Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heryanto
"Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Pelaksanaan Pilot Proyek PPMS di Kota Bekasi merupakan upaya pemerintah yang diinisiatifi oleh Depkimpraswil dalam menangani permasalahan squatter di daerah, yang bertujuan untuk membantu pemerintah Kota Bekasi dalam merumuskan dan menyiapkan kebijakan penanganan squatter serta mengoptimalkan potensi masyarakat squatter melalui upaya pemberdayaan masyarakat yang merupakan konsep dasar dari kebijakan Pilot Proyek PPMS tersebut.
Tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai proses pemberdayaan masyarakat squatter melalui pelaksanaan Pilot Proyek PPMS di Kawasan sekitar TPA Bantargebang Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi, yang dilhat dari tahap persiapan dan pelaksanaan kegitan program, dan kebijakan yang telah dihasilkan oleh pemerintah Kota Bekasi dalam rangka penanganan squatter sebagai strategi penanganan squatter. Serta untuk memperoleh gambaran mengenai hambatan atau kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Pilot proyek PPMS tersebut.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian mengambil sampel pelaksanaan Pilot Proyek PPMS pada kawasan sekitar TPA Bantargebang Keturahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi. Dalam menentukan informan penulis menggunakan teknik Purposive sampling yaitu Sekretaris TKPP PPMS Kota Bekasi, P30K, KMK dan Fasiliotator, Aparat Kelurahan, tokoh masyarakat dan masyarakat squatter.
Temuan penelitian menunjukan bahwa dalam pelaksanaan Pilot Proyek PPMS di kawasan sekitar TPA Bantargebang Kelurahan Cikiwul telah mencerminkan adanya proses pemberdayaan masyarakat. Hal ini terlihat setelah dilakukannya kegiatan sosialisasi lanjutan pada masyarakat squatter melalui rembug warga tingkat kelurahan. Mulai tumbuh inisiatif dan prakarsa serta keikutsertaan dan partisipasi yang ditunjukkannya dalam tahapan penyusunan Rencana Tindak Masyarakat Squatter (RIMS) dengan menentukan sendiri kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan mereka (felt needs) yang meliputi perbaikan legalitas sosial, penguatan ekonomi dan perbaikan hunian dan lingkungan. Keadaan ini ditunjang oleh peran community worker yang ditunjukkan oleh Fasilitator dan KMK yang senantiasa mendampingi masyarakat dan pemerintah Kota Bekasi dengan memberikan bantuan pendampingan dan bimbingan teknis sesuai dengan tahapan kegiatan program.
Untuk memudahkan proses pemberdayaan masyarakat selanjutnya dilakukan pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang didasarkan atas anggota dalam "lapak" dan dilatarbelakangi oleh kesamaan mata pencaharian masyarakat squatter sebagai "pemulung". Kemudian sebagai lembaga representasif yang mewadahi seluruh kepentingan dan aspirasi KSM tersebut dibentuk Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Dengan terbentuknya KSM dan BKM ini maka kegiatan penggalian gagasan (assessment) akan lebih mudah dilakukan. Begitu pula dalam pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan selanjutnya terlihat adanya partisipasi yang ditunjukkan oleh masyarakat squatter dalam menyukseskan pelaksanaan program. Adapun kebijakan yang telah dihasilkan dalam rangka penanganan permasaiahan squatter di Kota Bekasi tertuang dalam Keputusan Walikota Bekasi Nomor 64.A tahun 2004 mengenai Startegi Penanganan Squatter (SPS) Kota Bekasi Tahun 2004-2008 yang ditekankan pada "Penataan Fungsi Ruang dan Kawasan". Selanjutnya dalam menunjang pelaksanaan Pilot Proyek PPMS di lokasi sasaran pada kawasan sekitar TPA Bantargebang Kelurahan Okiwul telah dihasilkan Keputusan Walikota Bekasi No.400/Kep.226-Bappeda/VI/2003 tentang Pembentukan Institusi PPMS di Kota Bekasi.
Meskipun pelaksanaan Pilot Proyek PPMS telah berjalan sesuai dengan kebijakan program yang telah ditetapkan, namun masih saja ditemui adanya kendala-kendala baik internal maupun eksternal. Kendala internal masyarakat meliputi sumber daya manusia dan perilaku dan kebiasaan hidup masyarakat pemulung. Sementara kendala eksternal berupa persepsi negatif unsur stakeholder terhadap keberadaan program, kurangnya Koordinasi, serta konsistensi kebijakan pemerintah terhadap penanganan squatter.
Untuk itu diperlukan perbaikan terhadap beberapa hal oleh seluruh stakeholder pelaksana kegiatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat dengan bersama-sama menciptakan upaya win-win solution dan pada akhirnya pelaksanaan Pilot Proyek PPMS dapat mendukung perkembangan pembangunan di wilayah Kota Bekasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Is Heryanto
"Kali Bekasi merupakan slur alam yang mempunyai daerah pangaliran sungai yang cukup luas, yaitu 389 km2. Lingkungan yang berada disepanjang Kali Bekasi merupakan daerah pemukiman bare, sebagai akibat dari perkembangan daerah yang saat ini berfungsi sebagai daerah penyangga ibukota Jakarta. Bencana banjir pada tanggal 31 Januari dan 1 Februari 2002 pada slur-alur sungai atau ruas-ruas tertentu pada aliran Kali Bekasi yang merusakkan sarana dan prasarana yang telah dibengun dan menimbulkan kerugian harta clan jiwa. Berdasarkan hal tersebut diatas maka harus segera diambil langkah-langkah yang terpadu untuk dapat mencegah banjir pada kali Bekasi tersebut, diantaranya adalah merencanakan perbaikan pada kali Bekasi. Data hidrologi untuk kali Bekasi ini adalah data hujan yang terdapat pada stasiun-stasiun pengamatan hujan Bekasi, Cibinong, Hambalang, dan stasiun pengamat hujan Bogor. Adapun lamanya tahun pengamatan hujan ( n ) adalah selama 16 tahun pengamatan masing-masing stasiun. Lokasi kali Bekasi yang diamati adalah dari pertemuan antara kali Cikeas dan Cileungsi sebagai hula sampai pintu air kali Bekasi sebagai hilirnya, yaitu sepanjang 10,950 km. Perhitungan perencanaan perbaikan kali Bekasi ini menggunakan metode Gumbell untuk menghitung curah hujan rencana, metode poligon Thiesen untuk menghitung curah hujan wilayah, sedangkan debit banjir rencana kali Bekasi dihitung berdasarkan hidrograf satuan Nakayashu dengan periode ulang 2, 5, 10, 25, dan 50 tahun lalu dibandingkan dengan debit banjir yang terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 578 m3ldet, dan sebagai hasilnya didapatkan debit banjir rencana sebesar 620 M3 Met. Dad data-data dapat dihitung dimensi penampang pada kali Bekasi tersebut dengan menggunakan rumus untuk penampang pada saluran terbuka, sebagai pencegahan luapan banjir kali Bekasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gun Gun Heryanto
"Penelitian ini tertarik membatas relasi kekuasaan pada kebijakan perubahan status hukum TVRI setelah era reformasi tepatnya pada saat TVRI berstatus Perjan sekaligus pada transisi perubahannya hingga menjadi Persero. Tentu saja, dengan tidak melupakan aspek historisitas dari perjalanan TVRI sebelumnya sebagai bahasan pendukung. Mengingat saat ini berbagai perubahan di TVRI masih terus berlangsung, penelitian ini secara tegas membatasi diri hingga tanggal 15 April 2003. Pertimbangannya, karena pada tanggal tersebutlah status hukum Persero bagi TVRI disahkan pemerintah melalui Meneg BUMN.
Kebijakan perubahan status hukum TVRI tentu saja tidak lahir begitu saja, melainkan muncul dari pergulatan berbagai kepentingan yang mendeterminasi keseluruhan proses reformasi TVRI. Untuk itu sangat relevan jika peneliti mengungkap : Bagimanakah latarbelakang lahirnya kebijakan perubahan status hukum TVRI dari Yayasan/Unit Pelaksana Teknis Deppen ke Perusahaan jawatan (Perjan) dan Perusahaan Perseroan (Persero)? Permasalahan-permasalahan apa saja yang terjadi pada saat penetapan kebijakan perubahan status hukum (Perjan dan Persero) tersebut ? serta bagaimana dampak kebijakan perubahan status hukum tersebut bagi TVRI saat terutama dikaitkan dengan ditetapkannya TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik dalam UU No.32 /2002 ?.
Paradigma yang digunakan dalant penelitian ini adalah paradigma kritis. Sementara tipe penelitiannya bersifat kualitatif. Untuk pengumpulan data di lapangan digunakan tiga teknik : Dokument analysis dipergunakan untuk menelaah data-data yang telah ada baik yang berupa dokumen kebijakan status hukum TVRI atau kebijakan dan tulisan yang relevan. Depth interviewing wawancara mendalam dengan nara sumber yang relevan dengan substansi masalah penilitian, serta Unstructure observation, observasi langsung tidak terstruktur dengan mengamati perkembangan-perkembangan yang terjadi di TVRI. Data yang didapat bails berupa dokumen maupun hasil wawancara dianalisa dengan perspektif Critical Political-Economy dari varian konstruktivisme. Untuk membantu mempertajam analisa critical political economy juga digunakan analisa dari Teori Konstruksi Sosial, terutama untuk memahami realitas sosial TVRI di tengah realitas sosial industri penyiaran secara keseluruhan.
Ada tiga periode yang relevan dalam konteks kebijakan status hukum TVRI. Pertama, status hukum TVRI era 1962 hingga 1975 di.anana TVRI ditetapkan badan hukumnya sebagai Yayasan TVRI. Kedua, status hukum TVRI era 1975 hingga 1999 dimana TVRI mulai memasuk era status hukum ganda. Disamping sebagai yayasan, TVRI juga ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis Deppen. Pada kedua periode tersebut yang dominan memanfaatkan TVRI adalah negara. Ketiga, status hukum TVRI era Reformasi yakni dengan status Perjan dan Persero.
Hasil temuan di lapangan menunjukan bahwa kebijakan perubahan status hukum dalam rangka reformulasi TVRI itu tidak semata diciptakan oleh struktur. Terdapat sejumlah tindakan aktor di TVRI (human agency) yang sebenarnya berpengaruh. Dengan demikian, terdapat interplay yang dinamis antara struktur dan agency dalam bentuk negosiasi peran dan kewenangan.
Historical siluatedness kebijakan perubahan status hukum TVRI adalah : pertama, terjadinya reformasi sehingga membuka "rang" bagi TVRI untuk berubah. Likuidasi Deppen menjadi entry point perubahan bentuk dan fungsi TVRI dari media organik negara menuju televisi publik.
Kedua, loby dari insan TVRI selain kepada pemerintah, juga kepada DPR, LSM, dan akademisi. Ketiga, tekanan industri pasar karena muncul kecenderungan untuk menjadikan TVRI seperti halnya TV komersial yakni menjadi capitalist venture. Keempat, pada saat pengalihan transisi TVRI dari Perjan ke Persero, TVRI disyahkan menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Hanya saja, tuntutan menjadi TV Publik belum bisa direalisasikan apalagi dengan pilihan TVRI yang mengadopsi model persero yang tampil bak "swan to".
Sejumlah masalah muncul dan berkembang di TVRI, sehingga menyebabkan mandulnya Perjan TVRI. Terdapat relasi kekuasaan pertama, antara Negara dengan TVRI dalam bentuk negosiasi peran dan kewenangan negara atas TVRI. Banyak peraturan-peraturan yang telah di"buat bertentangan sate sama lain . Contoh paling nyata saat Dirut Sumita Tobing dilarang melakukan 21 wewenang, karena sudah didelegasikan kepada Direktur Administrasi dan Keuangan. Kedua, relasi TVRI DPR, dalam hal ini juga mengundang polemik karena permintaan DPR agar TVRI menjadi TV Publik. Karena menganggap sudah badan usaha, seringkali Perjan TVRI tidak mau bergabung dalam rapat dengan Komisi I, melainkan dengan Komisi IX. Ketiga, terjadi relasi kekuasaan antar aktor di tubuh TVRI, seperti antara Dirut dengan para Direktur, Dirut dengan manajemen level menengah, karyawan Federasi Serikat Pekerja-TVRI dengan non FSP. Ini semua menyatu dengan permasalahan-permasalahan TVRI bails aktual ataupun "dosa turunan" sehingga menambah kompleksnya persoalan TVRI.
Satu hal yang pasti, TVRI saat ini tidak bisa di`icategorikan TV publik, karena prinsip-prinsip umum TV Publik belum diimplementasikan secara baik. Kesimpulannya saat membicarakan perubahan status hukum TVRI, faktor ekonomi bukan satu-satunya penyebab perubahan melainkan juga terdapat faktor politik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tato Heryanto
"ABSTRAK
Kanker payudara merupakan keganasan yang paling banyak
pada wanita, yaitu lebih kurang 201 dari pada seluruh
keganasan. Di Indonesia kanker payudara menempati urutan
kedua setelah keganasan pada serviks uteri. Data di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo keganasan payudara kekerapan
tertinggi didapat pada usia 40 - 50 tahun.
Pengamatan ini akan menilai efek samping pada darah tepi
dari kelompok 'Non Split` dan 'Split`, Serta pengaruh
perbedaan luas lapangan pada kelompok 'Non Split` pada radiasi
kanker payudara dengan penerapan analisa statistik, di Bagian
Radioterapi RSCH/FKUI."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirwala Dwi Heryanto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah manajemen risiko dapat digunakan untuk memprediksi jumlah tagihan audit, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menentukan perusahaan penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) yang akan diaudit. Selain hal tersebut, penelitian ini ditujukan pula untuk mengetahui variabel manakah yang dapat dipergunakan untuk memprediksi jumiah tagihan audit perusahaan penerima fasilitas KITE.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan penerima fasilitas KITE/BINTEK/BAPEKSTA. Adapun sampel yang digunakan adalah perusahaan fasilitas KITE/BINTEK/BAPEKSTA yang telah selesai di audit oleh Direktorat Verifikasi dan Audit dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderai Bea dan Cukai pada periode tahun 2003 sampai dengan 2005. Berdasarkan data yang ada daiam data base Direktorat Verifikasi dan Audit, jumlah perusahaan yang teiah diaudit sebanyak 160 perusahaan.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif daiam bentuk studi hubungan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Manajemen risiko dapat digunakan untuk memprediksi jumlah tagihan audit perusahaan penerima fasilitas KITE. Sehingga hasii prediksi tersebut akan dapat dljadikan dasar untuk memilih perusahaan penerima fasilitas KITE yang akan diaudit.
2. Variabel independen yang dapat digunakan untuk memprediksi jumlah temuan audit adalah :
a. Variabel (PA) atau Periode Audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi ceteris paribus, setiap penambahan periode audit akan meningkatkan kemungkinan jumlah tagihan audit.
b. Variabel (TA) atau Nilai Total Asset, Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi ceteris paribus, setiap penambahan nilai total asset akan meningkatkan kemungkinan jumlah tagihan audit
Saran dari penelitian ini adalah membakukan sistem targeting audit melalui penerapan manajemen risiko dengan menggunakan variabel periode audit dan nilai total asset untuk memprediksi jumlah tagihan audit. Kedua, memperbaiki serta membakukan program audit dan membakukan sistem evaluasi dan penilaian hasil audit. Ketiga, menetapkan perencanaan strategis pelaksanaan audit dengan mengkaitkan pelaksananaan audit dengan sistem pelayanan.

Purpose of this research is to know that risk management could be use to predict amount of audit finding that could be use as the basis to determine which company that would be audited and to know which variable that could be used to predict amount of audit findings in company obtained facility of Import Facilitate for Export Purpose (KlTE).
The population of this research is all the company that obtained facility of KITE/BINTEK/BAPEKSTA. The sample used is company that obtained facility of KITE/BINTEK/BAPEKSTA that have been audited by Directorate of Verification & Audit and Customs Regional Office since 2003 until 2005. According to the data base of Directorate Verification and Audit, there are 160 companies that have been audited.
Research method used is descriptive in a form of relation study by using qualitative and quantitative approach. The result of observation shows that:
1. Risk management could be used to predict the amount of audit finding of companies obtained KITE facility. Thus, the result of prediction could be used as a basis to determine which company obtained KITE facility that would be audited.
2. Independant Variables that could be used to predict the amount of audit finding are:
b. Another variable is total value of asset (TA); it shows that in ceteris paribus condition, each increasing of total value of asset will increase probability of amount of audit finding.
Suggestions of this research are:
1. To standardize audit targeting system with risk management implementation and used audit period and total value asset as variables to predict the amount of audit finding.
2. To improve and standardize audit program and to standardize evaluation and assessment of audit result.
3. To define the strategic plan of post clearance audit implementation in relation with audit implementation of service system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Heryanto
"Bank Indonesia ("BI") has been willing to accelerate banking sector consolidation process to ensure the banking industry landscape is in accordance with the Indonesia Bank Architecture (API) by issuing Single Presence Policy. The policy is barring the ultimate shareholders of several banks, who control more than one bank in Indonesia to reduce their holdings, merger or consolidate its ownership or set up a unit of holding company. The implementation of Single Presence Policy is aimed to speed up the bank consolidation and encourage national banks to become more efficient and capitally stronger toward having internationally stronger competitive level. The policy is also viewed as an effort by BI to reduce the number of banks, which may make it easier for the central bank to supervise banks. Merger in general is a unification; meanwhile from legal point of view merger can be in the form of a Merger or a Consolidation. Merger is a legal action of one or more corporations to unify by way of getting into another established corporation where the unifying corporations becoming dissolved. Consolidation is a legal action of one or more corporations to unify by way of creating a new legal entity where all of the unifying entities are dissolved. Temasek Holdings is forced to merge two of its banks in Indonesia, the Bank International Indonesia (BIT) and Bank Danamon. Temasek controls 59% of Bank Danamon and 3 1 % of Bil. The merger of Bil and Bank Danamon would create a bank with projected total assets of almost Rp 180 trillion in 2008 and Rp 200 trillion in 2009 and ranked fifth in the country behind Bank Mandiri, Bank Central Asia, Bank Negara Indonesia (BNI), and Bank Rakyat Indonesia (BRI). Temasek has another bank dengan proyeksi jumlah aktiva sebesar Rp 180 triliun di tahun 2008 dan Rp 200 triliun di tahun 2009 dan menduduki peringkat kelima bank terbesar di Indonesia di bawah Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNT), and Bank Rakyat Indonesia (BRI). Temasek juga memiliki anak perusahaan lainnya yaitu PT Bank DBS Indonesia (DBSI). Apabila Danamon, Bil dan DBSI digabungkan, maka akan membentuk bank yang lebih besar dari BRI. Konsolidasi Bank Danamon dan Bil menjadi suatu bank, Bank Danamon Internasional Indonesia ("BDII") hams mempertimbangkan tidak hanya aspek keuangan semata, narnun juga aspek hukum, dimana kedua bank tersebut juga merupakan perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat (publiclisted company banks). Merger kedua bank tersebut juga dip engaruhi oleh beberapa kebijakan Pemerintah seperti ketentuan BI, ketentuan Bapepam-LK dan ketentuan Dirjen Pajak. Apabila dicermati, persaingan yang terjadi di sektor perbankan ditentukan oleh kemampuannya untuk memperoleh dana pihak ketiga atau deposit yang murah. Dengan persaingan pasar, suku bunga pinjaman berada pada level yang sama. Bank yang dapat memperoleh dana murah karena jaringan kantor cabang dan sistem pembayaran kas handal yang dapat menikmati marjin bunga tinggi dan menguasai pangsa pasar. Oleh karena itu, bank hasil merger, BDII, hams memiliki strategi yang tepat dan kinerja yang baik untuk berkompetisi dengan bank-bank yang lebih besar, seperti Bank Rakyat Indonesia dengan jumlah cabangnya yang besar di wilayah pedesaan dan Bank Central Asia dengan jumlah cabangnya yang besar di wilayah pedesaan. Bagaimanapun, pilihan konsolidasi yang ditawarkan oleh BI dalam Peraturan Kepemilikan Tunggal, tidaklah sebaik pilihan untuk menjual kepemilikan saham atas salah satu bank, dalam hal mi Bil. Pilihan untuk menjual salah sam bank dianggap memiliki keuntungan bagi Temasek oleh karena diperkirakan, kontribusi BiT dalam BDII, bank hasil merger, tidak sebaik Bank Danamon stand-alone (Bank Danarnon tanpa merger). Selain itu, proposal merger diperkirakan akan menghadapi hambatan karena masih terdapat ketentuan-ketentuan Pemerintah yang bersinggungan. Faktanya, sampai saat mi belum ada bank publik yanng melakukan merger sejak diterbitkannya Peraturan Kepernilikan Tunggal Perbankan.

Bank Indonesia ("BI") has been willing to accelerate banking sector consolidation
process to ensure the banking industry landscape is in accordance with the Indonesia
Bank Architecture (API) by issuing Single Presence Policy. The policy is barring the
ultimate shareholders of several banks, who control more than one bank in Indonesia
to reduce their holdings, merger or consolidate its ownership or set up a unit of
holding company.
The implementation of Single Presence Policy is aimed to speed up the bank
consolidation and encourage national banks to become more efficient and capitally
stronger toward having internationally stronger competitive level. The policy is also
viewed as an effort by BI to reduce the number of banks, which may make it easier
for the central bank to supervise banks.
Merger in general is a unification; meanwhile from legal point of view merger
can be in the form of a Merger or a Consolidation. Merger is a legal action of one or
more corporations to unify by way of getting into another established corporation
where the unifying corporations becoming dissolved. Consolidation is a legal action
of one or more corporations to unify by way of creating a new legal entity where all
of the unifying entities are dissolved.
Temasek Holdings is forced to merge two of its banks in Indonesia, the Bank
International Indonesia (BIT) and Bank Danamon. Temasek controls 59% of Bank
Danamon and 3 1 % of Bil. The merger of Bil and Bank Danamon would create a bank
with projected total assets of almost Rp 180 trillion in 2008 and Rp 200 trillion in
2009 and ranked fifth in the country behind Bank Mandiri, Bank subsidiaiy which is PT Bank DBS Indonesia. A three-way merger of Bil-Danamon- DBS would create a bigger bank than BR!. The consolidation of Bank Danamon and Bli into a merged bank, namely Bank Danamon Internasional Indonesia ("BDII") may consider not only the financial aspects, but also the legal aspects, as those banks are also public-listed company banks. The merger shall be affected by several Government's regulations of BI, Bapepam-LK and Diijen Pajak. Looking further ahead, the battle of the banking sector is determined by the ability of banks to acquire cheap third-party liabilities or deposits. With market competition, lending rates are at the same level. However, it is the banks that can get cheap deposits because of their branch networks and cash payment systems that will earn large interest margins and gain market share. It is the challenge of the new merged bank, BDII to show strong growth strategy and enhance the performance to compete with higher level bank, such as Bank Rakyat Indonesia with its vast rural branch network and Bank Central Asia with its network in commercial urban centers. However, the consolidation option under BI's Single Presence Policy, shall not be as viable as the option to sell one of the bank, which is Bli. The option of selling is considered to have better outcomes for Temasek since BIT's contribution in BDII shall not be as superior as Bank Danamon stand-alone's performance. The synergy calculation has also shown negative value for each scenario. Temasek's ownership in Bil is also minimal comparing to its ownership in Bank Danamon. On the other hand, merger plan proposal shall be facing a long way journey, as there is still collision in the Government's regulation. In fact, there has not been any merger
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T 23068
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Heryanto
Universitas Indonesia, 2008
T25266
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariel Heryanto
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2018
306.2 ARI i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dina A. Heryanto
Jakarta: Elex Media Komputindo, 1988
005.13 HER m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Toto Heryanto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
S28652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>