Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joko Wahyudiono
"Lokasi penelitian terletak di daerah Kutawaringin, sekitar 3,5 kilometer dari Kota Soreang, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian adalah untuk menunjukkan adanya kontrol sesar pada daerah penelitian yang mempengaruhi pola sebaran urat kuarsa dan mineralisasi emas epitermal. Metodologi dalam penelitian diawali dengan pengumpulan data. Data awal ini kemudian dikompilasi untuk menentukan tahap penelitian berikutnya. Penelitian struktur meliputi struktur makroskopis dan mesoskopis. Hasil dari analisis struktur sesar berupa peta struktur geologi, peta kedudukan tegasan utama dan peta evolusi sesar yang selanjutnya menjadi dasar dalam pembuatan peta zona bukaan mineralisasi. Dari penelitian struktur geologi dapat ditentukan bahwa sesar menganan berarah barat-timur bertindak sebagai kontrol struktur utama naiknya batuan terobosan andesit dan dasit yang membawa sumber panas dan mineral logam. Sesar normal berarah baratlaut-tenggara membatasi zona bukaan mineral. Sebaran urat kuarsa terutama di sepanjang zona bukaan. Kedudukan umum urat kuarsa adalah U 143°T/78°."
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2011
551 JSDG 21:3 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Tintin Yuningsih
"The epithermal Arinem veins system of gold-silver-base metal mineralization is located in the Arinem area in the southwestern part of Java Island, Indonesia. The veins are composed predominantly of quartz+calcite±illite±kaolinite with variable amount of manganese oxide and limonite and high amount of sulfides. The deposit contains a number of Tebearing minerals, notably tellurides and tellurosulfide minerals. The tellurium mineral assemblages in the Arinem and Bantarhuni veins are similar in the presence of hessite (Ag Te), petzite (Ag AuTe ), stutzite (Ag Te ), tetradymite (Bi Te S) 2 3 2 5 3 2 2 dan altaite (PbTe). The tellurium mineral assemblages vary from sample to sample and most of the observed telluride occurrences consist of at least 2 different phases (e.g. petzite-hessite, tetradymite-hessite, petzite-hessite-altaite). Gold concentrations measured in Te-mineral of petzite from the Arinem vein are in the range between 14.24 to 18.32 wt%. Some hessite and stutzite contain gold up to 3.48 and 1.10 wt%, respectively. Some of electrums are present as inclusions in Te-mineral patches in both veins."
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2011
551 JSDG 21:3 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
H. Mochtar
"Studi perkembangan luas lingkungan pengendapan selama Plistosen Akhir ? Holosen di dataran rendah aluvial Rengasdengklok dan sekitarnya, Kab. Karawang (Jawa Barat) didasarkan pada aspek sedimentologi dan stratigrafi. Studi yang dilakukan mencakup analisis sembilan hasil pemboran sepanjang lintasan berarah hampir barat-timur dengan ketebalan sedimen berkisar antara 6,75 hingga 10,20 m.
Hasil analisis pemboran, menunjukkan terdapatnya empat lingkungan pengendapan Endapan Kuarter. Keempat lingkungan pengendapan itu adalah rawa, cekungan banjir, dataran banjir, dan alur sungai. Berdasarkan korelasi perubahan lingkungan pengendapan secara lateral dan vertikal, diketahui pula bahwa tubuh sedimen tersebut dapat dibedakan dalam tiga interval periode pengendapan. Setiap interval dicirikan oleh meluas dan menyusutnya lingkungan yang dikendalikan oleh berubahnya iklim dan tektonik. Fase kejadian berubahnya iklim tersebut terekam pada (1)iklim minimum menuju optimum di bawah kondisi menuju panas selama pembentukan Interval Pengendapan Periode A hingga pertengahan Interval Pengendapan Periode B, dan (2)iklim menuju minimum di bawah pengaruh pendinginan mulai pertengahan Interval Pengendapan Periode B menuju Interval Pengendapan Periode C. Selama proses pengendapan, terindikasikan 2 aktifitas tektonik. Kedua aktivitas tersebut adalah berubahnya posisi fasies alur sungai 1 ke fasies alur sungai 2, dan pegeseran fasies alur sungai 2 ke S. Citarum sekarang (fasies alur sungai 3)."
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2011
551 JSDG 21:3 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
S. Bachri
"The study area has been subjected to intense fracturing or brittle deformation resulting in five main trends of lineaments and faults, i.e. (1) the Group A (the Perantanaan Fault Group) with a mean of direction N95°E/ N275°E, (2) the Group B (the Gorontalo Fault Group) with a mean of direction N125°E/ N305°E, (3) the Group C (the Paleleh Fault Group) with a mean of direction 165°E /N335°E, (4) the Group D (the Randangan Fault Group) with a mean of direction N25°E/ N205°E and (5) the Group E (the Kuandang Fault Group) having a mean of trend of N55°E/ N235°E. The complexity of structural pattern in the study area has been interpreted to be due to stress system evolution during Neogene - Pleistocene. The changing stress system orientation has reactivated the preexisting faults of the five groups with different sense of movements from the older deformation.
The nearly E-W trending lineaments of Group A or the Perantanaan Fault Group coincide with trend of the long axis of ridges and valleys or depression areas which are covered by volcanic rocks, lake deposits, and alluvium of Quaternary age. This group of structures was presumably developed as reverse or thrust faults during Late Neogene which later on to have beem reactivated as normal faults due to extensional tectonics of the North Sulawesi area during Plesitocene."
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2011
551 JSDG 21:3 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Lumban Batu
"Daerah Labuhan, Propinsi Banten dan sekitarnya, merupakan dataran aluvial yang tersusun oleh sedimen klastik berupa kerikil, pasir , lanau dan lempung yang bersifat urai dan jenuh air; rentan terhadap pelulukan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan pelulukan di daerah ini sehingga dapat diketahui tingkatan dan sebarannya. Kejadian gempa pemicu terjadinya pelulukan dapat bersumber dari kegiatan subduksi dan segmen sesar aktif di selat Sunda. Untuk mengetahui data geologi lapisan bawah permukaan dilakukan pemboran tangan (hand auger) sebanyak 59 titik pemboran. Diketahui pasir yang rentan pelulukan diendapkan di lingkungan dataran pantai, pematang pantai dan alur sungai purba. Berdasarkan analisis besar butir dan sifat kharakteristik, posisi stratigrafis endapan pasir tersebut dan kedalaman air tanah dangkal potensi kerentanan di wilayah ini dibagi ke dalam wilayah tingkat kerentanan tinggi , sedang, rendah, dan sangat rendah.
"
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2012
551 JSDG 22:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
S. Poedjoprajitno
"Penafsiran potret udara hitam putih (phanchromatic) tahun 1971 daerah lembah Kerinci dimaksudkan untuk mengidentifikasi elemen morfotektonik, tujuannya untuk mengkaji genesa (tektonika) pembentukan lembah Kerinci dan mendeliniasi zonasi potensi bencana alam. Hasil penafsiran potret udara menunjukkan adanya jejak elemen morfotektonik makro yang berkaitan dengan gerak-gerak tektonik masa lalu, antara lain sejumlah gawir sesar tua, gawir sesar muda, gawir sesar kecil, pergeseran alur sungai, kelurusan lembah dan beberapa bentuk kelurusan lainnya. Bentang alam lembah Kerinci merupakan hasil kegiatan struktur yang didominasi oleh gerakan vertical. Di samping itu diamati beberapa bentuklahan penyerta gerakan tektonik, berupa tumpukan kipas alluvial gunungapi dan endapan undak. Pola gawir sesaran tersebut membentang sejajar arah Pulau Sumatera dan akhirnya menyempit di bagian utara. Di wilayah ini sangat berpotensi menjadi gempa bumi. "
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2012
551 JSDG 22:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrudin
"Kegiatan tektonik di Kota Semarang menyebabkan terbentuknya sesar. Identifikasi sesar dan struktur penyerta yang tepat akan memberikan pemahaman kinematika dan dinamika dari Zona Sesar Kaligarang. Zona Sesar Kaligarang sudah terbentuk sejak Tersier dengan orientasi sistem tegasan ?1 = 37°, N158°E, ?2 = ,45°, N12°E, ?3 = 30°, N244°E, yang mengindikasikan pergeseran mendatar mengiri. Setelah itu pada Plio-Plistosen mengalami reaktifasi dengan pergeseran mendatar menganan yang ditunjukkan oleh orientasi sistem tegasan ?1 = 51°, N185°E, ?2 = 30°, N205°E, ?3 = 8°, N275°E. Selain itu, kelurusan di sekitar Sesar Kaligarang mempunyai arah NEE-SWW sampai NWW-SEE. Struktur ini disebabkan oleh aktivitas Gunung Unggaran.
"
Bandung: Pusat Survai Geologi Bandung, 2012
551 JSDG 22:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
S. Maryanto
"Batugamping Formasi Rajamandala yang berumur Oligo-Miosen tersingkap di lintasan Sanghyang, Kabupaten Bandung Barat. Pengukuran stratigrafi rinci telah dilakukan di lintasan sepanjang 2,5 km, untuk memperkirakan perkembangan lingkungan pengendapan batuan. Formasi Rajamandala mempunyai ketebalan terukur mencapai 180 m, terdiri atas batugamping boundstone, rudstone, grainstone, packstone, wackestone, dan terendapkan dalam keadaan cekungan genang laut. Lingkungan pengendapan Formasi Rajamandala dimulai endapan batugamping pada fasies terumbu depan hingga inti terumbu. Lingkungan pengendapan ini berkembang menjadi perulangan endapan batugamping pada fasies sayap terumbu hingga terumbu depan dengan beberapa sisipan bentukan inti terumbu. Karena terpengaruh oleh genang laut, lingkungan pengendapan batuan bergeser dan diakhiri oleh endapan batugamping dari fasies tepi lerengan dan dangkalan paparan karbonat. "
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2012
551 JSDG 22:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, M. Safei
"Formasi Campurdarat adalah salah satu satuan batuan karbonat yang tersingkap di daerah Tulungagung dan sekitarnya, Jawa Timur. Suatu penelitian detil untuk mempelajari fasies dan sedimentasi batugamping tersebut telah dilakukan. Metode penelitian meliputi penelitian lapangan dan analisis laboratorium yang terdiri atas petrografi dan mikropaleontologi. Hasil analisis petrografi menunjukkan bahwa batuan carbonat di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi empat jenis fasies yaitu fasies packstone, fasies floatstone, fasies rudstone dan fasies boundstone. Fasies packstone diendapkan mulai dari lingkungan backreef ? lagon, fasies floatstone dalam lingkungan backreef dan zona terumbu, fasies rudstone pada lingkungan daratan terumbu dan fasies boundstone terbentuk mulai dari reef front ? reef crest. Formasi Campurdarat diperkirakan terbentuk sebagai terumbu penghalang pada umur Miosen Awal"
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2012
551 JSDG 22:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
A. Soehaimi
"Mikrozonasi Kota Pekalongan dibagi menjadi tiga zona : Zona Rentan Goncangan Gempa bumi I, mempunyai karakteristik lahan dengan amplifikasi / penguatan sangat tinggi (>9 kali), periode dominan tanahnya 0,93 ? 1,15 detik dengan ketebalan sedimen lunak antara 40,14 ? 50,29 m; Zona Rentan Goncangan gempa bumi II, mempunyai karakteristik lahan dengan amplifikasi / penguatan tinggi (6 - 9 kali), periode dominannya antara 0,55 ? 1,49 detik dengan ketebalan sedimen lunak 23,91 ? 65,30 m; Zona Rentan Goncangan gempa bumi III, mempunyai karakteristik lahan dengan amplifikasi / penguatan sedang (3 - 6 kali), periode dominannya antara 0,47 ? 1,54 detik dengan ketebalan sedimen lunak 20,73 ? 67,31 m.
Secara umum, Kota Pekalongan dan sekitarnya mempunyai nilai amplifikasi / penguatan tanah antara 3,17 ? 12, 91 kali. Lebih dari setengah luas wilayahnya mempunyai amplifikasi tinggi, hanya sebagian kecil dan setempat-setempat saja yang mempunyai amplifikasi sangat tinggi, dan selebihnya mempunyai amplifikasi sedang. Mikrozonasi merupakan langkah awal untuk mengurangi risiko bencana alam khususnya gempa bumi. Untuk mengurangi risiko bencana secara nyata, diperlukan langkah kebijakan oleh Pemerintah Daerah mengatur tata ruang.
Pada daerah yang amplifikasi tanahnya tinggi ? sangat tinggi harus dibangun dengan konstruksi khusus."
Bandung: Pusat Survai geologi Bandung, 2010
551 JSDG 20:5 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>