Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
McConnell, Kathleen
"Pertama melihat sampul buku ini ada keraguan untuk membacanya. Bayangan saya, buku ini paling berisi cerita-cerita tentang hantu. Kayak sinetron-sinetron Indonesia yang sarat dengan urusan hantu-hantuan. Tapi membaca sinopsisnya, saya jadi tertarik juga membacanya sampai tuntas. Faktor paling utama adalah karena buku ini adalah kisah nyata Kathleen McConnell, si penulis, tentang pengalamnnya mengenal, mengasuh, dan ?merawat? arwah tiga orang anak-anak yang mendiami rumah mereka.
Kisahnya terjadi tahun 1971, ketika Kathleen dan keluarga pindah ke sebuah rumah bersejarah bernama Fontaine Manse. Dua hari setelah menempati rumah tersebut terjadi peristiwa luar biasa yang menyadarkan Kathleen dan suaminya, George McConnel, bahwa rumah tersebut ternyata dihuni makhluk lain juga.
Berbagai peristiwa dituturkan Kathleen dengan rinci sehingga kita dapat membayangkan bahwasanya perilaku hantu juga sama saja dengan manusia, hanya wujud mereka saja yang tidak kelihatan. Hantu-hantu tersebut bahkan beberapa kali membantu Kathleen dan menyelamatkan nyawa anak-anaknya. Kathleen lalu dengan tekun mencari informasi ke perpustakaan tentang sejarah rumah tersebut dan penghuninya, sehingga dia tahu arwah siapa yang tinggal di rumah tersebut dan kenapa arwah tersebut masih gentayangan. Kathleen bahkan sangat mencintai hantu-hantu tersebut seperti anak-anaknya sendiri. Mungkin inilah yang membuat Kathleen memberi judul bukunya ini ?Jangan Sebut Mereka Hantu?.
Tapi hantu tetaplah hantu. Tidak semua orang bisa merasakan dan melihat kehadiran mereka, apalagi menerimanya. Kathleen dan George akhirnya memutuskan meninggalkan rumah tersebut demi perkembangan jiwa anak-anaknya dan ketenangan mereka. Namun Kathleen merasa sangat berat meninggalkan ketiga hantu tersebut dan berusaha ?melepaskan? mereka ke alamnya.
Sebelumnya, Kathleen pernah jatuh sakit sampai sekarat. Dalam kondisi sekarat Kathleen bermimpi berada di sebuah taman yang sangat indah dan cahaya yang sangat terang. Di taman tersebut dia lalu bertemu dengan seorang wanita dan wanita tersebut mengatakan bahwa dia belum layak masuk ke taman itu.
?Kamu belum selesai,? begitu kata wanita itu. Setelah sadar, Kathleen berusaha memahami mimpinya, mengingat-ingat wajah wanita yang ditemuinya di taman tersebut, tapi tidak berhasil.
Sebelum meninggalkan rumah tersebut Kathleen mengadakan ?pelepasan? ke tiga arwah tersebut. Dengan keyakinan yang luar biasa akan kuasa Tuhan, Kathleen memanggil Elizabeth, wanita yang ditemuinya di mimpinya dan yang diyakininya sebagai ibu ke tiga arwah itu untuk menjemput anaknya. Ajaibnya, ke tiga arwah itu benar-benar ?naik ke surga? dan menghilang untuk selamanya *pada bagian ini saya benar-benar merinding dan terharu membayangkan adegan ini*
Buku ini memberi banyak makna tentang ikatan batin antara ibu dan anak atau antara orang-orang yang saling mengasihi. Termasuk para hantu...:)
Risensi oleh: Kalarensi Naibaho"
Bandung: Q-Press, 2006
813 MCC dt (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Jamison, Kay Redfield
"Dr. Kay Redfield Jamison, penulis buku ini adalah seorang profesor ahli psikiatri di Fakultas Kedokteran John Hopkins University. Dia juga seorang psikiater, dan telah banyak menangani dan merawat pasien penderita penyakit mania-depresi. Selama menempuh kariernya, dia juga mengalami depresi parah seperti yang diderita pasiennya. Itulah yang dituliskannya dalam buku ini.
Sebelum baca buku ini, saya sempat berasumsi bahwa mungkin si penulis menjadi ‘gila’ karena keseringan mengurusi orang ‘gila’….he..he…
Ternyata, bukan. Mania depresi yang diderita Kay sebenarnya berakar dari persoalan keluarga dan beban pekerjaan. Nggak ada pengaruh dari pasien yang dirawatnya.
Yang menarik adalah, Kay tidak melulu cerita tentang penyakit mania-depresi, tapi juga tentang kisah hidupnya, keluarga dan kehidupan cintanya. Membaca buku ini memberi banyak wawasan tentang kelainan-kelainan jiwa dalam tingkatan tertentu, termasuk obat-obatan yang berkaitan dengan penyakit tersebut, seperti lithium.
Akan lebih lengkap jika sebelumnya Anda juga membaca “Mereka Bilang Aku Gila” sehingga lengkaplah pengetahuan kita mengenai berbagai kegilaan…he..he…
Buku ‘Mereka Bilang Aku Gila’ ini ditulis oleh penderitanya sendiri, Ken Steele. Ken, dihampiri penyakit mental seperti skizofrenia sejak umur 14 tahun, yang membuatnya selalu dalam ketakutan. Ketiadaan dukungan keluarga membuatnya benar-benar gila dan harus terus berurusan dengan rumah sakit dan obat-obatan. Kisah Ken lebih parah dari Kay. Bukan hanya karena dorongan untuk bunuh diri yang sering menyergapnya, tapi juga ‘tudingan’ setiap kali ada musibah atau kematian di sekelilingnya. Selalu Ken lah yang dituding sebagai penyebabnya. Sapa yang menuding? Gak ada. Hanya suara-suara yang terus menganggunya dari masa ke masa.
Walaupun berbeda kasus, ada benang merah yang dapat ditarik dari kedua buku ini.
Pertama, rata-rata penyebab gangguan jiwa adalah kerapuhan mental seseorang dalam menghadapi persoalan di keluarga atau di lingkungannya. Cilakanya, seringkali mental seseorang justru menjadi rapuh karena berbagai persoalan tersebut. Penyakit pun biasanya akan makin parah jika tidak ada penerimaan atau dukungan dari lingkungan.
Kedua, kesembuhan hanya akan diperoleh jika penderita sendiri sungguh-sungguh ingin sembuh. Ada kekuatan yang tak terkalahkan jika seorang penderita penyakit apapun meneguhkan sikap bahwa dia ingin sembuh. Tentu saja harus dibarengi dengan kedisiplinan dalam segala hal, termasuk disiplin memanage emosi.
Ketiga, cinta merupakan obat paling mujarab untuk penyakit apapun, apalagi penyakit ‘kegilaan’...:)
-----------------------------------
Risensi oleh: Kalarensi Naibaho
"
Bandung : Q-Press, 2006,
616.891 Jam a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library