Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahra Savira
"Latar Belakang: Celah bibir dan palatum (CLP) merupakan salah satu kelainan kongenital yang menghasilkan defek jaringan lunak maupun jaringan keras dan membutuhkan perawatan rekonstruksi tulang alveolar dan palatum. Celah bibir dan palatum dianggap berasal dari anomali proliferasi sel akibat faktor genetika. Autologous bone graft adalah baku emas untuk memperbaiki defek tulang palatum pada pasien CLP. Namun demikian, perawatan tersebut membutuhkan prosedur yang invasif. Perawatan melalui rekayasa jaringan dapat menjadi alternatif perawatan. Rekonstruksi tulang alveolar melalui rekayasa jaringan membutuhkan jumlah sel yang banyak sehingga kapasitas proliferasi sel punca merupakan aspek penting dalam penerapan klinis. Sel punca pulpa gigi sulung (SHED) dan sel punca pulpa gigi permanen (DPSCs) dapat menjadi sumber sel yang ideal karena memiliki kapasitas proliferasi yang tinggi, kemampuan diferensiasi ke berbagai tipe sel, isolasi yang mudah, dan aksesibilitas yang baik. Namun, kapasitas proliferasi SHED dan DPSCs pasien CLP belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan kapasitas proliferasi SHED dan DPSCs pasien celah bibir dan palatum.
Metode: SHED dan DPSCs dari pasien CLP dikultur hingga mencapai 70%-80% confluent. Kapasitas proliferasi sel setelah dikultur selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam dianalisis melalui uji MTT.
Hasil: SHED setelah dikultur 24 jam menunjukkan nilai rata-rata optical density yang lebih tinggi secara signifikan (p<0,05). SHED dan DPSCs setelah dikultur 48 jam dan 72 jam tidak menunjukkan perbedaan nilai rata-rata optical density secara statistik (p>0,05).
Kesimpulan: SHED pasien CLP memiliki kapasitas proliferasi lebih tinggi secara signifikan hanya pada 24 jam pertama. Pada 48 jam dan 72 jam pertama, SHED dan DPSCs pasien CLP memiliki kesamaan kapasitas proliferasi.

Background: Cleft lip and palate (CLP) is one of orofacial congenital malformations that results in both soft tissue and hard tissue defect. It requires reconstruction of the maxillary alveolar cleft. Cleft lip and palate is thought to be came from anomalies of cell proliferation caused by genetic factors. Autologous bone graft have been the gold standard treatment to repair maxillary alveolar and palate clefts. However, such treatment needs an invasive procedure that may induce pain. To overcome those disadvantages, tissue engineering has received attention to be new alternative treatment.
Reconstruction of maxillary alveolar cleft requires huge number of stem cells so that proliferative capacity is important traits before clinical application. Stem Cells from Exfoliateed Deciduous Teeth (SHED) and Dental Pulp Stem Cells (DPSCs) can be ideal sources of stem cell since they are known to have high proliferative capacity, multilineage differentiation, ease of isolation, and well accesibility. However, proliferative capacity of SHED and DPSCs isolated from CLP patients have not yet known.
Objective: The aim of this study was to compare proliferative capacity between cultured stem cells from exfoliated deciduous teeth and dental pulp stem cells isolated from cleft lip and palate patients.
Methods: SHED and DPSCs isolated from cleft patient were cultured until it reached 70%-80% confluency. Proliferative capacity after culturing for 24 hours, 48 hours, and 72 hours were analyzed using MTT Assay.
Results: SHED after culturing for 24 hours showed higher optical density average value significantly (p<0,05). SHED and DPSCs after culturing for 48 hours and 72 hours has no difference optical density average value significantly (p>0,05).
Conclusions: SHED from cleft patients showed higher proliferative capacity significantly only on first 24 hours culturing. SHED and DPSCs have similar proliferative capacity on 48 hous and 72 hours culturing."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisa Zahra Savira
"Geotagging merupakan suatu aplikasi berbasis web yang diciptakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk membantu dalam pengadministrasian Wajib Pajak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan aplikasi geotagging kegiatan pengadministrasian Wajib Pajak di lingkungan kantor wilayah DJP Jakarta Pusat termasuk faktor pendukung dan penghambatnya. Disamping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengukur efektifitas dari penerapan aplikasi geotagging dengan menggunakan masing-masing dimensi teori sistem informasi manajemen dan asas ease of administration.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan positivis dengan data yang diperoleh melalui wawancara mendalam kepada petugas pajak yang berada di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat. Hasil penelitian ini menunjukan efektifitas dari penerapan aplikasi geotagging dalam kegiatan pengadministrasian Wajib Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat berdasarkan teori sistem informasi manajemen dan asas ease of administration dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan aplikasi tersebut.

Geotagging is a web based application created by Directorate General of Taxation to assist in the admnistration of the taxpayers. This study aimed to analyze the implementation of geotagging appliacations administrating the activities of the taxpayers in Central Jakarta Regional Tax Office area including supporting and inhibiting factors. In addition, this study alson aimed to measure the effectiveness of the implementation of geotagging applications using each dimension of management information systems theory and principles of ease of administration.
The approach in this study using the positivist approach to data obtained through in-depth interview to tax officers who were in Central Jakarta Regional Tax Office area. These results indicate the effectiveness of the implementation of geotagging applications in the activities of the administration of the taxpayer in Central Jakarta Regional Tax Office area based on management information systems theoru and ease of administration principles and analyzes factors that affect the implementation of the application.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S65989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisa Zahra Savira
"Advance Pricing Agreement (APA) merupakan salah satu alternatif penyelesaian
sengketa Transfer Pricing dengan bentuk perjanjian yang mengatur ketentuan harga
wajar sesuai dengan Arm's Length Principles untuk transaksi pada tahun yang
disepakati. Adapun alternatif lain yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak dalam
penyelesaian sengketa Transfer Pricing yaitu dengan Mutual Agreement Procedure
(MAP) atau penyelesaian sengketa sesuai Undang-Undang KUP Pajak seperti
upaya keberatan dan banding (dispute settlement). Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis penggunaan APA sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa
Transfer Pricing berdasarkan analisis biaya dan manfaat dengan menggunakan
studi kasus pada PT X. PT X merupakan anak perusahaan dari induk perusahaannya
yang berada di Jepang. PT X dalam prakteknya menjalankan fungsi pabrikasi atau
sebagai contract manufacturer. Berdasarkan skema bisnis yang dijalankan ini,
maka permasalahan Transfer Pricing menjadi suatu permasalahan yang selalu
dihadapi PT X pada setiap pemerikaan pajak. Analisis biaya dan manfaat dilakukan
dengan membandingkan komponen biaya dan manfaat dalam bentuk berwujud
(tangible) maupun tidak berwujud (intangible) dari setiap alternatif. Rekomendasi
penelitian ini adalah menjelaskan mengapa APA merupakan alternatif yang terbaik
bagi PT X diantara alternatif lainnya dalam menghadapi sengketa Transfer Pricing

Advance Pricing Agreement (APA) is an alternative for Transfer Pricing disputes
through an agreement that regulates fair price provisions in accordance with the
Arm's Length Principles for transactions in the agreed year. Other alternatives can
be reached by taxpayers in the settlement of Transfer Pricing disputes, such as the
Mutual Agreement Procedure (MAP) or dispute settlement in accordance with the
KUP Tax Law such as objection and appeal. This study aims to analyze the use of
APA as an alternative to transfer pricing dispute based on cost and benefit analysis
using a case study at PT X. PT X is a subsidiary of its parent company in Japan. In
practice, PT X performs the function a contract manufacturer. Based on this
business scheme, the Transfer Pricing problem is a problem that is always found in
every tax examination. The cost and benefit analysis is conducted by comparing the
components of costs and benefits in tangible and intangible forms of each
alternative. The recommendation of this research is to explain why APA is the best
alternative for PT X among other alternatives in dealing with Transfer Pricing
disputes
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library