Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ezy Barnita
"Latar belakang: Pilihan terapi terbaik untuk gagal hati terminal adalah transplantasi hati (TH). Setelah transplantasi seorang anak akan mempunyai hati dengan fungsi normal, namun tidak berarti menjadi anak yang sehat. Pasca TH anak akan berada dalam kondisi kronis dengan morbiditas tersendiri.
Tujuan: Mengetahui perbedaan Quality of Life anak dengan penyakit hati kronis (PHK) yang dilakukan TH dengan yang tidak secara kuantitatif.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap anak pasca TH minimal selama 1 tahun dan anak PHK yang merupakan kandidat TH berusia 2-18 tahun. Subjek pasca TH diambil secara konsekutif, kelompok PHK minimal berjumlah setara dengan dengan kelompok pasca TH. Kedua kelompok dilakukan penilaian Quality of Life (QoL) menggunakan kuesioner PedsQLTM4.0 dalam Bahasa Indonesia yang telah divalidasi. Rerata nilai PedsQLTM4.0 pada anak sehat adalah 82,92+15,55 dan 83,91+12,47 masing-masing untuk proksi orangtua (OT) dan penilaian anak (A). Pada kondisi kronis rerata PedsQLTM,4.0 untuk proksi OT dan A masing-masing adalah 73,14+16,46 dan 74,16+15,38. Nilai yang lebih tinggi menunjukkan QoL yang lebih baik. Nilai <1 SD adalah batas anak memerlukan intervensi terkait QoL nya.
Hasil: Kesintasan 1 dan 5 tahun pasca TH anak di RSCM adalah 85,4% dan 79,3%. Subjek pasca TH proporsi kelompok usia terbanyak adalah 5-7 tahun (66,7%), median usia 6 tahun 7,5 bulan; diagnosis dasar terbanyak adalah atresia bilier (84,6%). Pada subjek PHK kelompok usia terbanyak adalah 2-4 tahun (46,3%), median usia 9 tahun, penyebab terbanyak adalah kelainan vaskular (29,3%). Rerata total QoL subjek pasca TH 1 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan subjek PHK.
Kesimpulan: Rerata nilai total QoL 39 subjek pasca TH lebih baik dibandingkan 41 subjek PHK kandidat TH baik berdasarkan proksi OT maupun A secara bermakna. Penilaian QoL proksi OT dan anak menyimpulkan dimensi terbaik adalah fungsi sosial dan terendah fungsi sekolah. Pada penelitian ini QoL tidak dipengaruhi oleh status gizi, infeksi CMV/ EBV, ataupun rejeksi.

Background: Liver transplantation (LT) is the best-known treatment for terminal chronic liver disease (CLD). Following a LT procedure, the patient will have a functional liver but is not considered as healthy child. Post LT, the patient will remain in a chronic condition with its own morbidity.
Objective: To distinguish Quality of Life (QoL) distinction between terminal CLD patient who underwent LT and not.
Methods: A cross-sectional study was conducted on 39 subjects consisting of 1 year LT survivor patient and 41 LT candidate children, aged 2-18 years. Liver recipient subjects were taken consecutively, equal amount CLD subjects were collected. Both groups were assessed for Quality of Life (QoL) using the validated PedsQLTM4.0 questionnaire in Indonesian. PedsQLTM4.0 cut-off point average scores in healthy children (population) are 82.92+15.55 and 83.91+12.47 each representing parent proxy (P) and child self-assessment (C). In chronic conditions children, cut off point average score of PedsQLTM4.0 for P and C were 73.14+16.46 and 74.16+15.38 respectively. Higher values ​​indicate better QoL. One standard deviation below the population mean was explored as a cut-off point score for an at-risk status of impaired QoL.
Results: The 1 and 5 years-survival rate of LT children in RSCM were respectively 85.4% and 79.3%. Liver recipient subjects mostly consist of 5-7 years (66.7%) age group, median age was 6 years and 7.5 months; and the most prevalent diagnosis was biliary atresia (84.6%). In CLD, a portion of 2-4 years old age group (46.3%) was the dominant, the median was 9 years, and the most common diagnosis was vascular disorders (29.3%). Higher QoL score in post-transplant subjects was observed.
Conclusion: LT children’s QoL was significantly higher than children who were candidate for LT, according to parent proxy and child self-assessment. Based on both parent proxy and child-assessment, social function was observed to have the best the QoL function and school function scored the lowest. In this study, QoL of liver recipient children were not affected by nutritional status, CMV or EBV infection, nor rejection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ezy Barnita
"Latar belakang: Asma merupakan penyakit kronik yang paling sering dijumpai pada anak. International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) merupakan kerjasama intemasional yang melakukan studi prevalensi asma dan alergi pada anak di berbagai populasi, dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi. Tujuan: Mengetahui prevalensi asma pada pada anak kelompok usia 13-14 tahun di Jakarta Timur, derajat berat serangan asma, dan faktor risiko yang memengaruhinya. Metodologi: Penelitian analisis deskriptif pada populasi anak usia 13-14 tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kotamadya Jakarta Timur Daerah Khusus lbukota (DKI) Jakarta. Waktu penelitian adalah Februari - April 2011. Pengolahan data menggunakan peranti lunak statistical package for social studies version 17.0 for windows PC (SPSS Inc). Analisis faktor risiko dilakukan dengan uji Chi-Square atau uji mutlak Fisher Hasil: Terdapat 562 subyek penelitian, perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1:1,25. Frekuensi kejadian pemah mengi adalah 8,9%; mengi dalarn 12 bulan terakhir 5,2%; asma yang didiagnosis dokter 9,4%. Frekuensi serangan mengi 1-3 kali per-bulan sebesar 3,9%; 4-12 kali per-bulan 1,1%; >12 kali perbulan 0,2%. Serangan mengi yang menyebabkan gangguan tidur sebesar 3%, dan mengi yang menyebabkan terjadi kesulitan bicara 1 ,8%. Tidak ada hubungan jenis kelamin (p=0,821; IK 95% 0,59:0,92), terpapar asap rokok (p=0,735; IK 95% 0,55:2,34), ataupun dermatitis alergi (p=0,054; IK 95% 0,97:4,63), dengan kejadian mengi. Terdapat hubungan bermakna anak pertarna (p=0,015; IK 95% 1,14:3,69), sosio ekonomi (p=0,001; IK 95% 0,02:0,36), dan rinitis alergi (p<0,05; IK 95% 2,5:10,43), terhadap kejadian mengi. Simpulan: Prevalensi asma pada anak usia 13-14 tahun di Jakarta Timur sebesar 12,5%. Faktor risiko kejadian mengi adalah anak pertarna, sosio ekonomi tinggi, dan rinitis alergi. Tidak ada hubungan jenis kelarnin, paparan asap rokok, dan dermatitis alergi terhadap kejadian mengi.

Background: Asthma is the most common chronic disease in childhood. International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) s a unique worldwide epidemiological research programmed to investigate asthma, rhinitis and eczema in children, using standardized questionnaire. Aim: To investigate asthma symptoms prevalence among population 13-14 yearold in East Jakarta, along with the severity and risk factors of asthma. Method: This is an analytical- cross sectional study, conducted from FebruaryApril 2011. Risk factors were analyzed using chi square or Fisher exact test. Result: Sample size is consisted of 562 children. The prevalence of wheeze ever 8.9%; 12-month wheeze 9,4%; asthma physician-diagnosed 9,4%. The prevalence of recureece wheezing as follows: 1-3 times a month 3.9%; 4-12 times a month 1.1 %; > 12 times a month 0,2%. Sleep distubance related wheeze 3%, and speech disorder related wheeze 1.8%. The prevalence of current wheezing did not show differences according to sex (p=0.821; IK. 95% 0.59:0.92), smoke exposure (p=0.735; IK 95% 0.55:234), nor allergic dermatitis (p=0.054; IK 95% 0.97:4.63). But it was significantly higher in children with no sibling (p=O.Ol5; IK 95% 1.14:3.69), high social economy (p=0.001; IK 95% 0.02:0.36), and allergic rhinitis (p<0.05; IK 95% 2.5:10.43) Conclusion: Asthma prevalence in 13-14 year-old in Jakarta Timur is 12.5%. Having no sibling, upper middle social economy level, and allergic rhinitis are wheezing ever risk factors, while sex differences, smoking exposure, and allergic dermatitis are not.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2011
T58261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library