Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Margaretha Quina
"Skripsi ini membahas pokok permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pengakuan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam hukum internasional?; (2) Bagaimanakah tanggung jawab yang dibebankan terhadap perusahaan transnasional terkait permasalahan lingkungan hidup dalam hukum internasional?; dan (3) Bagaimana pertanggungjawaban perusahaan transnasional terhadap pelanggaran hak atas lingkungan hidup telah diterapkan terutama dalam perkara-perkara gugatan masyarakat terhadap perusahaan transnasional?
Secara garis besar, analisis didasarkan pada studi literatur mengenai perkembangan doktrin dan pengaturan hak atas lingkungan hidup, dengan meninjau perjanjian internasional baik yang bersifat global maupun regional, instrumen soft law, dan hukum kebiasaan internasional; serta tinjauan pertanggungjawaban yang dibebankan oleh instrumen-instrumen hukum internasional terhadap perusahaan transnasional dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup. Selanjutnya dianalisis mengenai keberlakuan hak atas lingkungan hidup sebagai hukum internasional terhadap perusahaan transnasional, serta pertanggungjawaban yang dapat dibebankan terhadapnya.
Dalam analisis, dibahas mengenai tiga kasus pelanggaran hak atas lingkungan hidup oleh perusahaan transnasional, yaitu Aguinda v. Texaco, Lubbe v. Cape PLC, dan Beanal v. Freeport McMoran. Dalam analisis, dapat terlihat bahwa dalam perkara-perkara tersebut: (1) Hukum internasional tidak diterapkan secara langsung; (2) Terhentinya perkara dalam proses yurisdiksi; (3) Adanya irisan ranah hukum publik dan privat dalam substansi dan formil perkara; (4) Pelanggaran hak atas lingkungan hidup diterjemahkan dalam pelanggaran hak-hak asasi secara umum; dan (5) Adanya irisan antara akuntabilitas dan liabilitas perusahaan transnasional. Selain itu, terdapat kecenderungan bahwa pengaturan tanggung jawab lingkungan hidup terhadap perusahaan transnasional ini akan menjadi hukum internasional di masa depan.
Secara ringkas, simpulan yang didapat menjawab secara positif adanya pengakuan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam hukum internasional, namun pengaturan pertanggungjawabannya terhadap perusahaan transnasional masih mendasarkan pada instrumen yang bersifat sukarela tanpa menyinggung liabilitas, sehingga masyarakat yang dirugikan masih kesulitan untuk mendapatkan ganti kerugian atas hak-hak asasinya yang dilanggar karena perusakan lingkungan oleh perusahaan transnasional.

This undergraduate thesis tries to answer following questions: (1) How does right to environment recognized as a part of human rights in international law?; (2) How does liability imposed upon transnational corporation related to environmental harms in international law; (3) How does transnational corporations' liability has been enforced in claims by injured civilians towards transnational corporations?
Generally, the analysis is based on literature study concerning development of doctrine and regulation on right to environment, considering global and regional treaties and soft law instruments, also customary international law; and examination of liability imposed by international legal instruments on transnational corporations in regards of fulfillment of right to environment.
Further, Writer analyses enforceability of right to environment as international law towards transnational corporations, and liability imposed upon them. In analysis, three cases on environmental violations by transnational corporations have been examined, which are Aguinda v. Texaco, Lubbe v. Cape PLC, and Beanal v. Freeport McMoran. It is concluded that in such cases: (1) International law is not imposed directly; (2) Dismissal on jurisdictional process; (3) The intersection of public and private legal area in the substance and process of the cases; (4) Violation of right to environment is translated into violations of general human rights; (5) The intersection of transnational corporations' accountability and liability. Further, there is a tendency that regulation of environmental liability to transnational corporations will be international law in the future.
In brief, the conclusion answers in positive the recognition of right to environment as a part of human rights in international law, yet still bases transnational corporation accountability on the voluntary instruments silent on liability provisions, causing the injured community troubled in demanding compensation for their violated right to environment related to environmental harms by transnational corporations.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43168
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha Quina
"Fish is a popular culinary dish in Indonesian culture and a major economic resource on which
many people depend their livelihood. However, with severe pollution in Indonesian water,
including uncontrolled mercury pollution which persists in the food chain and eventually gets
into humans’ body as the top predator, fish safety is particularly worrying – especially taking
into account the frequency of average Indonesians’ consumption of fish. In various jurisdictions,
the management tool used by lawmakers and regulators with regard to this issue is information
disclosure, or known as “fish advisory warning,” to cover the failure of command and control.
This paper analyses whether Indonesian laws have provided the mandate or authority to issue
fish advisory warning under Fishery Law, Food Law, Environmental Protection and Management
Law, and Public Information Disclosure Law. It concluded that Indonesian law implies a statutory
mandate for the government to issue fish advisory warning, at least in a situation involving the
threat to general life – not specifically through the Fishery Law, Food Law, or EPML, but through
PIDL’s immediate information mandate.
Ikan adalah kuliner populer dalam budaya Indonesia dan merupakan sumber perekonomian
di mana banyak orang menggantungkan penghidupannya. Bagaimanapun, dengan beratnya
pencemaran di perairan Indonesia, termasuk pencemaran merkuri yang tidak terkontrol, namun
menetap dalam rantai makanan dan pada akhirnya masuk ke tubuh manusia sebagai predator
teratas, keamanan pangan ikan cukup mencemaskan – terlebih, mempertimbangkan frekuensi
orang Indonesia dalam konsumsi ikan. Di berbagai yurisdiksi, alat manajemen yang digunakan
oleh pembuat kebijakan dan regulator terkait isu ini adalah keterbukaan informasi, atau dikenal
sebagai “peringatan konsumsi ikan,” untuk mengantisipasi kegagalan instrumen pengendalian.
Artikel ini menganalisis apakah hukum Indonesia telah mewajibkan atau memberikan
kewenangan untuk melakukan peringatan konsumsi ikan dalam UU Perikanan, UU Pangan, UU
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Artikel
ini menyimpulkan bahwa hukum Indonesia menyiratkan mandat hukum bagi pemerintah untuk
melakukan peringatan konsumsi ikan, setidaknya dalam situasi yang melibatkan ancaman ke
kepentingan umum – tidak secara spesifik dalam UU Perikanan, UU Pangan, ataupun UU PPLH,
namun melalui UU KIP."
Lengkap +
University of Indonesia, Faculty of Law, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library