Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pane, Heikhal A.S.
"Putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun belum mempunyai kekuatan hukum tetap, atau yang diterjemahkan dari bahasa aslinya uitvoerbaar bij voorraad, merupakan suatu bentuk pengecualian yang sangat terbatas berdasarkan syarat-syarat khusus yang telah ditentukan undang-undang, sehingga putusan ini bersifat exceptioneel. Karena pada dasarnya putusan hakim atau putusan pengadilan dapat dilaksanakan apabila putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Syarat-syarat yang dimaksud merupakan pembatasan kebolehan untuk menjatuhkan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad,sebagaimana yang diatur dalam Pasal 180 ayat (1) H.I.R. dan Pasal 191 ayat (1) R.Bg. Selain itu, Mahkamah Agung selaku pengawas tertinggi terhadap penyelenggaraan Peradilan disemua lingkungan Peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, juga telah mengeluarkan beberapa surat edaran sebagai pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad. Akan tetapi, meskipun putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu telah diatur dalam H.I.R. dan R.Bg., serta surat edaran yang telah dikeluarkan Mahkamah Agung, penerapan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad dalam praktiknya ternyata masih sangat jauh dari yang diharapkan. Oleh karenanya dalam penulisan ini akan coba dibahas lebih lanjut mengenai pengaturan serta penerapan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad, khususnya penerapan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau uitvoerbaar bij voorraad dalam Putusan Hakim pada Pengadilan Negeri Tanggerang tanggal 8 Februari 2006 dengan Register Perkara Nomor: 89/PDT.G/2005/PN.TNG. sebagai contoh kasus dalam penulisan ini.

A judicial decision that can be implemented first and foremost even though it has not retained a permanent legal force, or better known from the translation of the original language uitvoerbaar bij voorraad, is a form of a very limited exception based on certain conditions determined by law, makes this judicial decision exceptioneel. Because basically a verdict or court decision can only be implemented if that decision has retained a permanent legal force (in kracht van gewijsde). The conditions referred to are limitations of the ability to give a decision that can be implemented first and foremost or better known as uitvoerbaar bij voorraad, as set in article 180 paragraph (1) H.I.R. and article 191 paragraph (1) R.Bg. Other than that, the Supreme Court acting as the highest supervisor in exertion of justice in all levels of court running in judiciary powers, has also released some circular letter as guidelines for judges for giving decisions that can be implemented first and foremost or better known as uitvoerbaar bij voorraad. However, even though judicial decisions that can be implemented first and foremost is set in H.I.R. and R.Bg., the circular letters released by the Supreme Court concerning judicial decisions that can be implemented first and foremost or uitvoerbaar bij voorraad in practice is far from what expected. Therefore in this writing, the writer will try to discuss furthermore about the settings and implementation of judicial decisions that can be implemented first and foremost or uitvoerbaar bij voorraad in Judicial Decision in First Degree Court in Tangerang, dated 8th February 2006 with registered number: 89/PDT.G/2005/PN.TNG. as a case example for this writing.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22583
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Heikhal A.S.
"Sebagai salah satu produk yang dihasilkan Pertamina, Premium saat ini merupakan primadona bagi kehidupan masyarakat. Bahkan untuk saat ini Premium dapat dikategorikan sebagai kebutuhan primer untuk kelangsungan hidup masyarakat. Tanpa adanya Premium niscaya roda perekonomian masyarakat akan lumpuh total. Dengan begitu pentingnya peranan Premium di tengah-tengah masyarakat, ternyata tidak diimbangi dengan upaya menjaga kualitasnya sebagai suatu produk.
Pada pertengahan tahun 2010 terjadi suatu fenomena aneh yang menimpa ribuan kendaraan yang mengkonsumsi Premium sebagai bahan bakarnya. Ketika itu banyak kendaraan yang mengalami kerusakan di bagian fuel pump-nya. Disinyalir hal ini disebabkan karena kualitas Premium yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minya Jenis Bensin yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, salah satu kewajiban dari pelaku usaha adalah menjamin mutu barang dan/atau jasa sebagai suatu produk yang di produksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Hal ini tentunya sebagai langkah preventif untuk menghindari timbulnya kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi produk yang dihasilkan pelaku usaha. Namun apabila konsumen telah mengalami kerugian, maka pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi produk tersebut. Hal ini merupakan bentuk perlindungan kepada konsumen sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berangkat dari ketentuan dan uraian di atas, maka selanjutnya dalam penulisan ini akan dibahas secara tuntas mengenai kewajiban dan tanggung jawab dari Pertamina selaku pelaku usaha yang menghasilkan Premium sebagai suatu produk. Mengingat dalam perjalanannya terdapat upaya pelimpahan tanggung jawab dari Pertamina kepada pelaku usaha lainnya selaku distrubitor.

As one of the products produced by Pertamina, the current Premium is ?star‟ for people‟s lives. Even for the current condition Premium can be categorized as a primary necessity for the survival of the society. Without Premium, the economy of the society will be paralyzed. Thus is the importance of the role of Premium in the midst of society, but was not matched by the efforts to maintain its quality as a product.
In mid-2010 there was a strange phenomenon that affected thousands of vehicles consuming Premium as its fuel. At that time, many vehicles were damaged in the fuel pump. Allegedly this is because of the quality of the Premium which is not in accordance with the standards set out in the Decree of Directorate General of Oil and Gas No. 3674 K/24/DJM/2006 regarding the Standards and Quality (Specification) of Fuel Type Gasoline Marketed in the Domestic In Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection, one of the obligations of businessmen is to guarantee the quality of goods and/ or service of the product in the production and/or traded under the provision of quality standards of goods and/or service applicable. This is certainly as a preventive measure to avoid the losses suffered by consumers from consuming the products from yhe businessmen are responsible to provide a compensation for damage, contamination, and/or other losses from the consumers from consuming the products. This is a form of protection for consumers, as mandated.
In Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection. From these provisions and the descriptions above, therefore will later be discussed thoroughly regarding the obligations and responsibilities of Pertamina as the businessmen producing Premium as their product. Given the way there are efforts to transfer the responsibility from Pertamina to other businessmen acting as the distributor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28978
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library