Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Syafa Nissa Amanda
"Saat ini belum terdapat lembaga tersendiri yang menjamin perlindungan bagi para pemegang polis di Indonesia. Dalam skripsi ini, menganalisis skema serta mekanisme yang sesuai dalam pembentukan Lembaga Penjamin Polis di Indonesia. Dalam skripsi ini terdapat 3 (tiga) permasalahan yaitu: 1. Perlindungan pemegang polis di Indonesia pada saat perusahaan asuransi mengalami gagal bayar yang diatur oleh peraturan perundang-undangan; 2. Pengaturan Lembaga Penjamin Polis di Jepang; 3. Regulasi dan mekanisme yang tepat dalam pembentukan Lembaga Penjamin Polis di Indonesia. Metode penilitian dalam penilitian ini adalah yuridis normatif dan menggunakan data sekunder. Berdasarakan penilitian yang dilakukan maka perlindungan pemegang polis pada saat terjadi peristiwa gagal bayar diatur dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Usaha Perasuransian dan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian. Negara Jepang memiliki lembaga tersendiri yang difungsikan sebagai Lembaga Penjamin Polis, diatur dalam ketentuan Insurance Business Act 1995. Dalam pembentukan Lembaga Penjamin Polis di Indonesia harus memiliki regulasi tersendiri yang mengatur mengenai ketentuan Lembaga Penjamin Polis, selanjutnya skema yang tepat dalam pembentukan Lembaga Penjamin Polis di Indonesia adalah memberikan penjaminan kepada para anggota Lembaga Penjamin Polis yang mengalami gagal bayar dengan memberikan bantuan keuangan kepada Perusahaan Asuransi Penyelamat, mengalihkan kontrak asuransi ke Perusahaan Asuransi Jembatan, dan mengambil alih kontrak asuransi.
Currently, there is no separate institution that guarantees protection for policyholders in Indonesia. In this thesis, we analyze the appropriate scheme and mechanism in the formation of a Policyholder Protection Institution in Indonesia. In this thesis there are 3 (three) problems, namely: 1. Protection of policyholders in Indonesia when an insurance company experiences a default which is regulated by laws and regulations; 2. Regulation of the Policyholder Protection Institution in Japan; 3. Appropriate regulations and mechanisms in the establishment of a Policyholder Protection Institution in Indonesia. The research method in this research is normative juridical and uses secondary data. Based on the research conducted, the protection of the policyholder in the event of a default is regulated in Article 20 paragraph (2) of the Insurance Business Law and Article 52 paragraph (1) of the Insurance Act. The State of Japan has its own institution that functions as a Policyholder Protection Institution, regulated in the provisions of the Insurance Business Act 1995. In the establishment of a Policyholder Protection Institution in Indonesia, it must have its own regulation that regulates the provisions of the Policyholder Protection Institution n, then the appropriate scheme in establishing a Policyholder Protection Institution in Indonesia is to provide guarantees to Policyholder Protection Institution members who have defaulted by providing financial assistance to the Rescue Insurance Company, transferring the insurance contract to the Bridge Insurance Company, and taking over the insurance contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Syafa Nissa Amanda
"Perjanjian sekunder atau perjanjian yang dibuat berdasarkan perjanjian induk atau utama harus sejalan dan tidak bertentangan satu sama lain. Suatu perjanjian dikatakan sah apabila memenuhi syarat sah perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Penelitian ini membahas mengenai bagaimana pengaturan dan penerapan perjanjian kerjasama Bangun Guna Serah dan juga membahas bagaimana kedudukan perjanjian sewa menyewa yang dibuat berdasarkan perjanjian kerjasama Bangun Guna Serah. Penelitian ini menggunakan metode penilitian doktrinal, dengan tipe penelitian eksplanatoris. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan simpulan bahwa ketentuan pelaksanaan Bangun Guna Serah atas aset milik pemerintah daerah telah diatur di beberapa ketentuan perundang-undangan, akan tetapi dalam penerapannya masih ditemukan persoalan belum terdapat kewajiban terhadap pemerintah daerah untuk turut terlibat aktif atas pembentukan perjanjian yang dilakukan oleh badan usaha yang mengelola aset milik pemerintah dengan dengan pihak ketiga. Kedudukan perjanjian sewa menyewa antara PT HKM dan PT SPS merupakan perjanjian sekunder yang dibuat berdasarkan perjanjian induk yaitu perjanjian Bangun Guna Serah antara PT HKM dengan Pemerintah Kota Balikpapan, dan telah melanggar syarat objektif dari suatu syarat sah perjanjian dikarenakan adanya keterlampuan jangka waktu perjanjian sewa menyewa dari perjanjian Bangun Guna Serah antara PT HKM dan Pemerintah Kota Balikpapan, sehingga perjanjian batal demi hukum.
Secondary agreements or agreements made based on the main or main agreement must be consistent and not conflict with each other. An agreement is said to be valid if it meets the legal requirements for an agreement as stated in Article 1320 of the Civil Code ("Civil Code"). This research discusses how the Build to Handover cooperation agreement is regulated and implemented and also discusses the position of the rental agreement made based on the Build Operate Transfer cooperation agreement. This research uses a doctrinal research method, with an explanatory research type. Based on the results of the research carried out, it was concluded that the provisions for implementing Build Operate Transfer on assets belonging to regional governments have been regulated in several statutory provisions, however, in its implementation there are still problems where there is no obligation for regional governments to be actively involved in the formation of agreements carried out by the agency. businesses that manage government-owned assets with third parties. The position of the rental agreement between PT HKM and PT SPS is a secondary agreement made based on the main agreement, namely the Build Operate Transfer agreement between PT HKM and the Balikpapan City Government, and has violated the objective conditions of a valid condition of the agreement due to the length of the agreement term of the Build Operate Transfer agreement between PT HKM being exceeded. and the Balikpapan City Government, so that the agreement is null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library