Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hupp, James R.
St. Louis, Missouri: Elsevier - Health Science, 2016
617.51 HUP h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rusfanisa
"Transmisi infeksi protozoa usus dapat diminimalisir melalui memperhatikan pola hidup bersih dengan baik. Pola hidup bersih terdiri dari status sanitasi dasar, kebersihan pribadi, dan kebersihan konsumsi. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati hubungan antara pola hidup bersih dan temuan protozoa usus dengan menggunakan desain penelitian potong lintang. Pengambilan data dilakukan pada Juli 2014 terhadap 94 penduduk dewasa sebagai subyek penelitian di DKI Jakarta dan TPA Bantar Gebang. Subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, status pola hidup bersih yang baik dan pola hidup bersih yang tidak baik.
Hasil penelitian didapatkan pada 53 subyek dengan status sanitasi dasar yang baik ditemukan hanya 41,5% temuan protozoa usus positif. Pada 70 subyek dengan kebersihan pribadi yang baik, hanya 48,6% temuan protozoa usus positif. Pada 56 subyek dengan kebersihan konsumsi yang baik, hanya 39,3% temuan protozoa usus positif. Pada penelitian ini, didapatkan p:0,035; 0,409;0,006, berurutan.Rasio prevalensi pada kebersihan konsumsi yang didapatkan yakni 3 (IK 95% 1,4-7,9).

Transmission of the intestinal protozoan infection can be minimized by focusing on hygienic lifestyle. Hygienic lifestyle consists of basic hygiene, personal hygiene, and food hygiene. This research was made to observe the correlation between hygiene lifestyle and the finding of intestinal protozoan, using cross sectional design. The data collection was held in July 2014 to the 94 adult people as the research subjects in Jakarta and Bantar Gebang landfill. The research subjects were divided into two groups, good hygienic lifestyle and poor hygienic lifestyle.
Result of this research was known that 53 subjects as good basic hygienic, positive finding of intestinal protozoan was only 41,5%. In 70 subjects as good personal hygiene, positive finding of intestinal protozoan was only 48,6%. In 56 subjects as good food hygiene, positive finding of intestinal protozoan was only 39,3%. In this research, p: 0,035; 0,409; 0,006, respectively. Prevalence ratio of food hygiene was 3 (CI 95% 1,4-7,9).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wakhyono Budianto, examiner
"Gambaran kondisi kota Bandung dengan segala aktivitasnya tersebut menunjukkan bahwa Kota Bandung telah mengalami permasalahan lingkungan dan salah satu masalah yang cukup serius adalah pecemaran udara. Aktivitas transportasi sangat berperan dalam pencemaran udara di kota Bandung. Jenis kendaraan, kapasitas mesin, umur kendaraan, jenis bahan bakar dan pemeliharaan kendaraan menjadi faktor yang penting dalam kandungan emisi gas buang yang dikeluarkannya. Pemantauan kualitas udara secara kontinyu di kota Bandung menunjukan kecenderungan memburuknya kualitas udara. Alat pemantau memantau pencemar debu dengan diameter 10 mikron (PM10), dan gas-gas pencemar berupa oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO) dan ozon (O3).
Hasil pemantauan kualitas udara di Kota Bandung selanjutnya dinyatakan dengan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berupa angka 1-500 yang mengkategorikan hari dengan kualitas udara ?Baik?(0-50), ?Sedang? (51-100), ?Tidak Sehat? (101-199), ?Sangat Tidak Sehat? (200-299) dan ?Berbahaya? (>300). Data ISPU di kota Bandung sejak akhir tahun 2000 menunjukan kecenderungan kualitas udara yang semakin memburuk ditandai dengan meningkatnya jumlah hari yang dikategorikan sebagai Tidak Sehat dan Sangat Tidak Sehat.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah semakin menurunnya kualitas udara ambien di kota Bandung provinsi Jawa Barat. Pada lokasi penelitian yang dipilih adalah wilayah Kecamatan Bandung Wetan. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada kondisi kecamatan tersebut yang menjadi pusat perdagangan, pusat perkantoran dan juga pusat pendidikan, sehingga kepadatan kendaraan sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas udara ambien dan faktor 15 meteorologis dan hubungannya dengan kejadian penyakit ISPA di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung.
Penelitian menggunakan metode potong lintang (cross sectional study) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari dinamika hubungan atau korelasi antara faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Tiap subyek dalam penelitian ini diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter variabel atau faktor risiko yaitu keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu permasalahan lingkungan atau penyakit serta status kesehatan tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata temperatur udara di Kecamatan Bandung Wetan pada tahun 2007 adalah 24,05oC, rata-rata kelembaban relative adalah 75.39%, kecepatan angin 1,23 m/s. Sedangkan rata-rata konsentrasi PM10 adalah 91,24 µg/m3, SO2 sebesar 12,76 µg/m3, NO2 sebesar 3,15 µg/m3, CO sebesar 43,25 µg/m3 dan O3 sebesar 47,92 µg/m3. Rata-rata penderita penyakit ISPA di Kecamatan Bandung Wetan pada tahun 2007 adalah 148,98 orang.
Kesimpulan penelitian ini adalah faktor meteorologis yang berhubungan signifikan dengan konsentrasi pencemar yaitu kelembaban udara relatif dengan konsentrasi O3, kecepatan angin dengan PM10 dan O3. Konsentrasi parameter pencemar yang berhubungan signifikan dengan kejadian penyakit ISPA adalah PM10 dan NO2. Faktor meteorologis yang berhubungan signifikan dengan kejadian penyakit ISPA adalah kecepatan angin.

The description of Bandung City situation with its activity showed that Bandung had environmental problem and one of the most serious problem was air pollutant. Transportation activity took a huge role in Bandung?s air pollution. Kinds of vehicle, machine capacity, vehicle age, fuel, and vehicle maintenance has become the important factors in gas emission cencentration. Continuosly air quality monitoring in Bandung showed that the tendency of air quality became worse. The monitoring equipment monitored PM10 and gas pollutant such as NOx, SO2, CO and O3. The monitoring result of air quality in Bandung next declared with air pollution standard index into numbers 1-500.
Categorizing day with ?good? air (0-50), "medium" (51-100), "unhealthy" (101- 199), "very unhealthy" (200-299) and "dangerous" (> 300). The air pollution standard index in Bandung since at the end of year 2000 showed the tendency of air quality had become worst, noticed by increasing the day amounts that categorizing to be "unhealthy" and "very unhealthy".
Research problem wich carried out there has been a decrease in ambient air quality in Bandung Wetan. Research location that had been chosen is Bandung Wetan sub district. It was chosen based on the sub district?s condition which it became the trade center, office center and also education center, so the vehicle?s density very high. The goal of this research is to analized the ambient air quality with meteorologist factors and it correlation to incidence of acute infection of respiratory in Bandung Wetan.
The research itshelf used cross sectional study. It is a research which has goal for studying the correlation dinamyc between risk factors to the impact through approaching, observation or data collecting at the same time (point time approach). Every subject in this research was observe once and the measurement did to variable character status or risk factors which mean a condition that influence the developing environmental problem or disease and also a specific 17 healthiness status.
The result of this research showed that air temperature average in Bandung Wetan in 2007 was 24,05 oC. Relative humidity average was 75,39%, wind velocity was 1,23 m/s. In other hand, PM10 concentration average was 91,24 µg/m3, SO2 was 12,76 µg/m3, NO2 was 3,15 µg/m3, CO was 43,25 µg/m3 and O3 was 47,92 µg/m3. People who occurred ARI in Bandung Wetan in 2007 was about 148,98.
The conclution for this research is the meteorologist factor which has significant conection to pollutant concentration are. 1) air relative humidity with O3 contentration, 2) wind velocity to PM10 and NO3, 3) Pollutant parameter concentration which has significant correlation with ARI incidence are PM10 and NO2. Meteorologist factor which has significant correlation with ARI incidence is wind velocity.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T24981
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Naufalia Brillianti Sambowo
"Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit penyebab angka kematian kedua tertinggi secara global setelah Covid-19. Pada kehamilan, infeksi tuberkulosis dapat meningkatkan risiko komplikasi pada ibu dan janin. Selama pandemi covid-19, ditemukan angka pelaporan kasus infeksi TB menurun sedangkan angka kematian ibu justru meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan kasus infeksi TB pada ibu hamil dengan masa pandemi Covid-19. Data didapatkan dengan menggunakan data kumulatif dan rekam medis dari empat rumah sakit di Kota Depok. Dari 40.933 data kehamilan ibu selama tahun 2018-2022 didapatkan angka kehamilan dengan infeksi TB sebanyak 28 kasus dengan peningkatan proporsi dari 0.03% menjadi 0.12% selama pandemi. Didapatkan hubungan bermakna antara kasus infeksi TB pada ibu hamil dengan masa pandemi (p-value<0.05). Analisa menunjukkan bahwa ibu hamil memiliki risiko empat kali lebih tinggi terinfeksi TB selama masa pandemi (RR=4.21, 95% CI 1.706-10.382). Tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antar masing karakteristik subjek dengan masa pandemi. Karakteristik yang dianalisa diantaranya: usia ibu, trimester kehamilan saat terdiagnosa TB, status gizi dan glikemik ibu, status ekonomi, pekerjaan, dan tingkat pendidikan ibu.

Tuberculosis (TB) infection is the second leading cause of death globally after Covid-19. In pregnancy, TB infection can increase the risk of complications for the mother and child. During the Covid-19 pandemic, case detection and case notification of TB infection decreased. However, the number of maternal deaths is increasing. This study aimed to find the association between TB infection in pregnancy during with Covid-19 pandemic. This cross-sectional study collected data from four different hospitals in Kota Depok using each cumulative report and medical record. Out of 40.933 pregnancy data from 2018 to September 2020, 28 are infected with tuberculosis. There was a significant proportion increase from 0.03% to 0.12% during the pandemic. A Chi-square test was done with the data given and showed that the pandemic has a significant association with TB infection cases in pregnancy (p value<0.05). It also shows that pregnant mothers during the pandemic are four times more likely to be infected with tuberculosis (RR=4.21, 95% CI 1.706- 10.382). No relationship was found between the subject's characteristics and the pandemic. All characteristics analyzed were: mother's age, trimester of TB diagnosis, mother's nutritional and glycemic status, and mother's economic, work, and educational status."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.B.D. Harist Musgamy
"ABSTRAK
Berdasarkan rekomendasi WHO, penanganan ISPA non pnemonia pada balita cukup dengan pengobatan supportif dan tak perlu pemberian antibiotika. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Bambang Sutrisna (1991) juga menemukan bahwa tak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok anak ISPA non pnemonia yang mendapat pengobatan ampisilin ditambah supportif dibanding dengan kelompok yang hanya mendapat pengobatan supportif. Namun apakah anak kekurangan gizi (kurang kalori protein) yang menderita ISPA non pnemonia juga tak perlu pemberian antibiotika. Apakah pemberian antibiotika khususnya ampisilin terhadap ISPA non pnemonia pada anak kekurangan gizi dapat mengurangi risiko terjadinya pnemonia, belum ada informasi mengenai hal ini.
Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan desain ?randomized controlled trial'. Unit analisis adalah balita kurang gizi yang menderita ISPA non pneumonia. Setelah dilakukan alokasi random, 50 anak masuk dalam kelompok percobaan dan mendapat pengobatan ampisilin 30 - 50 mg/kg berat badan ditambah pengobatan supportif, 49 anak lainnya masuk kelompok kontrol yang hanya mendapat pengobatan supportif. Karakteristik anak pada kedua kelompok ternyata tak ada perbedaan bermakna.
Setelah seminggu kemudian, ternyata presentase anak yang berkembang menjadi pnemonia pada kelompok percobaan 16 % dan kelompok kontrol 22%. Proporsi kejadian pnemonia antara kedua kelompok tak berbeda secara bermakna (x2=3.67,2df;p=0.16). Ternyata bahwa pemberian ampisilin tidak mengurangi risiko kejadian pnemonia pada balita kekurangan gizi yang menderita ISPA non pnemonia.

Effectiveness of Ampicillin in Mild Acute Respiratory Infections of Undernourished ChildrenAccording to WHO recommendation, treatment for mild acute respiratory infection (AR1) in children is supportive care only. Bambang Sutrisna (1991) studied that no difference in outcome between the ampicillin and control groups was statistically significant. But how about the effect of ampicillin in mild ARI of undernourished children.
To find out whether ampicillin treatment conferred any benefit over supportive care alone in undernourished children, a randomized controlled trial was carried out among 99 undernourished children under 5 years with mild ARI. 50 were randomly allocated ampicillin (30 - 50 mg 1 kg body weight four times daily for 5 days) plus supportive care; 49 were allocated supportive care only. The treatment groups were almost identical after randomization in term of children characteristics.
After 1 week, the percentages of cases progressing to pneumonia were nearly identical (16% study group and 22% control group). None of the difference in outcome between the study and control groups was statistically significant."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Menaldi Rasmin
"Penyakit infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah, tidak hanya di negara berkembang bahkan juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Pada survei kesehatan nasional di Amerika yang dilakukan pada tahun 1981, diduga lebih dari 200 juta episode infeksi saluran napas muncul setiap tahunnya dan 1,5% di antaranya adalah pneumonia (dikutip dari 1). Angka mortalitas akibat pneumonia cukup tinggi yaitu sebesar 20-30 per 100.000 penduduk setiap tahunnya sebenarnya sudah menurun 10 kali dibandingkan 40 tahun yang lalu (2): Pada penderita usia tua, angka mortalitas akibat pneumonia di Inggris dan Amerika Serikat adalah sekitar 24-31 % (3). Pada pneumonia pneumokok bakteremik angka mortalitas dapat lebih dari 50 %, umumnya terjadi pada orang tua dengan penyakit jantung atau paru (4). Data WHO yang dikumpulkan di lima benua dengan jumlah penduduk 1200 juta, menunjukkan angka kematian karena ISNA (infeksi saluran napas akut) pada tahun 1972 adalah sebesar 666.000. Pneumonia oleh virus atau kuman menempati 75 % dari angka kematian tersebut ( dikutip dari 5 ).
Di Indonesia, pada survei kesehatan rumah tangga tahun 1980 oleh Departemen Kesehatan, didapatkan bahwa penyakit yang terbanyak ditemukan adalah ISNA (26,1% ) dan penyebab kematian terbanyak ialah radang saluran napas bawah (17,8 %). Survei serupa yang dilakukan pada tahun 1986, ISNA tetap pada peringkat pertama (25,6%), sedangkan kematian akibat infeksi saluran napas bawah adalah sebesar 16,8 % (6,7). Di UPF Paru RS Persahabatan Jakarta, pada tahun 1989 tercatat 127 penderita bronkiektasis (8 %), 101 pneumonia (6 %), 66 pleuritic (4 %), 44 bronkopneumonia (2,8%) dan 52 empisema (3,3%), dari seluruh penderita yang masuk rawat. Pada tahun 1990 dari 1229 penderita yang dirawat, tercatat bronkiektasis 73 penderita (5,94%) dan pneumonia 63 penderita (5,13 %) (8). Setidaknya infeksi saluran napas akan menyebabkan hilangnya hari sekolah dan kerja, serta biaya pengobatan yang tidak sedikit (1,2)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes
"Infeksi Saluran Penfasasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan kapang yang ada dalam debu berukuran tertentu. Dapat golongkan dengan Pneumonia berat dan bukan Pnemonia untuk kelompok umur kurang dari dua bulan dan Pnemonia berat, Pnemonia sedang dan bukan Pnemonia untuk kelompok umur dua bulan sampai lima tahun. Kejadian ISPA diperkirakan 10-20% penderita penyakit di Indonesia atau dengan kejadian 1102.542 kasus yang dilaporkan oleh Puskesmas dan 810.124 kasus yang dilaporkan rumah sakit. Di Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya di Kecamatan Payakumbuh masih merupakan masalah kesehatan yang utama dimana persentasenya 42,39 % tertinggi dalam 10 penyakit terbanyak yang di laporkan Puskesmas Kato Baru Simalanggang.
Penelitian ini untuk mengetahui sejauh mama pajanan PM10 terhadap resiko ISPA pada Balita tahun 2006 dengan lingkungan rumah dan sumber pencemaran dalam rumah lainnya dalam rumah sebagai faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan rancangan Cross sectional dengan populasi balita yang berada di Kecamatan Payakumbuh sedangkan yang menjadi sample adalah balita yang terpilih dengan six!imatic random sampling. Data diperoleh dengan pengukuran kadar PM10, dan kelembaban, observasi dan pengamatan terhadap luas ventilasi dan iuas rumah dan wawancara dengan menggunakan kuisioner terhadap responden. Analisis data meliputi anal isis Univariat, Bivariat, Multivariat dan Uji lnteraksi.
Hasil uji Bivariat terdapat lima variabel yang mempunyai hubungan yang berrnakna dengan kejadian ISPA Balita yaitu: PM10. luas ventilasi rurnah, kepadatan hunian, kebiasaan merokok anggota keluarga dan bahan bakar masak dengan nilai p < 0,05, yaitu PMio OR = 3,07 (95%CI: 1,98 - 4,76) nilai p = 0,00, luas ventilasi OR = 3,48 (95%CI: 2,23 - 5,43) nilai p = 0,00, kepadatan hunian OR = 1,95 (95%CI: 1,15 - 3,32) nilai p = 0,02 kebiaaan merokok OR = 1,76 (95%CI: 1,08 - 2,87) nilai p = 0,03, dan bahan bakar masak OR = 3,74 (95% CI : 1,87 - 7,45) nilai p = 0,00 dengan kejadian ISPA Balita. Dinas Kesehatan Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Departemen Kesehatan diharapkan menggalakkan upaya imunisasi dalam pencegahan terhadap ISPA.. Untuk pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA perlu ditunjang dengan persyaratan perumahan sehat dan patut jadi kajian bagi Dinas Kesehatan Kabupaten, Propinsi maupun Departemen Kesehatan, Kepada masyarakat disarankan agar ventilasi rumah minimal 10 % dan luas lantai dan perlunya diberi penyuluhan kepada masyarakat agar tidak merokok dalam rumah dan penggunaan bahan bakar gas untuk keperluan memasak sehari-hari.

Acute respiratory infections (ARI) are a group of diseases that can be induced by air pollution in homes. In Indonesia, the prevalence of ARI is estimated around 10-20% of cases, 1,702,542 cases reported from community health centres (Puskesmas) and 810,124 cases reported from hospitals. In Lima Puluh Kota District, especially in Payakumbuh Subdistrict, ARI remains a major health problem where it is one of the top tell diseases reported by Moto Baru Simalanggang Community Health Center with a prevalence of 42.39%.
The objective of this study is to elucidate the extent of PMIO in affecting risks of ART among toddlers during 2006, with house environment and pollution sources in homes as affecting factors. This study used a cross-sectional research design using systematic random sampling, with toddlers in Payakumbuh Sub District as samples. Data obtained by measuring the level of PMIO and humidity, observing the coverage of ventilation and house area, as well as conducting interviews using questionnaire. Data were analyzed with univariate, bivariate.
Bivariate analysis results showed that there are five variables with significant correlation with the incidence of ARI among toddlers. all with p values < 0.05, namely PM 10 with p value = 0.00 and OR = 3.07 (95%Cl: 1.98-4.76), coverage of ventilation in homes with p value = 0.00 and OR = 3.48 (95%CI: 2.23-5.43), population density in homes with p value = 0.02 and OR = 1.95 (95%CI: L15-3.32), smoking habit within family members with p value = 0.03 and OR = 1.76 (95%CI: 1.08-2.87), and fuel used for cooking with p value = 0.00 and OR = 3.74 (95%C1: 1.87-7.45), It is suggested that the community should he educated to not smoke inside the house, ensure that houses have coverage of ventilation of at least 10% of floor area, and never bring the children along when cooking in the kitchen. District and Provincial Health Offices and Ministry of Health should provide health education to the community regarding all of the above."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Afrillia Budiyanti
"ABSTRAKPerempuan mengalami menstruasi akan berkaitan pada menstrual hygiene, jika tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan infeksi saluran reproduksi. Populasi tertinggi terkait masalah infeksi saluran reproduksi berada di usia remaja dan dewasa. Tujuan dari penelitian ini mengetahui praktik menstrual hygiene pada perempuan di Kota Depok. Praktik dipengaruhi oleh faktor dari genetik dan faktor eksternal atau lingkungan. Desain penelitian pendekatan yang digunakan ialah cross-sectional dengan jumlah responden 444. Hasil penelitian didapatkan bahwa 55,2% perempuan yang memiliki praktik menstrual hygiene buruk. Hal tersebut dapat terjadi karena perempuan membersihkan alat kelamin dengan menggunakan sabun mandi, menggunakan celana dalam ketat saat menstruasi, tidak mengeringkan alat kelamin setelah membersihkannya, membersihkan alat kelamin dari belakang ke depan, tidak mengganti pembalut setiap 4 jam sekali sehingga menunggu sampai penuh darah. Pada penelitian ini menyarankan upaya pencegahan masalah kesehatan reproduksi dengan memberikan informasi terkait cara merawat organ reproduksi yang tepat saat menstruasi.

ABSTRACTWomen experiencing menstruation will be related to menstrual hygiene, if not being managed properly might cause reproductive tract infections. The highest population related to reproductive tract infection problems are teenagers and adults women. The aim of this study is to find out the practice of menstrual hygiene in women in Depok City. Practice is influenced by individual knowledge and practices, the availability of facilities and information sources. This research used cross-sectional design approach and conducted 444 respondents. The results shows that 55.2% of women have poor menstrual hygiene practices. This can occur because women cleaning the genitals using soap, using tight underwear during menstruation, do not dry the genital after cleaning, cleaning the genitals from back to front, do not replace the pads every 4 hours, and wait until it is full of blood. This research suggest to prevent reproductive health problems by providing some informations about the right way to take care of reproductive organs during menstruation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>