Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chrisya Nadine Immanuela
Abstrak :
Proses jual beli seringkali didasari dengan pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum dilanjutkan dengan Akta Jual Beli. Para pihak tidak menyadari adanya ketentuan yang juga mengikat akibat pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli walaupun belum terjadinya peralihan hak. Penulisan ini terdiri dari dua rumusan masalah, yaitu mengenai akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perkara perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dan tipologi penelitian eksplanatoris. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Akta Pemberian Hak Tanggungan, perbuatan melawan hukum, dan juga kredit, sedangkan bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku, jurnal, dan internet. Penulisan ini juga melakukan wawancara baik terhadap Notaris dan PPAT serta juga kepada Bank. Penulis menyimpulkan bahwa akibat adanya perbuatan melawan hukum setelah dilakukan penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, maka Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat batal demi hukum karena tidak dibuat atas dasar sebab yang halal. Selain itu, pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli kurang tepat karena tidak mempertimbangkan mengenai hak dan kewajiban yang timbul akibat Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Majelis hakim juga seharusnya mempertimbangkan tentang perbuatan Bank. Hal ini karena Bank tidak menerapkan prinsip kehati-hatian Bank dalam pemeriksaan sebelum pemberian kredit. ......The buying and selling process is often based on the making of a Sale and Purchase Binding Agreement before proceeding with the Sale and Purchase Deed. The parties are not aware of the existence of provisions that are also binding due to the making of the Sale and Purchase Binding Agreement even though there has not been a transfer of rights. This writing consists of two problem formulations, namely regarding the legal consequences of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement and regarding the judge's considerations in deciding cases of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement. This writing uses a normative juridical method and an explanatory research typology. The legal materials used are primary legal materials in the form of laws and regulations relating to the Sale and Purchase Binding Agreement, Deed of Granting Mortgage Rights, unlawful acts, and also credit, while secondary legal materials consist of books, journals, and the internet. This writing also conducts interviews with both Notaries and PPAT as well as to Banks. The author concludes that as a result of an unlawful act after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement, the Deed of Granting Mortgage may be null and void because it was not made on the basis of a lawful cause. In addition, the consideration of the panel of judges in deciding cases of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement is not appropriate because it does not consider the rights and obligations arising from the Sale and Purchase Binding Agreement. The panel of judges should also consider the actions of the Bank. This is because the Bank does not apply the prudential principle of the Bank in the examination before granting credit.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisya Nadine Immanuela
Abstrak :
Putusnya perkawinan karena perceraian mengakibatkan kewajiban-kewajiban yang mengikat kedua pihak dalam perkawinan. Salah satu kewajiban yang mengikat para pihak adalah memberikan tunjangan setelah adanya perceraian. Tunjangan ini diberikan tidak hanya untuk mantan pasangan akan tetapi juga untuk anak. Pemberian tunjangan setelah adanya perceraian menjadi suatu hal yang sangat penting karena perceraian menimbulkan perbedaan yang cukup signifikan bagi para pihak serta anak yang ada di dalam perkawinan sebelumnya. Pemberian tunjangan ini diharapkan dapat menjadi suatu penyeimbang bagi suatu perubahan yang terjadi akibat adanya perceraian. Indonesia mengatur mengenai alimentasi setelah perceraian baik bagi mantan pasangan maupun anak namun tidak mengatur secara jelas besaran yang mengikat para pihak. Berbeda dengan Kanada yang mengatur secara jelas besaran maupun durasi yang mengikat para pihak dalam memberikan alimentasi setelah perceraian. Dengan demikian, Indonesia seharusnya dapat mencontoh Kanada dalam menentukan suatu besaran maupun durasi yang dapat mengikat para pihak dalam alimentasi setelah perceraian.
The termination of a marriage due to divorce results in obligations that bind both parties to the marriage. One of the binding obligations of the parties is to provide benefits after a divorce. This allowance is given not only to ex-spouses but also to children. The provision of benefits after a divorce becomes very important because divorce makes a significant difference for the parties and children in the previous marriage. The provision of benefits is expected to be a counterweight to a change that occurs due to a divorce. Indonesia regulates alimentation after divorce for both spouses and children but does not clearly regulate the amount that binds the parties. It is different from Canada which clearly regulates the amount and duration that binds the parties in giving alimony after divorce. Thus, Indonesia should be able to imitate Canada in determining a quantity and duration that can bind the parties to the alimentation after divorce.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library