Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prawiranto Wibowo
Abstrak :
Peranan komoditi minyak bumi dan gas bumi masih dominan sebagai penghasil devisa negara dalam memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Meskipun saat ini peranan tersebut semakin menurun namun komoditas migas tetap merupakan andalan dalam pengembangan perekonomian Indonesia. Seiring dengan terus melonjaknya kebutuhan minyak bumi di dalam negeri dalam satu dasawarsa terakhir ini, menyebabkan ketergantungan terhadap impor semakin besar. Pada suatu sisi, penerimaan devisa negara akan meningkat namun pada sisi yang lain untuk memenuhi kebutuhan BBM domestik, pemerintah harus menambah minyak mentah sebagai bahan baku, akibatnya harga pokok BBM membesar dan pemerintah harus menambah subsidi untuk mencapai harga yang dapat terjangkau oleh masyarakat. Persoalan ini semakin berat karena peningkatan konsumsi di dalam negeri dalam satu dasawarsa terakhir semakin tergantung pada impor. Kondisi tersebut mendorong perlu adanya pemanfaatan gas bumi, mengingat cadangan gas bumi yang ada cukup besar untuk dipasarkan pada konsumen domestik maupun internasional sehingga memberikan alternatif sumber energi di dalam negeri. Permasalahan lain juga muncul, walaupun kemampuan produksi gas bumi sangat besar namun karena cadangan gas bumi letaknya tersebar di seluruh Indonesia dan cadangan-cadangan gas bumi yang besar letaknya jauh dari pusat pasar/konsumen yakni Pulau Jawa yang memiliki cadangan yang terbatas karena pada waktu yang lalu harga gas bumi tidak menarik bagi investor untuk bersaing dengan harga BBM yang disubsidi, sehingga investor enggan menanamkan modalnya untuk pengembangan cadangan gas bumi pada daerah tersebut. Kondisi di atas menimbulkan pertanyaan, seberapa besar peranan gas bumi saat ini terhadap perekonomian Indonesia yang secara ekonomis dapat diandalkan sebagai sumber energi alternatif. Penelitian ini mencoba untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan di atas, yaitu dengan cara melakukan studi empiris yang meliputi analisis deskriptif, analisis kuantitatif dengan menggunakan model input-output. Berdasarkan hasil dari analisis input-output serta didukung dengan analisis deskriptif maka dapat diketahui bahwa: secara umum pemanfaatan gas bumi belum optimal sehingga perlu untuk dilakukan optimalisasi pemanfaatan gas bumi.
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricody, Cornia
Abstrak :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu bersama Instalasi Pengembangan Pembudidayaan Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu dalam kegiatan Bengkulu Regional Development Project (BRDP) telah melakukan serangkaian kegiatan ?Adopsi Teknologi Pertanian Berbasis Pedesaan". Kegiatan adopsi teknologi pertanian berbasis pedesaan yang dilaksanakan oleh BPTP Bengkulu merupakan suatu kegiatan untuk menyiapkan, menerapkan dan mengembangkan teknologi pertanian yang tepat guna, spesifik lokasi dan mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang ada serta berwawasan agribisnis.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabulasi dan Regresi Berganda dari Nilai Statistik beberapa variabel seperti output pertanian, input produksi, produktivitas dll.

Paket rekomendasi adopsi teknologi yang dilakukan di beberapa kecamatan di Provinsi Bengkulu menunjukan hasil yang cukup baik. Hal ini dapat diketahui dad hasil produksi gabah kering yang dihasilkan oleh petani. Sebelum mengikuti paket teknologi yang dianjurkan rata- rata produksi padi mencapai 4,1 ton per hektar. Hasil panen ini meningkat sebesar 22% atau menjadi 5,0 ton per hektar setelah mengikuti paket adopsi teknologi pertanian yang dikenal dengan Sistem Tanam Legowo.

Mengingat program Bengkulu Regional Development Project (BRDP) cukup berhasil dilakukan di Provinsi Bengkulu, sebaiknya program serupa dapat dilaksanakan di daerah lain.
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Donal
Abstrak :
Pembangunan di Indonesia selama dasawarsa 60-an sampai 90-an merupakan babak penting dalam sejarah pengelolaan sumberdaya alam, karena sumber daya alam dijadikan lokomotif penghela pembangunan dengan komoditi primadona yaitu minyak dan gas, hasil hutan (terutama kayu), serta hasil tambang.

Menurut laporan misi teknis International Topical Timber Organization (1TO) tahun 2001, disebutkan bahwa pada tahun 1967, produksi log dilaporkan sekitar 3.3 juta m3, telah meningkat pesat menjadi 32 m3 diproduksi pada tahun 1988, di mana 96% produksi log berasal dari hutan alam. Pada tahun 2000 dengan meningkatnya industri kehutanan, telah terjadi kesenjangan antara kapasitas terpasang dengan kemampuan pasokan kayu sekitar 50 juta m3/tahun di mana total kebutuhan industri kayu diperkirakan mencapai 72 juta m3.

Pada tahun 2004 kesenjangan kapasitas terpasang dengan pasokan kayu legal dari hutan alam semakin meningkat. Menurut Dirjen PHKA (2004) kapasitas terpasang industri olahan kayu sebesar 74 juta m3 sedangkan penetapan jatah tebangan untuk tahun 2004 hanya 7 juta m3.

Adanya kesenjangan kapasitas terpasang industri dan kegiatan ekspor illegal produk kayu ke luar negeri menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam hutan semakin meningkat. Kerusakan hutan tropis Indonesia diperkirakan antara 0,6-1,3 juts ha/tahun (Abdullah, 1999), bahkan oleh banyak pihak angka tersebut ditengarai telah mencapai 2,5-3 juta ha/tahun sekarang ini.

Eksploitasi besar-besaran terhadap kawasan hutan bukan hanya terjadi pada hutan produksi tetapi sudah memasuki kawasan suaka alam maupun kawasan pelestarian alam termasuk di dalamnya kawasan taman nasional.

Perubahan dinamika politik juga turut berpengaruh terhadap percepatan kerusakan kawasan hutan dimana tuntutan peningkatan PAD menyebabkan Pemda turut melirik potensi SDA hutan untuk dijadikan sumber dana dengan mengeluarkan perda ataupun perizinan yang sering bermasalah. Salah satu contohnya adalah pemberian izin lokasi pemanfaatan kayu di areal yang tidak potensial untuk diambil kayunya sehingga penebangan terjadi di luar izin yang diberikan, di sisi lain pengawasan masih sangat minim. Angin reformasi yang bertiup kencang sering diidentikkan dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya dan dijadikan alasan untuk melakukan perambahan hutan. Kondisi pendapatan masyarakat yang masih rendah dan jumlah penduduk yang semakin bertambah turut memberi andil dalam memperparah kerusakan hutan. Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 1.375.349 ha, terletak pada bagian tengah rangkaian pengunungan bukit barisan dengan topografi yang didominasi oleh kelas kelerengan > 60% pada sebagian besar kawasannya (± 70%) dari luas kawasan. Pada kawasan ini terdapat hulu-hulu sungai dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari (Jambi), DAS Musi (Sumatera Selatan), DAS Ketaun (Bengkulu) dan DAS Indrapura (Sumbar). Jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah Podsolik dengan sifat fisik dan sifat tanah yang relatif kurang baik serta relatif mudah tererosi. Kondisi fisik kawasan TNKS yang demikian menyebabkan kawasan tersebut sangat vital bagi kelangsungan aktifitas ekonomi di daerah sekitar dan di bagian hilirnya yang mata pencaharian pokoknya adalah di sektor pertanian. Di samping itu, kawasan ini juga berperan memelihara fungsi ekologis seperti menjaga stabilitas iklim, mencegah erosi, mengendalikan banjir, melestarikan biodiversity sarana penelitian dan pendidikan, wisata dan fungsi lainnya. Dari hasil penafsiran citra satelit yang dilakukan ICDP dan Balai TNKS terlihat adanya pengurangan penutupan kawasan hutan dari tahun 1985 sampai tahun 2002 seluas 26.044 ha dan kerusakan tersebut sampai saat ini masih terus berlangsung. Kerusakan TNKS terutama disebabkan oleh aktifitas illegal logging dan perambahan hutan yang masih tinggi. Di samping itu, juga disebabkan oleh kebakaran hutan pencurian hasil hutan bukan kayu, perburuan liar, penambangan liar dll. Dampak dari kerusakan TNKS secara langsung mulai dirasakan dengan seringnya banjir dan longsor di sekitar kawasan yang menimbulkan kerugian material dan moril yang sangat besar terhadap masyarakat sekitar, terganggunya aktifitas ekonomi misalnya di sektor pertanian (sawah tergenang), transportasi (baik air maupun darat) dan sektor lainnya. Bertolak belakang dari kenyataan tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Menganalisa faktor-faktor yang berkaitan pengelolaan INKS baik dari sisi intern maupun ekstern berupa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang dihadapi institusi pengelola yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di INKS. 2. Merumuskan strategi-strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di TNKS. 3. Memilih prioritas strategi yang ada berdasarkari kriteria-kriteria yang ditentukan. Dari hasil analisa SWOT terhadap faktor internal dan eksternal Balai INKS sebagai pengelola kawasan maka diperoleh alternatif strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di INKS berupa strategi WT (Weakness-Threat) dengan bobot 4,78 kemudian strategi ST (Strength-Threat) dengan bobot 3,77 disusul strategi WO (Weakness opportunity) dengan bobot 3,16 dan selanjutnya strategi SO (Strength-Opportunity) dengan bobot 2,15. Hasil analisa altematif-alternatif kebijakan dari strategi terpilih yaitu Weakness-Threat (atasi kelemahan untuk menghadapi ancaman) adalah sebagai berikut : - Peningkatan organisasi/kelembagaan BTNKS, penyempurnaan sarana prasarana, perbaikan tata batas kawasan dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendaii. Mengupayakan penambahan jumlah SDM BTNKS dan peningkatan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara ilegal. Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/menanggulangi gangguan kawasan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga. Strategi kebijakan yang didapat dari hasil analisa SWOT tersebut belum tentu seluruhnya dapat dilaksanakan secara simultan karena keterbatasan sumber daya dan yang lainnya sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas. Dengan menggunakan The Analityc Hierarchy Process (AHP), dilakukan pemilihan prioritas kebijakan dengan hasil sebagai berikut : 1. Peningkatan jumlah SDM BTNKS dan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal dengan bobot 0,483 2. Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/penanggulangan gangguan kawasan INKS dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga dengan bobot 0,309 3. Peningkatan organisasi/kelembagaan, penyempurnaan sarana prasarana BTNKS, perbaikan tata batas kawasan dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali dengan bobot 0,208. Penentuan prioritas strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan TNKS, bukan berarti menyatakan bahwa yang pertama perlu dan yang lain tidak perlu tetapi penentuan prioritas ini hanya sebagai bantuan untuk menentukan kebijakan yang perlu didahulukan apabila untuk melakukan seluruh kebijakan secara simultan mengalami kendala. Pelaksanaan seluruh kebijakan secara simultan akan menghasilkan pencapaian tujuan yang lebih optimal. Berkurangnya laju kerusakan hutan di INKS merupakan langkah panting untuk mempertahankan fungsi kawasan baik yang tangible maupun intangible yang sangat dibutuhkan masyarakat sekitar untuk mempertahan-kan dan meningkatkan kesejahteraannya.
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nolik Dwi Atmono
Abstrak :
Akibat krisis moneter dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997, banyak sekali kejadian-kejadian yang menyangkut sektor perbankan. Kejadian-kejadian ini bermacam-macam, ada yang menyangkut bagaimana terseoknya berbagai bank, baik bank milik pemerintah (bank-bank BUMN) maupun bank-bank swasta nasional. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah mengambil berbagai tindakan perbaikan dan penyehatan perbankan, seperti dicabutnya izin usaha berbagai bank swasta nasional (likuidasi), diambil alih (BTO), program rekapitalisasi, dan lain-lain. Setelah dilakukan rekapitalisasi terhadap sejumlah bank (baik bank swasta maupun bank BUMN), pemerintah menindaklanjuti program tersebut dengan berbagai kemungkinan yang Iayak secara hukum dan secara teknis perbankan dapat dilaksanakan, antara lain dengan melakukan merger antara berbagai bank, baik antara bank-bank swasta nasional maupun dengan sesama bank pemerintah (bank BUMN). Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang merger bank dan dampaknya terhadap persaingan usaha di industri perbankan. Tujuannya adalah untuk mengkaji struktur pasar di industri perbankan di Indonesia, mengkaji perilaku Bank Mandiri dan BNI, mengkaji kinerja Bank Mandiri bila dibandingkan dengan BNI. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan penelitian terhadap bank yang melakukan merger. Di sini penulis mengambil sampel Bank Mandiri (bank yang melakukan merger). Dan sebagai pembanding (bank yang tidak melakukan merger), penulis mengambil sampel BNI. Kurun waktu penelitian dari tahun 1995 sampai dengan 2004. Analisis penelitian ini adalah analisis deskriptif, metode pendekatan yang digunakan adalah Struktur-Perilaku-Kinerja. Untuk struktur indikator yang digunakan adalah aset, dana pihak ke-3 dan kredit tersalur. Untuk perilaku indikator yang digunakan adalah indikator harga dan non harga berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap perilaku perbankan. Sedangkan untuk kinerja indikator yang digunakan indikator kinerja keuangan seperti ROA, ROE, DTAR dan DTER. Hasil penelitian ini secara umum menyatakan sebagai berikut : Merger mempunyai pengaruh yang signifikan: struktur pasar perbankan di Indonesia adalah loose oligopoly, timbulnya dilema bagi pemerintah, dimana pemerintah di satu sisi sebagai regulator dan di sisi yang lain sebagai pelaku, ada rintangan masuk ke industri perbankan yang dibuat oleh pemerintah contohnya peraturan mengenal kecukupan modal, persaingan yang dilakukan oleh Bank Mandiri dan BNI yaitu persaingan harga dan non harga, kinerja bank yang melakukan merger menjadi lebih baik tapi bila dibandingkan dengan bank yang tidak merger ternyata tidak lebih baik kinerjanya.
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banu Muhammad Haidir
Abstrak :
Thesis ini didasari atas sebuah dugaan mengenai penurunan consumer surplus (keuntungan konsumen) pada industri telekomunikasi seluler di Indonesia. Padahal, pada slsi tarlf, harga pu!sa per menit terus turun, Berdasarkan teori S-C-P (Structure ConductM Performonce); penurunan consumer surplus atau consumer loss adalah performance akibat per11aku pelaku pasar (conduct} yang tidak sehat. Berdasarkan kajian, penurunan consumer surplus dltengaral terjadi pasca masuknya salahsatu perusahaan investasl besar milik Singapura yakni Temasek Holding Company yang mulai tahun 2003 membeli 41,94% saham Indosat (yang memlliki 26% pangsa pasar seluler) dan 35% saham lndosat (yang menguasal 55% pangsa pasar). Masuknya Temasek diduga telah menyebabkan perilaku pada pasar seluler berubah menjadi tldak sehat. Hal tersebut diindikasikan dengan adanya dugaan perilaku bisnis yang melanggar UU anti monopoli, yakni price fixing dan crossing ownership. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pasca masuknya Tamasek Holding Company ke pasar telekomunikasi seluler di Indonesia telah terjadi penurunan consumer surplus sebesar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan rentang waktu sebelum masa masuknya Tamasek (yang diduga sebagai masa dimana persaingan sehat terjadi). Berdasarkan perhitungan, penurunan consumer sebesar 9,3 tri!yun rupiah (pacla tahun 2003- 2006). Dengan demikian, persaingan sehat menjamin consumer surplus yang baik bagi konsumen, dan persa!ngan yang tidak sehat akan menyebabkan penurunan consumer surplus atau consumer loss.
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T32016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriani Widyastuti
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trijondro Baskaoro
Abstrak :
Pengambilan keputusan adalah salah satu tugas dari pimpinan perusahaan/ organisasi, di mana dalarn memutuskan sesuatu seorang pemimpin seyogyanya harus berdasarkan pada rasionalitasnya. Namun kenyataan berbicara lain, karena banyak hasil keputusan yang pada akhirnya berbeda dengan yang diperkirakan sebelumnya dan tentunya hal ini dilatarbelakangi oleh determinan yang mempengaruhinya. Penelitian ini mencoba untuk mempelajari determinan tersebut. yaitu LMX (Leader-Member eXchange), POS (Perceived Organizational Support), kepribadian (personality} yang berdasarkan pada Big Five Theory dan pengaruh ekstema1 (isomorphism). Unit analysis pada penelitian ini adalah suatu perusahaan operator telekomunikasi yang mempunyai wilayah cakupan nasional, dengan respondcn adalah para pejabat yang sudah sering melakukan pengambilan keputusan. Dengan model hipotesis bahwa semua determinan tersebut akan mernpengaruhi pengambilal keputusan secara positif, dan perhitungan menggunakan GLM (Generalize Linear Model), ternyata hasilnya adalah hanya determinan isomorphism yang berpengaruh secara signifikan. Dimensi yang diukur pada isomorphism adalah coercive. mimetic dan normative. Temuan yang cukup menarik adalah determinan LMX dan POS ternyata tidak mempengaruhi pada pengambilan keputusan. Hal ini berarti kondisi organisasi yang baik dan mapan tidak mendukung dalam pengambilan keputusan. Determinan lainnya seperti personality pada dasarnya adalah mempengaruhi secara signifikan, di mana dimensi yang diukur adalah berdasarkan pada Big Five Theory7 yaitu openness, conscientiousness, extroversion, agreeableness dan neuroticism. Namun secara statistik data untuk determinan personality ini tidak reliable, Sejalan dengan itu, pangambilan keputusan yang diteliti adalah proses yang dilakukan dengan cara intuisi dan rasional. Hasil penelitian ternyata pengarnbilan keputusan secara intuisi dan rasional bukanlah suatu hal yang berlawanan, karena determinan isomorphism itu berpengaruh pada kedua cara pengambilan keputusan lersebut. ......Decision making is one of the tasks of company/organization leader, where a leader in deciding for a getting a best decision result should be based on his/her rationality. In faet, there are many of the decisions are different from its expected previous1y, due to so many factors are influencing the decision. This research attempts to study the factors, i.e, LMX (Leader-Member eXchange), POS (Pereeived Organizational Support), personality which is based on the Big Five Throry and the external influence (isomorphism). Unit of analysis in this research is a telecommunications service company that has national coverage area, and the respondents are the officers who frequently making decisions. With the hypothetical model that all determinants influencing positively to decision making, with the calculation using the GLM (Generalize Linear Model) the result is only isomorphism that effect significantly. Dimensions measured on the isomorphism are coercive, mimetic and nonnative. The findings are quite interesting, i.e. determinants of LMX and POS do not appear to influences on decision making. This means that even condition of the organization is well established but those don't support in decision making. Basically personality is essentially a significant influence, and the dimensions measured based on the Big Five Theory are openness, conscientiousness, extroversion, agreeableness and Neuroticism. Unfortunately the data personality determinant is not reliable. The decision-making process can be examined with intuition and rational way. Results of research that decision-making and rational intuition is not a case of the opposite, because this research shows that isomorphism of factors that affect the way the both decision making, i.e. intuition and rational.
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T21118
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library