Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sugiarto
Abstrak :
Tenaga keperawatan adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dibidang keperawatan yang didapat melalui pendidikan dibidang keperawatan (Undang-Undang No 23 Tahun 1992). Akademi Keperawatan merupakan institusi yang mendidik tenaga keperawatan. Di Provinsi Banten terdapat lima institusi Akademi Keperawatan. Jumlah tenaga keperawatan sebagaimana di Indonesia secara keseluruhan masih kurang dan distribusinya tidak merata, demikian pula di Provinsi Banten. Adapun yang menjadi masalah ialah kendati tenaga keperawatan masih dibutuhkan baik untuk konsumsi dalam maupun luar negeri, peminat untuk mengikuti pendidikan di bidang ini relatif masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan antara faktor-faktor yang sudah diprediksi seperti umur, jenis kelamin, minat terhadap profesi perawat, persepsi lapangan kerja, persepsi pendidikan lanjut, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengaruh keluarga, informasi pendidikan, prestasi belajar di sekolah asal dan asal sekolah dari mahasiswa Akademi Keperawatan dengan keputusannya-untuk memilih mengikuti pendidikan Akademi Keperawatan. Penelitian ini dilakukan di seluruh Akademi Keperawatan di Provinsi Banten tahun 2002. Penelitian ini non eksperimental dimana datanya bersifat primair dan dikumpulkan secara potong lintang (cross sectional). Sedangkan sampel penelitian diambil dari populasi mahasiswa tingkat satu dari lima institusi Akademi Keperawatan di Provinsi Banten berjumlah 170 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan menggunakan kuesioner. Data diolah dengan bantuan komputer. Analisis univariat dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari semua responden, lebih dari setengah memiliki minat tinggi untuk masuk Akademi Keperawatan (53,5%). Dari analisis bivariat, didapatkan 3 variabel yaitu variabel umur (p value=0,017), variabel pendidikan orang tua (p value=0,014) dan variabel pengaruh keluarga (p value= 0,031), yang mempunyai hubungan secara statistik bermakna untuk mengikuti pendidikan di Akademi Keperawatan. Sedangkan variabel jenis kelamin, persepsi lapangan kerja, persepsi pendidikan lanjut, pekerjaan orang tua, informasi pendidikan, prestasi belajar dan anak sekolah tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan keputusan mengikuti pendidikan Akper. Analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik menemukan 6 variabel yang memiliki p value <0,25 yaitu variabel umur (p=0,010), minat (p=0,142), persepsi kerja (p=0,104), pekerjaan orang tua (p O,149), pengaruh keluarga (p-0,025) dan prestasi belajar/NEM (p=0,169). Setelah dilakukan analisis ternyata ada 3 variabel (umur, persepsi kerja dan pengaruh keluarga) secara statistik signifikan dengan keputusan untuk mengilkuti pendidikan Akademi Keperawatan. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusan seseorang untuk mengikuti pendidikan di Akademi Keperawatan, maka penelitian ini juga dapat memberi saran terutama kepada Pusdiknakes dalam membuat kebijakan penerimaan mahasiswa baru perlu persyaratan yang lebih luas tidak hanya STTS dan tinggi badan. Perlu dilakukan pemeriksaan psikologis dan membuat buku panduan/informasi tentang pendidikan kesehatan, bahkan melakukan promosi melalui media cetak maupun elektronik masih dibutuhkan. Untuk institusi pendidikan Akper agar dalam penerimaan mahasiswa baru memberikan informasi yang memadai sedini dan seluas mungkin dan melakukan pemeriksaan psikologis. Untuk mensosialisasikan profesi keperawatan perlu menyebarluaskan buku panduanlinformasi pendidikan perawat dengan bekerja sama dengan asosiasi profesi perawat. Untuk menghasilkan kesimpulan yang lebih representatif perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain yang berbeda sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih lengkap tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusan seseorang memilih mengikuti pendidikan Akademi Keperawatan. Daftar pustaka : 36 (1976-2001)
Background Factors of Decision at Nursing Academy in Banten Province Year 2002 Nursing personnel is someone equipped with knowledge and skills in nursing field obtained through education in nursing discipline (Government Regulation No. 23 1992). Nursing Academy is an institution which educate nursing personnel, there are five Nursing Academy in Banten Province. In general, there is a lack of nursing personnel and the distribution is unequal. That problem also occurred in Banten Province. One cause of this problem is lack of willingness to attend nursing education despite its high demand both nationally and internationally. The aim of this study is to understand the relationship between predictable factors such as age, sex, aspiration toward nurse profession, perception toward job, perception toward higher education, parents' education, parents' job, family influence, educational information, previous educational achievements, and previous school and the decision to attend the education in nursing academy. This study was conducted in five nursing academies in Banten Province in the year 2002. Design of this study is non experimental with primary data collected cross-sectionally. Sample was 170 first year students from five nursing academies in Banten Province. Data collected by questionnaires and analyzed by using computer. Univariate analysis showed that more than half (54.1%) of respondents had relevant decision to attend nursing academy. Bivariate analysis shows that there are 3 variables, that are age (p value-0.007) pwnts' education (p value=0.075), Arid family influence (p value=0.031), associated with aspiration td attend the educaaidh at nursing academy. On the other hand, the variables of sex, work field perception, advance education perception, parents' occupation, educational information, school achievements, and school graduating had no significant statistic relationship on decision to attend nursing academy. Multivariate analysis using logistic regression resulted in 6 variables with p value 0.25, that are age (p value= 0.075), interest (p value=0.142), working perception (p value=0.104), parents' occupation (p value-0.149), family influence (p value=0.025), and educational achievements (p value-0.169). Further analysis shows there are 3 variables (age, working perception, and family influence) that are statistically significant with aspiration to attend education in nursing academy. This was in accordance to fact that nursing profession was widely perceived as females profession, thus it is heavily biased by gender. The results of this study lead to suggestions, especially for Pusdiknakes as to extend the conditions of entry for nursing academy, not just limited to previous school certificate and predetermined height as usually applied. There is a need to conduct a psychological testing and providing guide and information book on health education even promoting using mass media and electronics still needed. In the field of nursing education, nursing academics should provide early information, conduct psychological test, and socializing information on nursing profession by distributing guide/information book on nursing education. To draw a more representative conclusion, further research using different design is necessary. Thus more information about factors that influence decisions to attend nursery academy could be collected.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T8232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
Abstrak :
Penelitian ini memfokuskan perhatian terhadap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam menangani permasalahan dengan Pemerintah Timor Leste, yaitu di bidang batas negara di darat, batas negara di laut, pengungsi Timor Leste di wilayah Indonesia dan aset RI di Timor Leste. Ada berbagai keuntungan yang bisa didapatkan apabila kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan tersebut tepat, antara lain di bidang sosial politik, bidang ekonomi dan bidang pertahanan keamanan/Hankam, ketepatan pengambilan kebijakan tergantung kepada pendekatan yang digunakan, Dalam tata kehidupan antar bangsa dikenal beberapa pendekatan untuk menyelesaikan masalah antara dua negara, yaitu pendekatan diplomatik, pendekatan mediasi/mengundang pihak ke 3 dan melalui Mahkamah Internasional. Untuk menentukan masalah apa yang sebaiknya diprioritaskan untuk diselesaikan dengan pemerintah Timor Leste serta prioritas keuntungan di bidang apa yang diharapkan akan diperoleh, juga untuk menentukan pendekatan apa yang sebaiknya diprioritaskan oleh pemerintah Indonesia, diadakan penelitian dengan menggunakan metode penelitian eksplanasi yang bersifat deskriptif analisis. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utamanya dilengkapi dengan studi kepustakaan, peninjauan lapangan dan wawancara. Kuesioner diberikan kepada 10 orang responden yang dianggap sebagai ekspert di bidang perbatasan darat, perbatasan laut, pengungsi dan aset negara. Data yang diperoleh selanjutnya dinalisa dengan metode Analytical Hierarchy Process (ANP) yaitu suatu teknik pengambilan keputusan berdasarkan skala prioritas. Hasil penelitian menunjukan bahwa perbatasan darat perlu mendapatkan prioritas utama untuk diselesaikan dengan persentase sebesar 42 %, berikutnya adalah perbatasan laut, 27 %, masalah pengungsi 19 % dan aset negara 12 %. Adapun keuntungan yang paling utama untuk didapatkan adalah dibidang sosial politik 43%, bidang ekonomi 30% dan bidang hankam 27%. Untuk menyelesaikan masalah serta mendapatkan keuntungan yang diharapkan pendekatan yang harus diprioritaskan adalah pendekatan diplomatik/perundingan 62 %, pendekatan mediasi 27 % dan membawa persoalan ke Mahkamah Internasional 11 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan masalah dengan Timor Leste selama ini yaitu dengan mneyelesaikan masalah perbatasan darat, pengungsi dan asset negara secara paralel tidak sesuai dengan pendapat para ekspert yang menghendaki masalah perbatasan darat diselesaikan terlebih dahu.lu, Sedangkan pendekatan yang diterapkan pemerintah yaitu pendekatan diplomatik sesuai dengan pendapat para ahli, keuntungan yang diharapkan diperoleh, yaitu dibidang sosial politik diharapkan bisa didapatkan wiring dengan proses penyelesaian semua permasalahan.
This Research is focused on The Indonesian Governmental Policy in handling some problems on Democratic Republic of Timor Leste, which covers land border, sea border, and refugee of Timor Leste in Indonesia and Indonesia's asset in Timor Leste. If Indonesian Government can define the accurate policy to solve the problem, there will be some benefits in different fields such as in the social/political, economical and security and defense field. The accurate policy must come from the accurate approach, such as diplomatic or mediation, or bringing up the problem to the International Court of Justice (ICJ). This research used quantitative descriptive type. This type determined which problem should be put into first priority to be solved, what benefits should be primarily obtained and also which approaches should be application firstly by the Indonesian Government. Using questionnaire as the core important instrument with bibliography, interview and field observation as well collected the data. The questionnaires were given to 10 (ten) persons known as the expert in the related field. Hereinafter the quantitative data obtained is to be compiled with the descriptive analysis technique by using Analytical Hierarchy Process (AHP), a decision-making technique based on the priority scale. The result of the research indicates that land border has become a primarily priority to be solved with percentage of 42 %, followed by sea border with percentage of 27 %, refugee 19 % and the last Indonesia's asset with 12 %. The benefit that could be gained is in social/political field as a primarily priority, with percentage of 43 %, economical field 30 %, and the last is the security and defense field with 27 %. To solve the problems and gain some benefits, the Indonesian Government should implement diplomatic approach primarily, with percentage of 62 %, and then mediation approach 27 % and the last, bringing up the problems to the ICJ 11 %. Thereby it can be concluded that the Indonesian Governmental Policy to solve the problems with the Timor Leste in terms of the land border, refugee and asset parallel nowadays is not suitable as the experts indicated that the land border as a primarily priority to be solved. Meanwhile, diplomatically approach implemented by Indonesian Government is suitable with the experts' opinions and the benefit in social/political field could be obtained in a line with the problems solving process.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
Abstrak :
ABSTRAK
Pembangunan politik merupakan bagian daripada pembangunan nasional. Pembangunan Nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan, dengan senantiasa harus merupakan perwujudan Wawasan Nusantara serta memperkukuh Ketahanan Nasional, yang diselenggarakan dengan membangun bidang-bidang pembangunan diselaraskan dengan sasaran jangka panjang yang ingin diwujudkan. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, sesuai dengan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.

Pembangunan Nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tentram dan rasa keadilan serta terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab bagi seluruh rakyat. Pembangunan Nasional menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, dan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, yaitu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Selama Orde Baru berkuasa, pemerintah telah melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak 6 kali mulai dari tahun:1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada pemilu yang berlangsung secara berkala tersebut masingmasing organisasi politik peserta pemilu memperoleh dukungan pemilih yang bervariasi. Dukungan yang bervariasi itu tidak hanya karena pemilu itu diikuti banyak partai, tetapi juga karena masing-masing organisasi politik mempunyai pendukung yang bermacammacam. masyarakat Indonesia yang majemuk dari segi sosial, budaya, ekonomi dan agama, menyebabkan anggotaanggota dapat menyampaikan aspirasi politiknya secara LUBER, JURDIL atau tidak sama sekali. Kegiatan memilih pada Pemilihan Umum merupakan salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat dalam hal penyaluran aspirasinya, yaitu melalui memilih atau tidak memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam lembaga legislatif.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T17717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
Abstrak :
Latar Belakang: Sesuai Permenkes NOMOR 1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. Bidan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Sistem informasi registrasi yang ada belum optimal, proses input data yang berulang, form input data tidak lengkap, sistem informasi tidak bisa diakses oleh stakeholder terkait, proses pengiriman data lambat tidak realtime. Tujuan penelitian ini membangun model Sistem Informasi Registrasi Bidan berbasis web di MTKI dalam mendukung pembinaan, pengawasan dan pengambil keputusan. Metode: Penelitian ini dikembangkan berdasarkan metode System Development Life Cycle/SDLC yaitu metoda kebutuhan bertahap dan interaktif yang terdiri dari analisis sistem, perancangan sistem, perancangan basis data dan tahapan uji coba. Hasil: Penelitian menunjukan adanya perbedaan waktu yang signifikan antara proses registrasi melalui sistem yang ada dengan sistem informasi yang dikembangkan. Seluruh pengolahan data otomasi dan aplikasi mudah dioperasionalkan. Pada sistem informasi yang dikembangkan semua stake holder terkait dapat melihat informasi proses registrasi yang sedang berjalan. Kesimpulan: Sistem informasi yang dikembangkan lebih baik dibandingkan dengan sistem yang ada. Sangat dibutuhkan komitmen dari seluruh pimpinan di Badan PPSDM, MTKI, MTKP dan Organisasi Profesi (IBI) dalam mendukung proses registrasi secara online.
Background: Regulation orders of the Minister of Health of Republic Indonesia of 1796/MENKES/PER/VIII/2011 of Human Health Resources Registration and 1464/Menkes/PER/X/2010 of license and implementation of midwifery practice is midwives should have a Certificate of Registration (STR). Already, the existing information systems of registration has not been optimal, the repetitive of data input process, data input form is incomplete, the system information can not be accessed by the relevant stakeholders, slow data transmission process is not real time. The purpose of this study build Midwives Registration Information System model in web-based MTKI in supporting for coaching, supervision and decision makers. Methods: Development of systems based on System Development Life Cycle / SDLC that needs gradual and interactive method which consists of a system analysis, system design, database design and testingstages. Result: Research showed a significant difference in time between the registration process through the existing system and the developed information system. All data processing automation and application more easy operationalized. In theinformation systems which developed showed all the running process of registration for the relevant stakeholders. Conclusions: Information systems are developed more better than the existing system. It is need more commitment from all leaders in PPSDM, MTKI, MTKP and Health Professional Organizations (IBI) in support of the online registration process.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
Abstrak :
ABSTRAK
Konsistensi penggunaan kondom pada Penasun masih rendah. Menurut Laporan STBP 2013, konsistensi penggunaan kondom pada Penasun sebesar 17% pada pasangan tetap, 17% pasangan tidak tetap dan 16% pasangan komersial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat determinan penggunaan kondom pada Penasun di 4 Kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data STBP Penasun tahun 2013. Cara pengambilan sampel STBP Penasun adalah Responden Driven Sampling (RDS). Analisis data secara univariat, bivariat dan multivariabel. Hasil penelitian menunjukkan proporsi penggunaan kondom pada saat berhubungan seks sebesar 18% pada pasangan tetap, 17% pada pasangan tidak tetap, 17% membeli seks dan 5% menjual seks. Determinan penggunaan kondom pada 4 pasangan berbeda, namun tidak memiliki kondom selalu ada pada semua jenis pasangan. Determinan penggunaan kondom pada pasangan tetap adalah tidak memiliki kondom, tidak merasa berisiko, pengetahuan rendah, tidak mengakses LASS, tidak menikah dan merasa kondom tidak bermanfaat dalam mencegah HIV merupakan determinan dari perilaku penggunaan kondom Penasun pada pasangan tetap. Determinan penggunaan kondom pada pasangan tidak tetap adalah tidak memiliki kondom dan tidak menikah merupakan determinan penggunaan kondom Penasun pada pasangan tidak tetap. Determinan penggunaan kondom pada Penasun yang membeli seks adalah tidak memiliki kondom merupakan determinan penggunaan kondom Penasun saat membeli seks
ABSTRACT
Consistent condom use in IDUs remains low. According to the report IBBS 2013, the consistent use of condoms in 17% IDU steady partner, 17% of couples are not fixed and 16% commercial partner. This study aims to look at the determinants of condom use among IDU in four cities in Indonesia. This study uses IBBS IDU 2013. How sampling IBBS IDU is Respondent Driven Sampling (RDS). Analysis of univariate, bivariate and multivariable. The results showed the proportion of condom use during sex by 18% on a regular partner, 17% on casual partners, 17% and 5% purchase sex sell sex. Determinants of condom use on four different couples, but does not have a condom always exist in all types of couples. Determinants of condom use on a regular partner is not having a condom, do not feel at risk, low knowledge, no access LASS, not married and feel condoms are not useful in preventing HIV is a determinant of condom use behaviors of IDUs in couples staying. Determinants of condom use in casual partners is not to have condoms and abstaining from marriage is the determinant of condom use in casual partners of IDUs. The Determinants of condom use among IDU who buy sex is not having a condom is a determinant of the use of condoms when buying sex IDU
2016
T46541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
Abstrak :
Cuaca merupakan salah satu aspek signifikan yang berpengaruh dalam keselamatan transportasi penerbangan. Informasi mengenai cuaca yang mudah diakses dan akurat menjadi penting untuk mendukung aktivitas penerbangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Automatic Weather Station berbasis Internet of Things guna mendukung layanan informasi cuaca penerbangan. Sistem dirancang menggunakan sensor suhu dan kelembapan HMP155A, sensor tekanan udara PTB110, serta sensor arah dan kecepatan angin RMY 03002. Data dari sensor diproses oleh data logger CR1000 dan dikirimkan ke server menggunakan NodeMCU ESP8266 menggunakan protokol pengiriman MQTT. Sistem rancangan akan mengolah data dari sensor menjadi berita meteorologi penerbangan dalam bentuk sandi METAR. Data yang dikirimkan server akan ditampilkan dalam bentuk website dashboard dan MQTT dashboard untuk memudahkan operator dalam memperoleh informasi meteorologi penerbangan. Kalibrasi sistem rancangan menunjukkan nilai koreksi dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh WMO. Nilai kalibrasi sensor suhu menunjukkan koreksi paling besar 0.15ºC. Nilai koreksi yang dihasilkan dari pengujian sensor kelembaban sebesar 1.9%. Sensor tekanan udara menghasilkan nilai koreksi sebesar -0.1 mb. Kecepatan angin memiliki nilai koreksi terbesar -0,31 m/s, sedangkan arah angin 0,2 derajat pada set point 270 derajat. Analisis delay menunjukkan nilai 0,32678949 ms yang masuk dalam kategori bagus dengan troughput 1416,428835 bytes/detik. Hasil penelitian ini menunjukkan sistem dapat diimplementasikan untuk menyediakan informasi aktual cuaca penerbangan berbasis Internet of Things.
Weather is one of the significant aspects that have a major role in the aviation transportation safety and operation. Information about weather that is easily accessible and accurate is important to support flight activities. This research aims to develop an Automatic Weather Station based on the Internet of Things to support aviation meteorological information services. The system is designed using the HMP155 temperature and humidity sensor, PTB110 air pressure sensor, and RMY03002 direction and wind speed sensor. Data from the sensor is processed using a CR1000 data logger and sent to the server with the NodeMCU ESP8266 communication platform using the MQTT protocol. The system will process data from sensors into a meteorological report on aviation in the form of METAR code. Data sent to the server can be accessed through the website and MQTT dashboard. The temperature sensor calibration correction result is 0.15ºC. Correction value resulting from humidity sensor calibration is 1.9%. The air pressure sensor has a correction of -0.1 mb. The wind speed has the largest correction value of -0.31 m/s, while the wind direction is 0.2 degrees at the set point of 270 degrees. Delay analysis shows the value of 0.32678949 ms which is included in the good category with a throughput of 1416.428835 bytes/sec. The results of this study indicate the system can be implemented to provide actual information on aviation based on the Internet of Things.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T55303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
Abstrak :
Latar Belakang: Subyek diabetes melitus (DM) tipe 2 mengalami peningkatan risiko fraktur akibat penurunan kekuatan tulang. Bone mineral density (BMD), sebagai parameter kuantitas tulang, tidak dapat menggambarkan fragilitas tulang pada subyek DM tipe 2 karena menunjukkan hasil yang normal atau meningkat dibandingkan dengan subyek bukan DM, sehingga peningkatan resiko fraktur pada subyek DM tipe 2 lebih disebabkan oleh penurunan kualitas tulang. Salah satu unsur penentu kualitas tulang adalah turnover tulang. Beberapa faktor yang berpengaruh pada turnover tulang, antara lain tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan sclerostin. Kajian TNF-α dan sclerostin pada subyek DM perempuan pernah dilaporkan namun melibatkan subyek pascamenopause, sehingga tidak dapat dipisahkan efek TNF-α dan sclerostin terhadap turnover tulang. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil kadar TNF-α dan sclerostin serum pada subyek perempuan pramenopause DM tipe 2 dan bukan DM. Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 80 subyek perempuan pramenopause yang terdiri dari ini 40 subyek DM Tipe 2 dan 40 subyek bukan DM. Data yang dikumpulkan antara lain: karakteristik subyek, riwayat penggunaan obat-obatan, HbA1C, SGPT, kreatinin, dan eGFR. Pemeriksaan TNF-α dan sclerostin serum dilakukan dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil: Median (rentang interkuartil) kadar TNF-α serum pada subyek DM tipe 2 [43,0 pg/mL (14,4-101,31)], lebih tinggi dibandingkan subyek bukan DM [23,86 pg/mL (11,98-78,54)] namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0.900). Rerata (simpang baku) kadar sclerostin serum pada subyek DM tipe 2 [132,05 pg/mL (SB 41,54)], lebih tinggi bermakna (p<0.001) dibandingkan subyek bukan DM [96,03 pg/mL (SB 43,66)]. Tidak didapatkan hubungan antara kadar TNF-α dan sclerostin serum baik pada subyek DM tipe 2 (p=0,630) maupun subyek bukan DM (p=0,560). Kesimpulan: Subyek perempuan pramenopause DM tipe 2 memiliki kadar TNF- α serum lebih tinggi namun tidak bermakna dibandingkan dengan subyek bukan DM. Subyek perempuan pramenopause DM tipe 2 memiliki kadar sclerostin serum lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan subyek bukan DM. ......Background: The subject of type 2 diabetes mellitus (T2DM) has an increased risk of fracture due to a decrease in bone strength. Bone mineral density (BMD), as a parameter of bone quantity, cannot describe bone fragility in T2DM subjects because it shows normal or increased results compared to non-DM subjects, so an increased risk of fracture in T2DM subjects is due to a decrease in bone quality. One element that determines bone quality is bone turnover. Some factors that influence bone turnover include tumor necrosis factor-α (TNF-α) and sclerostin. TNF-α and sclerostin studies in female DM subjects have been reported but involve postmenopausal subjects, so that the effects of TNF-α and sclerostin cannot be separated from bone turnover. Objective: This study aims to obtain a profile of serum TNF-α and sclerostin levels in premenopausal women with T2DM and non-DM. Method: A cross-sectional study was carried out on 80 premenopausal female subjects consisting of 40 T2DM subjects and 40 non-DM subjects. Data collected included: subject characteristics, history of drug use, HbA1C, SGPT, creatinine, and eGFR. Serum TNF-α and sclerostin examination was carried out by the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. Results: The median (interquartile range) of serum TNF-α levels in T2DM subjects [43.0 pg/mL (14.4-101.31)], was higher than non-DM subjects [23.86 pg/mL (11.98 -78.54)] but the difference was not significant (p= 0.900). The mean (standard deviation) of serum sclerostin levels in T2DM subjects [132.05 pg/mL (SD 41.54)], was significantly higher (p< 0.001) than non-DM subjects [96.03 pg/mL (SD 43.66)]. There was no association between serum TNF-α and sclerostin levels in both T2DM subjects (p= 0.630) and non-DM subjects (p= 0.560). Conclusions: Subjects of premenopausal women with T2DM had higher serum TNF-α levels but were not significant compared to non-DM subjects. Subjects of premenopausal women with T2DM had significantly higher serum sclerostin levels compared to non-DM subjects.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
Abstrak :
Salah satu peralatan medis yang banyak digunakan dalam pelayanan kesehatan adalah inkubator bayi yang berfungsi untuk melindungi bayi selama tahap awal kehidupan. Pengaturan suhu dalam pemakaian inkubator bayi dilakukan pada setting suhu 33°C atau 35°C atau 37°C, disesuaikan dengan kondisi bayi yang akan di lakukan perawatan. Kejadian yang menimbulkan kematian dan cedera pada bayi telah dikaitkan dengan kegagalan sistem kontrol pada inkubator, kerusakan atau cacat desain yang menyebabkan terjadinya kebakaran dan bahaya sengatan listrik, serta tingkat kebisingan yang berlebihan dapat berpengaruh buruk terhadap pendengaran bayi. Untuk mengetahui kinerja dan keselamatan listrik inkubator bayi telah dilakukan analisis pengaruh setting suhu terhadap kinerja dan keselamatan listrik terhadap 6 (enam) unit sampel inkubator bayi dari berbagai merk, dengan rentang produksi tahun 1997 sampai tahun 2013. Metode pengujian kinerja dan keselamatan listrik dengan standar: (AS 2853; 1986), (ANSI/AAMI II36; 2004), (IEC 60601-2-19; 2009), serta untuk mengetahui pengaruh setting suhu terhadap kinerja dan keselamatan listrik inkubator bayi tersebut dilakukan uji statistik multivatiriat. Hasil pengujian kinerja suhu kompartemen, kelembaban udara, aliran udara dan nilai kebisingan serta keselamatan listrik inkubator bayi seluruhnya memenuhi syarat, namun untuk perhitungan nilai ketidak pastian sesuai ISO-GUM (1995) hanya ada tiga inkubator yang memenuhi syarat. Sedangkan hasil pengujian dengan statistik multivatiriat, diketahui bahwa ada pengaruh setting suhu terhadap kinerja inkubator bayi namun tidak ada pengaruh terhadap keselamatan listriknya. ......One of the medical equipment that is widely used in health care is a baby incubator that serves to protect the baby during the early stages of life. Temperature regulation in the use of infant incubator conducted at a temperature setting of 33°C or 35°C or 37°C, adjusted to the baby who will be treated. Events that cause death and injury in infants has been associated with failure of the control system in the incubator, damage or design flaw that caused a fire and electrical shock hazards, as well as excessive noise levels can adversely affect the baby's hearing. To determine the performance and safety of baby incubators we analyzed the effect of setting the temperature on the performance and electrical safety for six (6) units of samples of various brands of baby incubator, with a production range of 1997 to 2013. Test methods and performance for electrical safety by using standard: (USA 2853; 1986), (ANSI / AAMI II36; 2004), (IEC 60601-2-19; 2009), as well as to determine the effect of temperature on the performance and setting the electrical safety of the baby incubator done by multivariate statistical test. The results of the performance testing of infant incubator compartment temperature air humidity, air flow and noise as well as the value of the electrical safety all the baby incubator qualify. but with the calculation on the value of uncertainty according to ISO-GUM (1995) there are only three qualified incubator. While the results of statistical testing with multivariate, that there is the influence of the temperature setting on the performance of the baby incubator but no effect on the electrical safety.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
Abstrak :
Sistem kesehatan pada pandemi Covid-19 ini didorong untuk mampu beradaptasi untuk melakukan pemenuhan kebutuhan dalam penanganan penyakit tersebut. Sistem kesehatan dapat bertahan dengan dukungan sumber daya yang cukup di fasilitas kesehatan terutama adanya SDMK yang memadai, terlatih dan kompeten. RSCM merupakan fasilitas kesehatan rujukan nasional dan pendidikan. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, RSCM telah terakreditasi nasional dan internasional. Standar akreditasi mengutamakan keselamatan pasien sebagai prioritas utama dalam pelayanan yang diberikan. Salah satu penerapan keselamatan pasien di rumah sakit adalah dengan memastikan SDMK yang ada telah terkualifikasi, terlatih dan kompeten. SDMK yang terkualifikasi, terlatih dan kompeten dapat dilakukan pemberian penugasan klinis melalui proses kredensial yang merupakan syarat dalam akreditasi rumah sakit. Penugasan klinis yang diberikan merupakan rekomendasi penilaian kompetensi dari mitra bestari dalam memastikan SDMK yang terkualifikasi, terlatih dan kompeten berdasarkan portofolionya. Pemberian penugasan klinis diajukan melalui proses kredensial. Dan kredensial ini telah dilakukan pada kelompok medik dan perawat namun belum ada kebijakan penyelenggaraan kredensial SDMK kelompok lainnnya. Radiografer adalah salah satu SDMK yang melakukan pelayanan kesehatan pada pasien sehingga rumah sakit harus memastikan keselamatan pasien dengan penapisan SDMK yang ada di unit layanan. Penelitian ini bertujuan mengetahui penerapan penugasan klinis dalam proses kredensial, penetapan kompetensi, pengaruh penugasan klinis dalam penempatan, pengaruh penugasan klinis dalam jenjang karir dan pengaruh penugasan klinis dalam pengembangan kompetensi. Penelitian ini menggunakan teori Avedis Donabedian dengan variabel penugasan klinis yang mempengaruhi variabel penempatan, jenjang karir dan pengembangan kompetensi. Hasil penelitian didapatkan bahwa penugasan klinis Radiografer diberikan melalui proses kredensial, penetapan penugasan klinis menggunakan assessment kompetensi Radiografer, penempatan Radiografer yang diterapkan masih terdapat ketidaksesuaian dengan penugasan klinis yang diberikan, penugasan klinis Radiografer berdasarkan kompetensi dapat meningkatkan kompetensi dan insentif, dan pengembangan kompetensi tidak sepenuhnya dari penugasan klinis Radiografer yang diberikan. Kesimpulan didapatkan bahwa penerapan pemberian penugasan klinis Radiografer berdasarkan kompetensi dapat dilakukan kepada semua kelompok SDMK dengan menggunakan assessment kompetensi yang dapat diimplementasikan dalam penempatan, jenjang karir dan pengembangan kompetensi. Rekomendasi penelitian ini yaitu penyelenggaraan kredensial SDMK selain dokter dan perawat dalam pemberian penugasan klinis SDMK dapat dilakukan sehingga perlu adanya kebijakan yang mengatur dan memperkuat penyelenggaraan di fasilitas kesehatan. ......The health system in the Covid-19 pandemic is encouraged to be able to adapt to meet the needs in the treatment of the disease. The health system can survive with the support of sufficient resources in health facilities, especially the availability of adequate, trained and competent human resources. RSCM is a national reference health and education facility. In improving the quality of health services, RSCM has been accredited nationally and internationally. Accreditation standards prioritize patient safety as a top priority in the services provided. One of the implementation of patient safety in the hospital is to ensure that the existing human resources are qualified, trained and competent. Qualified, trained and competent human resources can be given clinical assignments through a credential process which is a requirement in hospital accreditation. The clinical assignment provided is a competency assessment recommendation from a smart partner in ensuring that HR is qualified, trained and competent based on its portfolio. The award of clinical assignments is submitted through a credentialing process. And this credential has been done on the medical and nurse groups but there is no policy to implement the credentials of other groups' SDMK. Radiographer is one of the human resources who perform health services to patients so that the hospital must ensure the safety of patients by filtering the human resources in the service unit. This study aims to determine the application of clinical assignment in the credential process, competency determination, the influence of clinical assignment in placement, the influence of clinical assignment in career level and the influence of clinical assignment in competency development. This study uses Avedic Donabedian theory with clinical assignment variables that affect the variables of placement, career level and competency development. The results showed that the clinical assignment of radiographers is given through a credential process, the determination of clinical assignment using Radiographer competency assessment, the placement of Radiographers applied is still inconsistent with the clinical assignment given, clinical assignment based on competence can increase competence and remuneration, and competency development Radiographer clinical assignment given. The conclusion is that the application of Radiographer clinical assignment based on competence can be done to all groups of human resources by using competency assessment that can be implemented in placement, career level and competency development. The recommendation of this research is that the implementation of SDMK credentials other than doctors and nurses in the provision of clinical assignments of SDMK can be done so that there is a need for policies that regulate and strengthen the implementation in health facilities.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
Abstrak :
Kegiatan minyak dan gas bumi telah menimbulkan dampak terhadap lingkungan, satu diantaranya adalah kontribusi terhadap perubahan iklim melalui pembakaran sisa gas bumi yang dilakukan di flare stack dan menimbulkan gas rumah kaca (GRK) yang dianggap penyumbang terbesar pemanasan global. Data Ditjen Migas menunjukkan bahwa total gas bumi Indonesia yang dibakar di flare stack pada tahun 2009 adalah sebesar 364 MMSCFD (Million Million Standard Cubic Feet per Day). Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2025, dengan 6% diantaranya merupakan kontribusi dari sektor energi. Pemanfaatan gas suar bakar (flare gas) dari Lapangan Migas Pertamina EP Field Tambun yang memiliki gas suar sebesar ±11,22 MMSCFD, menjadi sumber energi bagi jaringan gas rumah tangga masyarakat Desa Buni Bakti, diharapkan mampu berkontribusi terhadap penurunan emisi GRK. Dikarenakan volume gas suar yang relatif kecil dari tiap-tiap sumur, komposisi gas yang memiliki unsur impurities, lokasi yang menyebar serta jauh dari infrastruktur pipa transmisi atau distribusi, menyebabkan tingginya biaya pemrosesan gas tersebut, sehingga tidak ekonomis untuk dimanfaatkan oleh investor. Diperlukan kebijakan pemerintah untuk memanfaatkan gas suar bagi keperluan jaringan gas rumah tangga. Analisis aspek teknis dan ekonomis pembangunan infrastruktur jaringan gas bumi untuk rumah tangga akan dilakukan dalam studi ini, sebagai masukan bagi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan pemanfaatan gas suar bagi keperluan jaringan gas rumah tangga, serta sebagai satu cara memenuhi komitmen Negara Indonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26 % hingga tahun 2025.
Oil and gas activities have an impact on the environment, one of which is contributing to climate change through the burning of residual gas in the flare stack and do cause greenhouse gas (GHG) that are considered the biggest contributor to global warming. Directorate General of Oil and Gas data show that Indonesia's total natural gas burned in the flare stack in the year 2009 amounted to 364 MMSCFD (Million Million Standard Cubic Feet per Day). Indonesia has committed to reduce GHG emissions by 26% in 2025, with 6% of which is contributed from the energy sector. Utilization of fuel gas flare (flare gas) from Gas Field Pertamina EP Field Tambun who have gas flare at ± 11,22 MMSCFD untapped, a source of energy for domestic gas network Buni Bakti village society, is expected to contribute to the reduction of GHG emissions. Due to the volume of a relatively small flare gas from each well, the composition of gas that has an element impurities, which spread and distant location of transmission or distribution pipeline infrastructure, resulting in high costs of processing the gas, so it is not economical to be used by investors. Government policy is needed to take advantage of flare gas for household purposes gas network. Analysis of technical and economical aspects of networking infrastructure for domestic gas will be done in this study, as an input for the government to issue a flare gas utilization policy for the purposes of domestic gas network, as well as a way to meet the State of Indonesia's commitment to reduce GHG emissions by 26 % until 2025.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T28337
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>