Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Dyah Adinda Janatry
"Apotek Hidup Baru adalah bagian dari sarana pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pelayanan kefarmasian. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian dan kesehatan telah terjadi pergeseran paradigma dari pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pengelolaan obat sebagai komoditi (drug oriented) menjadi pelayanan kefarmasian yang berorientasi ke pasien (patient oriented) dengan mengacu pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, kegiatan pelayanan kefarmasian mencakup pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di apotek meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan sedangkan kegiatan pelayanan farmasi klinik terdiri dari kegiatan pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Apoteker sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Apotek Hidup Baru is one of the health care facilities which plays an important role in terms of pharmacy services. Along with the development of science and technology in the field of pharmacy which has been a shift in the paradigm of pharmaceutical services oriented from management of the drug as a commodity (drug oriented) into pharmaceutical services oriented to the patient (patient-oriented). Based on the Ministry of Health Regulations No. 35 of 2014 on Standards of Pharmaceutical Services in Apothecary, pharmacy service activities include the management of pharmaceuticals and pharmaceutical care clinic. Activities of pharmaceuticals in the pharmacy management includes planning, procurement, receipt, storage, destruction, control, recording and reporting while the activities of pharmaceutical care clinics consisting of assessment activity prescription, dispensing, Drug Information Service (PIO), counseling, Home Pharmacy Care, Therapeutic Drug Monitoring (PTO), and Monitoring Drugs Side Effects (MESO). Pharmacists is the main actors in pharmacy services who have the authority to provide direct services and responsible to the patients with regard to pharmaceutical preparations, in accordance with the competencies acquired education to improve the quality of life of patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Dyah Adinda Janatry
"Pusat Kesehatan Masyarakat atau biasa disingkat menjadi Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja berdasarkan definisi yang tertera pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kegiatan yang dapat menunjang penyelenggaraan pembangunan kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pelayanan kefarmasian seperti yang tercantum dalam Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas guna menjamin mutu pelayanan kefarmasian mencakup dua kegiatan, yaitu pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai meliputi kegiatan perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan, pengarsipan, dan pemantauan serta evaluasi pengelolaan. Sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap); pemantauan dan pelaporan efek samping obat; pemantauan terapi obat; dan evaluasi penggunaan obat.
Community Health Center or commonly abbreviated as Puskesmas is a technical implementation unit health districts which responsible for organizing health development in a work area based on the definitions in the Regulation of the Minister of Health No. 30 of 2014 on Standards of Pharmaceutical Services in the Community Health Center. Pharmacy services is one activity that can support the implementation of health development to improve health status in Indonesia. Pharmaceutical services as listed in the Standards of Pharmaceutical Services at the Community Health Center in order to guarantee the quality of pharmacy services includes two activities, such as the management of drugs and medical materials consumables and clinical pharmacy services. Management of drugs and medical consumables materials includes planning needs, demand, acceptance, storage, distribution, control, record keeping, reporting, archiving, and monitoring and evaluation of management. While clinical pharmacy services include assessment prescription, drug delivery, and administration of drug information; Drug Information Service (PIO); counseling; round / visite patients (inpatient specialized health centers); monitoring and reporting drug side effects (MESO); Therapeutic Drug Monitoring (PTO); and evaluation of drug use (EPO)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Dyah Adinda Janatry
"Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati merupakan Rumah Sakit Tipe A Pendidikan yang menjadi rujukan umum nasional. RSUP Fatmawati memiliki instalasi farmasi yang melaksanakan seluruh kegiatan kefarmasiannya dalam satu kebijakan atau disebut sebagai sistem satu pintu. Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,mencakup dua kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan perbekalan farmasi dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan pengelolaan pengelolaan perbekalan farmasi meliputi pemilihan; perencanaan kebutuhan; pengadaan; penerimaan; penyimpanan; pendistribusian; pemusnahan dan penarikan. Sedangkan kegiatan farmasi klinik meliputi, Pengkajian dan Pelayanan Resep, Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat, Rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Konseling, Visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Dispensing Sediaan Steril, dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati is an education hospital Type A which is national general reference hospital. Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati has a pharmacy that carry out all activities within one policy or referred to as sistem satu pintu. Activities of hospital pharmacy services in accordance with the Regulation of the Minister of Health No. 58 of 2014 on Standards of Pharmaceutical Services at the Hospital, includes two activities such as managerial activities in the form of pharmaceutical supply management and clinical pharmacy services activities. The management activities include the selection of the management of pharmaceutical supplies; planning needs; procurement; reception; storage; distribution; extermination and withdrawal. While the activities of clinical pharmacy include, Assessment and Care Recipes, Drug Use History, Drugs Reconciliation, Drug Information Service (PIO), Counseling, Visite, Therapeutic Drug Monitoring (PTO), Drugs Side Effects Monitoring (MESO), Evaluation of Drug Use (EPO), Dispensing sterile preparations, and Monitoring Drug levels in Blood (PKOD)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Dyah Adinda Janatry
"Keong tutut (Bellamya javanica) telah lama dikenal oleh masyarakat tradisional di Indonesia sebagai alternatif untuk mengobati penyakit kuning yang merupakan gejala penyakit hati, terutama karena kandungan asam amino yang diduga terdapat dalam keong tutut, khususnya asam amino glutamat, glisin, dan sistein. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian daging keong tutut sebagai hepatoprotektor melalui pengamatan histopatologi hati dan pengukuran aktivitas alkali fosfatase (ALP) dalam serum menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Sejumlah 36 ekor tikus putih jantan Sprague-Dawley dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, yaitu kontrol normal, kontrol negatif, kontrol positif, dosis 1, dosis 2, dan dosis 3. Kelompok kontrol normal dan kontrol negatif diberikan CMC 0,5%, kontrol positif diberikan silymarin dosis 9,45 mg/200 g bb tikus sedangkan untuk kelompok dosis diberikan serbuk daging keong tutut dengan dosis berturut-turut 56 mg/200 g bb tikus, 112 mg/200 g bb tikus, dan 224 mg/200 g bb tikus selama 14 hari. Pada hari ke-15, semua kelompok kecuali kelompok kontrol normal diinduksi hepatotoksik dengan CCl4 untuk mendapatkan kondisi kerusakan hati kemudian semua tikus dipuasakan makan dengan tetap diberikan minum. Setelah 24 jam induksi CCl4, dilakukan pengukuran aktivitas ALP serum dan pembedahan untuk mengambil organ hati. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pemberian daging keong tutut dosis 112 mg/200 g bb tikus dan 224 mg/200 g bb tikus mempunyai efek hepatoprotektor dalam mencegah kerusakan hati dibandingkan dengan kontrol negatif. Selain itu, terdapat perbedaan efek pada pemberian tiga varian dosis serbuk daging keong tutut. Dosis yang memiliki efek potensial sebagai hepatoprotektor adalah dosis 224 mg/200 g bb tikus (p < 0.05).
Fresh water snail (Bellamya javanica) has been known by traditional communities in Indonesia as an alternative to treat jaundice which is a liver disease symptoms, especially because its amino acid compounds, in particular, glutamic acid, glysine, and cysteine that can be found in tutut snail. This study aimed to observe the effect of fresh water snail flesh as hepatoprotector through liver histopathology and alkaline phosphatase (ALP) activities measurements in serum using UV-Vis spectrophotometer. A total of 36 white male rats of Sprague-Dawley were divided into 6 groups: normal control, negative control, positive control, dose 1, dose 2, and dose 3. Normal and negative control groups were received CMC 0,5%, positive control group were received silymarin dose 9,45 mg/200g bw rats and for dose groups were received fresh water snail flesh powder, consecutively, dose 56 mg/200g bw rats, dose 112 mg/200 g bw rats, and dose 224 mg/200 g bw rats for 14 days. On day-15, all groups, except normal control group, are hepatotoxicity induced by CCl4 to obtain liver damage in rats and were not allowed to eat for 24 hours. After 24 hours of CCl4 induced, ALP activities in serum was measured and the rats were being dissected to take the liver. The results showed that fresh water snail flesh powder at a dose of 112 mg/200 g bw and 224 mg/200 g bw give a hepatoprotective effect when being compared to negative control. In addition, there are variance effect in 3 doses and the potential effect as a hepatoprotector is given by dose 224 mg/200 g bw (p < 0.05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59220
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library