Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sidi
"Tesis ini membahas Hubungan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) pasca reformasi. Penelitian ini dinilai penting karena belum ada Tesis yang membahas permasalahan ini. Disamping itu penelitian ini bisa memberikan masukan mengenai prospek hubungan TNI dan Polri ke depan dan bisa diketahui juga sebab-sebab konflik antara TNI dan Polri.
Tesis ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian pembahasan, yaitu tentang hubungan TNI dan Polri sebelum masa reformasi, realisasi pemisahan TNI dan Polri, serta hubungan TNI dan Polri ke depan.
Permasalahan yang ingin dibuktikan oleh Tesis ini adalah mengapa harus ada pemisahan TNI dan Polri, bagaimana dampak dari penetapan TAP MPR-RI No. VI dan VII Tahun 2000 yang berisi realisasi pemisahan TNI dan Polri, dan bagaimana prospek hubungan TNI dan Polri ke depan.
Dengan menggunakan empat kerangka teori, yaitu profesionalisme militer, keamanan nasional (National Security), konflik TIN dan Polri, dan hubungan sipil militer. Akhirnya Tesis ini berkesimpulan bahwa pemisahan TNI dan Polri harus dilakukan karena kedua institusi itu mempunyai tugas yang berbeda. Realisasi pemisahan TN1 dan Polri berdampak pada intensitas konflik semakin kentara. Kemudian prospek hubungan antara kedua institusi itu ke depan akan diwarnai banyak bentrokan kalau tidak secepatnya ditetapkan suatu konsep keamanan nasional yang jelas.
Bentrokan antara TNI dan Polri lebih dipicu oleh dua hal yaitu perebutan lahan dan persaingan korps organisasi. Hubungan antara tentara dan polisi dilapangan secara intensif dalam berbagai arena bisnis gelap dan menjadi backing dalam jaringan judi togel dan narkoba merupakan wahana yang rawan terjadinya konflik antara keduanya.
Dalam rangka membangun hubungan yang ideal antara TNI dan Polri penting kiranya supaya kedua institusi itu mulai untuk mereduksi peran mereka dalam berbagai urusan yang di luar tanggungjawabnya. Dengan berdasar pada politik keamanan yang ada maka pengaturan pemisahan atas tugas pertahanan yang di dalamya TNI sebagai komponen utama dan untuk urusan keamanan umum (kamtibmas) dengan Polri sebagai komponen utamanya perlu diperjelas hubungan dan mekanismenya.

After Reformation of Relationship between TNI and POLRI in 2000-2004: Problem and ProspectusThis thesis will discusses of relationship after reformation between Polri and TNI. This research is important because there is no thesis discussed with this problem. Beside that is this research can be included between prospect Polri and TNI in the future and can also known conflict between Polri and TNI.
Classification this thesis as three part discussed, that is about relationship before during Poll and TNI reformation, realized of separation in Path and TNI, and relationship between Polri and TNI in the future.
The problem want to be proofed by this thesis is why must be discrimination in Pohl and TNI, how to impact for TAP MPR-RI No. VI and VII in 2000 decision is realize substance of separation Polri and TNI, and how to the prospect relationship between Polri and TALI in the future.
By the purpose four theoretical framework, that is Military Professionalism, National Security, Conflict of Polri and TNI, and relationship between civil and military, and the end this thesis is conclusion that separation in Polri and TNI must be do it because the job in two institution is the different Realize of separation Polri and TNI will indicated more visible to intensity with the conflict. And then prospect of relationship between two institution for the future will many clash if does not clearly concept of constituent in National Security.
In the draft to build up for ideal relationship between Paid and TNI, maybe this important so that two institution will begin to reduction for their job in the other responsibility. By the basic at character in Security political there is separation function in the security of duty in TNT as primary component and for the General Security of duty (Kamtibmas) by the Polri as primary component must be clearly for mechanism and relationship.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ikrar Sidi
"
Penelitian yang berjudul "Kekuatan Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Pemilikan Hak Atas Tanah" ini mempunyai tujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi dan peranan sertifikat sebagai atas bukti hak atas tanah dalam memberi jaminan kekuatan hukum bagi pemilik hak atas tanah, diharapkan memperoleh jawaban terhadap masalah-masalah hukum yang timbul akibat dari adanya gugatan atau tuntutan dari pihak lain, mungkin mengenai keabsahan sertifikat, salah tunjuk tempat tanahnya dan lain sebaginya.
Untuk membuktikan ke absahan sertifikat terhadap pemilikan hak atas tanah perlu dilakukan penelitian ulang baik melalui keputusan pengadilan maupun keputusan oleh badan yang berwenang mengenai tanah.
Mengingat sistem yang dianut Indonesia sistem negatif yang bertendens positif, pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat adalah sebagai pemilik atas tanah termaksud, sepanjang tidak ada penuntutan dari pihak lainnya atau sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya. "
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradipta Nurfala Sidi
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah efektivitas dari dewan komisaris, kepemilikan keluarga, kepemilikan asing, dan masa jabatan direktur utama berpengaruh terhadap probabilita terjadinya pelanggaran peraturan pasar modal di Indonesia. Efektivitas dewan komisaris diukur berdasarkan skor yang dikembangkan oleh Hermawan (2009). Skor ditetapkan berdasarkan karakteristik independensi, aktivitas, ukuran, dan kompetensi dewan komisaris.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi logistik dengan menggunakan data perusahaan yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal, yang diperoleh dari Bapepam-LK untuk periode 2008-2012, dengan jumlah sampel sebesar 30 perusahaan.
Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa efektivitas dewan komisaris, proporsi kepemilikan keluarga, proporsi kepemilikan asing, dan masa jabatan direktur utama dapat menurunkan probabilita terjadinya pelanggaran peraturan pasar modal. Dalam penelitian ini juga memberikan bukti empiris jika karakteristik dewan komisaris yang paling utama dalam menentukan efektivitas dewan komisaris adalah aktivitas dewan komisaris dan kompetensi anggota dewan komisaris, karena kedua karakteristik tersebut dapat menurunkan probabilita terjadinya pelanggaran peraturan pasar modal.

The research aimed to analyze whether effectiveness of the board of commissioner, family ownership, foreign ownership, and CEO tenor has influence on the probability of occurrence of violations in the Indonesian capital market regulations. Effectiveness of the board of commissioner is measured based on scores developed by Hermawan (2009). Assigned score based on characteristics of independence, activity, size, and compentence of the board of commissioners.
Hypothesis testing is carried out by using a logistic regression model using data companies who violate the regulation of capital market, which is obtained from Bapepam-LK for the period 2008-2012, with a sample size of 30 companies. The result of this research provide empirical evidence that the effectiveness of the board of commissioners, the proportion of family ownership, the proportion of foreign ownership, and CEO tenure can decrease the probability of the occurrence of violations of capital market regulation.
This research also provide empirial evidence that the two main chararacteristics of board of commissioners which can improve the effectiveness of the board of commissioners are board of commissioner activity and member of board of commissioners competency. These characteristics can decrease the probability of the occurrence of violations of capital market regulation."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hatta Sidi
"Pada tulisan disajikan hasil penelitian prevalens ketidakpuasan seksual dan beberapa faktor yang berkaitan di antara wanita pengunjung suatu rumah sakit di Malaysia selama periode Maret sampai Jun1 2005, dan menggunakan metode sampling non-probabilitas. Untuk menilai ketidakpuasan seksual digunakan kuesioner yang telah divalidasi. Sejumlah 230 perempuan yang masih menikah berumur 21 ? 62 tahun berpartispasi dalam penelitian ini. Keadaan sosiodemografi dan profile perkawinan diperbandingkan antara yang mengalami dan tidak mengalami ketidakpuasan seksual. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek berumur kurang dari 45 tahun, ras Melayu, dan berpendidikan tinggi. Sebanyak 52,2% (120/230) mengalami ketidakpuasan seksual. Ras, penghasilan, pendidikan, masalah perkawinan, dismenorrhea, dan menacrhe kiranya tidak terbukti berkaitan dengan ketidakpuasan seksual. Pada penelitian ini terlihat bahwa faktor dominan yang berkaitan dengan ketidakpuasan seksual adalah umur suami. Sedangkan kekerapan hubungan kelamin secara moderat (P = 0,077) berkaitan dengan ketidakpuasan seksual. Subjek yang suaminya berusia 43-75 tahun dibandingkan dengan 24-42 tahun mempunyai risiko 68% tebih tinggi mengalami ketidakpuasan seksual [risiko relatif suaian (RRa) = 1,68; 95% interval kepercayaan (CI) = 1,15 ? 2,44]. Jika ditinjau dari segi kekerapan hubungan kelamin per bulan subjek yang melakukan hubungan kelamin 1-3 kali per bulan dibandingkan dengan 4-5 kali per bulan mempunyai risiko dua kali lipat lebih tinggi untuk mengalami ketidakpuasan seksual (RRa = 2,03; 95% CI = 0,93 - 4,42; P = 0,077). Dapat disimpulkan bahwa di antara subjek klinik di Malaysia ini prevalensi ketidakpuasan seksual dapat dikatakan tinggi, dan ketidakpuasan seksual ini sangat kuat berkaitan dengan subjek yang suaminya berusia tua. (Med J Indones 2007; 16:187-94)

The study aims were to investigate the prevalence of sexual dissatisfaction and the potential risk factors. This was a cross-sectional study on women attending primary care setting in Malaysia over a period of March to June 2005, and used a non-probability sampling method. A validated questionnaire for sexual function was used. A total of 230 married women aged 21 ? 62 years old participated in this study. The ressults show that the majority of the respondents were less than 45 years old, predominantly Malays, and with higher academic achievement. We noted that 52.2% (120/230) study subjects had sexual dissatisfaction. Race, salary, education level, medical problems, dysmenorrhea, and menacrhe were likely not correlated with sexual dissatisfaction. The dominant risk factor related to sexual dissatisfaction was age of husband. In additional, sexual dissatisfaction was moderately (P = 0.077) related to sexual per month. The subjects who had their husbands aged 43-75 years compared with 24-42 years had 68% increased risk to experience sexual dissatisfaction [adjusted relative risk (RRa = 1.68; 95% confidence interval (CI) = 1.15 - 2.44]. In term of sexual frequency per month, those who had 1-3 times per month than 4-5 times per month had two-fold increased risk to experience sexual dissatisfaction (RRa = 2.03; 95% CI = 0.93-4.42; p = 0.077). In conclusion, the prevalence of sexual dissatisfaction was very high in Malaysian primary care population and it was strongly associated with women who married to an older husband and with infrequent sexual activity. (Med J Indones 2007; 16:187-94)"
Medical Journal of Indonesia, 2007
MJIN-16-3-JulySept2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library