Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessica Priscilla Suri
"Setiap negara, termasuk Indonesia, memiliki otonomi dan kedaulatan dalam membentuk peraturan nasional untuk mencapai tujuan kebijakan yang bukan perdagangan atau non-trade policy objectives yang dikehendaki oleh negara tersebut. Pada praktiknya muncul sengketa-sengketa di hadapan Dispute Settlement Body World Trade Organization (DSB WTO) dimana justifikasi berdasarkan non-trade policy objectives atas klaim ketidakpatuhan terhadap komitmen liberalisasi dalam General Agreement on Tariffs and Trade 1994 (GATT) diuji keabsahannya, namun banyak negara gagal dalam menjustifikasikan non-trade policy objectivesnya, termasuk dalam hal ini, Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, penelitian kritis mengenai pengaturan justifikasi berdasarkan non-trade policy objectives dalam GATT, praktik negara-negara, serta praktik justifikasi Indonesia berdasarkan non-trade policy objectives menjadi penting. Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. GATT pada dasarnya memiliki mekanisme justifikasi berdasarkan non-trade policy objectives sebagaimana diatur dalam Article XX GATT tentang General Exceptions. Praktik negara-negara dalam melakukan justifikasi menunjukan bahwa negara hanya dapat menjustifikasikan non-trade policy objectivesnya berdasarkan Article XX GATT apabila, berdasarkan bukti yang cukup, kebijakan negara tersebut secara murni dan berdasarkan itikad baik ditujukan untuk objectives yang tercakup dalam Article XX GATT seperti dalam Kasus EC - Asbestos. Praktik yang dilakukan Indonesia bahkan belum dapat menunjukan necessity dan keterhubungan antara non-trade policy objectives yang diadopsinya dengan objectives yang tercakup dalam Article XX GATT. Putusan DSB WTO cenderung menggunakan interpretasi dengan metode tekstual dan tidak menggunakan interpretasi berdasarkan pertimbangan deference to states yang mempertimbangkan Indonesia sebagai negara berkembang. Sehingga Indonesia tetap wajib menyesuaikan peraturan domestiknya dengan ketentuan-ketentuan GATT berdasarkan prinsip pacta sunt servanda dan menjalankannya dengan itikad baik.

Any states, including Indonesia, has the autonomy and sovereignty to establish domestic regulations to achieve non-trade policy objectives which the states desired. In practices dispute appears before the Dispute Settlement Body of the World Trade Organization (DSB WTO) where justification based on non-trade policy objectives for claim of incompliances to liberalization commitment in the General Agreement on Tariffs and Trade 1994 (GATT) is being tested for its legitimation, however many countries failed to justify its non-trade policy objectives, including in this case, Indonesia. In relation to that, the critical research on the rules of justification based on non-trade policy objectives in the GATT, state practices, as well as Indonesia’s justification practices based on non-trade policy objectives is important. This thesis is written with doctrinal research method. Fundamentally, GATT have justification of non-trade policy objectives mechanism based on Article XX GATT on General Exceptions. State practices in justifying its non-trade policy objectives shows that a country can only justify its non-trade policy objectives based on Article XX GATT if, based on sufficient proof, the state’s measure purely and based on good faith is aimed to achieve the objectives covered in Article XX GATT as appeared in EC – Asbestos case. Indonesia practices has not shown necessity and interlinkage between the adopted non-trade policy objectives with the objectives stipulated in Article XX GATT. The DSB WTO tends to use interpretation using traditional-textual methods, nor does it use interpretation based on considerations of deference to states where Indonesia is a developing country. Thus, Indonesia is still obliged to adapt its domestic regulations in accordance with the GATT provisions based on the pacta sunt servanda principle and implement them in good faith."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Indah Mei Ruth
"Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan kerjasama multilateral semakin tergantikan oleh kerjasama melalui forum regional dan kerjasama bilateral, tingkat ketidakpercayaan yang semakin meningkat terhadap forum kerjasama multilateral seperti World Trade Organization (WTO) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) karena dinilai tidak efektif dalam peningkatan isu liberalisasi perdagangan global. Indonesia telah menunjukkan sikap positif terhadap pengaturan perdagangan multilateral yang dibuktikan dengan keanggotaan Indonesia dalam GATT sejak tanggal 24 Februari 1950 dan kemudian diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.Larangan ekspor mineral mentah berlaku terhadap penjualan bijih ke luar negeri tanpa proses pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri, maka dari itu setiap bijih harus melalui pemurnian dan pengolahan sampai batasan tertentu yang diatur dalam Undang-Undang barulah dapat di ekspor. Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan kecaman oleh Uni Eropa yang menilai kebijakan Indonesia melanggar sejumlah ketentuan dalam The General Agreement of Tariffs and Trade. Putusam Panel WTO terhadap sengketa nomor DS592 tersebut menyatakan Indonesia bersalah melanggar ketentuan dalam GATT. Ketentuan Pasal XI ayat 2 huruf a GATT 1994 tidak relevan lagi diterapkan dalam peradaban masyarakat internasional, mengingat ketika bijih nikel diproduksi maka cadangan nikel akan semakin berkurang.

Over time, the existence of multilateral cooperation is increasingly replaced by cooperation through regional forums and bilateral cooperation, the level of distrust is increasing towards multilateral cooperation forums such as the World Trade Organization and Asia Pacific Economic Cooperation because they are considered ineffective in increasing the issue of global trade liberalization. Indonesia has shown a positive attitude towards multilateral trade arrangements as evidenced by Indonesia's membership in GATT since February 24, 1950 and then ratified through Law Number 7 of 1994.The prohibition on the export of raw minerals applies to the sale of ore abroad without processing and/or refining in the country, therefore each ore must go through refining and processing to certain limits regulated in the law before it can be exported. The implementation of this policy has led to criticism by the European Union which views Indonesia's policy as violating a number of provisions in The General Agreement on Tariffs and Trade. The WTO Panel's decision on the dispute over the number DS592 stated that Indonesia was guilty of violating the provisions of the GATT. The provisions of Article XI paragraph 2 letter a GATT 1994 are no longer relevant to be applied in the civilization of the international community, bearing in mind that when nickel ore is produced, nickel reserves will decrease."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.S. Kartadjoemena
Jakarta : UI-Press, 1997
337.1 KAR g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arin Fithriana
"Penelitian ini membahas tentang keterkaitan antara perdagangan dan lingkungan hidup. Permasalahan ini menjadi penting dan mengemuka setelah dunia melihat bahwa proses produksi produk-produk perdagangan ternyata menimbulkan dampak bagi pelestarian dan kelangsungan lingkungan hidup. Terutama pada konferensi lingkungan hidup di Stockholm, Swedia yang terangkum dalam dokumen The Control of Industrial Pollution and International Trade. Dokumen ini secara langsung mendorong GATT sebagai regime perdagangan untuk meninjau kembali kebijakannya. Keterkaitan antara perdagangan dan lingkungan hidup disisi lain menyebabkan terjadinya distorsi perdagangan berupa hambatan, penolakan dan produk perdagangan yang dianggap tidak ramah lingkungan. Bahkan dijadikan alat untuk melegitimasi penekanan perdagangan satu negara atas negara lain. Dalam kajian ilmu hubungan internasional isu ini merupakan bagian dari isu non-konvensional. Hal ini berhubungan dengan adanya kesadaran bahwa isu ini telah menjadi ancaman tersendiri bagi kelangsungan hidup manusia, terutama negara.
Negara sebagai aktor hubungan internasional sangat berkepentingan dalam perdagangan internasional. Karena selama ini perdagangan intemasional telah mampu memberikan masukan bagi devisa negara yang turut menyokong pembangunan ekonomi. Indonesia sebagai salah satu aktor dalam hubungan internasional selalu berupaya agar produk perdagangannya dapat diterima di pasaran internasional secara luas. Karena selama ini perdagangan inilah yang telah memberikan devisa negara cukup besar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya Indonesia dalam menyikapi isu lingkungan hidup dalam perdagangan internasional GATT/WTO. Penelitian ini mengambil kurun waktu antara tahun 1992 sampai tahun 1999. Untuk menjawab permasalahan ini, penelitian ini menggunakan konsep Adjustment Strategy dengan model Domestic Offensive Adjustment Strategi sebagai alat analisa Pada strategi ini terjadi perubahan struktur domestik agar lebih kompetitif dalam persaingan global. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang bersifat deskriptif serta menggunakan data sekunder.
Berdasarkan analisa dengan konsep tersebut bahwa Indonesia telah melakukan strategi domestic offensive adjustment untuk melindungi produk perdagangannya dari penolakan dan hambatan. Strategi ini merupakan upaya Indonesia dalam menyikapi isu lingkungan hidup dalam perdagangan intemasionalnya. Upaya tersebut antara lain dengan membentuk bad an standarisasi dan sertifikasi nasional, mengadopsi beberapa konvensi lingkungan hidup dari Multilateral Environment Agreements (MEAs), membuat kebijakan dan aturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup bagi produsen dan konsumen serta melakukan kerjasama global. Meskipun upaya tersebut telah dilakukan Indonesia, bukan berarti tanpa hambatan. Karelia untuk melaksanakan strategi ini diperlukan persiapan baik dalam structural-nya maupun rasional-nya berupa biaya yang harus ditanggung bagi pelaksanaan, proses maupun hasil dari perubahan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sukmasari
"Delapan belas tahun semenjak World Trade Organization/WTO berdiri, telah banyak kebijakan Perdagangan Internasional Negara-Negara anggota WTO yang dinilai Dispute Settlement Body WTO telah melanggar GATT dan perjanjian-perjanjian WTO lainnya. Salah satunya adalah sengketa rokok kretek Indonesia dengan Amerika Serikat. Pada tanggal 22 Juni 2009, Amerika Serikat mengeluarkan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act, dimana dalam Sec. 907(a)(1)(A) FSPTCA terdapat aturan mengenai larangan peredaran rokok beraroma (Characterized Flavours) di Amerika Serikat, namun mengecualikan rokok mentol dari larangan ini. Indonesia sebagai Negara pengekspor rokok kretek terbesar di Amerika Serikat mengalami kerugian yang sangat besar akibat pemberlakuan Sec.907(a)(1)(A) FSPTCA dan menilai bahwa pemberlakuan Sec. 907 (a)(1)(A) FSPTCA ini telah melanggar ketentuan dalam GATT dan Agreement on Technical Barriers to Trade.
Didalam skripsi ini dibahas bagaimana pengaturan-pengaturan mengenai hambatan teknis (hambatan non tariff) yang terdapat dalam Agreement Technical Barriers to Trade dan kedudukannya didalam WTO. Dan kemudian secara khusus meninjau apakah keberlakuan Sec. 907 (a)(1)(A) FSPTCA ini telah sejalan dengan ketentuan-ketentuan WTO yang terdapat dalam Agreement on Technical Barriers to Trade.

For eighteen year since it is established, the WTO has issued a lot of policies that are deemed by the WTO Dispute Settlement Body to violate GATT and other WTO agreements. One of the said policies are the dispute on kretek / clove cigarettes between Indonesia and the United States of America. In 22nd of June 2009, America has issued an act called Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act, where in Section 907 (a)(1)(A) of the act there are rulings about the restriction againts selling characterized flavors cigarrate but excluding methol cigarette from the restriction. As the biggest kretek/clove cigarette exporter in the United States, Indonesia is suffering from a huge loss due to the implementation of the said act specifically Section 907 and assess that this act is a violation towards provision in GATT and Agreement on Technical Barriers to Trade.
This thesis focuses on how the International Trade Law are implemented in general in GATT/WTO and rules regarding technical barrier (non tariffs barrier) that is in the Agreement Technical Barriers to Trade. And this thesis specifically observe whether or not the validity of Section 907 FSPTCA is in line with the WTO provisions that is in Agreement on Technical Barriers to Trade.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43541
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Safira
"Dalam upaya menjaga lingkungan, Uni Eropa memberlakukan peraturan Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II). Gagasan perubahan penggunaan lahan tidak langsung (ILUC), yang membatasi perdagangan minyak sawit mentah (CPO) sementara barang domestik setara lainnya bebas dari pengurangan tersebut, akan menjadi area utama di mana penulis menilai bagaimana RED II diskriminatif terhadap perdagangan Indonesia. dari CPO. Indonesia meminta WTO untuk menyelidiki apakah RED II sesuai dengan komitmen internasional yang digariskan dalam WTO setelah kebijakan ini diumumkan. Penulis akan mengkaji non-diskriminasi berdasarkan hukum WTO, terutama berdasarkan persyaratan Pasal 2.1, 2.2 Technical Barriers to Trade (TBT) serta Pasal I:1 dan III:4 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 bersama dengan kasus hukum WTO terkait. Dengan menggunakan data sekunder dan sumber pustaka, dalam penelitian ini digunakan teknik yuridis-normatif. Kesimpulan dari analisis ini menunjukkan bahwa RED II melanggar kewajiban non-diskriminasi berdasarkan GATT dan TBT karena memperlakukan item yang sebanding secara berbeda, yang menghasilkan perlakuan yang kurang menguntungkan dan kemungkinan persaingan yang tidak merata untuk CPO.

In an effort to safeguard the environment, the European Union enacted the Renewable Energy Directive 2018/2001 (RED II) regulation. The idea of indirect land use change (ILUC), which restricts trade toward crude palm oil (CPO) while other domestically equivalent goods are free from such reduction, will be the main area in which the authors assess how RED II is discriminatory toward Indonesian trade of CPO. Indonesia asked the WTO to investigate whether RED II complies with the international commitments outlined in the WTO after this policy was announced. The author will examine non-discrimination under WTO law, especially based on the requirements of Articles 2.1, 2.2, of the Technical Barriers to Trade as well as Articles I: 1 and III:4 of the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994, along with pertinent WTO case law. Using secondary data and library resources, the juridical-normative technique is being used for this research. The conclusion of this analysis demonstrates that RED II does break the non-discrimination duties based on GATT and TBT since it treats comparable items differently, which results in less favorable treatment and uneven possibilities for competition for CPO."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Salma Barlinti
"World Trade Organization merupakan organisasi perdagangan internasional yang mengatur perdagangan internasional yang berdasarkan pada sistem liberalisme untuk mewujudkan perdagangan bebas. Organisasi yang terbentuk pada tahun 1994 ini adalah organisasi penerus General Agreement on Tariffs and Trade yang sebelumnya menjadi organisasi interim. Islam sebagai agama yang memiliki ajaran yang sempurna tidak luput dari ketentuan perdagangan.
Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam hukum Islam meliputi prinsip Ilahiah, keadilan, kejujuran, kebebasan yang terbatas, antharadin, persamaan, dan halal dan bermanfaat. Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO terdiri dari most-favoured nation treatment, national treatment, reciprocity, freer trade, fair competition, special and differential treatment, dan transperancy. Dengan meninjau prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO dari perspektif hukum Islam, terdapat prinsip-prinsip hukum yang sesuai dan bertentangan, serta terdapat pula prinsip-prinsip hukum yang tidak diatur di dalam ketentuan WTO.
Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO yang sesuai dengan ketentuan syari'ah adalah national treatment, freer tradef fair competition, special and differential treatment, dan transperancy. Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, dan kejujuran dalam ketentuan syari'ah. Prinsip-prinsip hukum perdagangan dalam ketentuan WTO yang bertentangan dengan ketentuan syari'ah adalah most-favoured nation treatment, reciprocity, dan freer trade. Prinsip-prinsip tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, antharadin, dan kebebasan yang terbatas, prinsip-prinsip hukum perdagangan yang tidak diatur dalam ketentuan WTO adalah prinsip ilahiah, halal dan bermanfaat, dan antharadin."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T36439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kartikatul Qomariyah
"ABSTRAK
Dalam kebijakan kewajiban peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian hasil penambangan mineral di dalam negeri dan pelarangan ekspor mineral mentah serta relaksasinya yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara UU Minerba serta peraturan pelaksanaannya terindikasi terdapat ketidaksesuaian dengan pirinsip-prinsip dalam Agreement On Trade-Related Investment Measures TRIMs Agreement , tindakan yang dilarang menurut paragraf 2 huruf c Illustrattive List TRIMs Agreement mengenai Export Restrictions, yaitu tindakan yang membatasi ekspor atau penjualan untuk ekspor, yang ditentukan dalam hal produk tertentu, baik dalam hal volume atau nilai produk, atau dalam hal perbandingan volume atau nilai produksi lokalnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan data sekunder yang didapatkan dari bahan kepustakaan, serta didukung dengan data primer sebagai data penunjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut tidak sesuai dengan prinsip dalam TRIMs Agreement, yaitu mengandung export restriction, dalam hal tindakan pembatasan ekspor mineral, bahwa tidak semua produk hasil penambangan mineral dapat dilakukan ekspor, melainkan khusus untuk produk mineral tertentu hasil pengolahan dan pemurnian sesuai batas minimum pengolahan dan/atau pemurnian nilai produk tertentu dan dan dibatasi dalam jumlah tertentu.

ABSTRACT
In the policy of the increasing of mineral added value obligation through processing and smelting of domestic mining and raw material export restrictions and its relaxations in Indonesian Law No. 4 Year 2009 on Mineral and Coal Mining Mining Law and its implementing regulations indicated there are incompatibility with principles of Agreement On Trade Related Investment Measures TRIMs Agreement , which is the prohibited acts under paragraph 2 c Illustrative List of TRIMs Agreement, namely Export Restrictions, which measures restricting the export or sale for export, which is defined in terms of specific products, both in terms of volume or value of products, or in terms of proportion of volume or value of its local production. The method used is the juridical normative with secondary data obtained from the literature, and supported by primary data. The results showed that not in accordance with the principles of the TRIMs Agreement, which contains export restriction, in terms of restrictions on exports of minerals, that not all products can be mined mineral exports, but specific to certain mineral products processing and smelting results corresponding minimum limit of processing and or smelting the value of a certain product and the specific and limited in number."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Ricardo
"Perdagangan pangan internasional berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Karena itu, WTO sebagai lembaga internasional yang mengatur perdangangan internasional membuat beberapa ketentuan yang mengatur tentang perdagangan internasional terkait pangan. Penelitian ini menganalisis keselarasan ketentuan hukum perdagangan luar negeri Indonesia terkait pangan ditinjau dari ketentuan WTO, dengan melakukan perbandingan atas prinsip dan peraturan ketentuan perdagangan dan perdagangan luar negeri Indonesia terkait pangan dengan prinsip dan ketentuan WTO. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi kepustakaan menggunakan sumber hukum primer dan sekunder. Penelitian ini menemukan bahwa Indonesia sebagai salah satu anggota WTO, nyatanya memiliki beberapa ketentuan perdagangan pangan yang tidak sesuai dengan ketentuan WTO, yang berdampak terhadap harga dan ketersediaan pangan di dalam negeri.

International food trade plays an important role in meeting world food needs. Consequently, WTO as an intergovernmental organization that regulates international trade makes several provisions governing international trade related to foods. This thesis analyzes the harmony of the provisions of Indonesia’s international trade law based on WTO law, by comparing the principles and regulations of Indonesia’s international trade related to foods and trade with WTO principles and provisions. The method that is used in this thesis is library studies of primary and secondary source of law. This study found that Indonesia, as one of the members of WTO, has several food trade laws that are not in accordance with the WTO law, that impacts the price and availability of foods in the country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Putri Anne A.G.H.K.
"Kewajiban internasional yang terdapat dalam GATT 1994 dapat menghambat Negara Anggota dalam memerangi Pandemi Covid-19. Mengingat adanya peningkatan permintaan global terhadap produk medis dan alat pelindung diri, Negara-Negara Anggota harus menerapkan kebijakan untuk memastikan bahwa pasokan produk tersebut, serta bahan untuk memproduksinya cukup untuk kebutuhan dalam negeri. Walaupun pembatasan ini merupakan pelanggaran terhadap GATT 1994, kewajiban tersebut dapat dikesampingkan menggunakan klausul general exceptions dan carve-out method. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa agar dapat dijustifikasi, suatu kebijakan harus memenuhi beberapa elemen atau unsur yang terdapat dalam pasal pengecualian. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan unsur-unsur yang harus dipenuhi dan memberikan analisis tentang kesesuaian kebijakan pembatasan ekspor yang diterapkan Indonesia dan India terhadap bahan baku masker selama Pandemi Covid-19. Menggunakan metode normatif yuridis dan pendekatan kualitatif, penelitian menyimpulkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan antara carve-out method dan general exceptions, seperti objektif dari kebijakan, penggunaan necessity test, dan durasi kebijakan. Akibatnya, kebijakan yang konsisten dengan salah satu pengecualian dapat tidak sesuai dengan pengecualian yang lainnya. Kedua, Indonesia telah memenuhi unsur-unsur dalam kedua pengecualian tersebut, sedangkan India tidak memenuhinya.

The international obligations under GATT 1994 could pose as an obstacle to Member States in fighting the Covid-19 Pandemic. Given the rise in the global demand for medical products and personal protective equipment, Member States must take measures to ensure the availability of these products, as well as the factors of production required to manufacture it. As a result, numerous states have imposed export restrictions on the raw materials of masks. Despite the fact that these restrictions may be a violation of GATT 1994, these measures could be exempted from liability through the use of the WTO general exceptions clause and the carve-out method. However, it must be noted that in order to be exempted, the measure in question must fulfill several cumulative criterion or elements. This study aims to elaborate the criterion that must be fulfilled and provide an analysis on the consistency of the measures imposed by Indonesia and India towards the raw materials of masks as a response to the Covid-19 Pandemic. Using a normative-juridical method and a qualitative approach, this study resulted in two conclusions. First, there are several differences between the carve-out method and the general exceptions clause, such as the objective of measure, the use of the necessity test, and the duration of the measure. As a result, a measure that is justifiable using one clause may not be justifiable by the other. Second, Indonesia has fulfilled the elements required in both clauses, while India has failed to do so."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>