Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hariani Santiko
"Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari dan merekonstruksi kebudayaan masa lalu berdasarkan sisa-sisa kebudayaan materi yang mereka tinggalkan. Mengingat kelembaban iklim Indonesia yang sangat tinggi serta akibat proses kimiawi yang terjadi dalam tanah dimana benda-benda tersebut terkubur beratus bahkan beribu tahun, maka benda-benda tinggalan manusia tersebut sudah tidak utuh lagi. Dari sisa-sisa materi yang terbatas inilah ahli arkeologi berusaha untuk merekonstruksi kebudayaan manusia masa lalu, apabila mungkin seutuhnya, Mengingat jangkauan arkeologi sangat luas, maka untuk merekonstruksi kebudayaan masa lalu, selain mempergunakan metode arkeologi secara seksama, apabila diperlukan, dapat diterapkan pula metode-metode yang dipinjam dari ilmu-ilmu lain (Magetsari 1990: 1-2).
Dalam rangka penelitian arkeologi, untuk kali ini, perkenankanlah saya membahas salah satu jenis peninggalan arkeologi yaitu candi, sisa-sisa sarana ritual agama Hindu dan Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa dengan menitik beratkan pembicaraan pada ciri-ciri arsitektur candi serta membandingkannya dengan patokan-patokan yang digariskan oleh kitab Vastusatra (Silpasastra) di India, selanjutnya mencoba merekonstruksi makna simboliknya.
Agama Hindu dan Buddha berkembang di Indonesia antara abad VII--XV Masehi, dan kebudayaan materi yang mereka tinggalkan kebanyakan adalah tempat-tempat suci yaitu candi, stupa, gua penapaan dan kolam suci (patirthan).
Kehadiran bangunan suci candi mula-mula dilaporkan oleh orang-orang Belanda yang melakukan perjalanan di Jawa Tengah pada sekitar abad XVIII, Misalnya C.A. Lons, seorang pegawai VOC di Semarang mengunjungi Kartasura dan Yogyakarta, menyempatkan diri mengunjungi peninggalan-pcninggalan purbakala sekitar Yogyakarta termasuk kompleks candi Prambanan (Rara Jonggrang). Laporan-laporan tersebut rupanya menarik hati pejabat-pejabat Belanda, sehingga tahun 1746 Gubernur Jendral Van Imhoff mengunjungi kompleks Prambanan, kemudian berdatanganlah orang-orang, baik atas perintah atasannya maupun atas kehendak sendiri. Kemudian Sir Stamford Raffles yang menjadi Gubemur Jendral di Indonesia pada tahun 1814 sangat tertarik dengar kebudayaan Jawa. Dengan bantuan teman-teman dan bawahannya (orang Jawa) ia meneliti kebudayaan Jawa termasuk candi-candi yang kemudian diterbitkan daiam bukunya yang terkenal yaitu The History of Java (1817) . Pada waktu itu rupanya orang-orang Belanda dan Inggris telah mempunyai pandangan berbeda terhadap "barang-barang aneh" tersebut. Mereka mulai mengagumi candi dan berpikir betapa tingginya nilai seni yang ditampilkan, serta timbul kesadaran betapa tinggi peradaban bangsa Indonesia di masa lalu (Soekmono 1991:3).
Pada tahun 1885 Y.W. Yzerman mendirikan Archaeologische Vereenigins van Jogya, yaitu semacam Badan Purbakala. Sejak itu penelitian terhadap benda benda purbakala dilakukan lebih sistematis, demikian pula mulai dilakukan pemugaran candi-candi besar maupun candi kecil.
Penelitian candi-candi di Jawa maupun di luar Jawa telah banyak dilakukan Karangan-karangan tentang deskripsi candi paling banyak ditemukan, kemudian menyusul karangan mengenai relief candi, fungsi candi, Tatar belakang keagamaan seni arcanya, peranan candi dalam industri pariwisata dan sebagainya."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0462
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Hariani Santiko
"Penelitian arkeologi mengenai agama pada jaman Majapahit ini kita mulai dengan memperhatikan peninggalan-peninggalan arkeologi berupa tempat-tempat suci yang merupakan sarana penting dalam perilaku keagamaan masa itu. Tempat-tempat suci yang kita maksud adalah: 1 . Bangunan suci, secara umum disebut candi
2. Kolam-kolam suci (patirthdn)
3. Gua-gua pertapaan.
Tempat-tempat suci khususnya candi dari jaman Majapahit jumlahnya hanyak, dan dari ciri-ciri arsitekturnya candi -candi tersebut dapat kita kelompokkan ke dalam 2 atau 3 tipe (Hariani Santiko 1989,1993).
Pada umumnya candi-candi itu tidak lengkap lag) komponen-komponennya, demikian pula arca-arcanya sudah banyak yang hilang. Hal ini menyulitkan untuk menentukan sifat keagamaan bangunan suci tersebut. Namun dari laporan-laporan terdahulu antara lain oleh Verbeek (1913-1917), dan N.J. Krom (1923), ternyata sebagian besar candi-candi itu bersifat agama Siwa. Candi-candi Buddha tidak banyak tersisa, dan yang paling penting adalah candi Jago (Jajaghu) yang mula-mula didirikan oleh Wisnuwarddhana raja Singasari, kemudian dibangun ulang oleh Adityawarman pada sekitar tahun 1343 Masehi (Bosch 1923:77).
"
1994
LESA-21-Mei1994-11
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hariani Santiko
"Relief and statue of Hindu deity, Durga in Indonesian temples, inscriptions, etc."
Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1992
930.1 HAR b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hariani Santiko
"Penelitian kali ini mengenai Pengertian Triwikrama Pada Masyarakat Jawa Kuna, yang datanya diambil dari naskah kakawin dan prasasti. Di India peristiwa triwikrama ini te1ah muncul da1am syair-syair (samhita) Veda dan kitab-kitab Brahmana, serta kitab-kitab Purana. Dalam sumber-sumber India tersebut triwikrama dihubungkan dengan dewa visnu, tetapi mitos Visnu Triwikrama jaman Veda berbeda dengan mitos Triwikrama jaman Hindu yang sumbernya dari kitab Purana.
Dari data prasasti di Jawa, triwikrama masih dihubungkan dengan wisnu, tetapi dari sumber naskah (kakawin) tokoh yang melakukan triwikrama tidak hanya wisnu. oleh karena itu muncul permasalahan, pertama apakah makna triwikrama di Jawa, dan kedua mengapa di Jawa yang melakukan triwikrama tidak hanya wisnu? Tujuan peneiitian ini adalah untuk memudahkan kedua masalah tersebut.
Metode yang dipergunakan adalah metode interpretasi dan rekonstruksi makna triwikrama yang terdapat da1am dua jenis sumber tertulis tersebut di atas. Untuk itu per1u diadakan Studi perbandingan dengan pengertian triwikrama di India. Pada tahap akhir d11akukan rangkuman dan perbandingan Serta mengadakan tafsiran-tafsiran dan kesimpulan-kesimpuTan baik melalui pendekatan sinkronis maupun diakronis. Adapun hasil penelitian ini adalah:
1. Di Jawa , pada sumber prasasti triwikrama masih dikaitkan dengan wisnu, tetapi dalam karya sastra kakawin tokoh yang dikaitkan dengan peristiwa ini tidak hanya wisnu, di antaranya Ratih, Durga, Siwa, wisnu/Kresna, Baladewa, Arjunasahasrabahu, Manimantaka, Porusada dan raja Dasabahu.
2. Triwikrama di lakukan karena adanya faktor emosi yang meluap-luap dari pelakunya, baik emosi kemarahan maupun kegembiraan.
3. Pelaku triwikrama adalah tokoh yang hebat dan sakti, dan dengan melakukan triwikrama, tubuh tokoh tersebut menjadi sangat besar dengan ciri-ciri demonis. Di India, , Wisnu yang melakukan triwikrama tubuhnya berubah menjadi sangat besar pula, tetapi tidak memiliki ciri-ciri demonis.
4. Perbedaan ini merupakan contoh kecil tentang "Tokah genius" kebudayaan Indonesia, khususnya yang tumbuh di kalangan para kawi (penyair)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hariani Santiko
"Dewa-dewa dalam agama Hindu, khususnya dewa-dewa tertinggi, digambarkan memiliki suatu kekuatan (tenaga) yang diperlukan untuk melakukan semua "tugas" yang harus mereka jalankan. Kekuatan atau tenaga ini disebut Sakti, dan seringkali diwujudkan sebagai dewi pasangan dewa-dewa tersebut. Dalam aliran Vaisnava, Sakti Visnu diwujudkan sebagai Laksmi, dan dalam aliran 3aiva, Sakti Siva disebut Devi.Menurut beberapa kitab Purina, Sakti Siva atau Devi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D1820
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library