Muhammad Akbar Syawal
Abstrak :
Penyalahgunaan keadaan sering kali muncul sebagai persoalan yang melibatkan notaris serta pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang berwenang membuat akta autentik dan berujung pada pembatalan akta mereka. Penulisan ini terdiri atas dua rumusan masalah di mana rumusan pertama ialah tentang pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara penyalahgunaan keadaan, sedangkan rumusan kedua adalah peran notaris/PPAT untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan keadaan. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dan tipologi penelitian berupa eksplanatoris. Sementara itu, penggunaan data sekunder dari berbagai bahan primer, sekunder, dan tersier juga menjadi bagian dalam tesis ini yang disajikan dalam bentuk ekplanatoris analitis. Penulis berkesimpulan bahwa sekalipun aturan penyalahgunaan keadaan belum dimuat dalam perundang-undangan Indonesia, namun sejalan dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka hakim diberi kewenangan untuk melakukan penemuan hukum atas peristiwa yang belum diatur dalam perundang-undangan. Berkaitan dengan peran notaris/PPAT, mereka dengan sikap saksamanya sejatinya dapat menghindarkan adanya penyalahgunaan keadaan. Di samping itu, penyuluhan hukum, pengajuan surat permohonan pembuatan akta perjanjian, dan dimuatnya klausul-klausul tertentu dapat dijadikan sebagai langkah efektif guna menghindari adanya perjanjian yang dilandasi penyalahgunaan keadaan. Notaris/PPAT juga berhak untuk menolak pembuatan akta manakala para pihak tetap memaksa pembuatan akta yang disinyalir memuat unsur penyalahgunaan keadaan. Pembahasan mengenai daluwarsa mengajukan gugatan penyalahgunaan keadaan juga menjadi daya tarik tersendiri dalam tulisan ini dan belum banyak diangkat oleh penulis-penulis lainnya.
......Abuse of circumstances often arises as a problem that involving notaries and land deed making officials (PPAT) who are authorized to make authentic deeds and lead to the cancellation of their deeds.. This writing consists of two problem formulations where the first formulation is about the consideration of the panel of judges in deciding cases of abuse of circumstances, while the second formulation is the role of notary/PPAT to avoid the abuse of circumstances. This research was conducted with normative juridical methods and research typologies in the form of explanatoris. Meanwhile, the use of secondary data from various primary, secondary, and tertiary materials is also part of this thesis that presented in the form of analytical explanatoris. The author concludes that although the rules of abuse of circumstances have not been contained in Indonesian legislation, but in line with the provisions of Article 10 of Law Number 48 of 2009 about Judicial Power, the judge is given the authority to make legal findings on events that have not been regulated in the legislation. Regard to the role of notary/PPAT, with a careful behavior actually they can avoid the abuse of circumstances. In addition, legal counseling, submission of application for the creation of deeds of agreement, and the inclusion of certain clauses can be used as effective measures to avoid the existence of agreements based on abuse of circumstances. Notary/PPAT also has the right to refuse the creation of deeds while the parties still force the creation of deeds that allegedly contain elements of abuse of circumstances. The discussion about the expiration of filing a lawsuit for abuse of circumstances is also an attraction in this article and has not been widely raised by other writers.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library