Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Munifah
Abstrak :
Tuberkulosis masih menjadi kedaruratan global dan kini Indonesia menempati peringkat kedua dunia dengan angka prevalensi TB paru tahun 2015 mencapai 647 per 100.000 penduduk (WHO, 2015). Laporan Riskesdas 2013 prevalensi TB paru tertinggi adalah di Jawa Barat (0,7%), jauh di atas angka prevalensi nasional (0,4). Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh puskesmas, namun insidens dan prevalensi kasus TB paru terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model manajemen TB paru berbasis wilayah yang merupakan keterpaduan antara manajemen kasus dan manajemen pengendalian faktor risiko TB paru di provinsi Jawa Barat terhadap kejadian TB paru pada tingkat puskesmas. Pendekatan studi yang digunakan adalah mixed method, yakni kuantitatif dan kualitatif dengan desain cross sectional, kemudian dianalisis menggunakan Structural Equation Model (SEM) Lisrel. Pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner pada 408 responden dari 136 puskesmas total populasi, sedangkan pada studi kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam pada 136 informan pasien TB dan 136 informan dokter swasta. Hasil analisis memberikan gambaran bahwa hanya 52,9% puskesmas yang sudah menjalankan manajemen kasus secara baik dan 38% puskesmas yang sudah melaksanakan manajemen PFR. Pelaksanaan program intervensi TB (DOTS) pada sebagian besar puskesmas (50,7%) berjalan kurang baik, sedangkan pelaksanaan program pengendalian faktor risiko TB paru 62% puskesmas masih belum berjalan. Berdasarkan analisis model structural (SEM) disimpulkan bahwa jalur (path) yang terbukti signifikan adalah manajemen kasus berkontribusi terhadap pelaksanaan program intervensi TB (DOTS) dan program DOTS berkontribusi terhadap capaian CDR, CuR dan CR. Namun, DOTS saja tidaklah cukup jika tidak disertai manajemen dan program pengendalian faktor risiko (PFR) TB, karena manajemen PFR berkontribusi terhadap pelaksanaan program PFR dan jalur program PFR terbukti berkontribusi terhadap capaian CDR. Selanjutnya, penelitian ini menghasilkan model manajemen TB paru berbasis wilayah sebagai upaya pengendalian penyakit TB dengan mengintegrasikan antara program intervensi TB (DOTS) yang sudah berjalan selama ini dengan program pengendalian faktor risiko TB melalui survei kontak, investigasi pasien DO, penyehatan rumah penderita, dan dukungan kerjasama lintas sektor. Secara statistic, model ini terbukti fit. ......Tuberculosis remains a global emergency and now Indonesia second ranked in the world with pulmonary TB prevalence rate in 2015 was 647 per 100,000 population (WHO, 2015). Indonesian Base Health Survey in 2013 showed that pulmonary TB prevalence was highest in West Java (0.7%), well above the national prevalence rate (0.4). Since 2000 the DOTS strategy implemented nationwide in all health centers, but the incidence and prevalence of pulmonary TB cases continued to rise. This study aimed to obtain pulmonary TB management model which was the area-based integration between case management and management control of risk factors for pulmonary tuberculosis in the province of West Java on the incidence of pulmonary tuberculosis at the health center level. I used mixed method, namely quantitative and qualitative cross-sectional design, and then analyzed using Structural Equation Model (SEM). A quantitative approach using a questionnaire on 408 respondents from a total population of 136 primary health centers, while in the qualitative study using in-depth interviews to TB patients and private doctors. The results of the analysis suggested that only 52.9% of primary health centers had been run better for case management and 38% primary health centers were already carrying out management of the PFR. Implementation of TB intervention program (DOTS) in most primary health centers (50.7%) performed poorly, while the implementation of risk factor controlling program of pulmonary TB in 62% primary health centers were still not running. Based on the analysis of structural models (SEM) I concluded that the path which proved significant was the case management contributed to the implementation of the intervention TB program (DOTS) and DOTS program contributed to the achievement of CDR, CUR and CR. However, only DOTS program was not enough unless accompanied by management and risk factors controlling program (PFR) of TB, because the PFR management contributed to the implementation of PFR programs and the PFR program realization proved to significantly contribute to the achievement of CDR. Furthermore, this study yield regional based management model of pulmonary tuberculosis as an effort to control TB disease by integrating between TB intervention (DOTS) with surveys contact, investigation of drop out patients, redesign the homes of people if necessary, and cross-sector cooperation were vital . The feasibility and suitability model has statistically fit.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munifah
Abstrak :
Pada sistem pembayaran non tunai, layanan jasa pembayaran terbaru yang ditawarkan oleh Bank Indonesia adalah Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time. Sistem BI-RTGS saat ini merupakan muara dari seluruh penyelesaian transaksi nilai besar keuangan di Indonesia. Sebagai sistem settlement yang bersifat strategis dan kritikal serta berdampak luas, perhatian terhadap pengelolaan risiko operasional dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS perlu terus ditingkatkan, mengingat terjadinya risiko operasional secara tidak langsung akan memberikan stimulus terhadap terjadinya risiko likuiditas dan risiko kredit yang berkibat pada terganggunganya stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Tahapan yang dilakukan dalam melakukan manajemen risiko operasional penyelenggaraan Sistem BI-RTGS secara garis besar mengikuti Australian/New Zealand Risk Management Standard (AS/NZS 4360:1999). Proses identifikasi dan evaluasi risiko dilakukan dengan menggunakan metode control self assessment (CSA) dalam bentuk penyebaran kuesioner kepada beberapa karyawan Bank Indoensia yang memiliki pengetahuan cukup baik tentang Sistem BI-RTGS. Dari hasil kuesioner tersebut kemudian diperoleh daftar 5 risiko terbesar berdasarkan nilai risiko yang ada yang kemudian ditentukan strategi penanganan beserta biayanya. Selanjutnya, untuk mendapatkan alokasi biaya terbaik terhadap tiap strategi penanganan risiko, maka dilakukan optimasi alokasi biaya dengan beberapa asumsi dana yang tersedia untuk mengelola risiko. Proses optimasi ini dilakukan dengan menggunakan proses OptQuest pada Crystal Ball 2000. Studi ini diharapkan akan dapat membantu Bank Indonesia untuk mengurangi risikorisiko operasional dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
In non-cash payment system, Bank Indonesia now is offering a new service which is called Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) System. BIRTGS System is a settlement process of payment which is done individually (per transaction) and real time. Now days, BI-RTGS System is an estuary of all high value payments' settlement in Indonesia. As a strategic and critical settlement system, failure on BI-RTGS System will give a stimulus of liquidity risk and credit risk which will disturb Indonesian finance widely. That's why attention on operational risk management in BI-RTGS System implementation needs to be improved. Overall. Steps which are taken in managing operational risk of BI-RTGS System's implementation are following Australian/New Zealand Risk Management Standard (AS/NZS 4360:1999). Identification and evaluation process are done by using control self assessment (CSA) method. This method is done by spreading questioners to some employees in Bank Indonesia whose have good knowledge about BI-RTGS System. The result of questioners then used for listing 5 top risks based on its scores. Next, treatment plans for these 5 top risks and cost all_Cation at each treatment are considered. To get the best cost all_Cation, optimization of cost all_Cation with several budget assumptions is done by using OptQuest process in Crystal Ball 2000. Hopefully, this study will be able to help Bank Indonesia to decrease operational risks in BI-RTGS System's implementation.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S50363
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Chaermayatun Munifah
Abstrak :
Diperkenalkannya system pemancar Frequency Modulation (FM) sebagai penyempurnaan system Amplitudo Modulation (AM) di bidang komunikasi radio telah mendorong radio-radio siaran swasta memanfaatkan kemajuan teknologi ini dengan beralih dari penggunaan pemancar radio AM ke FM. Pemancar yang dikenal dengan kemampuannya yang stereo ini mampu memberikan kualitas suara yang lebih jernih bagi telinga pendengarnya. Bagaimana faktor perpindahan pemancar radio AM ke FM ini dipertimbangkan dalam perencanaan media periklanan merupakan masalah yang diteliti penulis dalam skripsi ini. Penelitian ini mengambil kasus yang terjadi pada radio-radio siaran swasta yang mengalami perpindahan penggunaan pemancar radio AM ke FM di Jakarta. Radio-radio tersebut adalah Radio Sonora, Radio Suara Kejayaan, Radio Camajaya, Radio Prambors, Radio Amigos dan Radio queen. Sebagai obyek penelitian ditentukan para key informants di radio-radio siaran swasta tersebut, serta para perencana media di perusahaan-perusahaan periklanan Fortune Indo Ad Matarm Inc, Grafik Perwanal DMB & B dan Wahana Adi Media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perpindahan penggunaan pemancar AM ke FM di radio-radio siaran swasta tersebut pada dasarnya turut dipertimbangkan oleh para perencana media dalam merencanakan media periklanannya sekalipun pada kenyataannya menunjukkan bahwa pertimbangan yang diberikan oleh para perencana media tersebut berbeda-beda. Empat perusahaan periklanan Fortune Indonesia, Grafik Advertising Indo Ad dan Wahana Adi Media mempertimbangkan faktor perpindahan ini dalam menentukan langkah-langkah perencanaan media periklanan yang terdiri dari (a) penentuan tujuan media yang memandang faktor ini penting untuk menentukan media mana yang paling tepat untuk menyampaikan pesan iklan pada khalayak sasaran yang diinginkan (b) penentuan strategi media yang memperhatikan faktor penggunaan pemancar AM/FM tersebut dalam peinilihan dan penentuan koinbmnasipenggunaan media-media radio yang ada dan (c) penentuan anggaran media yang sangat terkait dengan harga iklan yang ditetapkan oleh masing- masing media radio yang akan digunakan. Sedangkan pertimbangan tentang faktor perpindahan pemancar AM ke FM di dua perusahaan periklanan lainnya Matari Inc dan Perwanal DMB & B banyak tergantung pada besarnya khalayak sasaran yang mampu dijangkau oleh media radio baik berpemancar AM ataupun FM. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa dengan pindahnya beberapa radio siaran swasta ke pemancar FM ternyata mempengaruhi hubungan kerja antara beberapa media radio sebagai media iklan dan perusahaan periklanan sebagai pemasang iklan Pengaruh tersebut antara lain dapat dilihat dengan mundurnya beberaa perusahaan periklanan sebagai pemasang iklan di radio-radio tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya kebijaksanaan harga iklan yang ditentukan oleh beberapa radio yang pindah ke FM ternyata tidak diikuti dengan peningkatan, jumlah jangkauan khalayaknya setelah di FM.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library