Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jo Priastana
"Tesis ini mengungkapkan tentang Teori Tindakan Komunikasi Jurgen Habermas sebagai titik pijak dialog antar agama, dan bertujuan menyajikan kondisi, situasi dan prasyarat bagi dialog antar agama yang ideal. Pluralitas agama yang menjadi ciri bangsa Indonesia dan era globalisasi ini menjadikan berbagai penganut agama semakin intensif untuk bertemu, berkomunikasi dan berdialog.
Kemajernukan agama merupakan potensi bagi terselengaarannya proses integrasi mengingat agama dalam ajarannya mewajibkan untuk menointai sesamanya dan hidup rukun. Tetapi, mengingat masing-masing agama juga memiliki klaim kebenaran terhadap agamanya sendiri, agama juga mengandung potensi untuk terjadinya konflik. Latar belakang budaya patriarkal, kesenjangan sosial ekonomi politis, maupun kwalitas penghayatan dan moralitas penganut agama juga turut mempengaruhi terjadinya konflik perbedaan agama.
Penghindaran konflik atau kerukunan merupakan nilai yang terdapat dalam setiap agama maupun di dalam segenap perwujudan aktivitasnya. Kerukunan beragama yang dinamis tercermin dalam hidup beragama yang mantap, atentik, dan produktif dengan pribadi-pribadi Umat beragama yang matang, bersikap moral otonom, kritis, dan terbuka.
Di antara usaha-usaha untuk mewujudkan kerukunan hidup umat beragama demikian itu adalah melalui dialog antar agama, atau dialog antar umat bergama dalam berbagai bentuknya. Dialog antar agama merupakan suatu kenisoayaan dari fakta pluralitas agama, sehingga tidak jarang dialog antar agama dewasa ini telah begitu menjadi agenda rutin dan jatuh dalam Formalisme jauh dari tujuan yang sebenarnya atau bahkan hanya menjadi sekedar instrumental-seremonial dan menghasilkan kerukunan yang semu, karena komunikasi mengalami distorsi dengan pelaku dialog secara tidak sadar menyembunyikan maksud-maksud sebenarnya. Masing-masing komunitas agama tetap tinggal pada prasangka dan klaim kebenarannya masing-masing.
Teori Tindakan Komunikasi Habermas, dengan rasionalitas komunikatifnya yang ditawarkan dalam tesis ini sebagai titik pijak dialog antar agama diharapkan bisa mencairkan kebekuan yang terjadi dalam dialog antar agama yang demikian itu. Perbagai aspek dan gagasan yang terkandung dalam team tindakan komunikasi Habermas ini bisa menjadi kerangka atau titik pijak bagi terselenggaranya dialog antar umat beragama yang komunikatif, bebas dari dominasi, dan kritis terhadap maksud-maksud tersembunyi yang secara tidak sadar terdapat pada pelaku dialog.
Dialog antar agama merupakan suatu praksis komunikasi dari masyarakat yang majemuk. Teori komunikasi Jurgen Habermas merupakan suatu pembaharuan dari teori kritis Sekolah Frankfurt yang telah jatuh menjadi ideologi. Habermas melihat dimensi komunikasi merupakan sebagai praksis manusia, dimana sebelumnya dalam lingkungan teori kritis yang berpatokan kepada Marxisme praksis direduksi sebagai kerja dan mensekunderkan hubungan sosial dibawah alat produksi.
Habermas sebagai pembaharu teori kritis menimba pemikirannya dari warisan berbagai pemikiran filsuf sebelumnya sepanjang sejarah. Misalnya teorinya tentang rasionalitas komunikatif dan rasionalitas instrumental dapat ditelusuri kepada gagasan Arsitoteles tentang prudence dan techne, atau praksis dan poesis. Dalam mencita-citakan masyarakat yang komunikatif, Habermas merrgeritik rasionalitas instrumental seperti tarnpak dalam ilmu pengetahuan yang analitis-empiris, dan ideologis menyembunyikan maksud-maksud dan kepentingan, dan kemudian mendasarkan kepada rasionalitas komunikatif yang bersifat memahami, kritis dan emansipatoris.
Gagasan tentang model-model tindakan komunikasi di dalam teori komunikasi Habermas, baik itu model teleologist normatif ,maupun dramaturgis yang berkaitan dengan klaim kebenaran, klaim kesesuaian dan klaim otentisitas sangat berguna dalam melihat perspektif komunikasi yang terjadi di dalam dialog antar agama. Dialog antar agama mengusahakan titik temu "kebenaran" dimana letak kebenaran masing-rasing agama tidak dikalahkan, perryataan dan pendapatnya tidak bertentangan (sesuai) dengan norma-norma agama yang diyakini bersifat universal, dan diungkapkan secara jujurr, otentik, dimana para peserta mendapat kesempatan yang sama mengekspresikan perasaan dan kebenarannya sehingga terjadi interaksi dan pemahaman secara timbal balik, atau tercapai konsensus yang bebas dari dominasi.
Untuk mencapai pengertian timbal baiik dalam suatu dialog, Habermas juga menekankan kepada komuniti dari subyek moral. Habermas mencita-citakan suatu model diskursus etik dalam dialog ,melalui integritas kepribadian yang bisa membangun empati dan solidaritas. Untuk itu ia menengok teori perkembangan kognitif Piaget, dan teori pentahapan moral Kohlberg. Perkembangan kognitif dan moral mempengaruhi pencapaian kemarnnpuan pengertian seseorang tentang realitas yang jauh dari perspektif egosentris, dan mampu melihat segala sesuatu dari titikpandang orang lain. Hal ini tercapai pada tahap perkembangan kognitif maupun moral pasca-konvensional yaitu tahap yang membutuhkan perbenaran secara universalistik, dan moralitas otonom, mandiri yang berprinsip pada etika universal.
Prasyarat subjrk moral untuk tercapainya pengertian titik balik bagi masyarakat komunikatif seperti dalam dialog antar agama adalah dimana para partisipan klarifikasi terbuka kepada prinsip etika universal, kemandirian dalam pengambilan keputusan secara sadar, terbuka, kritis, matang dan rasa hormat terhadap orang lain. Suatu dialog khususnya dibidang agama sangat memerlukan pribadi-pribadi yang mencapai tahap perkembangan moral seperti itu.
Teori tindakan komunikasi Habermas sebagai kerangka atau titik pijak dialog antara agama merupakan suatu usaha menghubungkan antara keputusan moral (tahap-tahap perkembangan moral) dengan interaksi sosial, yakni upaya menyelidiki anggapan-anggapan normatif dari interaksi social (hubungan sosial) dengan menekankan dimensi komunikatif dalam dialog atau perbincangan yang rasional. Dalam konteks ini teori tindakan komunikatif Habermas merupakan upaya diskursus etika yang bersifat praktis, bukan sekedar anjuran etis yang bersifat imperatif-individual melainkan prosedur argumentasi moral melalui dialog atau perbincangan rasional untuk mencapai persetujuan timbal balik yang bersifat publik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T5447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jo Priastana
"Filsafat Timur, khususnya filsafat Buddha menaruh perhatian yang dalam terhadap masalah penderitaan yang berkenan dengan eksistensi manusia. Dalam filsafat Buddha, masalah aku mendapatkan tempat yang sangat penting, karena menyangkut keselamatan atau pembebasan manusia atas eksistensi kemenderitaannya. Oleh karenanya, masalah aku merupakan suatu tema sentral dari filsafat Buddha.Pandangan tentang adanya aku sebagai suatu yang substansial merupakan akar permasalahan dari penyebab adanya penderitaan. Melalui ajarannya yang disebut Jalan Tengah, Buddha menolak pandangan tentang adanya aku yang bersifat subtansial, yang dianggapnya sebagai suatu ketidaktahuan (avijja). Jalan tengah Buddha ini secara filosofis dikembangkan oleh Nagarjuna, yang merupakan pemikir Buddha India pertama, dan peletak dasar dari filsafat Madhyamika atau filsafat Jalan Tengah.Filsafat Madhyamika Nagarjuna merupakan suatu sistem filsafat yang sangat penting dan memiliki pengaruh secara mendalam bagi pertumbuhan dan perkembangan aliran Buddha Mahayana. Secara epistemologis, filsafat ini menunjukkan suatu filsafat yang mengatasi paham idealisme maupun paham materialisme.Buddha menolak adanya paham tentang aku metafisik yang merupakan penyebab derita manusia, namun mengakui aku sebagai aku epistemologis yang sifatnya empiris. Untuk itu, penderitaan dalam filsafat Buddha adalah suatu persoalan epistemologis, yakni soal pembetulan pengetahuan yang keliru, yakni pandangan aku yang substantialistis. Dalam upaya pencaharian filosofisnya, mendapatkan _Prajnaparamita-Sutra_, suatu teks suci Mahayana yang mengandung inti ajaran Buddha, yakni pandangan tentang tiadanya aku yang substansial, dan kekosongan segenap fenomena. Filsafat Nagarjuna adalah mengenai sunyata yakni tentang kekosongan realitas atau tiada substansi dalam segenap fenomena. K.V. Ramanan adalah salah seorang dari sedikit doktor filsafat India yang dalam masa modern ini melakukan studi filsafat Nagarjuna. Pada akhirnya, pandangan Nagarjuna tentang kekosongan, tiadanya aku yang substansial sebagaimana dikemukakan oleh K.V. Ramanan ini terdapat juga pada beberapa filsuf Barat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S16138
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library