Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Riskianingrum
"Mobil merupakan sebuah teknologi baru di akhir abad ke-19. Temuan ini tercipta atas eksperimen Daimler dan Benz dari Jerman. Mobil pertama buatan Amerika Serikat terlahir dari Duryea bersaudara. Seperi halnya pada setiap penemuan baru, penerimaan masyarakat Amerika terhadap teknologi tersebut beragam, yaitu sebagian antusias menerimanya dan sebagian lagi menganggap sebagai suatu hal yang mengganggu. Pada perkembangannya, kendaraan tersebut mampu diterima oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi berkat keandalan mobil dibanding alat transportasi utama saat itu, yaitu kuda. Namun dernikin, harga yang sangat tinggi menyebabkan pemakaian mobil belum meluas. Penerimaan luas masyarakat Amerika Serikat terhadap mobil tidak terlepas dari keberadaan Model T karya Henry Ford pada tahun 1908. Melalui insting industrialis dan pemikiran inovatif-nya, Henry Ford berhasil merakit sebuah mobil yang andal dengan harga terjangkau oleh masyarakat Amerika Serikat saat itu. Mobil Model T mampu beradaptasi dengan kondisi jalan yang saat itu masih dalam keadaan buruk, seperti bergelombang, berdebu pada musim panas, dan menjadi kubangan di musim hujan, Keandalan kendaraan tersebut pun telah teruji dengan berhasil memenangkan berbagai adu kecepatan dan ketahanan jarak jauh yang kerap diadakan oleh masyarakat pada dekade awal abad duapuluh. Mobil Model T dengan cepat menyedot perhatian masyarakat Amerika saat itu, baik rural maupun urban. Selanjutnya, merupakan suatu pemandangan umum melihat Model T `berlalu lalang' di negeri tersebut, baik pada jalan jalan kota maupun di pedesaan. Kendaraan tersebut mengalami perluasan pemakaian dan penurunan harga akibat proses produksi yang inovatif hasil pengembangan Henry Ford, yaitu proses produksi massal (mass production) dengan menerapkan moving assembly line dan standardize atau sistem ban berjalan dan standarisasi. Hasilnya, kendaraan tersebut mampu terproduksi sebanyak 15 juta unit di akhir `masa hidup'nya pada 1927. Perluasan mobil-dalam hal ini Model T--membawa pengaruh dalam kehidupan masyarakat Amerika pada dekade kedua dan ketiga abad duapuluh. Pergeseran nilai moral, muncul dan berkembangnya industri-industri yang melingkupi industri mobil, terciptanya kota-_kota baru, serta hilangnya jarak antara desa dan kota adalah dampak yang ditimbulkan akibat perluasan pemakaian mobil. Disadari ataupun tidak, mobil Model T dalam masa hidupnya--yang hampir sepanjang 19 tahun--telah memicu munculnya fenomena tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12172
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Riskianingrum
"Disertasi ini membahas Budaya Risiko di Pulau Sebesi dalam perspektif Perubahan Sosial antara tahun 1883-2018. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah sosial dengan analisisnya menggunakan pendekatan struktural dari Ferdinand Braudel dan konsep tiga Budaya Risiko milik Steicher, et. al.(2018), Cornia, et. al.(2014), dan Beccera, et. al.(2020), yang ketiga konsep tersebut berakar dari Cultural Theory of Risk dari Mary Douglas dan Aaron Wildavsky di tahun 1982. Tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 telah membangkitkan kembali ingatan bersama tentang letusan Krakatau 1883. Bencana yang pada awalnya terlupakan oleh masyarakat di Pulau Sebesi, kembali diingat dan semakin menguat saat mereka mengalami tsunami 2018. Namun demikian, bencana tsunami tidak meninggalkan trauma bagi sebagian besar masyarakat Sebesi, bahkan mereka enggan untuk berpindah dari pulau tersebut, terlepas dari kenyataan bahwa ada ancaman bencana di sekitar lingkungan mereka. Tsunami 2018 pun secara nyata merubah persepsi mereka tentang gunung Anak Krakatau, yang awalnya sebagai pembawa berkah karena mendatangkan turis ke pulau mereka, menjadi ancaman yang bisa menimbulkan risiko bencana. Oleh karena itu, disertasi ini mengkaji pengalaman sosial masyarakat Sebesi yang terkena dampak tsunami 2018 dengan menganalisis faktor-faktor pemicu ancaman bahaya di Sebesi, menelaah alasan terbentuknya budaya risiko, serta materialisme budaya risiko pada masyarakat Sebesi. Hasil studi ini juga menjelaskan kehadiran pemerintah dalam penanggulangan bencana di pulau Sebesi. Namun demikian, hal yang menjadi sorotan dalam studi ini bahwa pemerintah cenderung datang saat telah terjadi peristiwa bencana, namun tidak tampak dalam keadaan normal. Keadaan yang terjadi di pulau Sebesi seolah mengembalikan status pendekatan penanganan bencana di Indonesia kepada disaster response based atau tindakan reaktif saat terjadi bencana. Padahal, paradigma pengelolaan bencana di Indonesia saat ini berbasis Pengurangan Risiko Bencana. Seringnya Anak Krakatau ber-erupsi menyebabkan masyarakat seakan terbiasa terhadap perilaku gunung ini. Risiko yang ada dalam keseharian masyarakat Pulau Sebesi telah menjelma menjadi bagian dari budaya kehidupan mereka. Rutinisasi membersamai Anak Krakatau telah mendorong munculnya budaya risiko di pulau Sebesi.

The dissertation discusses Risk Culture on Sebesi Island during the period of 1883-2018 from the perspective of Social Change. This is social history research applying Ferdinand Braudel's structural approach analysed with the risk culture concept from Steicher, et. al. (2018); Cornia, et. al. (2014); and Beccera, et. al. (2020). The three concepts are rooted in the Cultural Theory of Risk from Mary Douglas and Aaron Wildavsky in 1982. The Sunda Strait tsunami on December 22 2018 has revived the memories of the 1883 Krakatau eruption. A disaster that was initially forgotten by the community on Sebesi Island, was remembered again and became even stronger when they experienced the 2018 tsunami. However, the tsunami disaster did not leave a trauma for most of the Sebesi people, in fact they were reluctant to move from the island, despite the fact that there was a threat of disaster around their environment. The 2018 tsunami also significantly changed their perception of Mount Anak Krakatau, which was initially a blessing because it brought tourists to their island, to become a threat that could pose a risk of disaster. Therefore, this dissertation examines the social experiences of the Sebesi community who were affected by the 2018 tsunami by analyzing the factors that trigger the danger in Sebesi, examining the reasons for the formation of a risk culture, as well as the materialism of the risk culture in the Sebesi community. The results of this study also explain the government's presence in disaster management on Sebesi Island. However, what is highlighted in this study is that the government tends to come when a disaster has occurred, but does not appear under normal circumstances. The situation that occurred on Sebesi Island seemed to return the status of the disaster management approach in Indonesia to disaster response based or reactive action when a disaster occurs. In fact, the current disaster management paradigm in Indonesia is based on Disaster Risk Reduction. The frequent eruptions of Anak Krakatau cause people to become accustomed to the behavior of this mountain. The risks that exist in the daily lives of the people of Sebesi Island have become part of their cultural life. The routinization of accompanying Anak Krakatau has encouraged the emergence of a risk culture on Sebesi Island."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library