Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rynaldo
"Microwave Link System adalah salah satu sistem komunikasi yang menggunakan gelombang radio sebagai medium menyampaikan data dari satu titik ke titik lain nya. Umum nya, untuk mendapatkan jangakauan jarak yang jauh, antenna dari Microwave Link dipasang di tempat yang lebih tinggi menggunakan tower. Hal ini membuat antena rawan akan gangguan petir terutama dalam keadaan cuaca hujan. Seringkali terdengar bahwa banyak terjadi kerusakan alat elektronik akibat adanya petir. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah grounding system yang tidak baik.
Tower telekomunikasi tidak lepas dari potensi permasalahan ini. Sistem proteksi petir adalah alat yang paling utama dalam menghadapi petir, dimana petir akan dialirkan ke tanah dari beberapa titik proteksi. Selain ini, grounding system juga harus diperhatikan terhadap peralatan elektronik baik di tower maupun di dalam Gedung, termasuk untuk Sistem Microwave Link.
Permasalah grounding yang buruk terjadi di salah satu tower telekomunikasi di Handil Kalimantan Timur, yang menyebabkan adanya kerusakan rusaknya beberapa perangkat Microwave Link. Sehingga diperlukan upaya menyeluruh dalam perbaikan grounding system nya. Dalam pelaksanaan ditemukan bahwa buruk nya instalasi grounding serta kurang nya perawatan (maintenance) adalah penyebab utama. Perbaikan dimulai dengan survei terhadap keadaan yang ada (existing), dilanjutkan dengan rencana serta pelaksanaan perbaikan.
......Microwave Link System is a communication system that uses radio waves as a medium to convey data from one point to another. In generally, to get a long-distance range, the antenna from the Microwave Link is installed at a higher place using a tower. It makes the antenna prone to lightning interference, especially in rainy conditions. It’s quite common shown in news that a lot of damage to electronic equipment due to lightning. One of the causes is a bad grounding system.
The telecommunication tower cannot be separated from this potential problem. Lightning protection system is the most important tool in dealing with lightning, where lightning will be grounded to the ground(earth) from several points of protection. In addition, the grounding system must also be considered for electronic equipment both in the tower and inside the building, including for the Microwave Link System.
A poor grounding problem occurred in one of the telecommunications towers in Handil, East Kalimantan, which caused damage to several Microwave Link devices. It’s needed to improve the grounding system in holistic manners. In the implementation, it was found that poor grounding installation and lack of maintenance were the main causes. Improvements begin with a survey of the existing conditions, followed by plans and implementation of improvements"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Partogi, Rynaldo
"Latar belakang dan tujuan: Infark miokardium akut merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan membutuhkan diagnosis yang tepat untuk menentukan rencana tatalaksana. Modalitas diagnostik yang sering digunakan untuk menilai adanya infark adalah ekokardiografi dan MRI. Penelitian ini bertujuan menilai kesesuaian hasil pengukuran dari ekokardiografi dan MRI dalam evaluasi infark miokardium, serta menilai perubahan ketebalan dinding ventrikel kiri pascainfark.
Metode : Dilakukan ligasi LCx pada 13 jantung babi untuk mengkondisikan infark miokardium. Setelah ligasi LCx dilakukan penilaian regional wall motion abnormality dan ketebalan dinding ventrikel kiri pada pemeriksaan ekokardiografi, dan penilaian area infark serta ketebalan dinding ventrikel kiri dari pemeriksaan MRI. Temuan regional wall motion abnormality diuji kesesuaiannya dengan temuan area infark di MRI menggunakan uji Kappa. Ketebalan dinding posterior ventrikel kiri dari ekokardiografi diuji kesesuaiannya dengan ketebalan dinding posterior ventrikel kiri yang didapatkan dari pemeriksaan MRI menggunakan uji interclass correlation. Untuk perubahan ketebalan dinding ventrikel kiri diuji dengan ANOVA.
Hasil: Perubahan LVPWd praligasi dengan pascaligasi memberikan hasil p = 0,703 yang menunjukkan tidak ada perubahan bermakna. Uji kesesuaian antara area regional wall motion abnormality dengan area infark memberikan hasil κ = 0,14 – 0,27 yang menunjukkan kesesuaian antara ekokardiografi dengan MRI masih kurang. Uji korelasi ketebalan dinding ventrikel kiri dengan ketebalan dinding posterior ventrikel kiri memberikan hasil r = 0,573 dengan p = 0,029 yang menunjukkan bahwa pemeriksaan ekokardiografi memberikan hasil yang sama dengan MRI.
Simpulan: Terdapat penurunan nilai ketebalan dinding ventrikel kiri setelah 6-8 minggu pascaligasi LCx. Penggunaan ekokardiografi terbukti dapat memberikan keyakinan bahwa akan menunjukkan hasil yang sama dengan MRI dalam menilai ketebalan dinding posterior ventrikel kiri. Namun, dalam evaluasi area infark, hasil pemeriksaan ekokardiografi memiliki reliabilitas yang rendah dibandingkan dengan MRI.
......Background: In Indonesia, myocardial infarction accounts for most deaths, and require immediate diagnosis to determine the treatment. The diagnostic modalities used to evaluate myocardial infarction is echocardiography and MRI. The aim of this study is to evaluate the compability between echocardiography and MRI in evaluating myocardial infarction, and to evaluate the changes of left ventricular posterior wall thickness post infarction.
Method : A total of 13 pig heart had their LCx ligated to make the infarct heart model. Echocardiography and MRI were performed after the ligation of LCx. The compability between regional wall motion abnormality found in echocardiography compared to infarct area found in MRI was tested using Kappa test. The compability between left ventricular posterior wall thickness obtained from the echocardiography and MRI was tested using interclass correlation. The changes of left ventricular posterior wall thickness was tested using ANOVA.
Result: The changes of left ventricular posterior wall thickness value showed p value = 0,703 which means that there is no significant changes in left ventricular posterior wall thickness post infarction. The compability test using Kappa in comparing the regional wall motion abnormality with infarct area showed κ = 0,14 – 0,27, which means that the level of compability is low. The correlation test between left ventricular posterior wall thickness with the left ventricular posterior wall thickness showed r = 0,573 with p value = 0,029 which means that the echocardiography gave the same result with MRI.
Conclusion: There is a decline in left ventricular posterior wall thickness value after 6-8 weeks post ligation. The use of echocardiography in evaluating myocardial infarction showed that the echocardiography gave the same result with MRI in the measurement of the left ventricular posterior wall thickness. However, echocardiography was not reliable compared to MRI in evaluating the infarct area."
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library