Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Amanda Novia Anggita
"Permendag RI No. 7 Tahun 2013 pada dasarnya mengatur mengenai pembatasan jumlah gerai waralaba untuk jenis usaha jasa makanan dan minuman. Tujuannya adalah untuk pemerataan ekonomi dengan mengembangkan usaha kecil dan menengah melalui pengembangan kemitraan dalam waralaba dengan pola penyertaan modal. Pada prakteknya, mayoritas pemberi waralaba merek asing terkenal hanya akan mempercayakan pemasaran merek dagangnya kepada satu penerima waralaba di Indonesia. Hal ini dinilai oleh pemerintah sebagai pemicu terjadinya kesenjangan sosial, ditakutkan pemilik waralaba ini akan semakin merajai dan menjajah perekonomian negara dengan memonopoli sistem perdagangan dalam negeri. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, dikeluarkanlah Permendag RI No. 7 Tahun 2013. Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah implementasi dari regulasi ini dalam kegiatan bisnis waralaba secara nyata? Dapatkah regulasi ini menjadi suatu solusi yang komperhensif untuk mengembangkan usaha kecil dan mengengah sehingga terwujud pemerataan ekonomi? Bagaimana mengenai perlindungan hukum terhadap pemilik waralaba? Mengingat kegiatan perkembangan waralaba di Indonesia yang semakin pesat, dan semakin banyaknya waralaba merek asing yang masuk ke Indonesia, maka Pemerintah Indonesia selaku regulator perlu memberikan perhatian khusus terutama dari segi hukum yang mengatur waralaba di Indonesia. Penelitian ini akan memberikan tinjauan hukum atas usaha waralaba merek asing terkenal di Indonesia, terkait dengan keberlakuan Permendag RI No. 7 Tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yang bersifat kualitatif.
This regulation, basically set on limiting the number of franchise outlets in foods and beverages franchise. The purpose is for economic equality by developing small and medium enterprises through the development of partnerships in franchise with the pattern of equity participation. In practice, most of famous foreign trademark franchisor will only entrust the marketing of its trademark to one franchisee in Indonesia. This is seen by the government as a trigger of social inequality, franchisor will increasingly dominate and colonize the country's economy to monopolize trade in the domestic system. In order to anticipate this situation, the government issued the Indonesian Trade Minister Regulation Number : 07/MDAG/ PER/2/2013. However, the problem is about the implementation of these regulation in the franchising activities in real. Can this regulation be a comperhensive solution to develop small and medium enterprisess in order to realizing economic equality? How about the legal protection of the franchisor? Since franchises in Indonesia are growing rapidly, and the increasing number of foreign trademark franchises in Indonesia, the Indonesian government as regulator needs to give special attention, especially in terms of the law governing franchise in Indonesia. This study will provide an overview of business law for famous foreign trademark franchise in Indonesia, associated with Indonesian Trade Minister Regulation Number : 07/M-DAG/PER/2/2013. This type of research is normative juridical literature. Data analysis methods used in this research is descriptive qualitative analysis. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47115
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Novia Anggita
"Konduktivitas hidrolik (K) merupakan parameter penting untuk dikaji dalam mengenali interaksi air permukaan dan bawah permukaan. Pengamatan lapangan berupa geolistrik dan infiltrometer dipilih sebagai alternatif untuk mengestimasi nilai (K) tersebut, dengan konfigurasi Schlumberger untuk pengamatan geolistrik dan infiltrometer cincin ganda untuk pengamatan infiltrometer pada area terbuka hijau. Nilai resistivitas dari pengamatan geolistrik dikuantifikasikan menjadi nilai berdasarkan hukum Archie, serta nilai laju infiltrasi menggunakan model horton dikuantifikasikan berdasarkan hukum Darcy dari pengematan infiltrometer. Uji permeabilitas di laboratorium muncul sebagai parameter kontrol dalam mengestimasi hasil kedua pengamatan yang dilakukan. Estimasi nilai konduktivitas hidrolik yang diperoleh dengan pengamatan infiltrometer cukup signifikan dibandingkan dengan pengamatan geolistrik dan uji permeabilitas. Hasil pengamatan geolistrik berada pada rentang nilai 1,965 x 10-8 m/s hingga 3,896 x 10-9< m/s dan pengamatan infiltrometer berada dalam rentang 2,715 x 10-7 m/s hingga 6,132 x 10-7 m/s. Pada penelitian ini kondisi tanah pada pengamatan geolistrik dilakukan dalam keadaan tidak jenuh, sedangkan pada pengamatan infiltrometer dan uji permeabilitas laboratorium adalah dalam keadaan jenuh. Kondisi tanah tersebut dijadikan sebagai salah satu alasan untuk interpretasi hasil penelitian dalam studi ini, bahwa konduktivitas hidrolik pada kondisi tanah tak jenuh menurun dibandingkan tanah jenuh, hasil estimasi yang telah dilakukan memperoleh kisaran nilai konduktivitas hidrolik untuk satu jenis tanah yang sama.
Hydraulic conductivity (K) as a parameter in surface and subsurface water interaction is an important study to research. Field observations using geoelectrics and infiltrometers were chosen as methods to estimate (K), with the Schlumberger configuration for geoelectric observation and a double-ring infiltrometer for infiltrometer observation in green open spaces. Resistivity values from geoelectric surveys were converted into K values based on Archie's law, while infiltration rates were quantified using the Horton model according to Darcy's law from the infiltrometer measurements. Laboratory permeability tests served as control parameters to estimate the results of these observations. The estimated hydraulic conductivity values obtained from infiltrometer observations are quite significant compared to geoelectric observations and permeability tests. The estimated results of hydraulic conductivity from geoelectric observations are in the range of 1.965 x 10-8 m/s to 3.896 x 10-9 m/s and from infiltrometer observations are in the range of 2.715 x 10-7 m/s to 6.132 x 10-7 m/s. In this study, the soil conditions in geoelectric observations were carried out in an unsaturated state, while in infiltrometer observations and laboratory permeability tests were in a saturated state. This soil condition is used as one of the reasons for interpreting the research results in this study, that the hydraulic conductivity in unsaturated soil conditions decreases compared to saturated soil. The estimation results that have been carried out obtain a range of hydraulic conductivity values ââfor the same type of soil."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Amanda Novia Anggita
"Adakalanya jalan restrukturisasi utang menjadi suatu tindakan yang perlu diambil apabila debitor mengalami kesulitan dalam pembayaran utang. Hal ini pada dasarnya merupakan salah satu upaya contingency plan perseroan untuk menyelamatkan perseroan dari kebangkrutan maupun menghindari perseroan dilikuidasi atau dipailitkan. Halmana debitor yang akan dipailitkan oleh kreditornya sesungguhnya masih memiliki prospek usaha yang baik dan dapat kembali menjadi perusahaan yang sehat apabila diberikan beberapa keringanan terhadap utang-utangnya, maka langkah restrukturisasi utang seringkali menjadi solusi pilihan bagi debitor maupun kreditor. Restrukturisasi utang dilakukan sepanjang utang-utang debitor layak untuk direstrukturisasi karena perseroan debitor masih memiliki prospek usaha yang baik untuk mampu melunasi utang dan akan menjadi perseroan yang sehat untuk dapat melanjutkan kegiatan usahanya apabila diberi penundaan jangka waktu pelunasan dalam jangka waktu yang wajar, baik dengan atau tanpa diberi keringanan terhadap persyaratan utangnya, juga baik restrukturisasi utang itu dilakukan dengan atau tanpa disertai upaya untuk menyehatkan perseroan yang bersangkutan. Untuk itu, peraturan perundang-undangan di Indonesia memberikan kesempatan kepada para debitor yang kesulitan dalam membayar utang-utangnya untuk dapat menunda pembayaran utangnya dalam jangka waktu tertentu, dan memungkinkan untuk mengajukan proposal restrukturisasi utang kepada kreditornya dalam rangka Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini akan memberikan pandangan mengenai restrukturisasi utang dalam rangka Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang secara khusus akan membahas mengenai studi kasus PT Bakrie Telecom, Tbk.
Sometimes the debt restructuring might be an action that needs to be taken when the debtor experiencing difficulties in payment of debts. It basically is an effort as the company's contingency plan to save the company from insolvency and to avoid the company from being liquidated or bankrupted. Whereas the debtor who will be liquidated by their creditors still has good business prospects, and is able to recover from a financial distress when given some relief on its debt, hence the debt restructuring shall be the win-win solution for both debtor and creditor. The debt restructuring may only occur when the debts of the debtor eligible to be restructured, provided that there is still light at the end of the tunnel. In the case of the company might be able to continue its operation if given a delay of the term of repayment within a reasonable time, either with or without the debt remissions, the debt restructuring shall occur. Therefore, the legislation in Indonesia provides the opportunity for debtors who have difficulty in paying its debts in order to delay payment of the debt within a certain period, and allow for debt restructuring proposal to its creditors in terms of the Suspension of Debt Repayment (SDR). This study will provide the framework of debt restructuring in terms of the Suspension of Debt Repayment, which particularly discuss the case study of PT Bakrie Telecom, Tbk."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T44766
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library