Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susilo
"Dalam tahun 2002, perkembangan Reksa Dana (mutual funds) sebagal salah satu instrumen investasi di Pasar Modal Indonesia cukup menggembirakan. Hal tersebut terlihat dari perkembangan jumlah Reksa Dana, jumlah pemodal, dan nilai aktiva bersih. Sampai Desember 2002 total Reksa Dana adalah 131 Reksa Dana, dengan dana yang dikelola sebesar Rp 46,613 triliun dan jumlah pemodal 125.820 pemodal.
Pesatnya perkembangan industri Reksa Dana tersebut tidak terlepas dan adanya insentif di bidang perpajakan terhadap industri ini berupa dikecualikannya bunga obligasi yang diperoleh atau diterima perusahaan Reksa Dana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha. Pembenan insentif ini mengingat Reksa Dana merupakan salah satu altematif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil atau pemodal yang tidak ingin menanggung risiko tinggi.
Dan hasil penelusuran yang penulis lakukan, yang menjadi perumusan masalah di sini adalah apakah penerapan babas pajak atas pendapatan bunga obligasi (bond interest income) yang diperoleh atau diterima Reksa Dana masih dapat dianggap relevan, dan bagaimana implikasi jika masih diterapkan aturan yang ada dan sebaliknya terhadap industri Reksa Dana.
Untuk menjawab masalah tersebut, data yang dikumpulkan dari berbagai sumber akan dianalisis dengan mengambil sampel praktek perpajakan Reksa Dana di berbagai Negara dan di Indonesia. Data yang dikumpulkan akan diklasifikasi sesuai pokok bahasan, kemudian dilakukan pembandingan. Dari analisis pembandingan dilakukan evaluasi kemungkinan penerapan pajak penghasilan untuk Reksa Dana.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan bebas pajak (tax free) alas bunga obligasi yang diperoleh atau diterima Reksa Dana dapat dianggap tidak relevan, karena sebagian besar investor yang melakukan investasi pada Reksa Dana adalah para pemodal besar, bukan pemodal kecil sebagaimana yang dijelaskan dalam memori penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf j UU Nomor 17 tahun 2000. Hal lni dibuktikan, dari Rp 46,613 triliun total dana kelolaan Reksa Dana sampai akhir tahun 2002 sebesar Rp 37,357 triliun (80,15%) merupakan Reksa Dana Pendapatan Tetap yang portofolio investasinya ke Obligasi. Di samping itu, batasan umur Reksa Dana yang dikenakan pajak merupakan 'loophole' para Manajer Investasi dengan cara menutup Reksa Dana yang telah berumur lebih dari 5 tahun dan menggantinya dengan Reksa Dana baru.
Dari pengkajian, analisis dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa : (1) pemberian fasilitas bebas pajak untuk reksa dana dapat dianggap sudah tidak relevan lagi, (2) apabila masih diterapkan, diperlukan aturan baru sebagai batasan atau rambu-rambu yang mengatur arah penerapan kepemilikan Reksa Dana yaitu untuk kesejahteraan bangsa.
Berdasarkan basil kajian, penulis memberikan saran: (1) agar peraturan di bidang perpajakan yang mengatur Reksa Dana ditinjau kembali atau diganti dengan aturan pengenaan pajak penghasilan atas Reksa Dana yang lebih bersifat netral, (2) apabila diterapkan pajak perlu aturan yang tegas dan jelas batasan investor kecil sehingga insentif pajak yang diberikan tepat sasaran, dan (3) untuk lebih menyakinkan diperlukan penelitian lebih lanjut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo
"ABSTRAK
Jawa Timur adalah merupakan salah satu Propinsi di Indonesia yang tergolong padat penduduknya, dimana sebagian besar dari penduduk tersebut adalah bekerja di sektor pertanian. Akhir-akhir ini menunjukkan gejala terjadi pergeseran ke sektor non pertanian. Berkaitan dengan keadaan tersebut kiranya cukup menarik untuk dikaji serta.dipelajari fenomena apa yang dapat dijelaskan berkaitan dengan adanya gejala mulai bergesernya tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tersebut.
Secara empiris menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun. Keadaan ini menunjukkan bahwa kemampuan sektor pertanian di Jawa Timur untuk menampung tenaga kerja semakin menurun. Sedangkan pada sektor lain yaitu sektor non pertanian menunjukkan keadaan yang cukup baik peranannya dalam menyerap tenaga kerja.
Disamping itu di Jawa Timur dijumpai adanya suatu gejala lain yang timbul akibat adanya penurunan daya serap sektor pertanian yaitu meningkatnya tenaga kerja yang melakukan urbanisasi. Dengan meningkatnya angka urbanisasi ini sudah barang tentu akan menimbulkan persoalan yang kompleks di daerah tujuan, utamanya masalah kesempatan kerja yang harus disediakan dan masalah meningkatnya angka pengangguran di kota sebagai akibat adanya kesenjangan antara tingkat pendidikan, ketrampilan/skill tenaga kerja dari desa dan tenaga kerja di kota sehubungan dengan sifat lapangan pekerjaan yang tersedia di kota.
Kemudian hal-hal lain yang sangat menarik untuk diperhatikan yaitu adanya kecenderungan bahwa pekerja laki-laki cenderung untuk memilih bekerja di sektor pertanian di banding dengan pekerja perempuan.
Hubungan antara variabel umur dan lapangan pekerjaan di Jawa Timur dalam penelitian ini dapat diterangkan bahwa semakin tinggi usia responden, semakin besar kecenderungan responden tersebut untuk bekerja di sektor non pertanian.
Adapun hubungan antara variabel pendidikan dan lapangan pekerjaan dalam penelitian ini dapat- dijelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan responden maka semakin rendah kecenderungan responden tersebut untuk memilih bekerja di sektor pertanian dan semakin besar kecenderungannya untuk memilih bekerja di sektor non pertanian.
Investasi daerah ternyata dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam menentukan pilihan terhadap salah satu lapangan pekerjaan tertentu. Hal ini terbukti bahwa penambahan investasi daerah di Jawa Timur yang prioritas utama masih dititikberatkan pada sektor pertanian, maka ternyata dapat mendorong seseorang atau individu untuk bekerja di sektor pertanian.
Variabel Mills Ratio dalam penelitian ini harus tetap dipertahankan untuk dimasukkan dalam model karena berdasarkan pengujian secara statistik menunjukkan nilai yang segnifikan. Hal ini berarti, seandainya tidak memasukkan variabel Mills Ratio dalam model, maka akan terjadi apa yang disebut dengan Bias Selectivity, yaitu bias karena kesalahan dalam pemilihan sampel.
Hasil temuan lain menunjukkan bahwa kendatipun upah yang diharapkan di sektor pertanian secara relatif lebih tinggi jika dibanding dengan upah rata-rata non pertanian maka pada mulanya kecenderungan seseorang untuk memilih bekerja di sektor tersebut adalah menurun, akan tetapi setelah upah meningkat mencapai tingkat tertentu kecenderungan seseorang untuk memilih bekerja di sektor pertanian akan meningkat.
Untuk lebih jelasnya, bagaimana keadaan serta fenomena-fenomena apa yang bisa dijelaskan dalam penelitian ini yaitu berkaitan dengan faktor penentu seseorang/individu untuk menentukan pilihan apakah individu tersebut cenderung untuk memilih bekerja di sektor pertanian atau cenderung untuk memilih bekerja di sektor non pertanian berdasarkan faktor sosial ekonomi dan demografi, maka silahkan untuk membaca hasil penelitian ini.

ABSTRACT
The East of Java is one of the most populated provinces in Indonesia. Most of the people work on agriculture sector. Lately, there is a tendency of movement from agriculture sector to non-agriculture sector. Consequently, this latest phenomena has become a very interesting one to be observed.
Empirically, the main indicator shows that the level of the absorption of labor on agriculture is decreasing. Meanwhile, the effort of non-agriculture sector to capture the employment is improving and playing a more significant role.
Besides of that, as a result of the decreasing level of agriculture labor force absorption, there is a high tendency of Urbanization. Eventually, this could affect the job placement in the city, which mainly resulted from the different level of educations among workers looking for jobs and the different characteristics of jobs.
In addition, another interesting phenomena are fact that male workers have a higher tendency to work in agriculture sector in comparison to female workers.
Based on studies, the correlation between the variable of age and employment opportunities in East Java have shown that the older the respondents, the higher chances of them to more to non-agriculture sector.
Furthermore, the studies have also shown that the more educated labors have a higher tendency to leave the agricultural sector.
Level of investment in each city or province has become another important/crucial reason for workers to decide to stay on that specific location. This phenomena has already been proven in the case of East Java, that has spent a major investment in agriculture sector and that has attracted individuals to work in agriculture sector.
Due to the significantly of the ratio of mills have shown in this study, it is a must for the ratio of mills to be used in the study. Otherwise, the existence of Bias Selectivity would jeopardize the final results of the study.
Based on my study, there is "a required wage level of agriculture sector" that has to be fulfilled, in order to keep the workers on that same sector. In fact my study has shown that the required level of wage in agriculture sector has to be at least twice as much as in the non-agriculture sector wage.
To know much more in details about the characteristics of the already mentioned phenomena?s and their impacts, I would really recommend anyone to read my thesis.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang kompetensi notaris di dalam membuat akta perjanjian perdamaian sebagai alternatif penyelesaian sengketa setelah adanya putusan majelis hakim Pengadilan Negeri yang telah berkekuatan hukum tetap. Penelitian yang digunakan sebagai bahan penulisan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Kompetensi Notaris dalam pembuatan Akta Perdamaian/dading atas suatu putusan Pengadilan Negeri yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap merupakan bagian dari kewenangan jabatan notaris sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kompetensi notaris di dalam membuat akta perdamaian setelah adanya putusan hakim pengadilan negeri yang sudah berkekuatan hukum tetap tidaklah juga berarti membatalkan putusan hakim dimaksud. Pengesampingan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dengan keberadaan akta perdamaian yang dibuat dan/atau di hadapan notaris tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Di dalam perspektif penyelesaian sengketa, perjanjian perdamaian yang dibuat dengan mengesampingkan putusan hakim pengadilan negeri yang telah berkekuatan hukum tetap dimungkinkan dengan adanya sifat mengikatnya putusan hakim, yaitu sifat hukum materiil yang menyatakan bahwa putusan hanya mengikat para pihak dan tidak memberi wewenang untuk mempertahankan hak seseorang terhadap pihak ketiga, sifat hukum dari putusan hakim sebagai sumber dari pada wewenang prosesuil yang menyatakan akibat putusan hakim bersifat hukum acara yaitu diciptakannya atau dihapuskannya wewenang dan kewajiban prosesuil, Sifat hukum dari putusan hakim sebagai bukti tentang apa yang ditetapkan didalamnya, sehingga mempunyai kekuatan mengikat para pihak.

ABSTRACT
This thesis discusses the notary competency in making a peace treaty act as alternative dispute resolution after the verdict of the panel of judges of the District Court which had a magnitude of fixed laws . Research literature is used as a normative legal research legal research that is done by examining the material library or mere secondary data . The results conclude that : Competency in the enactment of the Peace Notary / dading on the verdict of the District Court that already have permanent legal force is part of the authority of the notary as mandated in Law No. 30 of 2004 concerning the Notary Department . Competency notarial act in making peace after the verdict that the district court had not strength permanent law also means canceling verdict question. Waiver court decides that the law has been measuring stick with the existence of acts of reconciliation are made and / or in the presence of a notary is not inconsistent with applicable laws and regulations . In the perspective of mediation , conciliation agreement made by the district court verdict ruled that the law was still possible by measuring the verdict is binding nature , that is the nature of law material to the effect that the verdict is binding only on the parties and not give the authority to defend the rights of the third parties, the court decides the law of nature as the source of the authority of the state as a result prosesuil verdict nature or procedural law that is created, the authority and the obligation prosesuil done away with , the laws of nature verdict as evidence of what is specified therein, so that the binding strength of the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo
"Salah satu produsen keratnik di Indonesia adalah PT.Y , yang tergolong PMDN. Produk yang dihasilkan adalah ubin kerainik inerk GS (naina sainaran). Khusus untuk daerah pemasaran Jakarta dan sekitarnya (Jakarta, Tangerang, Bogor, Cirebon, Serang, dan Bekasi), ubin kerainik merk GS dipasarkan oleh semi distributor PT X (sahainnya 50% diiniliki oleh pabrik FT Y ) -dan meiniliki market share sebesar 25%.
Permasalahan utama dalain pemasaran ubin keramik yang dipasarkañ oleh PT X adalah tidak tercapainya target pertumbuhan penjualan dan jatuhnya posisi persaingan. Pertuinbuhan penjualan hanya mencapai di bawah 10 %, padahal targetnya di atas 10%. Posisi persaingan yang sebeluinnya pada posisi ke 2 sekarang menjadi ke 4. Oleh karena itu, untuk inengetahui penyebab masalah dan untuk inemecahkan inasalah tersebut, penulis melakukan observasi berbagai segi dalam pemasaran ubin kerainik mi. Segisegi pemasaran yang dimaksud adalah sebagai berikut: masalah pengadaan persediaan, strategi produk, strategi distribusi, strategi harga, strategi proinosi, ramalan penjualan, dan masalah tenaga penjualan.
Dalam pengadaan persediaan, digunakan transfer price dengan sistein negosiasi berdasarkan harga pasar tetapi tidak dilaksanakan secara sempurna karena semi distributor PT X tidak diperkeñankan inemperoleh produk ubin keramik dari pemasok luar. Transfer price kepada PT X ditentukan berdasarkan harga jual kepada distributor luar di kota-kota lainnya.
Dalam strategi produk, digunakan strategi merk tunggal untuk segala jenis ubin kerainik yang diproduksi dan untuk semua segmen pasar sasaran. Dalam strategi distribusi, ubin kerainik inerk GS dijual sebagai barang industri dan barang konsuinsi. Bentuk saluran distribusi yang ada adalah secara .angsung dan tak langsung. Saluran distribusi tak langsung adalah melalui toko dan agen.
Strategi promosi dijalankan dengan cara: publisit as, Man, promosi penjualan (uielalui potongan harga, show room dan mengikuti paineran), dan terutaina personal selling.
Penentuan target penjualan adalah berdasarkan daerah geograf is dan ketatnya persaingan. Kompensasi yang diberikan kepada tenaga penjual adalah berupa: gaji pokok, uang hadir, bonus, tunjangan hari raya, dan tunjangan lainnya.
Sebagai akibat adanya inasalah dalam transfer price dan cara pembayaran antara PT X dan PT Y , maka terjadi suboptimalisasi performance. Dengan demikian per .0 dicarikan alternatif pemecahan yang dapat meniperbaiki keadaan sekarang, inisalnya dengan: memperbaiki parameter evaluasi performance, menggunakan transfer price berdasarkan biaya standar ditambah mark up keuntungan, atau bahkan kalau perlu inendirikan pabrik baru di Jakarta untuk tujuan jangka panjang, yaitu inelayani peniasaran di Indonesia bagian barat serta untuk keperluan ekspor.
Dalam strategi produk, karena terdapat penurunan mutu ubin kerainik yang diproduksi, inaka PT Y seharusnya inemikirkan segi: perawatan dan perbaikan inesin dan teknologi proses produksi untuk keperluan jangka panjang. Strategi merk yang digunakan adalah sudah cocok, yaitu menggunakan strategi corporate branding, yaitu satu inerk untuk seinua jenis ubin kerainik yang dipasarkan dan untuk seinua segmen pasar sasaran. Berdasarkan analisa sikius hidup industri produk ubin kerainik di Indonesia, industri ubin kerainik berada pada tahap pertumbuhan. Oleh karena itu strategi pemasaran yang perlu dijalankan adalah zneningkatkan target penjualan, méngidentifikasi kelemahan-keleinahan, inemperkuat hubungan distribusi dan znenetapkan harga bersaing. Dalam strategi pengubahan produk, perlu dikembangkan ubin keramik ukuran besar (50x50 cm) yang double firing untuk pasar sasaran golongan atas.
Dalam strategi distribusi,untuk memenuhi perinintaan dan konsumen yang inenginginkan membeli ubin keramik dalam keadaan terpasang, sebaiknya PT X ineinbuat jalur distnibusi khusus untuk me layan inya.
Pada strategi harga, berdasarkan hasil analisa elastisitas harga ubin keramik, makapenlu strategi premium price untuk segmeñ pasar golongan atas dan strategi harga rendah untuk segmen pasar golongan menengah dengan mempertiinbangkan analisa struktur biaya, analisa struktur persaingan dan analisa sikius hidup produk. Dalam sikius hidup harga, untuk setiap produk dengan corak dan warna baru umumnya meiniliki harga tinggi dan dengan berjalannya waktu inaka harga tersebut menurun. Pada tahap pertumbuhan, harga dipertahankan dan pada tahap selanjutnya kembali menurun."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh work engagement dan resistensi perubahan (resistance to change) dengan komitmen afektif untuk perubahan (affective commitment to change) dan intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan komitmen afektif untuk perubahan. Penelitian dilakukan pada perusahaan yang bergerak di layanan kebandaraan dengan partisipan dikhususkan pada karyawan operasional yang melibatkan sebanyak 260 karyawan. Pengambilan data partisipan dilakukan melalui kuesioner daring dengan kuesioner yang terdiri atas komitmen afektif untuk perubahan, resistensi perubahan dan work engagement. hasil analisis data menunjukkan bahwa resistensi perubahan memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan komitmen afektif untuk perubahan. Work engagement juga memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan komitmen afektif terhadap perubahan. Dari hasil regresi didapatkan bahwa pada penelitian ini, pengaruh resistensi perubahan dengan komitmen afektif untuk perubahan lebih besar dibandingkan dengan pengaruh work engagement. Pada penelitian ini, intervensi pelatihan komunikasi perubahan telah dilakukan pada karyawan operasional (22 orang) dengan hasil menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan perubahan organisasi secara signifikan melalui evaluasi level 2.

This study was aimed to determine the influence of work engagement and resistance to change on affective commitment to change and training intervention design to enhance affective commitment to change. The research was conducted at airport services company with participants of operational employees as 260 employees. The data was collected by online questionnaire with a questionnaire consisting of affective commitment to change, resistance to change and work engagement. The results showed resistance to change has a significant negative relationship with affective commitment to change. Work engagement also has a significant positive relationship with affective commitment to change. In this study, the result using regression show that resistance to change was better effect on affective commitment to change than work engagement. Following this study the intervention was done for operational employees (22 peoples) on change communication, and the results showed that change communication intervention increased knowledge of organizational change significantly through evaluation level 2."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Susilo
"Tesis ini mengkaji tentang Jaringan Sosial yang diaktifkan khususnya oleh pimpinan pondok pesantren, baik di lingkungan intern maupun di lingkungan ekstern. Pondok pesantren yang dimaksud adalah PP. Tebuireng, Jombang Jawa Timur yang termasuk salah satu Pondok pesantren tertua, terbesar dan terkenal di Indonesia. Pondok pesantren tersebut telah mengalami perubahan-perubahan fisik dan non fisik, sehingga bisa tetap eksis atau bertahan sampai sekarang dan telah berumur 100 tahun.
Perubahan fisik intern PP. Tebuireng bisa dilihat dari luas tanah dan bangunan-bangunan di dalamnya yang permanen, perubahan luas tanah yang pada awal berdirinya hanya 200 m2, sekarang telah menjadi 25 ha, dan dari sebuah bangunan teratak sederhana sekali menjadi 25 buah bangunan permanen.
Perubahan non fisik intern PP. Tebuireng bisa dilihat dari dua macam, yaitu: (1) perubahan sistem pengajaran dan kurikulum dari sistem Sandongan, Sorogan dan Tahassus (diskusi) yang tidak mengeluarkan ijazah; (2) Sistem kepemimpinan Tunggal tanpa akte notaris menjadi sistem kepemimpinan Kolektif berakte notaris dibawah naungan sebuah yayasan yang bernama Yayasan KH.A Hasyim Asy'ari; (3) bertambahnya hak pemilikan pribadi menjadi hak pemilikan pribadi dan wakaf khususnya dibidang tanah.
Perubahan fisik ekstern disekitar PP. Tebuireng dapat dilihat dari beberapa macam jumlah bangungan yang berfungsi sesuai dengan fisik bangunannya, seperti rumah makan, tempat binatu, wartel, penyewaan komputer, toko kelontong, baik tempat mangkal penjaga keliling makanan kecil (baso, nasi goreng, lontong tahu, kacang hijau, es sirup dan sebagainya) dan pakaian serta alat-alat sholat dan perlengkapan lainnya berupa sandang.
Perubahan non fisik ekstern dapat dilihat dari berapa sendi kehidupan sehari-hari, seperti perubahan pandangan hidup, nilai-nilai dan norma-norma pergaulan sehari-hari serta kebiasaan prilaku seseorang yang hidup di masyarakat sesuai dengan keberadaan PP. Tebuireng yang bernafaskan ajaran agama Islam."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Susilo
"Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah yang lebih dikenal di masyarakat dengan sebutan Pajak Air Bawah Tanah ( PABT ), semula merupakan jenis pungutan retribusi daerah. Perubahan tersebut dimaksudkan adalah dalam rangka menata kembali beberapa jenis pungutan retribusi yang pada hakekatnya bersifat pajak dan untuk lebih memperhatikan pada pelestarian lingkungan.
Berbeda dengan jenis pajak daerah lainnya, optimalisasi pemungutan jenis Pajak Air Bawah Tanah akan membawa konsekwensi pada dampak lingkungan seperti terjadinya penurunan permukaan tanah (eras,) dan terganggunya konservasi air, yang memerlukan biaya pemulihan cukup besar. Berdasarkan hasil perhitungan dan Tim Penetapan Harga Dasar Air Bawah Tanah Propinsi DKI Jakarta, diperlukan biaya pemulihan kembali air bawah tanah yang terambil sebesar t Rp. 12 triliun/803.500.000 m3 suatu jumlah yang sangat besar dibanding dengan hasil pajak yang diperoleh.
Permasalahan pokok pada penulisan tesis ini adalah sejauh mana pelaksanaan administrasi pemungutan Pajak Air Bawah Tanah dilakukan dengan optimal oleh Dinas Pendapatan Daerah, apakah penyebab administrasi pemungutan tidak dapat dilakukan dan bagaimana implikasinya terhadap efektivitas pemungutan.
Tujuan penulisan tesis ini untuk mendiskripsikan pelaksanaan administrasi pemungutan Pajak Air Bawah Tanah yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah, mengapa administrasi pemungutan tidak dapat dilakukan dengan sepenuhnya dan mengkaji implikasi administrasi pemungutan pajak terhadap efektivitas pemungutan.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, Dinas Pendapatan Daerah tidak sepenuhnya melaksanakan kegiatan administrasi pemungutan, namun demikian tingkat efektivitas pemungutan Pajak air bawah tanah yang diukur dengan menggunakan ratio Tax Performance Index (TPI) menunjukkan tingkat efektivitas yang cukup baik dan stabil. Angka rasio TPI sebesar 107,58 % terendah dan tertingdi sebesar 117,39%. Kondisi ini mengartikan bahwa wajib pajak air bawah tanah cukup baik dan potensi pajak lebih besar dari target penerimaan yang ditetapkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prijo Susilo
"Dalam rangka mendorong ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) khususnya ke negara-negara kuota, maka Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah kebijakan berupa penyempurnaan sistem pengelolaan kuota ekspor TPT. Kuota ekspor TPT merupakan syarat bagi eksportir untuk mengekspor TPT ke negara pengimpor sesuai perjanjian bilateral. Peranan TPT kuota yang dominan (59%) dalam ekspor TPT Indonesia pada tahun 1989, menjadi mengkhawatirkan karena cenderung menurun (32 % pada tahun 1998). Dalam periode sama kondisi ekspor TPT nasional yang juga melambat peningkatannya, bersamaan dengan krisis ekonomi nasional dan situasi pasar global, apakah dengan perubahan sistem pengelolaan kuota ekspor TPT tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berkenaan dengan penulisan tesis ini, akan dianalisis kebijakan peningkatan ekspor melalui perubahan sistem pengelolaan kuota ekspor TPT studi kasus pada Kanwil Depperindag DKI Jakarta. Dalam membahas permasalahan yang diteliti dilandasi dengan kerangka teori antara lain Peran Pemerintah dan Kebijakan Publik. Sedangkan metodologi penelitian menggunakan tipe eksplanasi dengan metode pengumpulan data melalui kajian dokumen dan wawancara dengan beberapa pakar/informan guna memperoleh data dan informasi untuk dianalisis dengan Uji AHP.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan dan disarankan sebagai berikut :
Alokasi kuota ekspor TPT dan prosedur pengalihan kuota Tetap secara langsung, setelah perubahan sistem pengelolaannya, menjadi lebih efisien dan menjamin kepastian berusaha serta memperlancar pelaksanaan upaya peningkatan ekspor TPT.
Alternatif strategi terbaik adalah kebijakan substitusi impor dengan prioritas sebesar 2.4746, jadi lebih diperlukan dibandingkan dengan alternatif pengurangan/pengakhiran proteksi secara drastis ataupun bertahap. Untuk itu debirokratisasi dan deregulasi. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Susilo
"Lahirnya UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999 merupakan tonggak sejarah bagi sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, yaitu terjadinya perubahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Perubahan ini mengharuskan dilimpahkannya kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, termasuk dialihkannya aset dan dokumen, personil, dan pembiayaan.
Jika dilihat dari pengalihan ini, pengalihan personil (Pegawai Negeri Sipil ke sektor-sektor pemerintah di daerah) merupakan persoalan yang sangat rumit dan sangat menentukan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah selanjutnya. Oleh karena itu persoalan pelimpahan kewenangan (terutama kewenangan yang menyangkut sumber daya dan atau desentralisasi fiskal) dan pengalihan PNS diangkat menjadi persoalan utama tesis ini.
Pada kenyataannya dalam pelaksanaan pelimpahan kewenangan (dalam artian desentralisasi fiskal) tetap dikendalikan oleh Pemerintah Pusat, dengan tujuan agar pemerintah pusat dapat mengontrol dan menjaga keseimbangan antara besarnya kewenangan (dalam artian desentralisasi politis dan fungsi) yang dilimpahkan kepada pemerintah di Daerah dengan penerapan kebijakan fiskal (dalam hal ini kebijakan DAU).
Dari penelitian menunjukkan, bahwa terdapat hubungan yang positip searah dan kuat antara kebijakan Transfer DAU dengan Pengalihan PNS dari Pemerintah Pusat ke Daerah. Hal ini dapat terlihat dari besaran-besaran koefsien korelasi yang berkisar mendekati angka 1 (satu) dari perhitungan hubungan kedua variabel yaitu variabel jumlah transfer DAU dengan Gaji/pensiun PNS pada seluruh propinsi di Indonesia. Dari penelitian ini juga didapati banyak masalah yang timbul dari penerapan kebijakan tersebut, serta dapat memacu timbulnya konflik yang berkepanjangan. Permasalahan itu muncul, baik diakibatkan dari penerapan Kebijakan Pelimpahan Kewenangan maupun dari kebijakan Transfer DAU, dimana sangat mempengaruhi terhadap Pengalihan PNS dari Pemerintah Pusat ke Daerah.
Studi tentang pelaksanaan desentralisasi ini, telah menghasilkan banyak kajian, akan tetapi pengkajian secara khusus mengenai Hubungan antara Transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Pengalihan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dari Pemerintah Pusat Ke Daerah masih sangat jarang.
Dari penelitian ini, penulis mengharapkan dapat memberi sumbangan (walaupun kecil artinya) bagi pemikiran tentang hubungan antara Transfer DAU dengan Pelimpahan PNS dari Pemerintah Pusat ke Daerah, sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi, yang merupakan bagian dari kajian ilmu keuangan publik. Dan dari penelitian dasar ini diharapkan dapat memacu rekan-rekan yang lain untuk mengkaji lebih dalam ke penelitian selanjutnya.
Penelitian ini mempergunakan metode kuantitatif dengan cara mengumpulkan data historis dengan mengklasifikasikan data-data yang telah dipublikasikan, serta mengadakan wawancara, dan studi literatur atau dokumentasi. Adanya wawancara dengan pejabat atau pelaksana pemerintahan, merupakan bagian dari validasi terhadap analisa yang penulis sajikan, dengan mendasarkan pada kajian teori, kebijakan, dan peraturanperaturan yang ada mengenai Hubungan Antara Transfer DAU dengan Pengalihan PNS dari Pemerintah Pusat ke Daerah.
Pada tahap akhir, penulis mendiskusikan dan melakukan konfirmasi kepada dosen pembimbing, untuk mendapatkan pengarahan yang lebih terfokus dalam penulisan ini.
Dalam analisis, ditemukan adanya hubungan yang positip searah dan kuat dari penerapan UU No 22 dan No 25 tahun 1999, yaitu Hubungan Antara Transfer DAU dengan Pengalihan PNS dari Pemerintah Pusat ke Daerah , serta mempunyai implikasi yang besar dalam penerapan pengeluaran keuangan di Daerah. Akibat berantai dari kebijakan tersebut, akan meningkatkan kesejahteraan serta meningkatkan pelayanan kepada publik di daerah.
Adanya implikasi dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa hubungan antara transfer DAU dengan pengalihan PNS, masih memiliki banyak kelemahan yang harus diperbaiki, terutama dalam penerapan formula DAU, agar tidak terjadi kesenjangan (gap) yang berarti, serta dapat menyesuaikan dalam penentuan kebutuhan PNS dan kualitas PNS di Daerah. Dengan demikian akan mengarah pada tujuan dari kebijakan tersebut yaitu memberikan peningkatan pelayanan kepada publik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boko Susilo
"Sejak diperkenalkannya Human-Computer Interaction (HCI) pada tahun 80-an, maka aspek-aspek pemakai (kenyamanan, keamanan), functionalittiy dan usability sistem sangat diperhatikan dan diutamakan dalam suatu rancangan. Dengan keunggulan-keunggulan HCI sebagai disiplin ilmu (merupakan bidang ilmu interdisipliner) yang membahas hubungan timbal-balik antara manusia-komputer beserta efek-efek yang terjadi diantaranya, maka berkembanglah penggunaan teknologi komputer ke berbagai kehidupan, misalnya perdagangan, pertahanan, pendidikan dan sebagainya.
Tugas akhir ini bertujuan untuk mencari, merancang dan menguji kesesuaian bentuk-bentuk gambar ikon strategi belajar siswa sekolah menengah. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMU di Jakarta yang telah mengenal dan atau menggunakan komputer berbasis windows. Prosedur penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Pertama adalah Tahap Pencarian Data Awal dengan jumlah sampel 12 siswa(responden), kedua adalah Tahap Penyeleksian Data dengan jumlah sampel 30 responden dan ketiga adalah Tahap Ujicoba dengan sampel 30 responden. Seluruh sampel didapat dengan teknik purposive sampling. Sampel yang ditarik dari setiap tahap adalah berbeda-beda. Obyek yang dijadikan sasaran dalam perancangan ikon ini adalah 16 jenis strategi belajar siswa basil peneltian TIM URGE-ICAI Universitas Indonesia.
Tahap Pencarian Data Awal adalah mencarilmenemukan bentuk-bentuk gambar ikon strategi belajar dari responden. Pada tahap ini diperoleh coretan gambar bakal ikon strategi belajar sebanyak 64 buah dengan perincian 48 buah gambar/coretan gambar berasal dari responden dan 16 buah gambarlcoretan gambar bcrasal dari perancang. Selanjutnya. ke-48 gambar/coretan gambar bakal ikon yang berasal dari responden diserahkan kepada seorang ahli gambar untuk digambar ulang agar diperoleh bentuk gambar yang lebih baik, sesusai dengan yang dimaksudkan oleh para responden.
Tahap Penyeleksian Data adalah kegiatan memilih atau inenycleksi gambar-gambar (bakal) ikon strategi belajar hasil dari tahap pencarian data awal. Penyeleksian gambar dilakukan oleh 30 responden (sampel atau responden ini bcrbeda dengan responden pada tahap pencarian data awal). Dari kegiatan ini berhasil dikumpulkan 16 gambar talon ikon, masing-masing mewakili gambar dari responden 14 buah dan mewakili perancang 2 buah. Langkah selanjutnya adalah menggambar 16 gambar talon ikon tersebut dengan perangkat lunak yang dipilih. agar bisa diakses ke komputer melalui instrumen ujicoba yang dirancang. Perangkat lunak yang digunakan dalam kegiatan ini adalah imagedil dan paintbrush yang masing-masing diakses dad MS Foxpro 3.0 dan MS Window 3.11.
Tahap Ujicoba adalah kegiatan mengujicobakan ke-16 gambar ikon strategi belajar dengan media komputer kepada 30 responden (sampel atau responder ini berbeda dengan responden yang diambil baik pada tahap pencarian data awal ataupun pada tahap penyeleksian data). Instrumen ujicoba adalah program yang dibuat dengan bahasa pemrogranlan Visual Basic. Instrumen pengujian ini dinamakan Sistem Konstrajar.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa diskriptif. Kriteria yang digunakan pada Tahap Penyeleksian Data adalah bahwa gambar ikon dianggap mewakili strategi belajar yang bersangkutan bila ia mendapatkan frekuensi pilihan terbanyak dari responden. Sedangkan kriteria pada Tahap Ujicoba adalah bahwa ikon tersebut akan mewakili strategi belajar yang bersangkutan bila persentase kecocokan pilihan responden pada ikon terhadap banyaknya kemunculan think aloud (yang mewakili strategi belajar siswa) adalah sama dengan atau lebih besar 60 %. Kriteria 60% berdasarkan penilaian acuan patokan (criterion-referenced evaluation).
Hasil ujicoba menunjukkan bahwa ada 11 buah ikon atau 68,75 % yang memenuhi kriteria, sedangkan yang tidak memenuhi kriteria sebanyak 5 buah ikon atau 31.25%. Ikon-ikon yang tidak memenuhi krteria adalah ikon strategi belajar tanya informasi, ikon strategi belajar elaborasi, ikon strategi belajar penyimpulan, ikon strategi belajar verifikasi dan ikon strategi belajar antisipasi. Ikon-ikon yang tidak memenuhi kriteria tersebut kemudian diujicoba ulang lagi ke lapangan setelah dilakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan respon atau masukan dari responden. Setelah dilakukan ujicoba ulang dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada ke-5 ikon tadi, ternyata ikon-ikon tersebut memenuhi kriteria, dengan rata-rata 80 %. Dengan meliliat persentase kecocokan tersebut bisa dikatakan bahwa ikon-ikon tersebut signifikan terhadap model mental siswa SMU."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>