Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42594 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safira Destianti
"Prinsip yang dianut oleh hukum merek adalah first to file principle atau sistem pendaftaran, dimana prinsip perlindungan merek untuk pemohon yang pertama kali mengajukan pendaftaran merek akan dianggap sebagai pihak yang berhak sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Prinsip tersebut mengakibatkan setiap permohonan merek akan melalui tahapan pemeriksaan substantif, suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa untuk membandingkan permohonan merek dengan merek yang telah dimohonkan lebih dahulu atau merek terdaftar. Permohonan merek yang akan diberikan perlindungan merek apabila memiliki daya pembeda. Apabila permohonan merek dianggap tidak memiliki daya pembeda maka pemeriksa akan memberikan penolakan sesuai dengan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Kriteria penentuan merek memiliki persamaan pada pokoknya yaitu persamaan secara konseptual, fonetik atau bunyi ucapan, dan visual atau tampilan yang ditampilkan pada permohonan merek (overall impression) dengan merek yang dimohonkan lebih dahulu atau terdaftar. Sedangkan, penentuan merek memiliki persamaan secara keseluruhan yaitu identik, tidak ada perbedaan diantara merek yang dibandingkan. Apabila permohonan yang diajukan dianggap memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan, pemohon dapat dianggap memiliki iktikad tidak baik karena berniat untuk meniru, mengecoh konsumen suatu produk untuk mendapatkan keuntungan.

The first to file principle is adopted in trademark law, which means the protection has applied to an applicant who first applies for trademark registration until it can be proven otherwise. The principle cause every trademark application will be examined in substantive examination, a process to compare the application with the registered mark or senior mark. The trademark protection will be given to a trademark that has distinctive marks. If the examiner found the trademark has an element of similarities in principle and/or identical with the registered or senior mark, the application would be given rejection as stipulated in Article 20 and 21 of Law Number 20 the Year 2016 Regarding Trademark and Geographical Indications. The criteria of the trademark have similarities in principle are similarities on conceptual, phonetic, and visual or impression from a trademark (overall impression) with the registered mark or senior mark. The criteria of the trademark have similarities in whole is identical. If an application has been filed with similarities, the applicant may be deemed to have bad faith because the applicant intends to imitate, give misleading to consumers of their product to obtain a profit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safhira Viola De Aldisa
"Sengeketa merek antara I Am Geprek Bensu dengan Geprek Bensu terjadi karena adanya itikad tidak baik dalam permohonan pendaftaran merek yang erat kaitannya dengan persamaan pada pokoknya antara kedua merek tersebut. Dengan adanya persamaan pada pokoknya antara kedua merek tersebut, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM tetap menerima kedua permohonan pendaftaran merek tersebut dengan alasan agar kedua usaha tersebut dapat tetap berjalan dan selanjutnya menyerahkan persaingan kepada pasar. Selanjutnya, berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 56/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst, Majelis Hakim memutuskan bahwa kedua merek tersebut, yaitu I Am Geprek Bensu dan Geprek Bensu memiliki persamaan pada pokoknya dan merek Geprek Bensu didaftarkan dengan itikad tidak baik. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode yuridis normatif untuk mengetahui apakah permasalahan yang peneliti angkat sesuai dengan kaidah hukum merek yang berlaku. Selanjutnya, analisis data yang disajikan dalam penelitian ini dilakukan dengan bentuk kualitatif dan kuantitatif.

The trademark dispute between I Am Geprek Bensu and Geprek Bensu occurred because of bad faith in the application for trademark registration which was closely related to the substantive similarities between the two marks. With the similarities between the two marks, the Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM continued to accept the two applications for registration of trademarks on the grounds that the two businesses can continue to run and subsequently submit competition to the market. Furthermore, based on the Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 56/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst, the Panel of Judges decided that the two brands, I Am Geprek Bensu and Geprek Bensu, had similarities and the Geprek Bensu brand was registered in bad faith. In conducting this research, the researcher used the normative juridical method to determine whether the problem the researcher raised was in accordance with the applicable trademark law principles. Furthermore, the data analysis presented in this study was carried out in qualitative and quantitative forms."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Andi
"Dalam praktek pergaulan internasional, HKI telah menjadi salah satu isu panting yang selalu diperhatikan oleh kalangan negara - negara maju di dalam melakukan hubungan perdagangan dan atau hubungan ekonomi lainnya, khusus dalam kaitannya dengan Amerika Serikat misalnya, hingga scat ini status Indonesia masih tetap sebagai negara dengan status 'Priority Watch List' (PWL)' sehingga memperlemah negosiasi, globalisasi yang sangat identik dengan free market, free competition dan transparansi memberikan dampak yang cukup besar terhadap perlindungan HKI di Indonesia dimana situasi ini memberikan tantangan kepada Indonesia karena diharuskan untuk dapat memberikan perlindungan yang memadai atas HKI sehingga menciptakan persaingan yang sehat yang tentu saja dapat memberikan kepercayaan kepada investor untuk berinvestasi di Indonesia karena dengan meningkatnya kegiatan investasi yang sedikit banyak melibatkan proses transfer teknologi yang dilindungi HKI-nya supaya dapat terlaksana dengan baik, apabila terdapat perlindungan yang memadai atas HKI itu sendiri di Indonesia.
Mengingat hal-hal tersebut diatas maka tanpa usaha sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat kesadaran akan keberhargaan HKI tidak akan tercipta. Sosialisasi HKI hams dilakukan pads semua kalangan terkait seperti aparat penegak hukum, pelajar, masyarakat pemakai, para pencipta dan yang tak kalah pentingnya adalah kalangan pars karena dengan kekuatan tinta kalangan jumalis upaya kesadaran akan pentingnya HKI akan relatif lebih mudah terwujud karena selama ini berbagai usaha untuk mensosialisasikan tersebut tampaknya belum cukup berhasil.
Salah satu komponen HKI yang sangat diperlukan perlindungan adalah merek karena mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sehingga bila terjadi penyalahgunaan maupun pemalsuan terhadap merek suatu produk yang sudah terdaftar akan menyebabkan kerugian secara ekonomi bagi pemilik merek tersebut.
Hak atas merek merupakan hak yang konstitutif dimana siapa yang mereknya terdapat dalam Daftar Umum Kantor Merek dialah yang berhak terhadap merek tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 UU No 15 tahun 2001 tentang merek yang menyatakan bahwa : "Hak atas merek adalah hak khusus atau ekslusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara beramai-ramai atau badan hukum untuk menggunakannya."
Merk mempunyai suatu ciri khas yang menjadi daya pembeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu produsen tertentu dengan produk atau jasa yang lainnya sehingga konsumen atau masyarakat dapat mengingat serta menggunakannya selain itu dapat juga menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa basil usahanya waktu diperdagangkan dan digunakan oleh konsumen Namun diantara para pengusaha yang mempunyai jenis usaha yang sama banyak sekali terjadi persaingan yang dilakukan baik secara sehat maupun secara tidak sehat dimana salah satu bentuknya dengan menjual barang atau produk mereka dengan meniru merek dari produk yang telah didaflarkan dan dipasarkan serta mempunyai daya jual besar dan telah banyak digunakan oleh konsumen.
Karena pads dasarnya setiap orang adalah konsumen3 dimana manusia sebagai konsumen tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi4 dan sepanjang sejarah manusia, manusia selalu menciptakan teknologi untuk keperluan hidupnya dan teknologi yang diciptakan manusia berkembang seiring dengan kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup manusia dari yang sebelumnya5 sehingga menyebabkan produsen saling berlomba dan bersaing untuk menyediakan kebutuhan - kebutuhan tersebut.
Dengan adanya persaingan yang dilakukan oleh para pengusaha yang dilakukan dengan berbagai macam cara dimana salah satunya dengan melakukan peniruan terhadap merek Dari suatu produk terdapatlah pelanggaran terhadap merek sehingga peneliti tertarik mewujudkan permasalahan tersebut dalam judul: "Aspek Hukum Perlindungan Merek Terdaftar Menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2001 Tentang Merek: Studi Kasus Merek Extra Joss"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Salsabila
"Skripsi ini membahas mengenai pelindungan merek dan merek terkenal di Indonesia yang diatur pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan peraturan lainnya yang berlaku untuk melindungi apabila terjadinya sengketa merek yang disebabkan oleh merek tidak digunakan yaitu dengan cara trademark squatting yang dilakukan oleh pemohon beriktikad tidak baik. Kasus yang ditinjau pada skripsi ini adalah Gildan Activewear SRL melawan Darmanto (Merek ALSTYLE). Pembahasan pada skripsi ini adalah analisis dari proses pembuktian dengan menguraikan alat-alat bukti yang memenuhi kriteria merek terkenal yang telah diatur oleh ketentuan undang-undang di Indonesia, perjanjian internasional, dan lainnya pada sengketa merek terkenal Gildan Activewear Activewear SRL melawan Darmanto. Oleh karena itu, terdapat permasalahan hukum pada proses pembuktian dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara yang dilihat dari Putusan Pengadilan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dibandingkan dengan Putusan Mahkamah Agung. Dengan terjadinya pelanggaran hak atas merek trademark squatting dan penerapan hukum prinsip first to file di Indonesia terdapat dampak yang merugikan bagi berbagai pihak. Sehingga diperlukan solusi pada permasalahan-permasalahan tersebut dengan dilakukannya analisis yuridis terhadap sengketa merek terkenal tersebut.

This thesis discusses the protection of trademarks and well-known trademarks in Indonesia which is regulated in Law Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications and other applicable regulations to protect in the event of a trademark dispute caused by the trademark is not used by trademark squatting conducted by the applicant in bad faith. The case reviewed in this thesis is Gildan Activewear SRL against Darmanto (ALSTYLE). The discussion in this thesis is the process of evidencing and description of evidence that meets the criteria of a well-known trademark that has been regulated by the provisions of Indonesian law, international treaties, and others in the famous trademark dispute of Gildan Activewear SRL against Darmanto. Therefore, there are legal problems in the process of evidence and consideration of judges in deciding cases seen from the Court Decision of the Central Jakarta Commercial Court compared to the Supreme Court Decision. With the violation of rights to trademark squatting and the legal application of the first to file principle in Indonesia, there is a detrimental impact on various parties. So that a solution is needed to these problems by conducting a juridical analysis of the well-known trademarks dispute. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Widyanti Worowirasmi
"Merek merupakan salah satu elemen yang penting di dalam dunia Perdagangan, keberadaan merek ditujukan sebagai suatu identitas dari pelaku usaha tertentu. Walaupun demikian dalam pendaftarannya sering kali terdapat kendala yaitu adanya penolakan terhadap merek yang serupa atau sama dengan merek terdaftar padahal pemohon tidak memiliki itikad buruk terhadap pendaftarannya tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut ditemukan adanya konsep perjanjian yaitu Trademark Coexistence Agreement. Walaupun demikian pembahasan atau pengaturan terkait hal ini belum diterapkan di seluruh negara, salah satunya Indonesia. Sebagai pembanding, pada tesis ini akan dibahas mengenai Trademark Coexistence Agreement di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Singapura. Selain itu, tesis ini juga membahas mengenai penggunaan dari Trademark Coexistence Agreement dan pengaruhnya di dalam pendaftaran merek dan bagi kantor merek seperti Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dan bagaimana urgensinya di Indonesia. Metode yang digunakan di dalam tesis ini adalah Yuridis-Normatif yang didukung dengan bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta menggunakan pendekatan konseptual dan komparatif terhadap hukum merek yang berlaku di negara lain.

Trademark is one of the important elements in the world of commerce, as it serves as an identity for a particular business entity. However, during its registration, there are often obstacles such as the rejection of similar or identical trademarks, even though the applicant has no malicious intent towards the registration. To address this issue, the concept of a Trademark Coexistence Agreement has been introduced. However, the discussion and regulation regarding this matter have not been implemented in all countries, including Indonesia. As a comparative study, this thesis will discuss the Trademark Coexistence Agreement in several countries such as the United States and Singapore. Furthermore, this thesis also examines the usage of the Trademark Coexistence Agreement and its influence on trademark registration and intellectual property offices such as the Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, as well as its urgency in Indonesia. The method in writing this thesis is juridical-normative research that also been supported by primary, secondary, and tertiary legal materials. This thesis also uses a conceptual and comparative approach to trademark law in other countries."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kris Henry Yohanes
"Impor paralel merupakan fenomena yang muncul karena perkembangan pasar yang saat ini dialami oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Produk impor paralel sendiri merupakan produk asli dan secara teoritis bukan merupakan pelanggaran merek, sesuai dengan prinsip exhaustion dalam hukum merek. Namun, pada praktiknya impor paralel dapat merugikan berbagai pihak. Salah satu pihak yang dinilai merasakan dampak terbesar dari impor paralel adalah pemegang lisensi merek. Sayangnya, hukum Indonesia tidak secara jelas dan eksplisit mengatur mengenai legalitas dan penanganan impor paralel, sehingga pemegang lisensi merek pun dapat merasa kesulitan untuk memulihkan kerugian yang timbul dari praktik tesebut. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait upaya yang tersedia bagi pemegang lisensi merek untuk menangani dampak yang timbul dari praktik impor paralel, serta membandingkannya dengan hukum yang berlaku di negara lain, yaitu Amerika Serikat dan Singapura. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru serta memberikan masukan kepada pembuat peraturan perundang-undangan di Indonesia untuk memperjelas posisi hukum Indonesia dalam menanggapi dan menyelesaikan sengketa impor paralel yang terjadi di Indonesia.

Parallel Importation is a phenomenon that rises as a consequence of globalization and market development that affect various countries across the globe, including Indonesia. The imported goods themselves are genuine goods, so theoretically, parallel importation is not classified as a trademark infringement, according to the exhaustion principle. Yet, in practice, parallel importation can cause a damage to various parties. One of the parties that potentially suffers the biggest loss is trademark licensee. Unfortunately, Indonesian law does not explicitly regulate the legality nor a mechanism to handle parallel importation, so a party that affected by the damage may find it difficult to recover from their loss. Therefore, this thesis will try to analyze the Indonesian trademark law to find an available procedure for trademark licensees to handle parallel importation, and will also compare such procedure with regulations in the United States of America and Singapore. The research method in writing this thesis is a juridical-normative method, using library materials that include primary, secondary, and tertiary legal materials. Hopefully, this thesis can give new insights to the readers, while also suggests the Indonesian lawmakers to clear up the position of Indonesian law on handling and resolving the parallel importation issues in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaslyn Annisa
"Skripsi ini membahas tentang perlindungan yang diberikan kepada pemegang merek terkenal tidak terdaftar dengan berlakunya Pasal 83 dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, serta untuk menentukan apakah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Merek Indonesia tersebut mengakomodir perlindungan melalui gugatan passing off dengan membandingkan pada ketentuan gugatan passing off di Inggris dan Republik Rakyat Cina. Penelitian hukum ini ialah penelitian normatif yuridis, dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menghasilkan suatu bentuk penelitian deskriptif. Hasil penelitian hukum dengan membandingkan ketentuan gugatan passing off di Inggris dan Republik Rakyat Cina ialah berlakunya Pasal 83 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak mengakomodir gugatan passing off dalam perlindungan merek di Indonesia. Sehingga, penulis menyarankan untuk mempertimbangkan perubahan pada ketentuan Undang-Undang Merek Indonesia agar dapat memberikan perlindungan terhadap merek terkenal tidak terdaftar.

This undergraduate thesis discussed about the measure of protection provided for the unregistered well known trademark holder by the recent enactment of Indonesia Trademark Law, in which contained in Article 83 of Law No. 20 Year 2016 concerning Trademark and Geographical Indication, and whether the provision provided within the law serve similar measure of protection that catered by passing off lawsuit, using comparison with passing off in United Kingdom and People rsquo s Republic of China. This legal research is juridical normative legal research, conducted by qualitative approach and resulted in a form of descriptive research. The result of this legal research is that by comparing with passing off lawsuit in the United Kingdom and People rsquo s Republic of China, the enactment of Article 83 does not accommodate passing off lawsuit within Indonesia trademark protection. Hence, the author suggests taking into consideration to revised the provision in Indonesia Trademark Law to provide extended protection towards unregistered well known trademark
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Trade in goods and services has historically resisted territorial confinement, but trademark protection remains territorial, albeit within an increasingly important framework of multilateral treaties. Trademark law therefore demands that practitioners, policy-makers and academics understand principles of international and comparative law. This handbook assists in that endeavour, with chapters describing and critically analyzing international and regional frameworks, and providing comparative perspectives on the substantive issues in trademark law and related fields, such as geographic indications, advertising law, and domain names. Chapters contrast common law and civil law approaches while focusing on the US and EU trademark systems in light of the role these systems have played in the development of trademark laws. Additionally, this handbook covers other jurisdictions, both common law and civil law, on the Asia-Pacific, African, and South American continents. This work should be read by anyone seeking a better understanding of trademark law around the world."
Cambridge: Cambridge University Press, 2020
e20518240
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Faradissa Testa
"Merek memiliki peran penting dalam jalannya kegiatan usaha terkhusus bagi produsen (pemilik usaha) dan konsumen. UU No. 20 Tahun 2016 memberikan ketentuan terkait kriteria merek yang tidak dapat diterima (Pasal 20) dan kriteria merek yang ditolak (Pasal 21). Dalam hal adanya suatu merek terdaftar yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21, maka pihak yang berkepentingan atau pemilik merek tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan pembatalan merek. Tahun 2021-2022 pemilik Merek Gudang Garam mengajukan gugatan pembatalan atas Merek Gudang Baru sebagaimana diputus dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby sebagaimana dikukuhkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. Pada putusan tersebut Majelis Hakim menjatuhkan salah satu amar putusan yang pada pokoknya memerintahkan Direktorat Merek untuk menolak seluruh pendaftaran merek-merek dengan basis kata Gudang Baru, Gudang Baru Origin, dan Gedung Baru yang mempunyai persamaan pada pokoknya dan/atau secara keseluruhan dengan Merek-Merek Terkenal Gudang Garam, dengan ketentuan apabila Direktorat Merek tetap mengabulkan permohonan merek tersebut maka pendaftaran merek dengan sendirinya batal demi hukum. Hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menyelesaikan dan menjatuhkan putusan a quo tidak sesuai dengan ketentuan, prosedur dan pengaturan terkait pembatalan merek sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Pasal 92 UU No. 20 Tahun 2016, serta pengaturan penolakan pendaftaran merek khususnya Pasal 19 ayat (3) Permenkumham No. 67 Tahun 2016. Seharusnya suatu putusan khususnya putusan perdata tidak memberikan dampak terhadap pihak dan objek perkara diluar sengketa. Bunyi putusan seperti ini merupakan bunyi putusan yang baru dalam putusan sengketa pembatalan merek yangmana juga menimbulkan dampak hukum terhadap permohonan pendaftaran merek yang melibatkan beberapa aspek yakni terhadap Direktorat Merek, terhadap pihak ketiga, dan terhadap konsep pembatalan itu sendiri.

Trademark plays an important role in business activities, especially for producers (business owners) and consumers. Law No. 20 of 2016 regulates criteria for unacceptable trademark (Article 20) and the criteria for to be rejected trademark (Article 21). In the case of a registered trademark does not comply with the provisions of Article 20 and Article 21, interested parties can file a lawsuit for the cancellation of the relevant trademark. In 2021 to 2022 the owner of Gudang Garam Trademark filed a lawsuit for the cancellation of the Gudang Baru Trademark, as decided in Commercial Court Decision No. 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby, as confirmed by Supreme Court Decision No. 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. In this case, the panel of judges issued a ruling that ordered the Trademark Office to reject all trademark application that contains the words "Gudang Baru," "Gudang Baru Origin," and "Gedung Baru" that are substantively similar or identical to the well-known Gudang Garam trademark, and if the Trademark Office still grants the registration of such trademarks, the registration will be automatically considered null and void. The judge, in performing their duties and authority in resolving and issuing the aforesaid decission did not comply with the procedures, and regulations related to trademark cancellation as stipulated in the applicable legislation, particularly Article 92 of Law No. 20 of 2016, as well as the regulations concerning refusal of a trademark registration Article 19 paragraph (3) of Minister of Law and Human Rights Regulation No. 67 of 2016. A judge’s civil decision are not supposed to create impact on parties and matters out of the dispute. Such wording is a new and out of the usual of trademark cancellation disputes, which would have legal implications to trademark application that involves several aspects namely the Trademark Office, third parties, and the concept of cancellation itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ariesta Widyratuti
"Perjanjian Waralaba terhadap merek Breadstory all time bestseller merupakan awal dari gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang diajukan PT. Raja Boga Sukses selaku Penerima Waralaba ditujukan kepada Breadstory by Jun, Pte, Ltd. Kelalaian dalam mengajukan upaya hukum terhadap penolakan atas pendaftaran merek oleh Dirjen HKI dan tidak dilakukannya Surat Pernyataan Bersama (Clean Break) menjadi dasar gugatan oleh PT. Raja Boga Sukses. Gugatan tersebut diajukan karena telah menimbulkan kerugian bagi PT. Raja Boga Sukses karena adanya gugatan dari pihak lain sehubungan dengan merek dagang tersebut.
Diawali dari alasan penulis mengangkat permasalahan ini menjadi tema dari penulisan tesis ini, dengan mengangkat hal-hal yang telah diketahui penulis, dan hal-hal yang belum diketahui penulis, serta tujuan dari pengangkatan permasalahan ini kedalam suatu penulisan. Sehingga dalam hal ini, penulis menganggap perlunya ada pokok-pokok permasalahan seperti apakah perbuatan pemberi waralaba dapat diajukan sebagai perbuatan melawan hukum? Lalu kemudian bagaimanakah Undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek memberikan perlindungan bagi penerima waralaba? Serta apakah ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 1997 tentang waralaba telah memberikan perlindungan kepada penerima waralaba?
Dengan menggunakan metode penelitian normatif dan tipe penelitian eksploratif, penulis bertujuan untuk membahas permasalahan dalam penulisan ini secara lebih mendalam dengan mengkaji norma-norma hukum dan menghubungkannya dengan permasalahan yang dimaksud. Melalui data sekunder dan metode analisis data bersifat kualitatif, juga dimaksudkan penulis agar dalam melakukan analisis bertumpu kepada kualitas data, sehingga kemudian dapat menemukan asas-asas yang dapat dipergunakan dalam menganalisis permasalahan yang dihadapi.
Pada akhir dari penulisan ini adalah penutup dimana berisi kesimpulan dan saran dari rumusan permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa perbuatan pemberi waralaba dalam kasus ini merupakan tindakan perbuatan melawan hukum, dan perlindungan yang diberikan dari Undang-undang nomor 15 tahun 2001 juga belum dapat memberikan proteksi yang berarti, serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1997 tentang Waralaba juga tidak memberikan perlindungan pada penerima waralaba, hanya saja dapat digunakan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 59/MPP/Kep/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba sebagai bentuk perlindungan kepada penerima waralaba atas kelalaian yang dilakukan oleh pemberi waralaba yang dalam hal ini telah menimbulkan kerugian bagi penerima waralaba."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>