Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Isman Pratama
"Kehadiran dan keberadaan bentuk-bentuk penggambaran makhluk hidup pada sejumlah kepurbakalaan Islam di berbagai kota di pesisir pantai utara Jawa dan Madura, seperti Cirebon, Demak, Jepara, Lamongan, Gresik dan Sumenep, cukup menarik sebagai bahan kajian. Didalam Islam, terdapat sejumlah larangan mengenai penggambaran dan perwujudan dari makhluk yang sifatnya hidup atau bernyawa. Kenyataannya justru sebaliknya, pada sejumlah kepurbakalaan di dunia Islam, khususnya di Cirebon, terdapat banyak sekali penggambaran makhluk hidup dalam berbagai bentuk.
Masalah penelitiannya adalah seberapa jauh bentuk-bentuk penggambaran makhluk hidup tersebut dapat dideteksi dan diidentifikasi melalui penelitian kepustakaan dan lapangan. Makhluk apa saja yang digambarkan dan bagaimana cara atau tehnik penggambarannya. Selain itu, seberapa jauh faktor non-muslim dan budaya pra-Islam ikut berperan dalam penggambaran makhluk bernyawa tersebut. Tujuan penelitian ini, adalah mengidentifikasikan dan menginventarisir karya seni rupa Islam Cirebon yang menggambarkan makhluk hidup, bentuk, tehnik dan fungsi dari penggambaran tersebut. Lokasi penelitiannya di kota Cirebon yaitu di keraton Kasepuhan, keraton Kanoman, mesjid Panjunan dan Taman Gua Sunyaragi. Media penggambaran pada monumental yang diteliti di keraton Kasepuhan adalah bangunan Siti Inggil, bangunan Pringgandani, bangunan Prabayaksa, bangunan Kaputren, bangunan Pamburatan, atap bangunan, pintu buk, pintu Gedung Dalem Panembahan Pakungwati, patung Macan All, area nandi di Taman Bunderan; di keraton Kanoman adalah di tembok keliling keraton, bangunan Siti Inggil, pintu masuk bangunan Pendopo, patung Macan Ali; dinding mesjid Panjunan, dan Taman Gua Sunya Ragi. Media artefak yang diamati adalah kereta Singa Barong, kereta Paksi Naga Liman, kereta Jempana, tandu Garuda Mina, hiasan dinding, tempat lampu, vas bunga, tempat surat, tempat keris, peralatan gamelan, patung, topeng, hiasan lengan, tameng, kaki meja, kaki kursi, kaki meja singgasana, meriam, wayang, keramik, tegel porselen, panil gunungan, dan artefak pintu.
Hasil penelitian menunjukkan ada tiga jenis makhluk hidup yang digambarkan yaitu makhluk hewan, makhluk hibrid, dan manusia. Jenis hewannya adalah banteng, lembu, macan, gajah, burung, rasa, ikan, naga, singa, ayam, srigala, katak, kerbau, anjing, kuda, garuda, dan burung phonik. Jenis makhluk hibridnya adalah ganesha, singa barong, naga, garuda mina, putri duyung, dan paksi naga liman. Sedangkan manusia digambarkan dalam bentuk utuh, dan berupa wajah atau mukanya saja. Selain itu, terdapat juga penggambaran makhluk malaikat. Dari segi tehnik penggambarannya, ada empat tehnik yaitu 1) naturalistis, 2) stilistik/denaturalistis, 3) hibridasi, dan 4) wayang. Dari segi fungsinya, ada enam yaitu: 1) mengingatkan kepada Tawhid; 2) tranfigurasi bahan, 3) transfigurasi struktur, 4) pengindahan, 5) titiwangsa, dan 6) simbolis. Dari penggambaran makhluk hidup dapat ditelusuri kehadiran pengaruh dari budaya luar, baik dari yang non muslim seperti India, Cina, dan Eropa, maupun muslim seperti Mesir. Selain itu, tentunya pengaruh budaya dari pra-Islam atau Hindu Buddha. Hal ini memperlihatkan kearifan penguasa maupun seniman yang membuat karya seni rupa Islam di Cirebon.
Dari penelitian ini, dapat terlihat bahwa penggambaran makhluk hidup pada sejumlah media kepurbakalaan di Cirebon menunjukkan kehadiran maksud-maksud tertentu dari si pembuatnya, dan tanpa meninggalkan pesan-pesan Islami yang ingin disampaikan kepada pemirsa karya seni Islam kuna tersebut. Di samping itu, pada karya-karya artefak masa kini, memperlihatkan adanya kontinuitas penggambaran makhluk hidup yang secara tradisi dilanjutkan dan menjadi ciri khas dari karya seni Cirebon seperti motif macan ali."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat peranan dan kedudukan tokoh agama dalam birokrasi kerajaan Islam Banten abad 16 - 18, melalui data-data sejarah masa lalu, dan bukti-bukti arkeologis. Beberapa kasus dan peristiwa dari sumber lokal memperlihatkan bahwa kedudukan dan peran dari tokoh agama ini cukup penting dan diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh agama dalam sumber lokal itu dapat diidentifikasikan melalui penelusuran terhadap sejumlah nama-nama yang disebutkan dalam sumber lokal. Diantaranya adalah Sunan Gunung Jati, Molana Hasanuddin, Molana Yusup, Molana Muhammad, Kiyahi Dukuh, Surasaji, Senapati Pontang, Dipati Jayanegara, Ki Waduaji, dan Ki Wijamanggala, Ki Amar, Lebe Panji, Tisnajaya, Wangsaraja, Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir, Ki Pekih, Nyai Mas Eyang, Entol Kawista, Santri betot, Sayid Alli, Abulnabi, Haji Salim, dan Ki Haji Abbas. Di samping itu ada juga tokoh lain di dalam sejarah Banten yang tidak terekam di dalam sumber lokal, tetapi peran dan kedudukannya sebagai tokoh agama cukup penting yaitu adalah Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Haji, Syekh Yusuf, dan Kyai Tapa. Peranan para tokoh agama tersebut dapat terbagi kepada tokoh yang bertindak dan berperilaku sebagai tokoh agama layaknya sekaligus berperan dalam kehidupan politik pemerintahan sebagai penguasa atau pejabat kerajaan Islam, dan tokoh agama yang benar-benar berkecimpung dalam kegiatan keagamaan saja seperti memberi pelajaran Al qur'an kepada anak didiknya, memberi pelajaran keagamaan kepada masyarakat serta melakukan da'wah agama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"ABSTRAK
Debus merupakan suatu bentuk permainan kekebalan yang dilakukan seseorang terhadap benda tajam. Permainan tersebut, kini lebih dikenal sebagai suatu bentuk kesenian yang unik dan langka, yang hanya dimiliki oleh beberapa wilayah tertentu saja di Indonesia. Adapun wilayah tersebut, diantaranya adalah Jawa Barat, Sumatera Barat dan Aceh.
Debus, timbul dan muncul di Jawa Barat sejalan dengan awal masuknya agama Islam. Debus sendiri sebenarnya lahir dari kebudayaan Islam untuk menarik, masyarakat memeluk agama Islam. Oleh karena itu, debus dikembangkan oleh para guru agama atau syeh yang menjadi pimpinan sLlatL(kelompok tarekat tertentu. Di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, aliran tarekat yang mengembangkan debus ini adalah aliran tarekat Qadiriyah dan Pi-raiyah.
Pada masa kini, debus tetap eksis dan dapat disaksikan peragaan permainannya. keberadaan debus yang cukup unik ini, menarik untuk dikaji dan diamati. Da1am penelitian ini, pokok kajian tertuju pada masalah fungsi debus dalam sistem budaya masyarakat Banten dan proses perubahan yang dihadapi debus masa kini.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa keberadaan debus hingga kini dilandasi pada keberlangsungan fungsi debus sendiri yang masih dipertahankan, baik ke dalam sistem debus maupun ke luar yaitu sistem budaya masyarakat pendukungnya, Debus melakukan perubahan dan modifikasi, untuk tetap debus dapat bertahan dan menarik untuk disaksikan oleh masyarakat pada masa kini."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"Beberapa literatur yang ditulis oleh orang asing seperti Vredenbregt (1973), Bruinesseen (1984,1995), dan yang ditulis oleh orang Indonesia, seperti Aminuddin (1993) dan Tim Studi Pengembangan Kesenian Tradisional Serang (1989), memperlihatkan bahwa debus adalah suatu permainan yang telah berkembang sejak masa Kesultanan Banten Sultan Ageng Tirtayasa (abad 17), dengan tujuan membangkitkan moral pasukan Banten dalam melawan VOC.
Dalam perkembangannya, debus ini hanya dimiliki oleh sekumpulan orang Banten yang tergabung dalam suatu perkumpulan keagamaan -- Islam, yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Rifaiyah. Kehadiran dan perkembangan kedua tarekat ini berhubungan dengan munculnya fenomena debus di daerah Banten. Dalam hubungan itu, tampak bahwa debus dan tarekat merupakan dua hal yang saling berkaitan. Di dalam tarekat terdapat seorang pimpinan yang biasa dikenal dengan sebutan syekh atau kiai. Ketiga hal tersebut, yaitu debus, Islam dan kiai merupakan kajian dalam tesis ini, dengan memfokuskan pada studi kasus di desa Tegal Sari, kecamatan Walantaka Serang.
Kiai adalah seorang pimpinan suatu pondok pesantren yang memiliki ilmu agama cukup dalam. Dalam pelaksanaannya, kiai mempunyai kemampuan tertentu di luar kemampuan manusia biasa. Kiai yang memiliki kemampuan itu, biasanya berasal dari tarekat Qadiriyah dan Rifaiyah yang berkaitan dengan debus. Hubungan antara debus dengan kiai dan Islam inilah yang menjadi kajian tesis ini. Melalui penelitian yang sifatnya kualitatif dilakukan pengamatan langsung dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk deskripsi analisa.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa debus memiliki makna atau gagasan yang dilandasi pada latar sejarah orang Banten, yang sering berhadapan dengan peperangan atau pemberontakan melawan bangsa asing atau penjajah, yang tercermin dalam watak orang Banten yang keras dan berani. Sehingga ungkapan untuk Banten dikenal sebagai bangsa yang nilai patriotisme dan heroisme nya menonjol.
Debus juga berkembang dari hasil upaya kiai dan tokoh agama, khususnya dan tarekat Qadiriyah atau Rifaiyah, berupa permainan yang memperlihatkan kekebalan tubuh pemain dari benda tajam, sebagai akibat pendekatan diri pada Yang Maha Kuasa melalui suatu proses ritual tertentu.
Pada masa kini debus, dikenal sebagai suatu permainan kekebalan yang digemari masyarakat, dan menjadi ciri khas budaya Banten. Rentang waktu yang cukup lama ini dan tetap ada debus hingga kini, memperlihatkan bahwa debus itu dapat bertahan dalam masyarakat Banten. Daya tahan Debus inilah yang mendorong untuk dipahami, dengan memperhatikan unsur-unsur yang ada di dalam debus, dan menelusuri fungsi-fungsinya pada masa kini, serta kaitannya dengan peranan Islam dan kiai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"ABSTRAK. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil obyek mihrab mesjid kuna yang ada di kota Benten, Jakarta, dan Cirebon, dengan memperhatikan segi-segi arsitektur, arah hadap dan ragam hiasnya. Rentang waktu yang digunakan adalah mihrab mesjid yang berasal dari abad 15 hingga 19. Tujuannya adalah untuk mengenali komponen yang terdapat pada mihrab-mihrab mesjid kuna, keragamannya dan frekwensi pemakaiannya. Juga untuk melihat unsur-unsur yang mempengaruhi ragam hiasnya, apakah ada unsur dari pra Islamnya atau dari Islamnya. Penelitian hanya dilakukan pada 16 obyek mihrab yang terdapat di ketiga kota tersebut di atas. Metode yang digu_nakan adalah deskripsi dan perbandingan hasil deskripsinae. Komponen yang diperhatikan adalah bentuk, ruangan, tiang, lengkungan, lalu arah hadap dan ragam hiasnya. Hasilnya me_nunjukkan adanya keragaman komponen dan frekwensi pemakaian_nya. Hal ini dapat digunaken sebagai dasar penelitian untuk mengenali gaya yang terdapat pada mihrab mesjid kuna, dan mengetahui unsur-unsur yang mempengaruhi ragam hiasnya."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji mesjid Kasunyatan sebagai obyek penelitiannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan sejarah pendirian mesjid kuno ini dan tinjauan arsitekturnya.
Dalam bahasan tentang sejarah mesjid dipermasalahkan hubungan antara nama mesjid dengan tokoh yang mendirikannya, kapan mesjid ini dibangun dan oleh siapa. Sedangkan bahasan terhadap bangunan mesjidnya dilakukan dalam tinjauan deskripsi untuk kemudian dilakukan kajian terhadap apa yang telah dideskripsikan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk nemperoleh ganbaran mengenai sejarah pendirian mesjidhya yang berkaitan dengan tokoh pendirinya, waktu pendirian, dan hubungan antara nama mesjid dengan tokoh pendirinya. Tujuan lain adalah untuk memperoleh ganbaran mengenai pengaruh yang terdapat pada arsitektur mesjid ini.
Metode yang digunakan adalah Studi kepustakaan, observasi langsung kepada obyek, lalu di deskripsikan dan hasilnya diolah untuk disajikan dalam laporan penelitian.
Hasil penelitian memperlihatkan adanya hubungan antafa pendiri mesjid ini dengan hama mesjidnya, yaitu Pangeran Kasunyatan. Haktu pendiriannya diperkirakan pada masa awal pemerintahan Maulana Yusuf yang memerintah pada tahun 1570 hingga 1580 Masehi. Hasil yang berkaitan dengan arsitektur mesjidnya memperlihatkan bahwa mesjid ini didominasi oleh unsur lokal atau pra islam. Pada menara dan kolam wudhunya terlihat adanya pengaruh asing yaitu Portugis. Pada gapuranya terdapat pengaruh gaya "Moor"."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"Mesjid Raya Ambon merupakan mesjid tua dan keramat yang terletak di kota Ambon. Mesjid ini memiliki bentuk dan gaya bangunan yang khas dan unik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kekunoan mesjid ini melalui pemaparan deskripsi bangunannya. Di samping itu, untuk melihat bagaimana proses islamisasi di daerah tersebut.
Hasil penelitian mempelihatkan bahwa mesjid ini memiliki nilai-nilai kekunoannya yang tampak pada beberapa unsur bangunan seperti pada bagian pondasi mesjidnya yang masif, bagian atap mesjid yang hentuknya kubah, gaya menara mesjidnya, bentuk-bentuk tiang yang ada di ruang utama mesjid dan serambi, dan motif hiasnya.
Perihal masuk dan berkembangnya Islam di Maluku, khususnya di Ambon (Hitu) dapat diketahui dari sumber-sumber lokal dan sumber asing. Menurut sumber-sumber tersebut, agama Islam datang ke Maluku sekitar abad ke 13 hingga abad 15 Masehi. Penyebar Islam pertama adalah seorang ulama bernama Syekh Jafar Sadek yang datang dari tanah Arab (Mekah). Syekh ini menetap dan kawin di Ternate dan menurunkan raja-raja Maluku. Para penyebar Islam lainnya adalah Maulana Husayn, Tuhubahahul, Patih Putih dan Patih Tuban. Adapun cara penyebaran agamanya melalui dakwah Islamiah yang penuh kedamaian, dengan metode yang tepat. Di samping itu, juga melalui jalur perkawinan dan perdagangan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP.Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP.Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LAPEN 02 Nas t
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"Studi ini menjelaskan ciri-ciri Masjid Kerajaan di Indonesia dari abad ke-16 hingga awal abad ke-20 Masehi melalui kajian arsitektural dan arkeologis terhadap komponen bangunannya. Masjid Kerajaan adalah sebuah konsep yang bermakna bangunan tempat ibadah sultan shalat berjamaah bersama rakyatnya yang berlokasi di ibukota kerajaan Islam yang merupakan representasi sultan dan sekaligus menjadi identitas kerajaan yang bercorak Islam di masa lalu.
Melalui kajian arsitektural dan arkeologis, beberapa masjid kerajaan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Utara, dikaji dengan memperhatikan konteks ruang (spatial) dengan pusat pemerintahan (istana), alun-alun, pasar, makam dan bangunan lainnya. Disamping itu, dikaji juga aspek relasi kuasa masjid dengan kraton sebagai pusat kuasa, untuk mengungkapkan representasi kuasa di dalam masjid, dengan memperhatikan gaya bangunan dan ritual.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan masjid-masjid kerajaan di Indonesia memiliki ciri-ciri khusus yang ditampilkan (display) dalam bangunannya dan praktik ritual lokalnya yang berbeda dengan masjid non kerajaan dan masjid di luar Indonesia sebagai suatu strategi dan resistensi terhadap relasi kuasa Islam global di masa lalu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2120
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>