Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Try Wartono
"Studi tentang Sektor Informal Perkotaan yang membahas mengenai masalah kemiskinan pada kelompok masyarakat strata bawah, termasuk sektor informal, telah banyak dilakukan. Studi tentang kemiskinan, sektor informal, dan sejenisnya yang dilakukan secara komprehensif baru berhasil mengidentifikasikan permasalahan secara umum, sehingga sangatlah sulit untuk mendapatkan suatu kebijakan yang cocok untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada.
Kemiskinan sangat beragam, begitu pula dengan sektor informal yang sangat luas cakupannya. Sehingga perlu dilakukan studi dengan subyek yang lebih khusus dengan kelompok-kelompok yang lebih kecil, agar permasalahan yang lebih spesifik (unique) dapat terindentifikasi dan mempermudah pengambil kebijakan untuk merman jalan keluar dengan kebijakan yang tepat sasaran.
Keterbatasan dan kesenjangan akses atas sumber pembiayaan dalam bentuk kredit dan jasa keuangan lainnya bagi masyarakat bawah dan pelaku usaha informal (financial exclusion), dipandang sebagai faktor dominan yang menyebabkan usaha dan tingkat perekonomian mereka sulit berkembang. Usaha microbanking dengan model "Grameen Bank" sebagai sebuah konsep kebijakan yang bertujuan menghilangkan kesenjangan, telah terbukti sukses di Bangladesh dan dapat dijadikan contoh untuk diterapkan di Indonesia sebagai sebuah bentuk kebijakan pembangunan atau intervensi dalam memerangi kemiskinan (poverty reduction).
Pedagang Keliling yang merupakan kelompok kecil dan begitu juga dan beraganmya masyarakat sektor informal, menurut pengamatan penulis cukup homogen dan banyak dijumpai di berbagai kawasan perkotaan. Berdasarkan hal inilah, penulis mengambil pedagang keliling sebagai subyek penelitian yang dikaitkan dengan Konsep Usaha Microbanking sebagai instrumen pemberdayaan yang menjadi topik pembahasan dalam tesis ini. Selain itu, bila hasil uji-coba pemberdayaan (pilotting) terhadap pedagang keliling ini berhasil, kebijakan pemebrdayaan yang sama dapat dilakukan di daerah-daerah lainnya.
Untuk mempermudah penjabaran profil, potensi dan kendala subyek penelitian - agar dapat digunakan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan untuk mendapatkan instrumen pemberdayaan yang sesuai - penulis memilih menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik pengamatan, wawancara terhadap 50 pedagangan keliling sebagai responden dan wawancara mendalam dengan 9 informan terpilih (pedagang keliling, aparat pemerintah, dan tokoh masyarakat seternpat).
Data sekunder yang relevan diperoleh dari dokumen desa, literatur, dan berbagai jenis laporan yang khususnya berkaitan dengan konsep dan aplikasi usaha microbanking, Kombinasi data kuantitatif dan kualitatif digunakan dengan harapan dapat mempertajam analisis dan diperoleh interpretasi yang sahib dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Pamulang Barat merupakan daerah yang kondusif dan potensial oleh pendatang untuk berdagang. Fasilitas dan sarana yang dibutuhkan cukup tersedia dengan harga yang terjangkau oleh para pedagang keliling. Banyaknya komplek-komplek perumahan dan permukiman memberikan peluang pasar yang sangat besar bagi usaha mereka. Aparat desa dan penduduk asli di perkampungan pun dapat menerima mereka dengan baik. Perbedaan etnis, adat, dan budaya tidak menjadi halangan bagi pedagang keliling untuk berinteraksi sosial. Intensitas interaksi antara pedagang keliling dan masyarakat sekitarnya telah memungkinkan terbentuknya sebuah sinergi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Modal yang dibutuhkan oleh pedagang keliling relatif tidak besar dan untuk kekurangan dana dan pemodalan selama ini diperoleh dari kredit atau sumber pembiayaan rentenir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi adanya hambatan dalam pembiayaan bagi pedagang keliling tidak sepenuhnya benar. Yang sebetulnya terjadi adalah tidak adanya komunikasi, informasi, dan kebijakan pemerintah yang memberikan akses bagi mereka untuk bisa mendapatkan sumber dana dan pembiayaan yang berasal dari sektor keuangan formal. Padahal, 90% responden mengharapkan kredit perbankan dapat menggantikan posisi rentenir karena selama ini mereka harus membayar bunga yang tinggi.
Temuan lain adalah bahwa secara individu pedagang keliling cukup layak secara ekonomi maupun sosial untuk memdapatkan kredit, apalagi bila kemudian digabungkan menjadi beberapa kelompok berskala kecil ataupun besar (organisasi), yang membuat tingkat kepercayaan pihak perbankan yang telah menerapkan kosep microbanking menjadi lebih tinggi. Namun sangat disayangkan, sampai dengan sekarang ini belum ada organisasi yang dapat bertahan, sehingga secara teori banyaknya kelompok dan jenis pedagang keliling di lokasi tertentu, belum dapat disebut sebagai suatu komunitas.
Konsep microbanking yang bertujuan untuk memformalkan sistem keuangan di kalangan bawah belum diminati oleh lembaga perbankan yang ada, terbukti lebih dari 11 kantor cabang yang ada di Desa Pamulang Barat tidak satupun menyalurkan kredit. Mereka hanya berfungsi untuk menghimpun dana dan sebagai kasir bagi para penabung.
Sebuah catatan bagi lembaga perbankan khususnya adalah harus lebih proaktif untuk menjemput bola. Hancurnya nasabah besar adalah momentum yang sangat tepat untuk beralih pada nasabah mikro. Memang tidak mudah karena perlu ada kemauan dan perubahan cara kerja. Selain itu, spirit untuk melayani segmen mikro adalah kombinasi dari praktek rentenir, pegadaian dan perbankan itu sendiri. sehingga akan muncul gaya pelayanan yang baru (street-banker). Proses pemilihan dan pengelolaan nasabah yang balk akan dapat menekan resiko bisnis dan dapat menghapus keraguan untuk masuk dan melayani segmen mikro.
Bagi Pemerintah sebagai regulator hendaknya menyusun rambu-rambu untuk melindungi kepentingan nasabah maupun mengurangi resiko yang mungkin di alami oleh lembaga keuangan yang berkecimpung dalam usaha microbanking. Regulasi sangat diperlukan baik sebagai acuan bisnis, maupun sebagai acuan untuk supervisi kelembagaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T9821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Juni Wartono
"ABSTRAK
Komoditas mete Indonesia merupakan salah satu komoditas ekspor yang
memberikan kontribusi terhadap penerimaan devisa sektor non migas.
Kemampuan tanaman mete yang hidup di lahan kritis, ketersediaan lahan pengembangan yang masih Iuas, dan semakin tingginya minat rakyat untuk menanam tanaman ini merupakan harapan yang cerah bagi pengembangan komoditas ini.
Namun, seiring dengan cerahnya pasaran komoditas ini perlu kiranya
diantisipasi persaingan yang semakin ketat di pasaran dunia. Karakteristik pasar dunia dimana tersedia banyak preferensi yang ditawarkan oleh para produsen menuntut kemampuan untuk bersaing. Persaingan tidak hanya terbatas pada penyediaan komoditas, tetapi persaingan dimulai dari bagaimana komoditas itu diproduksi hingga ditawarkan pada konsumen. Pada akhirnya konsumen tentu akan memilih komoditas yang minimal sesuai dengan nilai yang dikeluarkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing komoditas mete di pasar global, mengetahui faktor-faktor apa yang dipertimbangkan dan Strategi yang digunakan dalam pengembangan dan peningkatan ekspor komoditas mete. Jenis penelitian ini adalah studi analisis deskriptif dengan penerapan model diamond Porter, dan untuk membantu menyusun strategi digunakan model analisis SWOT.
Kondisi faktor yang mendukung bagi peningkatan daya saing komoditas
mete Indonesia adalah ketersediaan lahan yang cukup Iuas, sehingga hal ini merupakan peluang untuk lebih mengembangkan tanaman mete di masa depan dengan prospek pasar ekspor yang cerah.
Peran pemerintah sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing
komoditas mete, yang pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung atau tidak langsung. Melalui berbagai kebijakan yang dlkeluarkan, peran pemerintah mempengaruhi faktor-faktor penentu (determinant) Iainnya, seperti kondisi faktor; kondisi permintaan; struktur, strategi dan persaingan; industri terkait dan penunjang; serta kesempatan. Oleh karena itu, maka peningkatan daya saing komoditas mete di pasar global mutlak membutuhkan adanya koordinasi lintas sektoral setiap lembaga yang terkait.
Strategi yang diterapkan untuk meningkatkan daya saing komoditas mete di pasar global yaitu dengan meningkatkan kualitas komoditas yang dihasilkan, sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan. Dengan demikian, dapat menjaga kepercayaan pelanggan dan pada gilirannya nanti akan dapat lebih meningkatkan ekspor komoditas mete."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Wartono
"Latar Belakang: Pekerja mebel di Kelurahan Pondok Bambu adalah pekerja informal yang dalam pekerjaannya terpajan dengan pelarut organik seperti toluen. Telah terbukti adanya pengaruh pajanan toluen terhadap kejadian gangguan penghidu. Belum ditemukan prevalensi gangguan penghidu akibat pajanan kimia di tempat kerja di Indonesia. Gangguan penghidu ini sering kali tidak dikeluhkan oleh penderita. Menurunnya fungsi penghidu dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja karena akan terus menginhalasi zat kimia berbahaya.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek adalah pekerja mebel di RW 01, Kelurahan Pondok Bambu yang berjumlah 44 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi penghidu dengan Sniffin Sticks dan pemeriksaan kadar lingkungan toluen dengan personal sampling.
Hasil: Dari 44 subjek, 37 (84,1%) dari mereka mengalami gangguan penghidu, yang termasuk kategori risiko pajanan tinggi adalah 14 (31,8%) orang dan yang berisiko pajanan rendah 30 (68,2%) orang. Sebanyak 13 (92,9%) subjek yang berisiko tinggi mengalami gangguan penghidu, sedangkan yang berisiko rendah 24 (80%). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dengan terjadinya gangguan penghidu. Median Kadar toluen rata-rata adalah 0,48 ppm (0,002 – 7,72). Didapatkan hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan penghidu, p = 0,02, OR = 26,4 ( IK 95% 1,59 - 453,77). Variabel lain seperti kebiasaan minum alkohol, gejala rinitis kronik dan riwayat atopi tidak ada yang secara signifikan berhubungan dengan gangguan penghidu.
Kesimpulan: Kejadian gangguan penghidu pada subjek penelitian ini tidak berhubungan dengan besar risiko pajanan toluen di tempat kerjanya tetapi berhubungan dengan kebiasaan merokok.
......
Background: Workers at the furniture industry of Pondok Bambu village are informal workers who may be occupationally exposed to organic solvents such as toluene. The influence of toluene exposure on smell disorders has been proven. The prevalence of smell disorders due to chemical exposure in the workplace in Indonesia is not yet been found. Occupational- related smell disorder is rarely complained by the patient. Decreasing of smelling function can affect the health and safety of workers as he will continue to inhale harmful chemicals.
Methods: This study used a cross-sectional design. 44 subjects recruited from the furniture industry in RW 01, Pondok Bambu village were studied. Data were collected through interviews, physical examination, quantitative smell function test with Sniffin Sticks and personal sampling airborne toluene levels measurement.
Results: Among the fourty-four studied subjects, 37 (84.1%) subjects had smell disorder. Fourteen (31.8%) of them were categorized as high-risk exposure group and 30 (68.2%) as low-risk exposure group. Thirteen (92.9%) subjects from the high-risk exposure group had smell disorder, whereas from the low-risk group were 24 (80%) subjects. Exposure risk status was not statistically significant with smell disorder. The median score of airborne toluene levels is 0.48 ppm (range from 0.002 to 7.72). Smoking habit was the only variable that statistically significant with smell disorder, p = 0.02, OR = 26.4, (95% CI 1.59 to 453.77). Other variables such as alcohol consumption, chronic rhinitis symptoms and atopic history were not statistically significant.
Conclusion: The smell disorders on the studied subjects is not associated with the exposure risk to toluene in the workplace but related to smoking habit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Wartono
"ABSTRAK
Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai permukaan
bumi yaitu mengenai bentuk, proses dan genesis serta
hubungan timbal balik kelingkungannya dalam susunan keruangan
.
Jawa Tengah terdiri dari empat zona fisografi, yaitu Zona Lipatan
Selatan, Zona Pedalaman, Zona Pegunungan Kapur, Zona
Dataran Rendah. Kompleks Karangsambung terdapat di Zona
Lipatan Selatan tepatnya di Wilayah Pegunungan Serayu Selatan
dan Dataran Rendah Kedu Selatan.
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah Unit-unit
georaorofologi dan bentukan apa saja yang terdapat di Kompleks
Karangsambung.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis peta
dari Peta Topografi dan Peta Geologi, yang menghasilkan Peta
Unit Geomorofologi, serta metode deskripsi untuk menerangkan
unit geomorfologi.
Hasil akhir dari penelitian ini berupa ringkasan seperti ;
adanya 8 unit geomorfologi, yaitu Unit Patahan, terdiri dari
Patahan Kaliajri dan Patahan Karanggayam. Unit Lipatan,
terdiri dari Lipatan Pegunungan Monoklin G.Tugel, Lipatan
Pegunungan Antiklin G.Cantel, Lipatan Pegunungan Halang,
Lipatan Pegunungan Sinklin G.Paras, Lembah Celepar-Banioro-
Tlepok, Lembah G.Pencil. Unit Pegunungan Terkikis yang ter
diri dari Pegunungan Terkikis pada Formasi Karangsambung,
Formasi Totogan, Formasi Penosogan, Formasi Waturanda, Seboro,
Condong, Sadangkulon dan Kebutuhgunung. Unit Perbukitan
Terkikis pada Formasi Peniron dan Kompleks Luk Ulo. Bukit
Sisa seperti Bukit (Wagir) Dampes, Wagir Gumeng, Wagir Ijo,
Wagir Kalirencang, Wagir Menur, Wagir Geong. Unit Igir ter
diri dari Igir Bludron, Igir Pulusari, Igir Sirongkok, Igir
Sipuoung. Unit Gunung Api seperti Gunung Grenjeng, Gunung
Kutapekalong, Gunung Midangan, Gunung Pengadon, Gunung Tumpangparuk,
Gunung Gliwang, Gunung Karanggemantung dan Gunung
Muda Seri Ligung. Unit Dataran terdiri dari Dataran Aluvial
di selatan dan utara, Dataran Banjir dan Tanggul Sungai"
1996
S33613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyastuti Wartono
"Menurut Erikson (1950 dalam Papalia, 1998), tahap yang perlu dilalui oleh seorang individu usia dewasa muda (20-40 tahun) adalah intimacy versus isolation. Individu tersebut memiliki tugas-tugas perkembangannya, salah satunya adalah membentuk hubungan intim. Pada kenyataannya terdapat individu-individu yang tidak pernah berpacaran hingga usia dewasa muda.
Menurut Bird dan Melville (1994), pada umumnya hubungan intim diawali dengan saling ketertarikan fisik antar individu, lalu dilanjutkan dengan proses eksplorasi terhadap hal-hal lain. Dalam menilai kesesuaian karakteristik-karakteristik dirinya dengan orang lain, individu membandingkan penilaian terhadap dirinya sendiri serta penilaian terhadap orang lain. Hasil penilaian individu tentang dirinya sendiri yang mencakup kesadaran tentang siapa dan apa dia dalam berbagai karakteristik merupakan self-concept atau konsep diri (Wayment & Zetlin, 1989 dalam Rice 1999). Selanjutnya keberhasilan individu membina hubungan intim ditentukan pula oleh sejauh mana individu menghargai dirinya sendiri (self-esleem). Kemudian menurut Duffy dan Atwater (2002), dua hal yang menjadi faktor yang berperan dalam pembentukan hubungan intim adalah attachment style dengan orang tua dan self-esteem.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami mengapa wanita dewasa muda belum pernah berpacaran, dengan penelaahan lebih dalam mengenai attachment style dengan orang tua dan self-esteem. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara mendalam. Karena hubungan intim menjadi lebih penting bagi para wanita dibandingkan bagi para pria (Brehm, 1992), maka partisipan dalam penelitian ini adalah tiga orang wanita dewasa muda yang belum pernah berpacaran dan berada dalam rentang usia 20-25 tahun.
Hasil penelitian ini adalah bahwa individu dengan model anxious-ambivalent attachment dan avoidant attachment, disertai dengan self-esteem yang rendah dan konsep diri yang negatif akan menghasilkan kegagalan dalam membentuk hubungan intim. Kekurangan social skills menyulitkan individu dalam berinisiatif untuk membentuk suatu hubungan intim serta mempertahankan hubungan dengan sesama. Namun ternyata individu dengan model secure attachment disertai dengan self-esteem yang tinggi dan konsep diri positif tidak juga berhasil dalam membentuk hubungan intim. Adapun faktor-faktor lain yang turut berkontribusi terhadap keadaan belum pernah berpacaran yang dialami oleh individu ini, seperti terlalu seleksi, terlalu jauh dalam berpikir, dan perfeksionisme."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Wartono
jakarta : Medika Karya, 1994,
R 333.73 War p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library