Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jugiarie Soegiarto
"Bougainville, karya F.Springer, bercerita tentang keterbatasan manusia dalam memberi dan menerima kebenaran cinta dan ketulusan pertemanan. Cerita berbingkai yang dikisahkan oleh tokoh Aku-Bo, bertutur tentang kehidupan Tommie Vaulant, sahabat tokoh Aku dan pergumulan Opa de Leeuw menghadapi kolonialisme. Dari segi bentuk Bougainville mengingatkan kits pada Max Havelaar karya Multatuli, yang disebut oleh tokoh cerita sebagai karya pelopor dan pengarang ideal.
Selain Max Havelaar dan Multatuli, masih ada sejumlah karya dari nama besar lain, baik dari kalangan sastra maupun bukan, yang disebut dalam cerita ini. Oleh sebab itu, tesis ini menelaah jalinan unsur fiksi dan nonfiksi dalam cerita. Bagaimana kedua unsur itu berbaur dan dalam kombinasinya dengan bentuk cerita berbingkai mengaburkan Batas antara kenyataan dan rekaan. Dalam mengkaji jalinan fiksi dan nonfiksi itu dipakai semiotik sebagai landasan teori. Analisis sintaktis dipakai dalam menelaah unsur-unsur kenyataan, sedang dalam pemberian arti dipakai kajian semantis.
Dari kajian semiotis di atas diperoleh kesimpulan bahwa kenyataan dan kebenaran adalah dua hal yang sekaligus hadir dalam cerita. Hadirnya unsur fiksi dan nonfiksi dalam sebuah cerita sering mengecoh pembaca. Pembaca yang terlena dan kurang cermat mempercayai sebuah cerita yang fiksi sebagai sebuah kenyataan yang sungguh terjadi. Sebuah cerita yang meski menyampaikan kebenaran tetaplah hanya suatu fiksi., sebuah rekaan yang dibangun oleh pengarang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T10871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jugiarie Soegiarto
"Di dalam pemikiran itu Raes bukan saja mengemukan masalahnya, yaitu ketakutannya akan keterbatasan keberadaan, akan tetapi juga memberi jawab akan masalah tersebut, yaitu anti waktu. Anti waktu sendiri merupakan pemikiran yang ditawarkan pengarang untuk menjawab masalah, dan keluar dari kungkungan yang terbatas. Lebih jauh Raes melihat bahwa dalam wawasan yang lebih sempit, yaitu keberadaan modern, masalah yang timbul adalah berbaliknya fungsi dan bergesernya nilai..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1980
S15742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jugiarie Soegiarto
"Bougainville, karya F.Springer, bercerita tentang keterhatasan manusia dalam memberi dan menerima kebenaran cinta dan ketulusan pertemanan. Cerita berbingkai yang dikisahkan oleh tokoh Aku-Bo, bertutur tentang kehidupan Tommie Vaulant, sahabat tokoh Aku dan pergumulan Opa de Leeuw menghadapi kolonialisme. Dua segi bentuk Bougainville mengingatkan kita pada Max Ilavelaar karya Multatuli, yang disebut oleh tokoh cerita sebagai karya pelopor dan pengarang ideal. Selain Max Havelaar dan Multatuli, masih ada sejumlah karya dari nama besar lain, baik dari kalangan sastra maupun bukan, yang disehut dalam cerita ini. Oleh sebab itu, tesis ini menelaah jalinan unsur fiksi dan nonfiksi dalam cerita. Bagaimana kedua unsur itu berhaur dan dalam kombinasinya dengan bentuk cerita berbingkai mengaburkan batas antara kenyataan dan rekaan. Dalam mengkaji jalinan fiksi dan nonfiksi itu dipakai semiotik sebagai landasan teori. Analisis sintaktis dipakai dalam menelaah unsur-unsur kenyataan, sedang dalam pemberian arti dipakai kajian semantis. Dan kajian semiotis di atas diperoleh kesimpulan hahwa kenyataan dan kebenaran adalah dua hai yang sekaligus nadir dalam cerita. Iladirnya unsur fiksi dan nonfiksi dalam sebuah cerita sexing mengecoh pembaca. pembaca yang terlena dan kurang cermat mempercayai sebuah cerita yang fiksi sebagai sebuah kenyataan yang sungguh terjadi. Sehuah cerita yang meski menyampaikan kebenaran tetaplah hanya suatu sebuah rekaan yang dibangun oleh pengarang Temuan yang didapat dari kajian dan analisis data mengenai hierark:i persepsi kesantunan bahasa Inggris, adalah sebagai berikut,ini. Pertama, ada perbedaan urutan kesantunan direktif antara mahasiswa dan penutur asli. Perbedaan yang mengganggu adalah perbedaan urutan yang bersangkutan dengan PI, IK, dan PB. Kedua, ada tanda atau isyarat bahwa perbedaan itu disebabk.an oleh interferensi bahasa ibu terhadap bahasa rnggris yang sedang dipelajarinya. Ketiga, perbedaan itu tampaknya juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka terhadap kosakata ataupun gramatika bahasa Inggris. Contohnya adalah munculnya kata 'would' dalam PB, yang menurut mahasi.swa adalah tipe ujaran direktif yang paling santun. Keempat, ketaklangsungan ujaran direktif yang terlalu melengkung atau jauh akan ditafsirkan sebagai ejekan atau tamparan terhadap muka PEN. Tampaknya hal ini tersirat dari posisi IK, yang menempati peringkat enam..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
RB 00 J 427 b
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jugiarie Soegiarto
"ABSTRAK
Film Mother Dao The Turtlelike(fMD) merupakan sebuah film yang disusun dari penggalan-penggalan film dokumenter Hindia-Belanda (1912-1933). Penggalan film dari masa kolonial tersebut disusun dalam bentuk kolase dan dibubuhi sonor berupa bunyi-bunyian, tembang dalam bahasa Jawa dan Sunda, puisi dalam bahasa Indonesia serta sebuah mitos penciptaan Nias. Disertasi ini berusaha mengungkap cara sineas memanfaatkan unsur-unsur sinematografis dan naratif untuk menawarkan suatu memori kolektif poskolonial yang lebih kritis.
Dengan memperlakukannya sebagai teks, analisis struktur film dilakukan dengan menggunakan teori naratologi film. Hasil analisis memperlihatkan perbedaan pandangan tentang kolonialisme antara para kinematograf film Hindia-Belanda(fHB) dan sineas fMD. Bagi para kinematograf dan pemesannya kolonialisme diyakini sebagai upaya pengentasan penduduk dan pengembangan wilayah koloni. Pandangan sineas fMD sebagaimana tercermin dalam sonor memperlihatkan hal yang bertentangan: kolonialisme adalah eksploitasi manusia atas manusia dan alam.
Susunan berbentuk kolase dan pengimbuhan sonor mengubah gambaran kolonial dalam fHB. Dengan cara itu sineas menjadikan filmnya sebagai langkah awal pembentukan memori poskolonial yang lebih kritis.

ABSTRACT
The documentary film Mother Dao the Turtlelike (MDT) is not a remake but composed from footages of the Ducth East Indies (DEI) films made between 1912 and 1933. A sound-over is then added on this collage composition which consist of Javanese and Sundanese songs, Indonesian poems, and the mythology of creation of Batu Islands, Nias. This dissertation tried to find out the way the filmmaker uses the cinematographic and narrative elements in an attempt to construct a new postcolonial collective memory.
Assuming film as a text, the film?s structure is then analysed using the theory of film narratology. Despite the highly complicated structure, sinds there is no commentary added to the collage composition, a comprehensive analyses have to be conducted. The analysis showed the different perspectives of the cinematographers of DEI films and of MDT. Colonialism is still believed as an effort to develop the colony and its people. On the contrary the composition of collages and sonores in MDT clearly show the missery and extreme sufferings of the indigenous people. As well as the exploitation of their nature for the sake of the welfare of the colonialist.
The composition of colages and sonores in MDT change the colonial image of DEI films. The colage and the sonores in MDT give the chance to the viewer to see what colonialism really meant. MDT will enhance spectators critical thinking as well as their an humanistic postcolonial collective memory;The documentary film Mother Dao the Turtlelike (MDT) is not a remake but composed from footages of the Ducth East Indies (DEI) films made between 1912 and 1933. A sound-over is then added on this collage composition which consist of Javanese and Sundanese songs, Indonesian poems, and the mythology of creation of Batu Islands, Nias. This dissertation tried to find out the way the filmmaker uses the cinematographic and narrative elements in an attempt to construct a new postcolonial collective memory.
Assuming film as a text, the film?s structure is then analysed using the theory of film narratology. Despite the highly complicated structure, sinds there is no commentary added to the collage composition, a comprehensive analyses have to be conducted. The analysis showed the different perspectives of the cinematographers of DEI films and of MDT. Colonialism is still believed as an effort to develop the colony and its people. On the contrary the composition of collages and sonores in MDT clearly show the missery and extreme sufferings of the indigenous people. As well as the exploitation of their nature for the sake of the welfare of the colonialist.
The composition of colages and sonores in MDT change the colonial image of DEI films. The colage and the sonores in MDT give the chance to the viewer to see what colonialism really meant. MDT will enhance spectators critical thinking as well as their an humanistic postcolonial collective memory.
"
2012
D1383
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jugiarie Soegiarto
"Documentary maker Vincent Monnikendam compiled the film Mother Dao, the turtlelike (1995) from more than 200 titles of archived films of the Dutch-Indies, shot between 1912 to ca. 1933. This film is neither a remake nor an edited version, but a kind of collage from those hundreds of archival films, all were silent. Monnikendam re-arranged the images and provided them with a new sound frame, consisting of songs, chantings and poems, in Indonesian, Old Javanese, and Sundanese. This new composition is not just creative but also quite provocative. With this arrangement the cineast wanted to show that there was something not quite right with colonialism. Through the new composition of images and the sound framing we can observe the power relation between the colonizer and the colonized. There are contrasts between the colonial and the colonized, literally as well as metaphorically. These contrasts raised some questions about the colonial discourse."
Depok: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library