Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hidayah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi dan komunikasi terhadap employee engagement di Kementerian Sekretariat Negara. Penelitian ini menggunakan kuesioner budaya organisasi Van den Berg dan Wilderom (2004), Communication Satisfaction Questionnaire (CSQ) (Clampitt dan Downs 1996) untuk mengukur komunikasi, dan employee engagement (Saks, 2006). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif dan regresi berganda. Hasil penelitian dari 302 responden menunjukkan tingkat employee engagement pada Kementerian Sekretariat Negara pada kategori tinggi, termasuk pada dimensi job engagement dan organization engagement.
Hal ini berarti pegawai Kementerian Sekretariat Negara memiliki ikatan baik pada organisasi maupun pekerjaan mereka, merasa bangga pada organisasi, berdedikasi, serta tertarik untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Secara umum, budaya organisasi dan komunikasi berpengaruh terhadap employee engagement sebesar 38,6%. Secara lebih spesifik, improvement orientation (dimensi budaya) dan horizontal and informal communication (dimensi komunikasi) memiliki pengaruh signifikan terhadap job engagement. Dan dimensi komunikasi berupa supervisory communication, personal feedback dan horizontal and informal communication memiliki pengaruh signifikan terhadap organization engagement. employee Saran bagi organisasi adalah organisasi perlu memikirkan kembali bagaimana cara dan bentuk penghargaan yang akan diberikan kepada pegawai atas kinerja dan prestasinya.

This study aims to determine the influence of organizational culture and communication on employee engagement in the Ministry of State Secretariat. This study using Van den Berg and Wilderom questionnaire (2004), Communication Satisfaction Questionnaire (CSQ) (Clampitt and Downs (1996) to measure communication, and a questionnaire developed by Saks (2006) to measure employee engagement. Methods of data analysis that been used in this research is descriptive and multiple regression analysis. The results of the 302 respondents indicated the level of employee engagement at the Ministry of the Secretariat of State of the Republic of Indonesi in the high category, including the dimensions of job engagement and organization engagement.
This means that employees of the Ministry of State Secretariat of the Repblic of Indonesia has engagement to both the organization and their work, proud of the organization, dedicated and keep to engage in the activities of the organization. In general, level of the organizational culture and communication influence on employee engagement at 38.6%. Specifically, improvement orientation (the organizational cultural dimension) and horizontal and informal communication (communication dimension) has a significant influence on job engagement. And dimensions of communication in the form of supervisory communication, personal feedback and horizontal and informal communication has a significant influence on the organization engagement. Future studies are recommended to investigate other factors that influence employee engagement.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayah
"Industri nikel adalah industry yang memerlukan energy dengan jumlah yang sangat besar. Pada sejarah perkembangan teknologi, Rotary Kiln Nickel merupakan proses inti dari pengolahan nikel. Pada proses ini dibutuhkan jumlah energy yang sangat banyak dimana sumber energy nya berasal dari batubara. Sedangkan ketersediaan batubara semakin lama akan semakin menipis. Apabila ketersediaan nya semakin menipis dan jumlah permintaan selalu meningkat, maka harga batubara pun akan meningkat. Untuk mengatasi krisis ketersediaan bahan bakar, digunakanlah bahan bakar alternative seperti biomassa. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengatahui kemungkinan dilakukanya diversifikasi bahan bakar tanpa mengurangi jumlah dan kualitas kalsin yang dihasilkan serta mencari potensi penghematan yang dapat dilakukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa agar didapatkan jumlah dan kualitas yang sama, diperlukan persamaan terhadap rasio kalori pembakaran dengan mengubah jumlah konsumsi bahan bakar. Potensi penghematan yang akan didapatkan dengan melakukan diversifikasi bahan bakar menggunakan pellet kayu kaliandra merah adalah sekitar 42,94 atau Rp.74,2 Milyar dalam 5 tahun. Sedangkan dengan menggunakan pellet tandan kosong kelapa sawit memiliki potensi sebesar 62,87 dari total penggunaan bahan bakar batubara, atau senilai Rp.108 Milyar dalam 5 tahun. Namun perlu diperhatikan bahwa hasil perhitungan potensi penghematan yang didapatkan menggunakan parameter perhitungan yang terbatas.

The nickel industry is an industry that use large amount of energy. In the history of technology rsquo s development, a rotary kiln nickel is center process nickel plants. In this process requires a large energy where the main source of energy comes from coal. However,the availability of coal is decreasing. If the supply is decreasing and the demand is always increasing, then the price of coal will be increasing. To overcome the fuel availability crisis, alternative fuels such as biomass are used. The goal of this thesis is to know the possibility of diversification of fuel without reducing the quality and the quantity of calcine that produced and to look for some savings potential that can be done. The result showed that in order to get the same quality and quantity, required the calculation of the equation on the calorie ratio of combustion by changing the amount of fuel consumption. The saving potential that can be gained by diversifying fuels using red timber pellets is about 42.94 of total coal fuel consumption or Rp,74 Billion for 5 years .While using the empty palm has potential about 62.87 of total coal fuel consumption or Rp,108 Billion for 5 years. However it should be noted that the calculation of the potential savings calculated using a limited calculation parameters."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulyani Hidayah
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015
305.8 ZUL e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Zulyani Hidayah
"Manusia telah membuka hutan tropis untuk bercocok tanam paling tidak sejak 4.000 tahun yang lalu, bahkan mungkin sejak waktu yang lebih lama lagi. Diperkirakan perladangan berpindah adalah cara bertani yang paling tua sebagai bagian dari adaptasi manusia di hutan tropis ini (Ehret, 1982; Hutterer, 1983; Meggers 1973 Sponsel. 1986). Diperkirakan pula, bahwa sistem pertanian berladang berpindah sampai sekarang masih dipraktekkan oleh lebih dari 250 juta orang di seluruh dunia (Moran 1982:267; Dove, 1988:2).
Kawasan pertanian yang diolah dengan teknik menebang dan membakar hutan dan berpindah jika tanahnya tidak subur lagi paling tidak mencakup 30 persen dari luas lahan bumi yang bisa ditanami, terutama di lingkungan hutan tropis (Moran 1982:48,267; Conklin 1963). Di Indonesia sendiri luas wilayah perladangan diperkirakan sekitar 85 juta hektar dengan jumlah peladang sampai dengan 20 juta jiwa. Praktek perladangan tersebut masih banyak ditemukan di luar pulau Jawa. Di Jawa sendiri kegiatan peladangan berpindah masih ditemui pada abad kesembilanbelas, dan sekarang cara perladangan seperti itu hanya terdapat di Banten Selatan, tepatnya di lingkungan masyarakat Baduy (Iskandar, 1992:viii-ins).
Sampai dengan satu dekade yang lalu perhatian dan pandangan orang Barat terhadap sistem pertanian di hutan tropis cenderung meremehkan. Menurut Netting (19B6) hal ini disebahkan oleh pandangan sepihak yang sangat terpengaruh oleh model pertanian di Barat. Orang-orang Barat hanya mengenal campuran kegiatan bercocoktanam bahan makanan dengan pemeliharaan hewan ternak. Tanaman bahan makanan seperti gandum ditanam satu atau dua kali setahun; ternak dipelihara untuk memperoleh susunya dan dagingnya atau dimanfaatkan tenaganya untuk menarik dan membawa barang; dan makanan ternak disediakan di kandangnya jika pengembalaan alamiah tidak mungkin dilakukan. Dalam sistem ini lahan diolah dan digunakan tidak sepanjang tahun, sedangkan kesuburannya dijaga dengan menggunakan pupuk dan pergantian tanaman. Lahan pertanian dan hewan ternak dimiliki secara pribadi, sedangkan hasilnya dijual ke pasar. Sebaliknya pertanian di wilayah tropis dianggap terbelakang, petaninya dianggap pemalas dan tidak tahu apa-apa; peralatan mereka ketinggalan zaman dan pertanian mereka sama sekali belum baik (Netting 1986:64).01
Menurut Netting pandangan meremehkan tersebut disertai pula oleh anggapan bahwa petani daerah tropis tidak bisa bekerja keras karena iklimnya meremehkan, bahwa mereka tidak mempunyai sistem kepercayaan (folk believe) yang tepat dan memberi dorongan agar mereka bekerja keras untuk mencapai hasil sebaik mungkin. Ada pula yang aggapan, bahwa lingkungan alam tropis yang kaya bahan makanan dan memiliki buah-buahan yang selalu siap untuk dipetik itu mengakibatkan penduduknya merasa tidak perlu memaksa diri bekerja keras. Pandangan-pandangan ini menganggap bawa cara-cara pertanian yang dikembangkan penduduk penghuni hutan tropis dapat merusak tanah dan pepohonan, sehingga akhirnya menyebabkan kesuburan alamiah menjadi rusak dan tidak bisa diperbaiki (Netting 1986:61).;31
Di Indonesia sendiri perhatian terhadap masalah perladangan berpindah sebenarnya bukan lagi suatu hal yang baru. Sejak zaman kolonial Belanda kegiatan berladang ini sudah dipandang sebagai salah satu faktor penentu perubahan kondisi hutan tropic (Dove 1985:xs.vi, 1981; King 1985a, 1965b; Brewer, 1985:163-188). pentingnya hutan sebagai salah satu sumber devisa menyebabkan para pelaksana pemerintahan kolonial yang kurang memiliki pengetahuan tentang keseimbangan lingkungan cenderung menganggap para peladang berpindah sebagai saingan dalam memanfaatkan hutan. Kesederhanaan hidup mereka sering pula dikambinghitamkan sebagai kebodohan yang merusak kekayaan hutan. Setelah Indonesia merdeka, pembangunan kehutanan sebagai subsistem pembangunan nasional telah mencatat kemajuan yang sangat cepat, namun pandangan terhadap kehidupan para peladang yang secara kesejarahan dan kebudayaan terkait erat dengan lingkungan hutan tersebut hampir tidak berubah. Di samping tidak adanya kepercayaan bahwa komunitas penghuni hutan dapat ikut memberikan sumbangan kepada perkembangan ekonomi nasional (Dove 1985:xxvii)."
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulyani Hidayah
"ABSTRAK
Tujuan pokok dari disertasi ini adalah untuk memaparkan mengapa cara-cara kebiasaan makan pada komuniti Talang Mamak disesuaikan dengan kondisi lingkungannya dan alasan-alasan mengapa kebiasaan makan mereka menjadi seperti keadaannya sekarang, yaitu berubah pada beberapa aspek namun secara keseluruhan masih bertumpu kepada budaya lama mereka yang dicirikan oleh sistem berladang berotasi yang didukung oleh kegiatan-kegiatan subsisten lain yang juga dikembangkan secara adaptif dengan lingkungan hutan setempat. Tujuan pertama mengacu kepada dasar pemikiran bahwa kebiasan makan merupakan sebuah proses kerja sebuah sistem yang banyak kaitannya dengan lingkungan. Sedangkan tujuan kedua mengacu kepada dasar pemikiran, bahwa kebiasaan makan merupakan sebuah sistem dinamis, dimana unsur-unsurnya terus-menerus disesuaikan dengan daya dukung dan perubahan lingkungan.
Disertasi ini dicirikan oleh perhatian terhadap adaptasi pada dua tataran masalah. Pertama, sehubungan dengan masalah apa dan bagaimana kebiasaan makan Talang Mamak beradaptasi terhadap lingkungan totalnya (adaptasi sistemik). Kedua - sebagai konsekuensi adaptasi sistemik itu - adalah masalah berkenaan dengan mengapa unsur-unsur yang ada di dalam kebiasaan makan Talang Mamak tersebut beradaptasi atau saling menyesuaikan diri dengan lingkungan. Perwujudan adaptasi orang Talang Mamak terhadap lingkungannya dapat dipandang sebagai upaya mereka memenuhi salah satu kebutuhan hidup yang paling mendasar, yaitu makan. Karena itulah kajian ini difokuskan pada sistem adaptasi yang mereka kembangkan sebagaimana tercermin dalam pola-pola pengolahan sumber daya alam dalam rangka pengadaan makanan (food, supply), pengolahan makanan dan distribusi makanan (food preparation and distribution), dan pemanfaatan makanan (food utilization) menurut konsep orang Talang 'Mamak tentang makan dan makanan itu sendiri.
Dari hasil penelitian lapangan ditemukan berbagai fakta, bahwa sejak sekurangkurangnya dua puluh tahun yang lalu lingkungan alam dan budaya Talang Mamak telah mengalami sejumlah perubah yang cukup penting. Perubahan tersebut sebagian besar disebabkan oleh dampak dari penerapan kebijakan pembangunan di bidang politik dan ekonomi yang memaksa komuniti setempat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi daya dukung alam yang ada dan merubah kebiasaan-kebiasaan tertentu sebagai strategi adaptasi sesuai dengan peluang-peluang baru yang muncu1.
Berkenaan dengan berbagai aspek dalam kebiasaan makan komuniti Talang Mamak dapat dinyatakan, bahwa selain ada kebiasaan-kebiasan yang tidak berubah, ada pula cara-cara tertentu dalam pola makan mereka yang berubah tanpa menyebabkan aspek-aspek lain ikut berubah pula. Misalnya, ada sejumlah perubahan dalam bahan makanan bukan-untuk upacara, sebaliknya hampir tidak ada perubahan dalam bahan makanan untuk upacara. Ada cara-cara mengadakan makanan yang berubah dan ada pula yang tetap dipertahankan dan terus dikembangkan secara adaptif dengan lingkungan. Pengadaan bahan makanan yang berubah itu sejalan dengan perubahan mata pencarian. Komuniti Talang Mamak yang sudah berdiam secara menetap cenderung hidup dari matapencaraian bukan-berladang dan mengadakan pangan dengan cara ,membeli makanan produksi luar. Sementara itu, kelompok yang berdiam di petalangan tetap menjadikan sistem perladangan berotasi disertai berburu dan meramu untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya, dan betapa dalam rangka pengembangan tingkat produksi huma atau ladang mereka sengaja menanam berbagai macam tanaman pangan (food crops diversity) sebagai langkah strategis untuk mengamankan ketersediaan, kecukupan, dan keamanan pangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D506
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosana Kesuma Hidayah
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, sejauhmana melalui pidana penjara jangka pendek tujuan pemidanaan dapat tercapai.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Kalianda dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kalianda.
Pidana penjara yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan pada intinya mempunyai maksud agar pada masa pemidanaan terhadap terdakwa dapat dilakukan pembinaan, namun ternyata dalam hal terdakwa dijatuhi pidana penjara jangka pendek, karena pendeknya waktu pemidanaan, pembinaan justru tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu pidana penjara jangka pendek sebagai suatu sarana pemidanaan dalam rangka mencapai tujuan pemidanaan perlu pengkajian lebih jauh terutama dari sisi hak asasi narapidana maupun dari sisi Hakim sebagai aparat yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang dihadapi terdakwa. Berangkat dari Mori Utilitarian yang mempunyai titik tekan pada aspek kemanfaatan, dimana berpijak pada teori ini bahwa suatu pemidanaan harus dapat memberi manfaat baik bagi pelaku maupun masyarakat, dan jika tidak mampu memberi manfaat maka suatu pemidanaan menjadi tidak bernilai. Selanjutnya berdasarkan penelilian yang dilakukan terungkap banyak hambatan yang menghalangi tercapainya tujuan pemidanaan melalui pidana penjara jangka pendek.
Menghargai hak asasi manusia dan menghormati martabat manusia harus berlaku bagi setiap orang atau setiap anggota masyarakat, termasuk anggota masyarakat yang sedang menjalani pidana penjara ataupun yang sedang berkonflik dengan hukum. Oleh karena itu dalam rangka melindungi hak asasi manusia dan martabat manusia, mengurangi kebebasan manusia haruslah menjadi bahan pemikiran sedalam-dalamnya sekalipun dengan alasan untuk menghukum seseorang yang melakukan tindak pidana. Pemidanaan yang lebih merugikan daripada tindak pidana yang dilakukan merupakan penindasan terhadap hak-hak asasi terpidana, karena walaupun memang pidana mengandung suatu penderitaan akan tetapi janganlah pidana membawa seseorang pada jurang kesengsaraan.

This research is aimed at conducting a research in perspective of human rights as regards to what extent the short term imprisonment brings the accomplishment of the purpose of criminal punishment.
This research employing a qualitative methodology of research with location of research in Kalianda District Court and Kalianda Penitentiary Institution.
Imprisonment sentence exercised in penitentiary institution in essence is addressed to conduct a mental up-building to the accused during the criminal sentence nonetheless it turns out that mental up-building can not be realized to the accused sentenced to the short term imprisonment in the light of limited time for the criminal sentence and up-building. Therefore the short term imprisonment as a media of criminal sentence in term of bringing the accomplishment of the criminal sentence calls for further review particularly in the perspective of the criminal's human rights. Commencing from the Utilitarian Theory emphasized on the usefulness aspects place a criminal sentence oriented to contributed a benefit either to the actor or community, and when it fails to contribute a benefit, a criminal sentence shall became valueless. Henceforth the research reveals many barriers which impede the accomplishment of criminal sentence through a short term imprisonment.
Respecting Human Rights and the Human Dignity must be awarded to every body or every member of community including member of community who are in imprisonment or in face of conflict in the laws. Therefore, in term of protecting the human rights and human dignity, relieving freedom of human being shall serve as a deep analysis despite it is aimed at sentencing a person who commits criminal act. A criminal sentence which inflicts more losses rather than a criminal act committed constitutes an oppression to the human rights of the criminal despite an imprisonment bears the essence of suffering but the crime should not bring a person into misery.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nor Rofika Hidayah
"Stunting merupakan gambaran masalah status gizi yang berlangsung dalam jangka waktu lama. Dampak stunting menurunkan kapasitas intelektual dan produktivitas sumber daya manusia di masa mendatang. Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun 2010. Faktorfaktor tersebut antara lain konsumsi energi, konsumsi protein, umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status ekonomi keluarga, serta jumlah anggota rumah tangga. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross sectional dan melibatkan 411 sampel. Data penelitian menggunakan data sekunder yang diambil dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. Pengambilan data tersebut dilakukan pada bulan Mei hingga Agustus 2010. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan gambaran balita stunting di NTT sebesar 67,2%. Terdapat hubungan bermakna antara konsumsi protein, jenis kelamin, serta pendidikan ibu balita dengan kejadian stunting. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti menyarankan agar konsumsi protein balita ditingkatkan sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG). Perbaikan di bidang pendidikan, khususnya pendidikan ibu, juga perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan penanganan stunting pada balita. Selain itu, upaya pencegahan stunting perlu dilakukan dengan memberikan pendidikan gizi dan kesehatan kepada ibu hamil.

Stunting is a description of nutritional problem lasting on longer period of time. It could result in the lowering of intellectual capacity and the impoverishing of human resource productivity of future generation. This study explicates stunting-related factors on children aging 24–59 months in the Province of Nusa Tenggara Timur (NTT) in 2010. Those expected-variables are energy intake, protein consumption, age, sex, mother's level of education, mother's occupation, family economical status, and number of family member. It employs quantitative approach using cross-sectional design involving 411 samples. All data used are secondary, obtained from Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas) in 2010. The data gathering ensued from May to August 2010 in NTT. Analyses taken are univariate and bivariate analyses by using Chi-Square.
It shows that 67.2% of children aging 24–59 months in NTT are stunting. There is significant relationship between protein consumption, sex, and mother's education level of the children towards stunting. Observing the findings, the writer recommends boosting children’s protein consumption as balanced to Recommended Dietary Allowance (RDA) standard. Education to the family, especially mothers, is imperative to cover succesful treatment of the stunting children. Furthermore, nutritional and health socialization for pregnant mother is needed in preventing stunting children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`mah Hidayah
"Sejalan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1913 Batam yang telah berkembang sebagai suatu wilayah perkotaan memerlukan penyusunan peraturan. Selama ini Pengaturan wilayah Batam sedikit banyak telah mempengaruhi kewenaangan dan tanggung jawab antara Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam. Kota Batam memerlukan pengaturan yang berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, karena para pelaku usaha Iangsung melakukan kegiatan antar negara terutama dengan Singapura dan Malaysia. Wilayah Batam harus diatur tersendiri sebagai suatu daerah istimewa. Batam, yang selama ini dikenal sebagai "Bonded Zone" atau secara de facto merupakan " free trade zone". Status ini perlu dituangkan dalam bentuk Undang-Undang agar lebih mempunyai kepastian hukum.
Hal-hal di atas mendorong penulis untuk menyusun tesis tentang PEMBENTUKAN FREE TRADE ZONE (FTZ) DI INDONESIA, STUDI KASUS PEMBENTUKAN FTZ BATAM. Kasus Pembentukan FTZ Batam, ini menarik dilihat dari proses pembuatan kebijakan pemerintah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, terutama kebijakan dalam beberapa tahun terakhir ini. Berkenaan dengan pemberian kepastian hukum bagi status Batatn ini, pemerintah terkesan bertindak lambat dan tidak mampu membuat keputusan. Seakan-akan ada masalah dalam proses pembuatan peraturan perundangundangan, karena telah terjadi kepemimpinan pemerintah yang lemah dan koordinasi yang belum berjalan dengan baik. Kepercayaan masyarakat, dunia usaha dan pasar, sangat terpengaruh oleh ketidakmampuan pemerintah dalam membuat keputusan yang baik dan tepat waktu. Ada anggapan bahwa lambannya proses pembuatan keputusan seringkali disebabkan oleh karena Dewan Perwakilan Rakyat pada masa reformasi selalu mencari kesempatan untuk menyulitkan pemerintah. Namun, dalam kasus penetapan FTZ Batam ini tidak demikian.
Pemerintah tidak menyepakati konsep FTZ dalam Rancangan Undang-Undang yang telah dibuat oleh DPR. Menurut pemerintah, bentuk FTZ yang sesuai bagi Batam adalah enclave. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Babas Menjadi Undang-Undang, yang merupakan payung hukum pembentukan UU FTZ Batam perlu disesuaikan pasal-pasalnya agar mengakomodasi pembentukan FTZ Batam.
Pengertian FTZ yang sampai saat ini masih terdapat keraaancuan, baik dalam perdebatan, Undang-Undang maupun Rancangan Undang-Undang, sehingga perlu kejelasan atau ketegasan dalam menerapkan konsep FTZ di Indonesia, khususnya FTZ bagi Batam. Keberhasilan Batam sebagai FTZ tergantung dari pengaturan hubungan antara Pemerintah Kota dan Otorita Batam. Agar hubungan ini dapat berjalan dengan baik, perlu segera dikeluarkan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999, khususnya Pasal 21. Rancangan Undang-Undang FTZ Batam jangan dibiarkan berlarut-larut, karena keadaan tanpa keputusan ini menyebabkan ketidakpastian dalam iklim investasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulyani Hidayah
Jakarta: LP3ES, 1977
R 305.8009598 ZUL e
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Anis Hidayah
2012
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>