Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Hariyanto
"Pembunuhan pada hakekatnya bertentangan dengan norma hukum dan norma agama, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat. Meskipun demikian tetap saja ada sebagian anggota masyarakat yang melakukan tindak kejahatan tersebut. Dan ironisnya minat para pemerhati masalah-masalah sosial di Indonesia untuk mengkaji fenomena pembunuhan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat nampak masih kurang. Padahal sebagai fenomena sosial, pembunuhan merupakan topik yang sangatlah menarik dan perlu dikaji secara luas dan mendalam. Kenyataan inilah yang mendorong penulis untuk rrengangkat permasalahan tersebut sebagai topik dalam tesis.
Telaah teoritis mengacu kepada trend pembunuhan sebagai transaksi yang disengaja karya David F. Luckenbill sebagai kerangka pemikiran utama. Sedangkan gagasan Lonnie H. Athens dan Marvin E. Wolfgang sebagai teori penunjang.
Metode, tipe dan pendekatan penelitian yang digunakan untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran penelitian adalah metode studi kasus, dengan tipe penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Agar data dapat terkumpul sesuai dengan yang diharapkan, maka digunakan beberapa cara pengumpulan data, antara lain adalah dengan wawancara mendalam dan studi kepustakaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap empat puluh dua pelaku pembunuhan yang saat ini sedang menjaiani masa pidananya di beberapa Lapas yang menjadi lokasi penelitian (yaitu : Lapas Cipinang Jakarta, Lapas Bogor, Lapas Anak, Lapas Pemuda dan Lapas Wanita Tangerang) diperoleh gambaran bahwa peristiwa pembunuhan itu merupakan akibat dari suatu perselisihan atau konflik antar pribadi yang kian memuncak di antara pelaku dengan korban.
Interaksi sosial yang berakhir dengan pembunuhan ini umumnya berlangsung dalam enam tahapan menurut urutan waktunya. Temuan ini nampaknya relatif bersesuaian dengan kerangka pemikiran yang digunakan dalam tesis ini.
Tahap pertama, menggambarkan bahwa proses interaksi tersebut umumnya dibuka (diawali) oleh korban dengan cara melakukan : serangan terhadap pelaku atau memprovokasi secara verbal atau isyarat fisik yang benada penghinaan terhadap pelaku.
Menurut data yang terkumpul ditemukan bahwa tindakan korban tersebut di artikan oleh pelaku umumnya ditafsirkan sebagai tindakan yang mengancam dan membahayakan jiwanya, dan seringkali juga dianggap sebagai penghinaan terhadap kehormatan dan keluarga diri pelaku. Kemudian dengan berlandaskan pada hasil interprelusi ini pada pelaku umumnya, lalu menyusun-rencana tindakan balasan (umumnya berupa tindak kekerasan) yang bersifat patensial, belum menerapakan tingkah laku nyata. Rencana tindakan kekerasan oleh pelaku ini umumnya pada akhirnya direalisir dalam bentuk tindak kekerasan nyata pada tahapan interaksi berikutnya saat perilaku korban tidak dapat ditolerirnya. Tahapan ini sering disebut sebagai-tahapan kedua interaksi.
Pada tahap berikutnya, yakni tahap ketiga, pelaku merespon provokasi korban demi menyelamatkan harga diri dan kehormatannya. Respon pelaku unmumnya berupa tanggapan verbal yang menghina korban, dan, terkadang juga daIam bentuk serangan fisik terhadap korban.
Tahap keempat, yang mencerminkan respon korban terhadap reaksi balik pelaku pada tahap sebelumnya, memperlihatkan bahwa korban, umumnya menerima tantangan verbal ataupun serangan fisik pelaku dengan memberikan ekspresi verbal yang menantang balik maupun dengan melakukan serangan fisik berikutnya. Pada tahap ini tampak jelas bahwa audiens yang ada di sekitar tempat kejadian umumnya aktif mendukung matangnya perselisihan antara pelaku-korban hingga berakhir dengan pembunuhan.
Dengan adanya kesepakatan kerja secara implisit ataupun eksplisit antara pelaku dengan korban bahwa kekerasan merupakan cara yang paling tepat untuk rnenyelesaikan konflik di antara mereka dan adanya senjata serta dukungan dari audiens, maka pada tahap kelima ini, keduanya terlibat perkelahian nyata yang kemudian berakhir dengan kematian korban.
Tahap keenam yang merupakan tahap penutup interaksi menggambarkan bahwa setelah korban tewas umumnya pelaku melarikan diri, terlebih bila hubungan antara korban dengan pelaku hanya sebatas kenalan apalagi orang yang tidak dikenalnya. Namun bila korban adalah sanak keluarganya sendiri, umumnya pelaku segera menyerahkan diri kepada polisi. Pada tahap ini audiens pun umumnya segera melaporkan peristiwa pembunuhan yang terjadi kepada polisi.
Namun tetap harus disadari bahwa tahapan interaksi seperti ini tidak berlaku untuk kasus-kasus pembunuhan berikut ini : pembunuhan karena kekerasan kolektif primitif; pembunuhan yang bermotif politik; pembunuhan karena motif bayaran (yang dilakukan oleh pembunuh bayaran); dan pembunuhan dimana pelakunya mengidap kelainan jiwa, misalnya paranoid."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hariyanto
"Pembunuhan pada hakekatnya bertentangan dengan norma hukum dan norma agama, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat. Meskipun demikian tetap saja ada sebagian anggota masyarakat yang melakukan tindak kejahatan tersebut. Dan ironisnya minat para pemerhati masalah-masalah sosial di Indonesia untuk mengkaji fenomena pembunuhan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat nampak masih kurang. Padahal sebagai fenomena sosial, pembunuhan merupakan topik yang sangatlah menarik dan perlu dikaji secara luas dan mendalam. Kenyataan inilah yang mendorong penulis untuk mengangkat permasalahan tersebut sebagai topik dalam penelitian ini.
Telaah teoritis mengacu kepada teori pembunuhan sebagai transaksi yang disengaja karya David F. Luckenbill sebagai kerangka pemikiran utama. Sedangkan gagasan Lonnie H. Athens dan Marvin E. Wolfgang sebagai teori penunjang.
Metode, tipe dan pendekatan penelitian yang digunakan untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran penelitian adalah metode studi kasus, dengan tipe penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Agar data dapat terkumpul sesuai dengan yang diharapkan, maka digunakan beberapa cara pengumpulan data, antara lain adalah dengan wawancara mendaiam dan studi kepustakaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap empat puluh dua pelaku pembunuhan yang saat ini sedang menjalani masa pidananya di beberapa Lapas yang menjadi lokasi penelitian (yaitu : Lapas Cipinang Jakarta, Lapas Bogor, Lapas Anak, Lapas Pemuda dan Lapas Wanita Tangerang) diperoleh garnbaran bahwa pelaku pembunuhan umumnya pria, berusia dewasa, beragama Islam, etnis Sunda, belum menikah, berpendidikan rendah, bekerja sebagai buruh atau di sektor informal, tergolong pelaku pemula (first offender), melakukannya secara spontan.
Sedangkan korban pembunuhan umumnya pria, berusia dewasa, beragara Islam, etnis Sunda, sudah menikah, berpendidikan rendah, berprofesi sebagai preman.
Ditinjau dari elemen-elemen situasionalnya ditemukan bahwa motivasi para pelaku umumnya merupakan motivasi ekspresif yang muncul saat terjadi pertengkaran antar pribadi yang kian memuncak; mayoritas pembunuhan melibatkan kenalan, selebihnya melibatkan anggota keluarga sendiri dan orang asing 1 tidak dikenal sebelumnya; korban umumnya berperan aktif dalam interaksi; lokasi fisik yang paling berbahaya bagi terjadinya pembunuhan adalah di dalam rumah korban sendiri dan di jalanan umum serta tempat umum lainnya.
Peristiwa pembunuhan lebih sering terjadi pada malam hari. Senjata tajam seperti pisau, golok, badik dan clurit merupakan senjata yang paling umum digunakan pelaku untuk menusuk atau membacok korbannya. Senjata yang mematikan tersebut kebanyakan sengaja dibawa pelaku, namun ada Pula yang ditemukan di tempat kejadian atau direbut dari tangan korban. Peristiwa pembunuhan paling sering dilakukan dengan cara keroyokan. Sesaat sebelum peristiwa pembunuhan terjadi, umumnya baik pelaku ataupun korban diketahui habis mengkonsumsi alkohol dan/atau obat-obatan terlarang. Temuan ini menimbulkan dugaan bahwa alkohol atau obat-obatan terlarang inilah yang mempengaruhi atau merangsang pelaku dan korban sehingga menjadi lebih aktif (baca: agresif) dalam proses interaksi di antara keduannya.
Dari hasil analisis data terungkap bahwa peristiwa pembunuhan itu merupakan akibat dari suatu perselisihan atau konflik antar pribadi yang kian memuncak di antara pelaku dengan korban. Interaksi social yang berakhir dengan pembunuhan ini umumnya berlangsung dalam enam tahapan menurut urutan waktunya. Temuan ini nampaknya relatif bersesuaian dengan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini.
Tahap pertama menggambarkan bahwa proses interaksi tersebut umumnya dibuka (diawali) oleh korban (victim precipitated) dengan cara melakukan : serangan terhadap pelaku atau rnemprovokasi secara verbal atau isyarat fisik yang bemada penghinaan terhadap pelaku.
Menurut data yang terkumpul ditemukan bahwa tindakan korban tersebut di atas oleh pelaku umumnya ditafsirkan sebagai tindakan yang mengancam dan membahayakan jiwanya, dan seringkali juga dianggap sebagai penghinaan terhadap kehormatan dan harga diri pelaku. Kemudian dengan berlandaskan pada hasil interpretasi ini pelaku umumnya lalu menyusun rencana tindakan balasan (umumnya berupa tindak kekerasan) yang bersifat potensial, belum merupakan tingkah laku nyata. Rencana tindakan kekerasan oleh pelaku ini umumnya pada akhirnya direalisir dalam bentuk tindak kekerasan nyata pada tahapan interaksi berikutnya bila sikap dan perilaku korban tetap tidak dapat ditolerirnya Tahapan ini sering disebut sebagai tahapan kedua interaksi.
Pada tahap berikutnya, yakni tahap ketiga, pelaku benar-benar merespon provokasi korban demi menyelamatkan jiwa, ataupun harga diri dan kehormatannya. Respon pelaku umumnya berupa tantangan verbal yang menghina dan mengancam korban, dan terkadang juga dalam bentuk serangan fisik terhadap korban.
Tahap keempat, yang mencenninkan respon korban terhadap reaksi balik pelaku pada tahap sebelumnya, memperlihatkan bahwa korban umumnya menerima tantangan verbal ataupun serangan fisik pelaku dengan memberikan ekspresi verbal yang menantang balik maupun dengan melakukan serangan fisik berikutnya. Pada tahap ini tampak jelas bahwa audiens yang ada di sekitar tempat kejadian umumnya aktif mendukung matangnya perselisihan antara pelaku-korban hingga berakhir dengan pembunuhan. Dengan adanya kesepakatan kerja secara implisit ataupun eksplisit antara pelaku dengan korban bahwa kekerasan merupakan cara yang paling tepat untuk menyelesaikan konflik di antara mereka dan adanya senjata serta dukungan dan audiens, maka pada tahap kelima ini, keduanya terlibat perkelahian nyata yang kemudian berakhir dengan kematian korban.
Tahap keenam yang merupakan tahap penutup interaksi menggambarkan bahwa setelah korban tewas umumnya pelaku melarikan diri, terlebih bila hubungan antara korban dengan pelaku hanya sebatas kenalan apalagi orang yang tidak dikenalnya. Namun bila korban adalah sanak keluarganya sendiri umumnya pelaku segera menyerahkan diri kepada polisi. Pada tahap ini audiens pun umumnya segera melaporkan peristiwa pembunuhan yang terjadi kepada polisi. Namun tetap harus disadari bahwa tahapan interaksi seperti ini tidak berlaku untuk kasus-kasus pembunuhan berikut ini : pembunuhan karena kekerasan kolektif primitif; pembunuhan yang bermotif politik; pembunuhan karena motif bayaran (yang dilakukan oleh pembunuh bayaran) dan pembunuhan dimana pelakunya mengidap kelainan jiwa, misalnya paranoids."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hariyanto
"ABSTRAK
Cadangan batubara Indonesia hanya sebesar 3,25% atau terbesar kesepuluh
didunia, namun pada kenyataannya produksi batubara semakin tahun jumlahnya
semakin besar dan Indonesia merupakan pengekspor batubara terbesar. Jika
kondisi dibiarkan akan mengikis sisa cadangan terbukti dari batubara semakin
cepat. Perusahaan batubara sebagai pengelola pertambangan dalam kurun waktu
2008-2013 mengalami penurunan margin laba bersih sehingga tingkat
pengembalian investasi (ROI) mengalami penurunan sebesar 9,1% yaitu pada
tahun 2008 sebesar 8,6% menjadi minus 0,5% pada tahun 2013.
Pada pihak lain pemerintah sedang merencanakan banyak pembangunan
PLTU untuk memenuhi kebutuhan energi listrik semakin besar sehingga
membutuhkan volume batubara dalam jumlah semakin besar. Perusahaan
pembangkit tenaga listrik sebagai penghasil dan penjual energi listrik dalam kurun
waktu 2008 – 2012 mengalami kenaikan margin laba bersih sehingga tingkat
pengembalian investasi (ROI) juga mengalami peningkatan sebesar 0,31% yaitu
pada tahun 2008 sebesar 1,98% menjadi 2,29% pada tahun 2012.
Terkait cadangan batubara yang terbatas, maka diperlukan rancangan
kebijakan dalam pemanfaatan batubara untuk menunjang kelistrikan nasional
yaitu dengan mengkonversi perusahaan batubara menjadi perusahaan energi
dengan diberikan kemudahan insentif yaitu berupa menjaminkan IRR nya sebagai
tingkat pengembalian yang pasti bukan menjamin harga jual, sehingga perusahaan
batubara dapat meningkatkan ROI nya.

ABSTRACT
Indonesian coal reserves amounted to only 3.25% or the tenth largest in the
world, but in fact the production of coal increasingly greater number of years and
Indonesia is the largest exporter of coal. If the condition continues, it will erode
the rest of proven reserves of coal more quickly. Coal mining company as a
manager in the period 2008-2013 net profit margin decreased to the level of return
on investment (ROI) decreased by 9.1% in 2008 ie by 8.6% to minus 0.5% in
2013.
On the other hand the government is planning many power plant to meet the
electrical energy needs of the greater volume of coal and thus require greater
amounts. Power company as a manufacturer and seller of electric energy in the
period 2008 - 2012 increased net profit margin so that the return on investment
(ROI) increased by 0.31% in 2008 ie 1.98% to 2.29% in 2012.
Related to the limited reserves of coal, it is necessary to design policies to
support the use of coal in the national electricity company is to convert coal into
energy company with ease given incentives in the form of its IRR offers a rate of
return that is certainly not guarantee a fair price, so that coal companies can
improve the value of ROI."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hariyanto
Depok: Departemen Kriminolgi FISIP UI, 2012
364.6 EKO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library