Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny Setiawan
Abstrak :
ABSTRAK Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah memungkinkan berbagai aplikasi spektrum yang baru. Kemampuan dari setiap negara untuk memanfaatkan sepenuhnya sumber daya alam spektrum sangat tergantung kepada kemampuan pengelola spektrum di dalam mempermudah implementasi sistem. Penerapan biaya hak penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio dengan tujuan menutupi biaya sistem manajemen spektrum merupakan suatu metoda untuk mendistribusikan biaya manajemen spektrum kepada pihak yang sebenarnya menerima manfaat dari penggunaan spektrum. Saat ini di Indonesia struktur pentarifan spektrum harus segera diperbaharui, mengingat begini banyaknya jasa komunikasi radio baru berdatangan di Indonesia Struktur tarif spektrum yang lama tidak memadai, proporsional dan rasional, dan tidak mencakup teknoiogi baru. Oleh karena itu studi pentarifan BHP spektrum frekuensi radio di Indonesia ini sangat bermanfaat baik bagi regulator, operator, maupun pengguna spektrum. Tesis ini bertujuan untuk memberikan alternatif sistem pentarifan spektrum di Indonesia. Gagasan dasar dari sistem pentarifan spektrum ini ialah menghubungkan antara potensi ekonomi spektrum dengan biaya manajemen spektrum. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk menyisihkan sebagian hasil penarikan tarif spektrum sebagai pendapatan negara bukan pajak yang dibutuhkan di dalam proses pembangunan. Sistem pentarifan spektrum yang dibahas di dalam tesis ini dibatasi untuk servis-servis komersial saja, seperti Fixed Services, Mobile Services, Satellite Services dan Broadcasting Services. Selain itu juga akan dilakukan perbandingan antara struktur tarif spektrum alternatif dengan struktur tarif spektrum yang lama.
ABSTRACT The ongoing technological developments have opened the door to a variety of new spectrum applications. The ability of each nation to take full advantage of the spectrum resource depends heavily on spectrum managers facilitating the implementation of radio systems, and ensuring their compatible operation. The use of license fees for the purpose of covering the costs of the spectrum management system is a potentially more appropriate method of distributing the costs of spectrum management to those who actually receive benefits. Currently in Indonesia the spectrum license fees regimes need to be reviewed urgently, since many new radio communication services will be implemented here. The existing frequency license fees regime is not sufficient, proportional, rational, and unable to cover the new technology. This study of frequency license fees structure in Indonesia will contribute a great benefit for regulator, operator, and spectrum user in Indonesia. This thesis is intended to develop spectrum license fees structure, which is most suitable in Indonesia. The basic idea is to relate the economic value of radio frequency spectrum and the spectrum management cost. Instead of that, there is a possibility to distribute a part of the spectrum revenues as a non-tax state income, which is heavily needed in the national development process. The spectrum license fees discussed in this thesis is limited for the commercial services, such as Fixed Services, Mobile Services, Satellite Services and Broadcasting Services. Furthermore, there will be a comparative analysis between the alternative spectrum license fee structure and the existing license fee.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Setiawan
Abstrak :
Isu teroris sempat mengusik pelaku bisnis di kawasan bandara Soekarno-Hatta baik perusahaan penerbangan maupun perusahaan-perusahaan yang bersifat penunjang penerbangan. Dampak tragedi world trade centre (WTC) di Amerika Serikat pada 11 September 2001 masih terasa dan disusul bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 yang secara tidak langsung menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia tidak aman. Sektor pariwisata adalah sektor yang paling terpuruk akibat dari kejadian itu, sehingga berimbas pada penurunan yang drastis dalam penggunaan jasa penerbangan khususnya internasional. Untuk menggerakkan kembali sektor pariwisata, pemerintah melakukan beberapa langkah-langkah kebijakan diantaranya penggabungan hari-hari libur nasional. Perusahaan penerbangan juga tidak ketinggalan melakukan efisiensi dan penurunan harga, sehingga berdampak pada terjadinya perang tarif antar perusahaan penerbangan. Efisiensi yang dilakukan tentunya berimbas pada perusahaan subkontraktor penunjang penerbangan. PT. Indonesia National Airservices (PT. INA) merupakan anggota komunitas kawasan bandara internasional Soekarno-Hatta, sehingga tidak dapat mengelak dari imbas permasalahan yang timbul secara kompleks tersebut. Dalam rangka bersaing dengan perusahaan subkontraktor penunjang penerbangan lain khususnya bidang pengadaan tenaga kerja di kawasan bandara internasional Soekarno-Hatta, PT. INA harus mampu meningkatkan keunggulan kompetitifnya. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (SDM), Sistem SDM di PT. INA masih diwarnai dengan adanya nepotisme, kecenderungan santai dalam bekerja dan kurang komitmen terhadap pekerjaan. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas pelayanan terhadap mitra kerja dan pelanggan. Untuk itu PT. INA harus mengadakan perubahan dari segi kualitas SDM. Untuk mengukur kinerja SDM, Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu pengukuran yang dinamakan Human Resources Scorecard (HR Scorecard), yang merupakan pengembangan dari Balance Scorecard yang dibuat oleh Norton dan Kaplan. Pengukuran HR Scorecard lebih memfokuskan pada kegiatan SDM atau menilai kontribusi SDM dalam penciptaan nilai di perusahaan.. Dasar peran SDM yang stratejik terdiri dari 3 dimensi rantai nilai yang diwakili oleh arsitektur SDM, yaitu: fungsi SDM, sistem SDM dan perilaku karyawan yang stratejik. Selain itu, terdapat model 7 langkah dalam merancang suatu sistem pengukuran HR Scorecard. Adapun dimensi pengukurannya adalah: HR competency, High Performance Work System (HPWS), HR System Alignment, HR Efficiency dan HR Deliverable. HR Scorecard merupakan suatu mekanisme yang secara komprehensif mampu menggambarkan dan mengukur bagaimana sistem pengelolaan SDM dapat menciptakan nilai atau memberikan kontribusi bagi perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan evaluasi kinerja manajemen SDM PT. INA dengan HR Scorecard. Mengingat kinerja SDM berkaitan erat dengan kinerja perusahaan, penulis juga ingin melihat bagaimana kinerja perusahaan di PT. INA. Penelitian dilakukan terhadap 34 orang karyawan dan satu perusahaan mitra kerja. Data diolah dengan menggunakan teknik deskriptif dan korelasi spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi manajer SDM cenderung dinilai sedang oleh karyawan, mengingat secara umum program yang dilakukan belum terlihat hasilnya secara nyata. Dan dimensi HPWS, aspek yang masih perlu ditingkatkan adalah proses rekrutmen karyawan yang memiliki kompetensi yang sesuai, kualitas pelayanan internal khususnya pelatihan karyawan dan manajemen pekerjaan, sistem penggajian untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pelanggan, sistem penghargaan non moneter, sistem penilaian kinerja yang objektif, dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan menunjang starategi perusahaan. Untuk dimensi HR Alignment, diukur kepuasan karyawan dalam bekerja di perusahaan dan kemampuannya memberikan pelayanan kepada pelanggan, dan hasilnya secara umum adalah bahwa karyawan cukup puas dan merasa mampu memberikan pelayanan kepada pelanggan. Dilihat dari dimensi HR Efficiency, perhitungan HR ROI menunjukkan hasil yang efektif. Namun perhitungan ini tidak dapat dijadikan acuan mengingat program SDM yang memberikan kontribusi pada sasaran belum dapat teridentifikasi dengan jelas. Sedangkan biaya SDM per karyawan masih dibawah rata-rata industri sejenis, laju turn over masih dibawah rata-rata perusahaan yang memiliki kualitas manajemen yang baik, intensitas turn over tergolong sedang, dan biaya absensi sebesar 2,3 % dari total biaya SDM per tahunnya Terakhir dilihat dari dimensi HR Deliverable, secara umum karyawan mempersepsikan iklim organisasi yang mendukung pelayanan pada pelanggan secara baik terutama dalam hal kerjasama dan koordinasi dalam bekerja Namun tingkat kepercayaan dalam organisasi cenderung rendah, dimana hal tersebut kemungkinan besar terjadi karena adanya berbagai perubahan dalam manajemen, kebijakan dan prosedur dalam upaya pencarian bentuk organisasi yang sesuai. Sedangkan motivasi kerja karyawan cenderung baik. Mengenai kinerja perusahaan di tahun 2003, tampak kualitas pelayanan yang diberikan tergolong rendah dengan tingkat kepuasan pelanggan sebesar 62.5%.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Setiawan
Abstrak :
ABSTRAK
Dengan memperhatikan dampak Mobile Broadband yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial bagi negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia, maka pemanfaatan spektrum Digital Dividend dan LTE memungkinkan pembangunan broadband paling efisien, khususnya untuk menjangkau wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Implementasi LTE di pita frekuensi Digital Dividend menyediakan solusi paling ideal untuk mempercepat ketersediaan akses Broadband yang terjangkau secara universal kepada seluruh masyarakat dalam rangka memenuhi target cakupan dan kapasitas Perencanaan Broadband Nasional.

Akan tetapi penggunaan frekuensi Digital Dividend untuk Mobile Broadband hanya dapat diimplementasikan setelah proses Digital Switchover selesai dilakukan. Permasalahan utama di Indonesia adalah lambatnya proses migrasi TV analog ke TV Digital serta keengganan industri TV untuk melakukan migrasi tersebut.

Pada penelitian ini dikembangkan suatu model tekno ekonomi mengenai percepatan migrasi analog ke digital dengan memanfaatkan potensi pendapatan negara dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi untuk Digital Dividend LTE untuk membantu biaya-biaya dibutuhkan penyelenggara TV dalam masa transisi dari analog ke digital, yaitu insentif set-top-box, biaya operasional sewa kapasitas Multiplex TV Digital dan modal infrastruktur Multiplex TV Digital Terrestrial di Indonesia.

Berdasarkan model yang dikembangkan ini dilakukan perhitungan Present Worth relatif terhadap kebijakan eksisting menunggu Digital Dividend tahun 2018 untuk 3 skenario subsidi biaya sewa kapasitas TCDTV yaitu skenario A (subsidi sewa kapasitas TV Digital selama masa simulcast), skenaro B (subsidi sewa kapasitas TV Digital saat Digital Switchover) dan skenario C (tanpa subsidi sewa kapasitas TV Digital) dengan asumsi variabel-variabel lain seperti BHP Frekuensi Digital Dividend LTE, insentif set-top-box dan biaya infrastruktur Multiplex TV Digital bernilai tetap. Didapatkan hasil penelitian bahwa Skenario A tidak layak dilakukan, Skenario B layak dilakukan pada tahun 2014, sedangkan Skenario C layak dilakukan pada tahun 2014 dan 2015. Ditemukenali pula bahwa sensitivitas model akselerasi Digital Dividend ini terdapat pada variabel BHP Frekuensi dan subsidi set-top-box.
ABSTRACT
By taking into account the effect of Mobile Broadband which is very important for socio-economic development in developing countries, including Indonesia, the utilization of Digital Dividend spectrum and LTE technology will enable most efficient broadband development, especially to cover unreachable rural areas. LTE implementation in Digital Dividend spectrum provides most ideal solution to accelerate the availability of affordable and universal broadband access to whole society in order to fulfill the coverage and capacity target of National Broadband Plan.

However, the utilization of Digital Dividend spectrum for Mobile Broadband is only be realized after complete Digital Switchover process. The main problem in Indonesia is the very slow progress of migration of Analog TV to Digital TV and the reluctance of Broadcaster to proceed the migration.

In this research, the techno economy model to accelerate the Digital Switchover process is developed, by involving the potential of Digital Dividend LTE Spectrum Fees and providing incentive to reduce necessary cost of Broadcaster in Digital Switchover process such as set-top-box incentive, Digital TV leasing capacity operational expenditure and capital expenditure of Multipex Digital TV in Indonesia.

Based on the developed model, the Relative Present Worth of three scenarios toward current policy postponing Digital Dividend until year 2018 are calculated; i.e. scenario A is Digital TV leasing capacity subsidy during simulcast period, scenario B is such subsidy only during Digital Switchover and scenario C is no such subsidy; while other parameters such Digital Dividend LTE Spectrum Fees, set-top-box incentives and Capex of Digital TV infrastrucutre are fixed. The results of the calculation are that scenario A is not feasible, scenario B is feasible only in year 2014, while scenario C is feasible in year 2014 and 2015 only. It is found also that the most sensitive variables in this model are Digital Dividend LTE Spectrum Fees and set-top-box incentive.
2013
D1378
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Setiawan
Abstrak :
Skripsi ini membahas proses dan jumlah kitosan yang diproduksi dari cangkang rajungan dan cangkang kepiting hijau, karakterisasi kitosan, dan pengujian kitosan sebagai koagulan jika dibandingkan dengan koagulan PAC (Poly Aluminum Chloride) untuk menjernihkan air sungai Kalimalang. Jumlah kitosan yang diproduksi dari cangkang kepiting hijau sebesar 12.34 gram dari 420 gram cangkang kepiting kering, dan sebesar 21 gram dari 300 gram cangkang rajungan kering. Faktor-faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah kitosan di dalam pembuatan dijelaskan di dalam skripsi ini. Karakterisasi kitosan didapat melalui pengukuran kandungan nitrogen dan derajat deasetilasi. Besar kandungan nitrogen yang didapat dari kitosan cangkang kepiting hijau, kitosan cangkang rajungan produksi 1 dan kitosan cangkang rajungan produksi 2 adalah 6.208 %, 5.5656 %, dan 5.288 %. Besar derajat deasetilasi secara berturut-turut adalah: 53.47 %, 20.57 %, 53.32 %. Penggunaan kitosan sebagai koagulan diuji dengan menggunakan metode Jar Test dibandingkan dengan PAC. Air sampel didapat dari air sungai Kalimalang dengan tingkat kekeruhan sekitar 947 NTU. Efisiensi dosis optimum cangkang kepiting hijau, cangkang rajungan produksi 1, cangkang rajungan produksi 2, dan PAC secara berturut-turut adalah 8, 40, 50, dan 50 ppm. Efisiensi removal mencapai 99 % untuk semua koagulan untuk menurunkan kekeruhan hingga batas di bawah 5 NTU. Selain itu, juga dilakukan penelitian untuk mencoba penggabungan kitosan dengan PAC dalam mengkoagulasi dan flokulasi. Kemampuan kitosan untuk mengkoagulasi juga dipengaruhi oleh nilai pH, dimana pH optimum bagi kitosan untuk mengkoagulasi air sungai Kalimalang adalah pada daerah pH netral dengan batas sekitar 7.5.
The focus of study are discuss about the process and amount of chitosan produced from blue crab shell and mud crab shell, characterization of chitosan, and observe chitosan effectiveness as coagulant compared with PAC (Poly Aluminum Chloride) in clarifying Kalimalang river. The amounts of chitosan produced from mud crab shell are 12.34 gram from 420 gram dry mud crab shell, and 21 gram from 300 gram blue crab shell. Factors affecting amount of chitosan produced explained in this study. Chitosan characterization obtained from measurement of nitrogen content and degree of deacetylation. Nitrogen content from mud crab shell chitosan, blue crab shell chitosan 1, and blue crab shell chitosan 2 are 6.208 %, 5.5656 %, dan 5.288 %. Degrees of deacetylation for each chitosan are 53.47 %, 20.57 %, 53.32 %. Performance of chitosan as coagulant measured using Jar Test method compared with PAC. Water sample obtained from Kalimalang river with turbidity 947 NTU. Optimum dose for chitosan from mud crab shell, blue crab shell 1, blue crab shell 2, and PAC are 8, 40, 50, and 50 ppm. Removal efficiencies reached to 99 % for all type of coagulant, reduced turbidity to the limit under 5 NTU. Furthermore the research also tried to integrate chitosan with PAC in coagulation and flocculation. Chitosan performance in coagulation affected by pH value, where optimum pH for chitosan to coagulate Kalimalang river water sample at neutral pH range with upper limit about 7.5.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S50699
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library