Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sunarsih
"Kebijaksanaan di bidang energi merupakan bagian integral dari kebijaksanaan nasional yang secara menyeluruh berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi, pertambahan penduduk dan penyediaan energi. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, kebutuhan listrik terus meningkat dari tahun ke tahun. Khususnya untuk sistem kelistrikan Jawa-Bali konsumsinya 80% dari konsumsi listrik seluruh Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan skenario tingginya pertumbuhan kebutuhan listrik rata-rata dalam Repelita V menjadi 15,5% per tahun, kemudian meningkat lagi menjadi 17,7% per tahun pada Repelita VI dan kemudian baru menurun sampai 14,1% pada Repelita VU. Dalam rangka untuk memenuhi laju pertumbuhan permintaan akan listrik dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah Republik Indonesia membangun beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), salah satu diantaranya adalah PLTU Tambak Lorok Semarang. PLTU Tambak Lorok adalah suatu pusat pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas terpasang 300 MW yang menggunakan uap sebagai penggerak utama turbin guna menghasilkan tenaga listrik. Sistem ini bekerja dengan menggunakan air laut sebagai cairan kerja. Air laut diubah menjadi uap di boiler (ketel uap) dan keluar dari turbin, kemudian uap dimasukkan ke kondensor (mesin pengembun) dengan pendingin berasal dari air laut sehingga mencair kembali. Buangan air pendingin berupa air panas ini dikeluarkan melalui outlet menuju kolam pelabuhan Tanjung Emas. Buangan air ini disebut "limbah air panas" yang akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu pada suatu perairan. Dalam penelitian ini masalah ditekankan pada simulasi model dinamika sistem pencemaran limbah air panas terhadap sifat fisikkimia air dan biota perairan di saluran pembuangan (outlet). Apabila limbah air panas tersebut dibuang ke dalam suatu perairan yang berlebihan hingga melampaui kemampuan dayadukung lingkungan perairan itu, maka limbah air panas akan berbahaya bagi lingkungan perairan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kualitas perairan terhadap sifat fisik-kimia air dan indeks keanekaragaman biota perairan (plankton). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran atau merumuskan model pengaruh limbah air panas terhadap sifat fisikkimia air dan biota perairan secara sederhana. Untuk selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan masukan kebijaksanaan pengelolaan yang baik terhadap pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), sehingga akibat sampingannya dapat ditekan serendah-rendahnya. Hubungan antara setiap faktor yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk setiap faktor yang berpengaruh adalah berbeda. Hal ini menunjukkan kompleksitas model pencemaran limbah air panas. Untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap faktor dan bentuk hubungan antar faktor dengan simulasi model dipilih pendekatan dengan metode analisis dinamika sistem yang menggunakan program "Powersim Version 2.01" copyright tahun 1993-1995 ModellData AS. Untuk uji validasi model digunakan analisis satuan, simulasi model dalam bentuk grafik dan tabel serta verifkasi. Simulasi model terhadap parameter BOD dan COD sebagai nilai awal digunakan nilai baku mutu menurut Kepmen KLH No. Kep.O2/Men.KLH/1/1988 tentang Pencemaran Air Laut Untuk Budidaya Perikanan. Verifikasi model dilakukan dengan melakukan pengukuran di lapangan sebanyak 2 (dua) kali sampling pada 6 stasiun pengamatan di perairan kolam pelabuhan Tanjung Emas. Selain itu untuk keperluan verifikasi juga digunakan data hasil survai hidro-oceanologi Tambak Lorok (1993), studi ANDAL PLTU Tambak Lorok Blok II (1995) dan hasil pemantauan (1995-1996). Untuk melihat gambaran sebab-akibat antar faktor tersebut dilakukan dengan mengembangkan sub-sistem model dan membangunnya dari sub-sistem-sub-sistem model tersebut sehingga menjadi sistem yang besar. Dengan melalui asumsi-asumsi yang diambil dari beberapa simulasi, maka simulasi model dapat mendukung konsep siklus pencemaran limbah air panas yang berpengaruh terhadap berbagai faktor yang membentuk suatu sistem pencemaran. Hasil analisis menunjukkan bahwa limbah air panas yang dibuang ke perairan dapat merubah kondisi perairan yang berakibat naiknya suhu lebih tinggi dari suhu ambien level-nya (30°C ) dengan Δt sebesar 7°C. Naiknya suhu perairan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air, maka kelarutan oksigen makin rendah sehingga kandungan oksigen terlarut akan kecil. Dalam simulasi model dinamika sistem yang dihasilkan berdasarkan waktu, pada suhu di pelimbahan (outlet) sama dengan 37°C dan oksigen terlarut (DO) sama dengan 7 mg/l, maka indeks keanekaragaman yang diperoleh dari simulasi sebesar 2,63. Hal ini menunjukkan kondisi perairan yang tercemar dengan tingkat pencemaran sedang. Kenaikan suhu di perairan menyebabkan oksigen terlarut menurun, kebutuhan oksigen bialogi (BOD) meningkat dan kebutuhan oksigen kimia (COD) meningkat. Dalam simulasi model dinamika sistem terhadap waktu menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman yang dipengaruhi oleh aliran informasi dari DO, BOD dan COD serta adanya proses pendinginan adalah sangat kecil, mendekati nilai 0 (nol). Hal ini menunjukkan bahwa biota air yang berada di pelimbahan (outlet) mati semua, walaupun pada waktu dilakukan sampling masih dapat tertangkap beberapa jenis plankton. Mengingat bahwa plankton bersifat melayang-layang, maka tertangkapnya jenis ini diduga karena mendapat limpahan dari saluran pembuangan. Dengan adanya peningkatan suhu di perairan kolam Pelabuhan Tanjung Emas sebagai akibat limbah air panas PLTU diduga merupakan penyebab utama terjadinya penurunan jumlah dan jenis plankton di perairan tersebut. Indeks keanekaragaman terukur di pelimbahan (outlet) sebesar 1,43 dan 1,44. Ada dua jenis plankton yang dapat ditemukan di semua stasiun pengamatan yaitu Skeletonema dan Nitzchia yang mampu bertahan hidup pada suhu yang 37°C. Dalam simulasi model sistem dinamika menunjukkan bahwa adanya pengaruh suhu terhadap DO, BCD, COD, CL2, C02, nitrogen dan pH akan memperbaiki kondisi perairan dengan indeks keanekaragaman sama dengan 1,57 dan akan menurun sesuai dengan keadaan suhu terhadap waktu. Dengan meningkatkan kapasitas terpasang menjadi 500 MW menyebabkan debit air panas menjadi 250%, yang dapat mempercepat panasnya perairan, sehingga perairan menjadi cepat panas. Kenaikan panas ini akan menaikkan suhu dengan Δt 2°C, sehingga suhu menjadi 39°C. Kondisi ini menyebabkan menurunnya nilai indeks keanekaragaman. Meningkatnya kalor panas limbah air panas tersebut dapat menyebabkan terjadi resirkulasi panas ke intake. Dari simulasi model dinamika sistem menunjukkan bahwa peningkatan panas dari limbah air panas lebih cepat dari sebelumnya kapasitas terpasang ditingkatkan. Sedangkan aliran air panas menunjukkan kestabilan atau adanya "goal seeking" dalam waktu yang relatif lama. Untuk menjaga kondisi perairan yang baik, maka kebijaksanaan yang diambil adalah dengan memutuskan aliran limbah air panas (aliran materi) dalam model yang berarti limbah air panas tidak dibuang di pelimbahan (outlet) seperti keadaan pada saat sekarang ini. Karena dengan memutus aliran ini berarti memindahkan tempat pelimbahan (outlet) atau saluran pembuangan. Bahkan menurut hasil studi yang pernah dilakukan oleh PLN bekerja sama dengan UGM, menyarankan agar tidak ada resirkulasi ke intake safuran pembuangan air panas dipindahkan di sebelah timur kolam pelabuhan. Dari segi lingkungan hidup hal ini sangat menguntungkan, karena limbah air panas segera mengalami pengenceran oleh atmosir, sehingga nilai indeks keanekaragaman menunjukkan keadaan perairan yang tidak tercemar.
The policies in the energy sector are an integral parts of national policies as a whole, and are closely related to the growth of the economy and population and the supply of energy. The growth of economic, the demand for electricity continuously grows from year to year, especially in Java and Bali areas which consumes 80% of Indonesian electricity. The growth is in accordance to the forecast of electricity growth in the average of 15.5% per year during the fifth Repelita (National five year development planning) and the increase to 17.7% during the sixth Repelita before it decreases to 14.1% in the seventh Repelita. To fulfill the growing demand for electricity and to improve the service to users, the government of Indonesia had build several steam generated electrical power plant (PLTU), one of which is PLTU Tambak Lorok Semarang. PLTU Tambak Lorok is a power plant which uses steam as the main force to move the turbine to create electricity. This system is functioning by using sea water as the working liquid. The sea water is turned into steam in the boiler and out from turbine, the steam then being put in to a condenser with the chillier from sea water and to turn its thermal water discharged effluent back to sea water. The residual chillier which is now become hot water is discarded using an outlet to Tanjung Emas harbor pond. The discarded water is called "thermal effluent" and it will cause changes in sea temperature in the surrounding areas. In this research, the problem is emphasized on simulation of the dynamic model of thermal effluent system on the physical and chemical characteristics of sea water and aquatic biota in the waste outlet. If the water effluent is discarded excessively so that it exceeds the tolerance of surrounding sea water body, the waste will poisonous. This brings the declines in quality of the water in teems of the physical-chemical characteristics of water, and diversity index of aquatic biota (plankton). This research intents to capture the idea or to formulate the model of water effluent effect on the physical-chemical characteristic of the water and aquatic biota in a simple way. Furthermore, this research can be used as an inputs for the policy of good management to the Steam Power Plant, so that its environmental impact can be minimized. The relationship among each interacting and affecting factor behaves differently. This shows the complexity of the water effluent model. To know the immensity of the effects of each factor and relationship with the simulation of the model, one chooses an approach with the analytical method of system dynamic which uses the program "Powersim version 2.01" copyright 1993-1995 by ModellData, U.S.A. To validate the model, one uses unit analysis, model simulation in graphics and tables and verifications. in the model simulation on parameters BOD and COD, as the starting value one choose the standard quality value according to Kepmen KLH No. Kep.02/Men.KLH/1/1988 about the sea pollution for fishery. Model verification is done by measuring on the field with 2 samplings at 6 stations in the water at harbor Tanjung Emas. For observations, one also uses data from hydro-oceanology survey Tambak Lorok (1993), ANDAL study PLTU Tambak Lorok Blok II (1995) and observation result (1995-1996). Figuring the causal relationship among those factors is carried out by developing a subsystem model and build it from the model's sub-systems to make a big system. From the assumptions taken from several simulations, the model can support the concept of water effluent pollution cycle which affects various factors forming some kind of pollution system. Analysis results show that water effluent discarded into the water can change the water condition which make the temperature rises higher than the ambient level (30°C) with Δt as much as 7°C. The water temperature increase affects the oxygen solvability. The higher the temperature, the oxygen solvability is lower, so that the oxygen in the water is little. In the system dynamics model simulation produced with repeat to time, at waste temperature equal to 37°C and solved oxygen (DO) equal to 7 mg/l, the diversity index acquired from the simulation is 2.63. It shows the polluted water condition at the middle level. The increase of water temperature cause solved oxygen to decrease, biology oxygen demanded (BOD) increase, and chemical oxygen demanded (COD) to increase. The system dynamics model simulation with respect to time shows that diversity index affected by information flow from DO, BOD, and COD with the existence of the cooling system is very small, close to 0 (zero). This shows that the water biota which were in the outlet all died, although when sampled several kinds of plankton were still found. Recalling that plankton's float, the capture of these plankton's may originate from the outlet. With the increase of increase of temperature in the pond of Tanjung Emas Harbor because of water effluent, PLTU was thought the main culprit of the decrease of numbers and kinds of planks in the water. The diversity index measured in the outlet are 1.43 and 1.44. There were two kinds of plankton found in all the observation stations, namely Skeletonema and Nifzchia which survive at 37°C. The dynamics system model simulation showed that the temperature effect on DO, BOD, COD, C12, C02, nitrogen and pH will remedy the water condition with diversity index equal to 1.57, and will decrease according to the temperature condition with respect to time. Increasing the installed capacity to 500 MW causes the water effluent debit to increase 250%, which accelerate the increase of water temperature. This increases temperature by 2°C, so the temperature will be 39°C. This condition causes a re-circulation to the intake. The system dynamics simulation model shows that the heat increase from the water effluent was faster than before the installed capacity had been increased. In the mean time, the hot water flow shows the stability or there was "goal seeking° for a relatively long time. To maintain a good water condition, the policy taken is by disconnecting the heat flow (material flow) in the model, which means the water effluent is not discarded in the outlet as the current situation. The flow disconnection means moving the outlet or the waste channel. Even, according to the result of study conducted together by PLN and AGM, to stop the re-circulation to the intake, the water effluent channel to be moved to east of the harbor pond. From the natural environment, this is very beneficial because the water effluent will immediately be thinned out by the atmosphere, so that the value of diversity index shows an unpolluted water situation."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarsih
"processes of Biological treatment intend to reduce the organic matter content by using microorganisms. Problems, which often occur in the treatment process, include the Wastewater Treatment Plant (WWTP) being planned for treating domestic wastewater only, but in fact the WWTP often receives non-domestic wastewater particularly direct or indirect faecal deposits. There are 13 simultaneous systems of nonlinear differential equations using the method of Runge-Kutta-Fehlberg (RKF45). Data validation is measured in a facultative stabilization pond at a distance of 0 m, 25 m, 50 m and 75 m respectively. Samples are taken at the inlet and outlet of the pond covering the concentration of Bacteria (B), Algae (A), Zooplankton (Z), Organic Matter (OM), Detritus (D), Organic Nitrogen (ON), Ammonia (NH3), Organic Phosphorus (OP), Soluble Phosphorus (SP), Dissolved Oxygen (DO), Total Coliform (TC), Faecal Coliform (FC), and Biochemical Oxygen Demand (BOD). The research comparing observation and count data results in 11 kinds of concentration that have a relative error <20% and 2 concentrations > 20%, namely Chemical Oxygen Demand (COD) and Faecal Coliform.(FC). Wastewater quality is predicted with 45o angle charts and tolerance ± 20%, respectively for BOD (76.8%), COD (57.7%) and DO (81.9%). The model, as a means for performance evaluation of the WWTP, is appropriate for Class II water quality standards."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2015
UI-IJTECH 6:4 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Deetje Sunarsih
"Permasalahan lingkungan dewasa ini sangatlah luas. Misalnya di Jepang pada tahun 1940-an terjadi pencemaran kadmium (Cd) dari limbah pertambangan seng (Zn). Juga pencemaran oleh air raksa (Hg) dari limbah industri yang menyebabkan keracunan dan disebut penyakit Minamata.
Di tanah air, ditemukan gejala keracunan pestisida pada sejumlah petani bawang dan cabe di Kabupaten Tegal dan Brebes. Penelitian terhadap dampak kesehatan petani pengguna pestisida yang dilakukan tahun 1991 sampai 1993 oleh Food and Agricultural Organization (FAO) antara lain
menemukan bahwa sekitar 50 persen dari pestisida yang digunakan petani ternyata termasuk golongan berbahaya (35,8 persen), sangat berbahaya (7,3 persen), dan paling berbahaya (6,1 persen) menurut kualifikasi World Health Organization (WHO).
Masalah-masalah lingkungan hidup hampir setiap hari dapat ditemui di media cetak maupun televisi dan kebanyakan bersifat kimiawi, seperti pencemaran di sungai Deli, pencemaran karena pestisida, pencemaran di sungai Citarum. Pemecahan masalah lingkungan hidup sebenamya tergantung pada manusia, karena manusia dapat menjadi perusak lingkungan atau penyelamat lingkungannya.
Dalam UULH Pasal 5 disebutkan bahwa :"Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat" dan "setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya". Sedangkan Pasal 9 UULH menyebutkan :"Pemerintah berkewajiban menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyuluhan, pendidikan, dan penelitian".
Penjelasan Pasal 9 menyebutkan bahwa pendidikan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat dilaksanakan baik melalui jalur pendidikan formal mulai dari TK/SD sampai dengan perguruan tinggi, maupun melalui jalur pendidikan nonformal.
LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), dalam hal ini IMP dan FKIP mempunyai peranan penting dalam ikut serta menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya terhadap lingkungan hidup. Hal ini disebabkan oleh fungsi LPTK sebagai lembaga pencetak guru. Karena guru yang berwawasan lingkungan diharapkan menghasilkan anak didik yang berwawasan lingkungan juga.
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) untuk mendi dikkan sikap berwawasan Lingkungan di tingkat pendidikan tinggi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan integratif-ekologi melalui MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) dan pendekatan monolitik antara lain melalui mata kuliah Kimia Lingkungan. Mata kuliah Kimia Lingkungan merupakan salah satu mata kuliah pilihan di Program Studi Pendidikan Kimia.
Seperti kita ketahui, mahasiswa FKIP/IKIP Program S 1 Pendidikan Kimia adalah guru atau calon guru Kimia di SMU. Di dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) mata pelajaran Kimia Kelas III Semester 6 (Kurikulum 19$4) dan kelas II Cawu 3 (Kurikulum 1994) terdapat program pengajaran atau topik-topik Kimia Lingkungan.
Masalahnya adalah "Kurikulum yang bagaimanakah yang dapat membekali mahasiswa sebagai guru kimia dalam mengajarkan Kimia Lingkungan di SMUT"
Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan metode survai. Data dalam penelitian ini adalah: 1) GBPP mata pelajaran Kimia Kurikulum SMU 1994, 2) tulisan-tulisan dalam jumal dan majalah yang berhubungan dengan PLH dan Kimia Lingkungan 3) Hasil wawancara dengan pakar lingkungan, dosen Kimia Lingkungan di IKIP, dan guru Kimia SMU.
Subyek penelitian atau sampel dalam penelitian ini adalah 1) pakar lingkungan; 2) dosen Kimia Lingkungan IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Malang, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya; 3) guru-guru Kimia SMU yang berpengalaman mengajar Kimia di kelas III.
Lokasi penelitian sesuai dengan keberadaan IKIP-IKIP Negeri di atas, yaitu: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.
Hasil wawancara dengan guru Kimia SMU, dosen Kimia Lingkungan IKIP, dan pakar lingkungan akan dianalisis secara deskriptif dengan mempertimbangkan data yang diperoleh dari dokumen mengenai PLH dan Kimia Lingkungan sehingga diperoleh rekomendasi penyempumaan pengajaran Kimia Lingkungan di Program Studi Pendidikan Kimia di LPTK.
Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan:
1.a. Tujuan Instruksional Umum:
1) Lulus an LPTK menj adi guru yang berwawasan lingkungan sehingga
mampu mengintegrasikan aspek-aspek lingkungan ketika mengajarkan konsep-konsep kimia.
2) Menyebarluaskan kekhawatiran tentang masalah-masalah lingkungan dan penerapan UULH.
3) Mengembangkan sikap positif mahasiswa terhadap lingkungan sehingga mahasiswa dapat menawarkan alternatif pemecahan masalah lingkungan.
b. Tujuan Instruksional Khusus:
1) Mahasiswa dapat menjelaskan terjadinya pencemaran lingkungan dan Cara pencegahannya.
2) Mahasiswa dapat menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang terjadi di Atmosfir dan Hidrosfir.
3) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang zat aditif pada makanan.
4) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pupuk dan pestisida.
5) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Radioisotop.
6) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang toksikologi kimia, karsinogenesis, dan sampah B3.
7) Mahasiswa dapat menjelaskan masalah-masalah lingkungan yang berhubungan dengan kimia.
2. Materi Kimia Lingkungan seyogianya meliputi topik-topik:
a. Pencemaran Lingkungan
b. Siklus air
c. Siklus Biogeokimia
d. Proses penjemihan air
e. AMDAL dan Baku Mutu Lingkungan
f. Susunan Atmosfir dan reaksi kimia yang terjadi di dalamnya.
g. Sifat fisik dan kimia Hidrosfir dan reaksi kimia yang terjadi di dalamnya.
h. Zat aditif pada makanan.
i. Pupuk dan pestisida.
j . Radioisotop.
k. Toksikologi kimia, Karsinogenesis, sampah B3.
1. Masalah-masalah lingkungan yang berhubungan dengan kimia.
3. Seyogianya materi Kimia Lingkungan di LPTK disajikan dengan menggunakan gabungan metode-metode: ceramah, diskusi, pemberian tugas, praktikum, karya wisata, dan studi kasus.
4. Evaluasi hasil belajar Kimia Lingkungan sebaiknya dilaksanakan paling sedikit meliputi: 1) ujian tengah semester, menggunakan bentuk tes uraian; 2) ujian akhir semester, menggunakan bentuk tes obyektif; 3) tugas terstruktur, paling sedikit dilaksanakan dua kali dalam bentuk membuat kliping, makalah, laporan, atau ringkasan dari wacanalbuku berbahasaInggris.Hal ini dilakukan agar skor yang diperoleh mahasiswa d ap at men ggamb arkan kemampu an mahas is wa yan g s e b enamy a tentang Kimia Lingkungan.
5. Mata kuliah Kimia Lingkungan sebaiknya dikelola oleh suatu tim yang mempunyai Tatar belakang pendidikan guru Kimia (S 1) dan Magister Kimia Lingkungan.
Materi Kimia Lingkungan seperti tersebut di atas yang diajarkan dengan menggunakan metode seperti disarankan (pada Tabel 4.2) diharapkan menjadikanKurikulum Kimia Lingkungan yang dikembangkan berdasarkan pendekatan berorientasi pada tujuan ini dapat memenuhi prinsip-prinsip kurikulum, khususnya prinsip relevansi, prinsip efektivitas dan efisien.

Environmental problems vary and cover great areas of concern. Japan, for instance, in the 1940's experienced a pollution of cadmium (Cd) from waste of a zinc mine (Zn). They also suffered from a pollution of mercury (Hg) from industrial waste which poisoned many people and caused the Minamata illness.
In Indonesia farmers in Tegal and Brebes suffered from pesticide poison. A research on the influence of the health of farmers who used pesticide conducted in 1991 - 1993 by Food and Agriculture Organization (FAO)
among others found out that about 50 percent of the pesticides used by the farmers turned out to be classified as dangerous (36,8 percent), very dangerous (7,3 percent), and most dangerous (6,1 percent) according to the classification of the WHO.
Environmental problems are found nearly every day as reported in newspapers or on TV, mostly having a chemical character like the pollution in Deli River, pollution caused by pesticide, pollution in Citarum River. Solution of environmental problems actually depends on men's attitude and behavior because they can destroy or safe their environment.
In the UULH (The Act of the RI No. 4 of 1982 on the Basic Provisions for the Management of the Living Environment) Paragraph 5, it is stated that "Everyone has the right on a good and healthy environment" and "Everyone is obliged to take care of the environment and to prevent and overcome its damage and pollution". UULH Paragraph 9 states that "The Government is obliged to grow and develop the awareness and responsibility of the society in environmental management through extension, education, and research.
Explanation of Paragraph 9 states that education for growing and developing environmental awareness of society is conducted through formal education starting from kindergarten up to university level and through non-formal education.
In this case, LPTK (Institute of Teacher Training) for instance, has an important role in growing and developing the environmental awareness and responsibility of the society. It is owing to LPTK function as the teacher producer. And, teachers who have environmental view will produce students with environmental view too.
Environmental Education in higher education is carried out by using ecological - integrative approach through MKDU (General Basic Course) and monolithic approach through Environmental Chemistry subject. It is one of the optional subject matters in the Department of Chemistry Education.
As we know, students at LPTK Program S 1 of the Department of Chemistry Education are teachers or future Chemistry teachers in SMU (Senior High School). In the GBPP (General Guidelines of Instructional Activities) for the Chemistry Subject Semester 6, Grade 3 (Curriculum 1984), and Quarter 3, Grade 2 (Curriculum 1994) there are topics or instructional program on Environmental Chemistry.
The problem is "Which curriculum can supply the chemistry teacher with the knowledge needed to teach Environmental Chemistry at SMU?" This research applied a qualitative research method. The data includes:
1) GBPP SMU Curriculum 1994 Chemistry Subject, grade 2, quarter 3;
2) essays in journal and magazines which has relationship with Environmental Education and Environmental Chemistry; 3) Result of
interviews with Environmental Experts, Environmental Chemistry Lecturers at IKIP, and Chemistry SMU teachers.
The sample in this research includes: 1) Environmental Experts; 2) Environmental Chemistry Lecturers at IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Malang, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya; 3) SMU Chemistry teachers who have experience in teaching grade 3.
The location of this research is in accordance with the location of the above mentioned IKIPs, i.e.: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.
The result of the interview with SMU chemistry teachers, lecturers of Environmental Chemistry and Environmental Experts was analyzed descriptively taking into account the data obtained from documents on Environmental Education and Environmental Chemistry, as to achieve a recommendation to perfect instructional program on Environmental Chemistry in the Department of Chemistry Education.
From the analyzed data are obtained the following conclusions: 1.a. General Instructional Objectives (TIU)
LPTK graduates with an insight in environment are able:
1) to integrate environmental aspects when teaching chemistry concepts.
2) to disseminate the endanger of the environment and the application of the IJULH.
3) to develop the environmental attitudes of the students.
b. Specific Instructional Objectives (TIK)
The students are able to explain:
I) Environmental pollution and how to solve it;
2) Chemical reactions in the Atmosphere and Hydrosphere;
3) Food additives;
4) Fertilizers and pesticides;
5) Radioisotopes;
6) Chemical toxicology, carcinogenesis, and Hazardous Waste;
7) Environmental problems.
2. The following topics should be covered in the Environmental Chemistry Subject:
a. Environmental Pollution
b. Water Cycle
c. Biogeochemical Cycle
d. Water Purifying System
e. AMDAL (Environmental Impact Assessment) and Environmental Standard
f. Atmosphere composition and chemical reaction in it.
g. Physically and chemically characteristics of the Hydrosphere and chemical reactions in it.
h. Food additives
i. Fertilizers and Pesticides
j. Radioisotopes
k. Chemical toxicology, carcinogenesis, hazardous waste 1. Environmental issues.
3. Topics on Environmental Chemistry should be taught using the combination of a variety of methods such as discussion, assignment, experiment, study tour, and case study.
4. The learning evaluation of Environmental Chemistry should include: 1) mid semester exam by using essay test; 2) final exam by using objective test; 3) structured assignment at least twice such as making clipping, writing paper, writing report, or making a summary of a topic taking from a book written in English. The reason for doing this is to obtain the scores which represent the real student capability on Environmental Chemistry.
5. Each LPTK should have more than one Environmental Chemistry Lecturers and they should have a Master degree in Environmental Science or in Chemistry.
Topics on Environmental Chemistry which are taught with various methods (see Table 4.2) will hopefully become Curriculum of Environmental Chemistry. The curriculum that is developed based on Objectives Oriented approach, will accomplish the principles of curriculum, especially the principles of relevancies, affectivities and efficiencies.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T8558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uun Sunarsih
"Perusahaan mulai menunjukkan perhatian terhadap kegiatan sosial. Akuntansi sebagai bagian dari dunia usaha dituntut untuk merespon perkembangan perusahaan tersebut. Peran akuntansi ditunjukkan dengan munculnya akuntansi sosial, perusahaan dapat mengkomunikasikan aktivitas sosialnya serta memperoleh legitimasi dan memenuhi pertanggungjawaban baik kepada direct stakeholders maupun indirect stakeholders.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengungkapan aspek sosial ekonomi pada perusahaan yang terdaftar di JII dan di Non-JII serta untuk mengetahui hubungan antara variabel size, likuiditas, solvabilitas dan struktur kepemilikan dengan pengungkapan aspek sosial ekonomi pada perusahaan yang terdaftar di Jll dan di Non-JII.
Sampel penelitian terdiri dari perusahaan yang tergolong agricultural, mining and mining service, food and beverage, automotive, consumer goods, communication, transportation service, plastic and glass product, pharmaceuticals, real estate and property, lumber and wood product, electronic and office equipment and cement yang terdaftar di JII dan Non-JIIperiode 2004. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah two different mean dan analisis logistik.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pengungkapan aspek sosial ekonomi pada perusahaan yang terdaftar di JII lebih banyak bila dibanding dengan perusahaan yang terdaftar di Non-JII. Hal ini terlihat dari rata-rata pengungkapan aspek sosial ekonomi di JII sebesar 15 atau sebesar 38,53% dan yang paling banyak diungkap adalah tema konsumen dan produk sebesar 63,33% tema ketenagakerjaan 57,43%, tema kemasyarakatan 19,67%, tema lingkungan hidup dan energi 13,67% sedangkan di Non-JII sebesar 13 pengungkapan aspek sosial ekonomi atau sebesar 34.11% dan yang paling banyak diungkap adalah tema ketenagakerjaan sebesar 59,95% dan tema konsumen dan produk 45,98%, tema kemasyarakatan 18,56% dan tema lingkungan hidup dan energi sebesar 11,95%. Sedangkan hubungan antara variabel size, likuiditas, solvabilitas dan struktur kepemilikan pada perusahaan di JII setelah melalui uji reduksi variabel yang signifikan pada α = 5% hanya In size dan struktur kepemilikan sedangkan pada perusahaan yang terdaftar di Non-JII hanya struktur kepemilikan yang signifikan pada. α = 5%.

Today, companies start to have concern with social activities. Accounting as a business tool is required to respond business development. Accounting's role emerges with social accounting to communicate companies? social activities in order to get legitimating and to fulfill social accountability from both direct and indirect stakeholders.
This research is aimed to know the disclosure of socio economic aspect of companies listed both at JII and Non-JII and its relation with size, liquidity, solvability and ownership structure.
Research sample consisted of the following industries listed in 2004: agricultural. mining and mining service, food and beverage, automotive, consumer goods, communication, transportation service, plastic and glass product, pharmaceuticals, real estate and property, lumber and wood product, electronic and office equipment and cement. Data analysis used in this study is two different mean and logistic analyzes.
The research finds that the average of social aspect disclosure for companies listed at Jli are larger than companies listed at Non-JII. This can be seen that the average of socio economic aspect disclosure at JII reached 38,53% and the most disclosed are consumer and product issue as of 63,33% followed by labor issue 57,43%, community issue 19,67% and environment and energy issue 13,67%. While for companies listed at Non-JII, the average of socio economic disclosure aspect reached 34,11% and the most disclosed are labor issue as of 59,95% followed by consumer and product issue 45,98%, community issue 18,56% and environment and energy issue 11,95%.
The relation between size, liquidity, solvability and ownership structure for companies listed at JII after having variable reduction test, the result shows that only In size and ownership structure which are significant at α = 5%, whereas for the companies listed at Non-JII only ownership structure which is significant at α = 5%.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sunarsih
"Data mengenai dosis permukaan berkas sinar-X 6 dan 10 MV, dari pesawat linear accelarator, yang diukur menggunakan parallel-plate NACP chamber, untuk efek ukuran lapangan radiasi, jarak penyinaran (SSD), penggunaan tray acrylic, blok metal pembentuk berkas, filter wedge dan MLC (multileaf collimator) Dosis permukaant meningkat dengan lapangan dari 5x5 cm² sampai dengan 20x20 cm² (5-17% untuk sinar-X 6 MV dan 6-19% untuk10 MV). Dengan menggunakan tray, dosis permukaan meningkat untuk semua lapangan (<1% - 6% untuk sinar-X 6 MV, dan <1% - 7% untuk 10 MV). Pemakaian filter wedge secara umum menunjukkan, dosis permukaan lebih rendah jika dibandingkan dengan lapangan terbuka. Ketika wedge-tray digunakan, tray merupakan kontributor terbesar, karena kontaminasi elektron yang berasal dari wedge akan diserap oleh tray. Blok sebagai pembentuk berkas juga akan meningkatkan dosis permukaan, tetapi tray blok cenderung mengurangi dosis permukaan pada perlakuan dengan berkas energi tinggi pada lapangan kecil. Efek pemakaian MLC, dosis permukaan cenderung hampir sama dengan pemakaian blok, tetapi mempunyai nilai yang lebih kecil. Dengan penurunan SSD akan meningkatkan dosis permukaan yang dominan pada lapangan 20x20 cm, dan juga akan semakin bertambah dengan adanya penambahan blok tray acrylic.

A comprehensive set of data on surface dose for 6 MV and 10 MV photon beams from a medical linear accelerator was measured using a parallel-plate chamber to document the effect of field size, source-to-distance (SSD), acrylic block tray, wedge, metal block and multileaf collimator (MLC). The surface dose increased as field size increased from 5 x 5 cm to 20 x 20 cm (5% to 16% for 6 MV and 6% to 19% for 10 MV). With the use of an acrylic block tray, the surface dose increased for all field size (<1% to 6% for 6 MV and <1% to 7% for 10 MV ). The surface dose with a wedge showed, generally lower than the dose for an open field. When both wedge and block tray were used, the tray was a major contributor to the surface dose because some of the contaminant electrons from the wedge assembly were absorbed by the block tray. Field-shaping blocks increased the surface dose, but, interestingly, the block tray reduced the surface dose small blocked fields treated with a high-energy photon beam. The effect of an MLC on surface dose was very similar to that of metal block, but its magnitude was less. As SSD decreased, the surface dose increased, and this effect was dominant in 20 x 20 cm². The SSD effect was enhanced in the presence of an acrylic block tray."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
T21009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvi Sunarsih
"ABSTRACT
Nitrogen dioxide (NO2), sulfur dioxide (SO2), particulate matter (PM10), and total suspended particulate (TSP) are the most common and harmful air pollutants to humans. In a short period, air pollution exposure at 5 ppm for 10 minutes in humans causes dyspnea, and when the level is increased to 800 ppm could cause 100% mortality in animals. This study was an analytical study with implementing a cross-sectional design and risk analysis. One hundred subjects were involved in this study. The results showed that the mean value of the non-cancer Hazard Index (HI) for real-time exposure was NO2: 1.85; SO2: 2.92; TSP: 7.09; and PM10: 11.7 (HI value ≥1). Test for forced vital capacity lung capacity to non-cancer risk estimation of NO2, SO2, TSP, and PM10 indicated that there was no significant relationship (p-value >0.05). The variable of smoking habit is the most dominant variable (odds ratio [OR] = 12.542) which affects respiratory disorders. The exposure to NO2, SO2, TSP, and PM10 in Palembang City bus drivers is considered hazardous to the health of subjects without cancer."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
613 KESMAS 13:4 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Sunarsih
"Stunting merupakan salah satu indikator status gizi yang menggambarkan permasalahan gizi kronis akibat dari keadaan yang berlangsung lama, seperti kemiskinan, pola asuh serta pemberian makanan yang kurang baik sejak anak dilahirkan. Stunting pada anak menyebabkan gangguan pada perkembangan kognitif, motorik dan memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kehidupan anak. Tujuan penelitian untuk melihat gambaran peran praktik pengasuhan dan status gizi terhadap perkembangan kognitif, motorik dan emosi sosial pada anak usia 3,5 tahun sampai 10 tahun. Merupakan follow up study dari penelitian suplementasi ibu hamil yang dilakukan di Lombok tahun 2001 – 2004. Penelitian menggunakan data sekunder dengan desain panel, sampel sebanyak 354 anak usia 3,5 dan 10 tahun. Hasil analisis didapatkan bahwa praktik pengasuhan pada ibu dengan pendidikan tinggi berhubungan dengan perkembangan kemampuan kognitif (koef 0,025), perkembangan kemampuan motorik (koef 0,033) dan perkembangan kemampuan emosi sosial (koef 0,053) dari usia 3,5 tahun sampai 10 tahun. Perlu dilakukannya intervensi yang efektif dan terintegrasi antara stimulasi psikososial anak sejak dini dengan program perbaikan status gizi agar pertumbuhan dan perkembangan anak terutama kemampuan kognitif, motorik dan emosi sosial anak optimal. Kata kunci : status gizi, perkembangan kognitif, perkembangan motorik, perkembangan emosi sosial

The Association between Nurturing Practice and Nutritional Status on Cognitive, Motor and Social Emotional Development in Lombok 2014 Stunting as indicator of nutritional status gives an overview of chronic malnutrition problem as a result of condition that lasted for long, such as poverty and parenting as well as unproperly feeding since the infancy. Stunting cause cognitive and motor development disorders and has long term consequences on children’s lives. The objective is to describe the association of nurturing practices and nutritional status on cognitive, motor and social emotional development of children at 3.5 up to 10 years of age. This study is followed up of maternal sumplementation research conducted in Lombok in 2001 – 2004. Using a secondary data with panel design, conducted to 345 children at 3,5 and 10 years of age as a sample, the result shows that nurturing practices on mother’s with high level education significantly associated with the cognitive development (coef 0,025), motor development (coef 0,033) and social emotional development (coef 0,053) at children at 3,5 up to 10 years of age. An effective and integrated interventions program combining the psychosocial stimulation and nutritional improvement program in early childhood in order to optimized the cognitive, motor and social emotional development "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library