Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rezki Yuni Adelia
"Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan salah satu hal yang dapat menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu karena sifatnya yang langsung bertanggung jawab kepada pasien. Salah satu pelayanan kefarmasian yang penting di puskesmas yaitu pelayanan resep. Peresepan yang baik dapat meningkatkan penggunaan obat secara rasional sehingga pasien menerima obat sesuai dengan indikasi klinis, dalam dosis yang tepat, untuk jangka waktu yang cukup, serta dengan biaya yang rendah. Untuk itu, diperlukan suatu daftar (formularium) dari obat yang harus tersedia dalam fasilitas kesehatan tingkat pertama. Formularium Nasional berfungsi sebagai acuan atau pedoman bagi penyedia layanan kesehatan yang bertujuan untuk menyediakan obat-obatan yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah tertentu. Namun, pengelolaan obat yang tidak efisien dapat memberikan dampak negatif, baik secara medis maupun ekonomi. Oleh karena itu, perlu adanya seleksi obat yang tepat melalui sistem formularium puskesmas untuk meningkatkan mutu terapi obat dan menurunkan kejadian efek samping obat. Analisis formularium nasional dilakukan dengan cara mendata obat-obat untuk dimasukkan ke formularium puskesmas lalu membandingkannya dengan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) tahun 2022 dan tahun 2023. Daftar obat yang disusun sebagai formularium puskesmas didasarkan pada formularium nasional tahun 2021. Obat-obatan yang telah diseleksi dari formularium nasional lalu dibandingkan dengan RKO tahun 2022 dan tahun 2023. Dari hasil perbandingan, terdapat obat-obatan yang termasuk ke dalam RKO 2022 namun tidak termasuk dalam RKO 2023. Selain pelayanan resep, apoteker sebagai tenaga kesehatan di puskesmas memiliki tugas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya dengan memberikan edukasi kesehatan kepada pengunjung puskesmas. Pemberian edukasi menggunakan alat bantu berupa leaflet dapat memudahkan peserta edukasi untuk memahami materi yang disampaikan. Pembuatan leaflet dilakukan dengan metode studi literatur, serta pelaksanaan edukasi kesehatan dilakukan dengan penyuluhan singkat serta penyebaran leaflet pada peserta penyuluhan. Pelaksanaan penyuluhan singkat menggunakan leaflet sebagai alat bantu sangat memudahkan materi sampai kepada peserta penyuluhan dan dipahami dengan baik.

Pharmaceutical services at Community Health Centers are one of the things that can support quality health services because they are directly responsible to patients. One of the important pharmaceutical services at community health centers is prescription services. Good drug prescribing can increase the rational use of drugs so that patients receive drugs according to clinical indications, in the right dose, for a sufficient period of time, and at a low cost. For this reason, a list (formulary) of drugs that must be available in first-level health facilities is needed. The National Formulary functions as a reference or guideline for health service providers whose aim is to provide safe, efficacious, quality and affordable medicines in certain types and quantities. However, inefficient drug management can have negative impacts, both medically and economically. Therefore, there is a need for appropriate drug selection through the health center formulary system to improve the quality of drug therapy and reduce the incidence of drug side effects. National formulary analysis is carried out by listing the drugs to be included in the health center formulary and then comparing it with the 2022 and 2023 Drug Needs Plans (RKO). The list of drugs compiled as a health center formulary is based on the 2021 national formulary. from the national formulary and then compared with the 2022 and 2023 RKO. From the comparison results, there are medicines that are included in the 2022 RKO but are not included in the 2023 RKO. Apart from prescription services, pharmacists as health workers at community health centers have the task of improving community welfare, one of which is by providing health education to health center visitors. Providing education using tools in the form of leaflets can make it easier for education participants to understand the material presented. Making leaflets was carried out using the literature study method, and the implementation of health education was carried out by providing short counseling and distributing leaflets to counseling participants. Carrying out short counseling using leaflets as a tool really makes it easier for the material to reach the counseling participants and be understood well.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Yuni Adelia
"Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memastikan terapi obat aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Pemantauan terapi obat dilakukan dengan menganalisis pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD), serta rekomendasi perubahan maupun alternatif terapi. Pemantauan terapi obat telah termasuk sebagai salah satu pelayanan farmasi klinis pada standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, puskesmas, dan apotek yang diatur oleh kementerian kesehatan RI. Sepsis merupakan respons sistemik pejamu terhadap infeksi, saat patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan dengan tingkat kejadian kasus serta kematian yang cukup tinggi dan terus meningkat di seluruh dunia. Meskipun telah terdapat berbagai panduan terkait terapi sepsis yang dibuat oleh para ahli untuk menurunkan angka kematian akibat sepsis, minimnya pengetahuan SDM, ketersediaan pemeriksaan penunjang dan modalitas terapi menjadi alasan sulitnya pengimplementasian panduan terapi sepsis secara menyeluruh di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data menggunakan metode retrospektif. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari rekam medis pasien yang kemudian dianalisis untuk mengetahui apakah terdapat masalah terkait obat atau DRP (Drug Related Problem). Data yang diambil berupa data identitas pasien, kajian status klinik, hasil pemeriksaan penunjang, dan profil penggunaan obat. Daari data yang dikumpulkan, dilakukan beberapa analisis, yakni interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium, analisis penggunaan antibiotik, analisis ketepatan terapi, dan analisis masalah terkait obat/DRP. Berdasarkan hasil pemantauan terapi obat, dapat disimpulkan bahwa pengobatan yang diberikan mayoritas sudah sesuai dan tidak ada masalah. Namun, terdapat beberapa masalah terapi yang kemudian dianalisis DRP nya dengan metode SOAP pada pasien. Solusi yang diberikan yaitu perlunya dilakukan pengecekan terhadap masalah terapi obat yang muncul terutama potensi interaksi obat bagi pasien yang mendapatkan obat polifarmasi, serta selalu melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda vital pasien maupun pemeriksaan lab apabila ada kemungkinan muncul efek samping obat.

Drug therapy monitoring is an activity carried out to ensure the drug therapy is safe, effective and rational for patients. Drug therapy monitoring is carried out by analyzing drug choices, dosages, methods of drug administration, therapeutic response, adverse drug reactions (ADR), as well as recommendations for changes or alternative therapies. Drug therapy monitoring has been included as one of the clinical pharmacy services at pharmaceutical service standards in hospitals, health centers, and pharmacies regulated by the Indonesian Ministry of Health. Sepsis is a systemic response of the host to infection, when pathogens or toxins are released into the blood circulation resulting in the activation of the inflammatory process. Sepsis is a health problem with a high incidence of cases and deaths and continues to increase throughout the world. Although there have been various guidelines related to sepsis therapy made by experts to reduce mortality, the lack of knowledge of human resources, the availability of supporting examinations, and therapeutic modalities are the reasons for the difficulty in implementing comprehensive sepsis therapy guidelines in Indonesia. This research was carried out by collecting data using a retrospective method. Data collection was carried out by taking data from the patient's medical record which was then analyzed to find out whether there were drug-related problems or DRP. The data taken including the patient identity data, clinical status studies, results of supporting examinations, and drug use profiles. From the data collected, several analyzes were carried out, namely interpretation of laboratory examination results, analysis of antibiotic use, analysis of appropriateness of therapy, and analysis of drug-related problems/DRP. Based on the results of drug therapy monitoring, it can be concluded that the majority of the treatment given is appropriate and there are no problems. However, there were several potential therapeutic problems which were then analyzed by DRP using the SOAP method in patients. The solution given is the need to check drug therapy problems that arise, especially the potential for drug interactions for patients receiving polypharmacy drugs, and always monitor the patient's vital signs and lab tests if there is a possibility of drug side effects."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Yuni Adelia
"Proses operasional di PBF merujuk kepada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk obat, dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) untuk alat-alat kesehatan. Jenis produk obat yang disalurkan oleh PBF antara lain obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika, psikotropika, prekursor farmasi, obat-obat tertentu (OOT), dan produk rantai dingin. Diantara produk tersebut, prekursor farmasi dan obat-obat tertentu merupakan produk obat yang memiliki ketentuan khusus dalam hal penyalurannya, dimana ketentuan tersebut hampir mirip dengan ketentuan penyaluran produk narkotika dan psikotropika. Alur operasional produk prekursor dan OOT meliputi pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan. Pengadaan prekursor dan obat-obat tertentu dilakukan dengan pemesanan ke gudang induk yang harus disertai surat pesanan dengan format khusus. Selanjutnya, prekursor farmasi dan obat-obat tertentu diterima dan dilakukan pengecekan fisik dan kesesuaian dengan surat pesanan. Produk obat yang sudah lolos pengecekan disimpan diruangan khusus yang memiliki sistem pintu ganda, dilengkapi tempat khusus untuk karantina obat, termometer suhu ruang, dan juga terdapat kartu stok untuk mendokumentasikan setiap pengeluaran dan penerimaan obat. Penyaluran prekursor farmasi dan obat-obat tertentu hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari apoteker penanggung jawab instansi pelanggan (RS, apotek, klinik), atau dari Tenaga Teknis Kefarmasian (bagi toko obat). Apabila terjadi kehilangan selama proses pengiriman, APJ wajib melapor ke BPOM dengan melampirkan berita acara lengkap dengan surat kehilangan dari pihak kepolisian. Pelaporan prekursor farmasi dan obat-obat tertentu dilakukan setiap bulan ke kemenkes dan BPOM melalui melalui situs e-report PBF dan e-was BPOM. 

The operational process at PBF refers to Good Medicine Distribution Methods (CDOB) for medicines, and Good Medical Device Distribution Methods (CDAKB) for medical devices. The types of medicinal products distributed by PBF include over-the-counter drugs, limited over-the-counter drugs, hard drugs, narcotics, psychotropics, precursors, certain drugs (OOT), and cold chain products. Among these products, pharmaceutical precursors and certain drugs are medicinal products that have special provisions regarding their distribution, which are almost similar to that of narcotic and psychotropic products. The operational flow of precursor and OOT products includes procurement, receiving, storage, distribution and reporting. Procurement of precursors and certain medicines is carried out by ordering from the main warehouse which must be accompanied by an order letter in a special format. Next, pharmaceutical precursors and certain drugs are received and carried out physical checks and compliance with the order letter. Medicinal products that have passed inspection are stored in a special room that has a double door system, equipped with a special place for drug quarantine, a room thermometer, and also stock card to document every drug dispensed and received. Distribution of pharmaceutical precursors and certain medicines can only be carried out based on an order letter from the pharmacist in charge of the customer agency (hospital, pharmacy, clinic), or from Pharmaceutical Technical Personnel (for drug stores). If a loss occurs during the delivery process, the pharmacist in charge is required to report to BPOM by attaching an official report complete with a letter of loss from the police. Report of pharmaceutical precursors and certain drugs is carried out every month to the Ministry of Health and BPOM via the PBF e-report site and BPOM e-was."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Yuni Adelia
"Manajemen Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat memiliki mutu yang sesuai tujuan penggunaannya. Industri farmasi harus membuat obat yang sesuai dengan tujuan penggunaannya, tidak menimbulkan risiko yang membahayakan, serta harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar. Semua hal tersebut diatur oleh sistem manajemen mutu. Salah satu fungsi utama dalam Sistem Manajemen Mutu adalah penilaian standar dari suatu sistem, dimana ini bisa dilakukan dengan mengevaluasi mutu suatu produk melalui Product Quality Review atau Pengkajian Mutu Produk. Product Quality Review atau Pengkajian mutu produk adalah evaluasi yang dilakukan setiap tahun untuk menilai standar kualitas masing-masing produk obat dengan maksud untuk memverifikasi konsistensi proses yang ada dan untuk memeriksa kelayakan spesifikasi saat ini. Menurut CPOB, Industri Farmasi dianjurkan untuk melakukan pengkajian mutu produk terhadap semua obat terdaftar (termasuk produk ekspor) dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, serta untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pentingnya dilakukan pengkajian mutu produk pada setiap produk obat oleh semua industri farmasi adalah untuk menjaga kualitas produk dan menerapkan manajemen mutu. Metode yang dilakukan adalah metode systematic review dimana data mentah (raw data) produk dari daftar bahan, data selama proses produksi, data uji pengawasan mutu (QC), data uji stabilitas, serta data terkait perubahan maupun penyimpangan produk dianalisis untuk kemudian disajikan dalam bentuk laporan. Product Quality Review (PQR) atau Pengkajian Mutu Produk (PMP) merupakan evaluasi yang penting dilakukan oleh setiap industri farmasi secara berkala. Adanya evaluasi terhadap mutu produk yang dilakukan secara berkala dapat menjadi salah satu acuan untuk memverifikasi konsistensi proses yang ada dan untuk memeriksa kelayakan spesifikasi produk saat ini.

Quality Management is the center of all arrangements made, with the aim of ensuring that medicines produced have the quality appropriate for their intended use. The pharmaceutical industry have to make medicines that are suitable for their intended use, do not pose a risk of harm, and must meet the requirements stated in the authorization document. All of these things are regulated by the quality management system. One of the main functions in the quality management system is assessing the standards of a system, which can be done by evaluating the quality of a product through a Product Quality Review. Product Quality Review (PQR) is an evaluation carried out annually to assess the quality standards of each medicinal product with the aim of verifying the consistency of existing processes and to check the appropriateness of current specifications. According to CPOB, the pharmaceutical industry is advised to carry out product quality reviews of all registered medicines (including export products) with the aim of proving the process consistency, conformity of specifications for raw materials, packaging materials and finished products, as well as to see the trends and identify improvements necessary for products and production process. The importance of reviewing product quality for each medicinal product is to maintain the product’s quality and implement the quality management system. The method used in this research is a systematic review method where the product raw data from the list of ingredients, data during the production process, quality control (QC) test data, stability test data, as well as data related to product changes and deviations are analyzed and then presented in the form of a report. . Product Quality Review (PQR) is an important evaluation carried out by every pharmaceutical industry on a regular basis. Regular evaluation of product quality can be a reference for verifying the consistency of existing processes and for checking the feasibility of current product specifications."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Yuni Adelia
"Seorang apoteker harus bisa membaca, mengkaji resep obat yang diterima, serta menggali informasi lain yang berhubungan dengan resep untuk dapat melaksanakan pelayanan farmasi klinik. Salah satu informasi yang perlu digali dari resep yaitu efek samping obat (ESO) dan potensi interaksi obat. Dengan mengetahui efek samping obat serta potensi interaksi obat, apoteker dapat mencegah terjadinya kesalahan pengobatan ataupun munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD). Penelitian dilakukan dengan memilih beberapa resep polifarmasi yang dilayani di Apotek Roxy Pitara pada periode September 2022 yang kemudian dianalisis efek samping obat serta ada atau tidaknya potensi interaksi obat. Analisis dilakukan dengan merujuk pada literatur tentang obat. Dari hasil analisis terkait efek samping obat dan potensi interaksi obat pada beberapa resep polifarmasi yang dilayani di Apotek Roxy Pitara, didapat beberapa kesimpulan, yaitu: tiap obat memiliki efek samping yang terbagi kedalam kategori umum dan serius. ESO yang termasuk kategori umum adalah ESO yang ringan dan lebih sering terjadi, seperti mual, muntah, sakit kepala, mengantuk, dsb. ESO yang termasuk kategori serius merupakan ESO yang jarang terjadi namun membutuhkan penanganan yang lebih serius bila terjadi. Pada ketiga resep polifarmasi ditemukan beberapa potensi interaksi obat yang umumnya memiliki tingkat keparahan C sehingga hanya membutuhkan perhatian dan pemantauan khusus saja.

A pharmacist must be able to read, review drug prescriptions received, and obtain other informations related to the prescription to be able to carry out the clinical pharmacy services. The informations needed from the prescription are including the adverse effects and potential drug interactions. By knowing the side effects of drugs and potential drug interactions, pharmacists can prevent medication errors or adverse drug reactions (ADR). The research was carried out by selecting several polypharmacy prescriptions at Roxy Pitara Pharmacy in September 2022 which were then analyzed for adverse effects and whether or not there were potential drug interactions. The analysis was carried out by referring to the drug literatures. The results of the analysis regarding adverse effects and potential drug interactions in several polypharmacy prescriptions at Roxy Pitara Pharmacy, several conclusions were obtained, namely: each drug has adverse effects which are divided into general and serious categories. The adverse effects which belongs to the general category that is mild and occurs more frequently, such as nausea, vomiting, headaches, drowsiness, etc. The adverse effects which is included in the serious category is the side effects which rarely occurs but requires more serious treatment when it occurs. In the three polypharmacy prescriptions analyzed, several potential drug interactions were found which generally had a severity level of C so that they only required special attention and monitoring."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library