Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syahdan
"
ABSTRAK
Penelitian tentang sikap pustakawan dan staf perpustakaan terhadap otomasi di PTS Jakarta telah dilakukan pada tanggal 11 Oktober 1996 sampai 30 Januari 1997. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran gambaran mengenai sikap pustakawan dart staf perpustakaan (responden) terhadap otomasi di FTS Jakarta yang sistem otomasinya telah terintegrasi, dengan melakukan pendekatan terhadap 3 (tiga) aspek yang berpengaruh terhadap otomasi dan 1 (satu) aspek harapan. Aspek-aspek tersebut antara lain aspek fasilitas komputer, sumber daya manusia, tugas perpustakaan, dan harapan responden untuk pengembangan otomasi di masa datang.
Pengumpulan data dilakukan melalui pengujian kuesioner. Jenis penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik pemilihan responden dijelaskan. Cara menganalisa data dilakukan berpedoman pada penggunaan metode skala likert dan rumus chi-square.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 4 aspek yang diteliti, hampir seluruhnya cenderung bersikap positif oleh responden (baik pustakawan maupun staf perpustakaan). Walaupun demikian, data hasil penelitian juga menunjukkan adanya harapan responden terhadap pengembangan otomasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Selain itu, berdasarkan pengumpulan pendapat dan pertanyaan terbuka mengenai harapan responden terhadap otomasi sebelum otomasi tersebut diterapkan, terdapat tiga jawaban terbanyak, yaitu otomasi memudahkan pencarian informasi secara cepat dan akurat, memudahkan seluruh tugas perpustakaan, dan meningkatkan kualitas pelayanan.
Selanjutnya, berdasarkan uji hipotesis didapat kesimpulan bahwa terdapat perbedaan sikap terhadap otomasi perpustakaan antar responden dengan membedakan sebutan karyawan perustakaan dan kebiasaan mengg nakan komputer. Sedangkan dalam hal perbedaan usia dan jenis kelamin, tidak didapat perbedaan sikap.
"
1997
S15713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pusparida Syahdan
"Mengharapkan perusahaan memiliki tanggung jawab sosial merupakan sesuatu yang muskil. Sejak lama ada anggapan dalam masyarakat bahwa perusahaan adalah institusi yang semata mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Pendapat ini diwakili oleh Milton Friedman yang mengatakan bahwa tangguung jawab sosial perusahaan adalah mencari keuntungan. Akan tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan mereka yang kehidupannya secara langsung atau tidak langsung terpengaruh oleh perusahaan. Teori ini disebut teori stakeholder. Teori ini sejalan dengan pendapat Vetica bahwa perusahaan merupakan bagian dari budaya masyarakat dan tidak sekedar bagian dari ekonomi pasar.
Masyarakat Amerika menempatkan institusi perusahaan pada tempat yang khusus. Pada satu sisi perusahaan adalah simbol kekuatan ekonomi tapi disisi lain perusahaan juga dapat dilihat sebagai simbol kekuatan yang arogan yang tidak memperhatikan masyarakat sekelilingnya. Kedua kekuatan inilah yang terus-menerus saling berebut pengaruh.
Perusahaan tidak lagi dapat berbuat seenaknya karena besarnya tuntutan masyarakat lebih memperhatikan masyarakat sekitarnya. Dalam masyarakat muncul lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang turut menjadi kelompok penekan terhadap perusahaan-perusahaan. Perusahaan pun mencoba mempertahankan kepentingannya dengan menggunakan pengaruh mereka di dalam maupun diluar pemerintahan.
Ketika perusahaan Amerika beroperasi di negara lain seperti Indonesia maka pertarungan serupa juga terjadi pada mereka. Dalam kasus PT. Freeport Indonesia kita dapat melihat bagaimana perusahaan ini mendefinisikan tanggung jawab sosial mereka disetiap kurun waktu. Ketika pertama kali beroperasi praksis tanggung jawab sosial mereka masih sangat terbatas tetapi pada era 1990-an praksis tanggung jawab sosial PT. Freeport Indonesia menjadi lebih beragam. Hal ini tidak terlepas pada tarik-menarik wacana tanggung jawab sosial perusahaan yang berkembang di Amerika dan juga di Indonesia. Tentu keterlibatan lembaga-lembaga swadaya masyarakat memegang peran penting dalam ini."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T7567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukasah Syahdan
"Puisi-puisi Indonesia telah mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada dekade 60-an. Menurut Burton Raffel, yang dapat dianggap sebagai antologi puisi-puisi Indonesia berbahasa Inggris terbit pertama kali pada tahun 1964, yaitu An Anthology Modern Indonesian Poetry, buah karyanya sendiri. Ada juga beberapa puisi, cerita pendek serta novel yang telah lebih dulu diterje-mahkan ke dalam bahasa Inggris, tetapi jumlahnya tidak begitu besar dan biasanya muncul secara sporadis dan penerbitannya agak tercecer. Sejak saat itu penerjemahan puisi Indonesia ke dalam bahasa asing semakin banyak dilakukan. Tercatat pada tahun 1990 sebuah lagi antologi puisi Indonesia telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, menyusul kumpulan puisi asli Sapardi Djoko Damono yang terbit sebelumnya di tahun yang sama. Usaha penerjemahan puisi semacam ini adalah hal yang menggembirakan karena hal tereebut menunjukkan perkembangan minat bangsa-bangsa asing kepada budaya bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang secara politis baru lahir setelah Perang Dunia II. Usaha ini perlu disyukuri karena dengan hasil terjemahan mereka, para penerjemah terus membantu memperkenalkan puisi-puisi Indonesia kepada masyarakat di luar Indonesia.
Buku-buku atau antologi-antologi puisi terjemahan berbahasa Inggris yang disinggung di atas dihasilkan oleh orang asing yang sudah punya nama di dalam dunia terjemahan, kesusastraan, atau kebahasaan: Burton Raffel, Derwent May, Henry Aveling, Liaw Yock Fang, dan John McGlynn. Burton Raffel adalah penyair dan penerjemah andal; Harry Aveling adalah salah seorang pakar kesusastraan Indonesia; Derwent May penyunting Sastra majalah The Listener, yang pernah mengajar di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1955-1958); John McGlynn penerjemah sekaligus editor dari Yayasan Lontar; Berta Liaw Yock Fang, seorang pakar linguistik dan kesusastraaan dari Singapura. Dalam proses penerjemahan mereka, beberapa penerjemah yang disebutkan tadi mengikutsertakan pula beberapa orang Indonesia sebagai konsultan terjemahan (misalnya Burton Raffel yang dibantu oleh Nurdin Salem; Liaw Yock Fang dibantu H.B. Jassin). Ini tidaklah mengherankan sebab setiap penerjemah pada dasarnya menginginkan hasil terjemahan yang tinggi mutunya. Meskipun pada kenyataannya pare penerjemah di atas adalah orang-orang yang tidak perlu diragukan lagi kemampuan berbahasanya, terjemahan yang mereka hasilkan belumlah dapat dikatakan bebas dari kesalahan atau kekurangan. Kompetensi sang penerjemah memang menentukan hasil terje-mahan, tetapi hal ini bukanlah satu-satunya faktor. (Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil atau mutu terjemahan akan disinggung dalam bab berikutnya.) Hasil terjemahan mereka tidak dapat dikatakan bebas dari atau penuh akan kesalahan sebelum ada yang memeriksa.
Selanjutnya, keinginan untuk memeriksa hasil terjemahan puisi telah melatarbelakangi pemilihan topik skripsi ini. Penerjemahan puisi (PP) mencakup dua tugas sekaligus. Pertama adalah pengalihan makna, pesan, atau amanat dari bentuk-bentuk bahasa yang dipergunakan penyairnya. Kedua adalah pengalihan elemen-elemen puitisnya, seperti rima, aliterasi, pencitraan, dan alat-alat puisi yang lain. Jika tugas pertama tersebut menyangkut isi puisi, tugas kedua menyangkut bentuknya. Seorang penerjemah puisi, diharapkan dapat mempertahankan keseimbangan elemen-elemen pembentuk puisi yang diterjemahkannya. Namun, pada praktiknya, ia tidak jarang harus memberi prioritas kepada salah satu tugas saja. Mau tidak mau, baik sadar maupun tidak, ia harus mengorbankan salah satu elemen pembentuk puisi yang sedang diterjemahkannya. Rima sebagai landasan awal unsur estetika puisi, misalnya, sulit untuk dipertahankan dan dapat dipastikan hilang dalam proses penerjemahan. Dalam proses penerjemahan teks apa pun, perubahan atau kehilangan elemen makna (isi) dan bentuk tidak dapat dihindari. Demikian pula halnya dalam PP. Akibat perubahan dan kehilangan elemen makna dan bentuk ini akan mempengaruhi baik hasil terjemahan maupun kesan pembaca, baik sebagian maupun keseluruhan. Masalah berubahnya atau hilangnya elemen-elemen pembentuk puisi Indonesia dalam proses penerjemahannya ke dalam bahasa asing ini saya coba angkat menjadi topik skripsi ini. Saya membatasi masalah ini dengan hanya membahas perubahan-perubahan yang menyangkut isi atau makna puisi yang timbul akibat proses terjemahan. Masalah bentuk atau unsur-unsur keindahan puisi akan dibahas hanya jika berhubungan langsung dengan masalah utama. Untuk tujuan analisis kelak korpus penelitian juga perlu ditentukan dan dibatasi. Skripsi ini akan menyoroti perubahan makna yang terjadi dalam penerjemahan puisi. Indonesia ke dalam bahasa Inggris.
Tugas utama kritik terjemahan adalah untuk menghasilkan cara penilaian karya terjemahan seobjektif mungkin, tetapi belum adanya kerangka acuan yang ketat dan sistematis secara metodologis mengakibatkan sebagian usaha evaluasi hasil terjemahan menjadi hal yang intuitif belaka. Peter Newmark, ketika menyinggung masalah keobjektifan kritik terjemahan seperti di atas, menambahkan: The flavour of excellence in a translation is as intangible as that in a poem but the badness, error and inaccuracy in a translation is not hard to expose (Newmark 1979, 101). Pembatasan masalah dalam skripsi ini kiranya sudah sedikit mencerminkan keobjektifan hasil analisis kelak. Perubahan makna yang terjadi dalam proses terjemahan akan dianalisis secara linguistis, khususnya dengan memanfaatkan teori semantik. Analisis akan menghindari penilaian berdasar dikotomi betul/salah, seperti yang sering dilakukan dalam analisis kesilapan (error analysis) pada proses pembelajaran atau pengajaran bahasa. Tujuan penulisan adalah memerikan perubahan dan kehilangan elemen-elemen makna dalam puisi yang timbul akibat proses terjemahannya. Bahwa perubahan dan kehilangan dalam proses penerjemahan (apa pun) tidak dapat dihindari adalah suatu label besar yang sering juga ditempelkan pada proses PP. Saya akan mencoba memotong-motong label tersebut dan menempelkannya pada tempat yang cocok. Pengetahuan mengenai atau kesadaran akan beberapa jauh perubahan makna dapat timbul dalam proses penerjemahan akan dapat membantu proses penerjemahan itu sendiri dan dapat mendasari penentuan parameter dalam evaluasi hasil terjemahan. Kalimat terakhir inilah tesis saya.
Tujuan penulisan di atas diharapkan dapat dicapai dengan menganalisis puisi terjemahan yang sudah ada, yaitu hasil terjemahan puisi-puisi Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Pemeriksaan hasil terjemahan sebenarnya masih merupakan bagian dari langkah-langkah yang ditempuh dalam proses penerjemahan itu sendiri. Pertama, saya melakukan eksegesis atau penafsiran terhadap puisi-puisi asli. Ini digunakan untuk mencari makna teks dalam bahasa sumber (bahasa Indonesia). Dua hal yang harus diperoleh dari proses penafsiran ini adalah tujuan penulis teks sumber dan tema penulisannya. Proses penafsiran ini juga berhubungan dengan analisis teks sumber. Dalam hal ini analisis mencakup pemecahan masalah ketaksaan, penafsiran makna kata-kata kunci, fungsi struktur gramatikal, dan lain-lain. Langkah-langkah ini memainkan peranan penting dan akan menentukan kesimpulan akhir analisis. Langkah-langkah lanjutan yang biasa diterapkan dalam proses penerjemahan (seperti pengalihan dan konsep awal, evaluasi, dan perbaikan) tidak perlu diterapkan lagi, karena teks akhir terjemahan sudah ada, yaitu berupa puisi-puisi terjemahan yang dijadikan korpus. Tinggallah kini penganalisisan korpus, yang akan dilakukan dengan membandingkan teks sumber dan teks sasaran, sesuai dengan penafsiran di atas. Analisis perubahan makna bersifat semantis dan akan dilakukan dengan memakai metode komparatif. Analisis semantis ini akan dilakukan setelah sebelumnya dilakukan analisis struktural yang menggunakan beberapa parameter Catford. Analisis dengan cara ini berguna untuk menentukan pergeseran-pergeseran (shifts) yang timbul dalam proses penerjemahan, meskipun tidak menyinggung masalah semantis. Untuk tujuan analisis baris-baris atau larik-larik dalam korpus puisi akan diperlakukan sebagai kalimat, walaupun pada baris atau larik tidak ditemui adanya pemarkah final. Hal ini tidak menutup kemungkinan adanya beberapa baris yang digabungkan dengan baris sebelum atau sesudahnya. Untuk mendapat kemudahan dalam mencari dan membatasi jumlah korpus, saya membagi puisi atas dua jenis.
Jenis pertama adalah puisi bebas, yaitu jenis puisi yang tidak terikat kepada konvensi-konvensi. Jenis kedua adalah puisi terikat yang taat kepada aturan-aturan atau konvensi-konvensi puisi. Terlepas dari dikotomi puisi ini, kesimpulan akhir hasil induksi analisis mudah-mudahan dapat dikembalikan kepada puisi pada umumnya. Masalah pemilihan korpus tidak terlepaskan dari dikotomi jenis puisi di atas. Puisi-puisi yang dipilih harus merupakan wakil dari puisi bebas dan puisi terikat. Untuk puisi bebas, saya memilih salah satu puisi modern, mengingat puisi-puisi modern cenderung tidak terikat lagi kepada konvensi-konvensi puisi. Sebaliknya, untuk korpus puisi terikat saya memilih satu puisi. Indonesia yang dapat dikatakan klasik. Korpus pertama adalah puisi bebas yang berjudul Berjalan Ke Barat di Waktu Pagi Hari, karya penyair modern Indonesia, Sapardi Djoko Damono. Puisi ini belum lama diterjemahkan oleh John McGlynn dengan judul Walking Westward in the Morning Sebagai representasi jenis puisi terikat, korpus kedua adalah sebuah puisi Chairil Anwar yang cukup dikenal, yang berjudul Derai-Derai Cemara. Versi terjemahannya berjudul Fir Trees in Rows, oleh Burton Raffel.
Skripsi ini terdiri atas lima buah bab, yang pembagiannya adalah sebagai berikut: Bab 1 sebagai Bab Pendahuluan menjelaskan latar belakang pemilihan topik skripsi. Sedikit disinggung di sini mengenai penerjemahan puisi-puisi Indonesia, mengenai sifat-sifat terjemahan puisi, dan tugas-tugas yang harus dilakukan sang penerjemah. Dalam bab ini dijelaskan satu masalah spesifik dalam PP, dan untuk tujuan penulisan yang juga disebutkan di sini, masalah tersebut dibahas dan dibatasi. Gambaran sepintas mengenai langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis dan dasar-dasar pemilihan korpus yang dipilih untuk tujuan analisis juga dimuat dalam bab ini, dan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai struktur pembabakan skripsi. Karena bidang penerjemahan merupakan bidang terapan berbagai disiplin ilmu, praktik penerjemahan mau tidak mau merupakan fungsi dari berbagai disiplin ilmu.
Bab 2 khusus membahas masalah dari segi teoritis. Pertama-tama dijelaskan apa dan bagaimana penerjemahan itu. Beberapa pandangan para pakar terjemahan dijadikan acuan. Yang juga penting untuk dibicarakan dalam bab ini adalah teori-teori semantik, sebab makna adalah topik yang akan dibicarakan.
Bab 3 diberi judul Eksegesis; bab ini berfokus pada penafsiran korpus puisi-puisi yang asli. Hal-hal yang tercakup di sini adalah penafsiran kata-kata kunci, pemecahan masalah ketaksaan, fungsi struktur gramatikal, dan lain-lain. Hasil keluaran bab ini akan mendasari analisis pada bab berikutnya.
Bab 4 adalah bab yang membahas berbagai jenis perubahan makna yang terjadi dalam proses penerjemahan atau dalam karya puisi terjemahan. Dengan mengaitkan dua bab sebelumnya dan mewujudkan kerangka teori dalam analisis korpus, bab ini sedikit banyak menyinggung juga usaha-usaha sang penerjemah dalam mengatasi kesulitan yang timbul dalam proses PP.
Bab 5 adalah bab terakhir yang menyimpulkan hal-hal yang telah dijelaskan dan dibahas dalam skripsi ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S13986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library