Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

"Kesiapsiagaan psikologis diperlukan untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengelola respon emosional dan psikologis ketika bencana alam. Tujuan penelitian melihat pengaruh pemahaman kesiapsiagaan psikologis (psychological preparedness) terhadap tingkat ansietas yang dipersepsikan pada pelajar SMA dalam menghadapi gempa bumi. Desain penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Responden dipilih dengan metode stratified random sampling dengan jumlah 204 responden dengan kriteria inklusi siswa kelas 10, 11, 12 yang aktif bersekolah di tempat penelitian dan bersedia menjadi responden. Penelitian ini telah lolos uji etik dengan nomor surat: SK-61/UN2.F12.D1.2.1/ETIK 2020. Hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pemahaman tentang kesiapsiagaan psikologis (dua dimensi yaitu 1) knowledge and management of the external situasional environmental dan 2) anticipation, awareness and management of one's psychological response) dengan tingkat ansietas dalam menghadapi gempa bumi pada siswa SMA di Banten (p value ˃ 0,05). Hasil univariat penelitian didapatkan karakteristik responden diantaranya, rata-rata usia responden adalah 16,44 tahun, dengan rentang usia antara 14-18 tahun, jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan dengan presentase 59,3%, pernah mengalami bencana gempa bumi sebesar 98% dan tidak pernah mengikuti pelatihan kesiapsiagaan psikologis sebesar 66,7%. Pada hasil univariat juga ditemukan pemahaman responden tentang kesiapsiagaan psikologis sebesar 68,4%, untuk pemahaman tentang knowledge and management of the external situasional environmental sebesar 67,26% dan untuk pemahaman tentang anticipation, awareness and management of one's psychological response sebesar 69,53%. Hasil dari tingkat ansietas didapatkan sebanyak 44,1% mengalami tingkat ansietas normal dan 0,5% mengalami tingkat anisetas berat. Kesimpulan penelitian ini menjadi masukan kepada pemerintah dan lembaga kebencanaan untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan tentang kesiapsiagaan psikologis (psychological preparedness) kepada masyarakat Indonesia khususnya daerah rawan bencana.

---

Psychological preparedness is needed to improve one's ability to manage emotional and psychological responses when natural disasters. The purpose of this study is to look at the effect of understanding psychological preparedness (psychological preparedness) on the level of anxiety perceived by high school students in dealing with mental illness, the design of the study uses a cross sectional approach. Respondents were selected by the stratified random sampling method with a total of 204 respondents with the inclusion criteria of 10th, 11th, 12th grade students who actively attend the study site and become respondents. This study has passed the ethical test with a letter number: SK-61/UN2 F12D1.2.1/ETIK 2020. The results of the study found no significant relationship between understanders about psychological preparedness (two dimensions namely 1) knowledge and management of the external situational environment and 2) anticipation, awareness and management of one's psychological response) with the level of anxiety in dealing with earthquakes in Banten high school students (p value> 0.05). Univariate results showed that the characteristics of the respondents were delivered, the average age of respondents was 16.44 years, with an age range between 14-18 years, the most sex was women with a percentage of 59.3%, had experienced an earthquake disaster of 98% and had never followed psychological preparedness training is 66.7%. On the univariate results also found respondents' understanding of psychological preparedness by 68.4%, for an understanding of the external situational knowledge and management of 67.26% and for an understanding of anticipation, awareness and management of one's psychological response of 69.53% . The result of anxiety level was 44.1% experienced normal anxiety level and 0.5% experienced severe anxiety level. The conclusion of this study was an input to the government and disaster agencies to develop insight and knowledge about psychological preparedness (psychological preparedness) to the people of Indonesia specifically disaster-prone areas."

"Pasien dengan pneumonia yang disebabkan oleh Coronavirus 2019 (COVID-19) dapat ditandai dengan keadaan gagal napas hipoksemia yang memiliki beberapa spektrum gejala yang luas dengan manifestasi klinis diantaranya, respirasi rate lebih dari 30x/ menit, adanya distres pernapasan berat dengan saturasi oksigen room air 93%. Sebagai upaya untuk meringankan gejala yang ditimbulkan dan mempercepat perbaikan kondisi umum pasien terutama pada kondisi sesak napas, pasien memerlukan intervensi posisi yang nyaman untuk bebas dari sesak napas. Banyak penelitian yang merekomendasikan posisi prone dalam mengatasi sesak napas pada pasien COVID-19, namun pada penatalaksanaannya penulis sebagai perawat merasa kesulitan melakukan posisi prone pada beberapa kondisi pasien, seperti pasien yang obesitas, pasien dengan terpasang alat medis, misalnya memakai oksigen tambahan seperti high flow nasal cannula (HFNC), oleh karena itu penulis merekomendasikan posisi lainnya yaitu posisi tripod dengan mengatur posisi pasien condong ke depan. Posisi tripod ini banyak direkomendasikan pada pasien dengan gangguan pernafasan seperti PPOK dan asma serta dalam penatalaksanaannya sangat mudah dan tidak memerlukan banyak persiapan. Pasien yang diberikan intervensi adalah pasien Covid-19 yang kooperatif dengan gejala mengalami sesak napas ataupun desaturasi. Intervensi dilakukan selama satu minggu dengan cara mengatur posisi condong ke depan dan berpangku di atas overbed table dengan memeluk bantal. Evaluasi pada kasus dilakukan sesuai dengan respon pasien yang telah diberikan intervensi menggunakan lembar pemantauan tanda-tanda vital dan oximeter untuk mengukur saturasi oksigen. Setelah dilakukan intervensi didapatkan, adanya pengaruh intervensi penggunaan posisi tripod untuk mengurangi sesak napas dan meningkatkan saturasi oksigen pada pasien COVID-19. Dengan demikian dapat menjadi dasar inovasi untuk dapat dilakukan oleh perawat ataupun peneliti selanjutnya dalam mengaplikasikan intervensi tripod pada pasien COVID-19 di ruang perawatan.

---

Patients with pneumonia caused by Coronavirus 2019 (COVID-19) can be characterized by a state of hypoxemia respiratory failure which has a wide spectrum of symptoms with clinical manifestations including, respiration rate of more than 30x/minute, severe respiratory distress with room air oxygen saturation of 93%. . In an effort to relieve the symptoms caused and accelerate the improvement of the patient's general condition, especially in the condition of shortness of breath, the patient requires an intervention in a comfortable position to be free from shortness of breath. Many studies recommend the prone position in overcoming shortness of breath in COVID-19 patients, but in its management the author as a nurse finds it difficult to carry out the prone position in several patient conditions, such as obese patients, patients with medical devices installed, for example using additional oxygen such as high flow nasal cannula (HFNC), therefore the authors recommend another position, namely the tripod position by adjusting the patient's position to lean forward. This tripod position is widely recommended for patients with respiratory disorders such as COPD and asthma and its management is very easy and does not require much preparation. Patients who were given the intervention were cooperative Covid-19 patients with symptoms of shortness of breath or desaturation. The intervention was carried out for one week by adjusting the leaning forward position and sitting on the overbed table by hugging a pillow. Evaluation in cases was carried out according to the response of patients who had been given intervention using a vital signs monitoring sheet and an oximeter to measure oxygen saturation. After the intervention, it was found that there was an effect of using a tripod position to reduce shortness of breath and increase oxygen saturation in COVID-19 patients. Thus, it can be the basis for innovations that can be carried out by nurses or further researchers in applying tripod interventions to COVID-19 patients in the treatment room,"