basic elements are utilized as tools to sharpen the implementation of asymmetric decentralization in the three regents above. Arrangement of the basic elements should be integrated and comprehensive; a piece-meal approach would always create outcomes less optimal or even cause tension between Central and Regions. Therefore, in the constitutional practices in the future, especially considering the central government still grants special policies to other regions in Indonesia as a political solution to maintain the integrity of the unitary state, then it is necessary to better arrange the seven basic elements of local governments under an umbrella law in the form of special regulations. As one may observe, asymmetrical decentralization is found in the Constitution 1945, Article 18B verse (1). It is possible for other regions in Indonesia to request special status such that granted to Yogyakarta, Aceh and Papua, remembering the Constitution 1945, Article 18B verse (1) still create multiple interpretations, such that it needs reinforcement the meaning of that clause, should the Government want to do the Fifth amendment of the Constitution 1945."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>