Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shahnaz Amanda
"Utang pajak memiliki keistimewaan dibandingkan dengan hutang lainnya di dalam suatu kepailitan. Direktorat Jenderal Pajak dalam hal ini yang berwenang melakukan penagihan utang pajak di dalam suatu kepailitan. Sengketa pembagian harta pailit kerap terjadi antara Kurator dengan kreditur di dalam suatu proses kepailitan.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengungkapkan bahwa penerapan hak mendahulu utang pajak juga harus mengikuti prosedur di dalam Undang-Undang Kepailitan selayaknya kreditur lainnya. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan hukum Direktorat Jenderal Pajak dalam suatu perkara kepailitan dan upaya hukum yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam menagih utang pajak pada perusahaan yang dinyatakan pailit.

Tax debt has a distinctive compared to other debts in a bankruptcy. In this case Directorate General of Taxes has the authorities to collect tax debts in a bankruptcy.
Distribution of the bankruptcy estate disputes often occur between the Curator and creditors in a bankruptcy process. Based on this research, the authors reveal that the application of the tax debt with its privilege also have to follow the procedures in the Insolvency Act like other creditors. The main problem discussed in this paper is about the legal position of the Directorate General of Taxes in a bankruptcy case and legal action made by the tax authorities to collect the tax debt on the company declared bankrupt.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S57707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Diyana Theresia Berlian
"Skripsi ini membahas mengenai perkara dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012 yang memberikan sanksi denda sebesar Rp 4.600.000.000,00 kepada PT. Mitra Pinasthika Mustika atas keterlambatannya melakukan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham. Penelitian ini juga membahas sistem pemberitahuan pengambilalihan saham di Indonesia yang dilakukan setelah pengambilalihan berlaku efektif secara yuridis atau yang biasa disebut pemberitahuan pasca akuisisi (post merger notification). Penelitian ini menganalisis efektivitas dan efisiensi kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham di Indonesia yang menganut sistem pemberitahuan pasca akuisisi dengan contoh kasus keterlambatan pelaksanaan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang mengggunakan metode eksplanatoris. Dari hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa kewajiban pemberitahuan di Indonesia hanya dilakukan oleh pelaku usaha yang akuisisinya menyebabkan nilai aset dan/atau nilai perusahaan melebihi batas tertentu setelah akuisisi; didapatkan juga hasil bahwa pengaturan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia adalah tidak efektif dan efisien; dan didapatkan hasil bahwa PT. Mitra Pinasthika Mustika sesuai dengan peraturan mengenai kewajiban pemberitahuan di Indonesia terbukti terlambat melakukan kewajiban pemberitahuan akuisisi, namun ketentuan di Indonesia sendiri tentang kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan tidak tepat.

This thesis explains about the case in the Decision of Business Competition Supervisory Comission Number 09/KPPU-M/2012 which sentenced Rp 4.600.000.000,00 amount fine to PT. Mitra Pinasthika Mustika for its delay to fulfill its acquisition notification duty. This research also explains the system of acquisition notification duty in Indonesia which set to be done after the acquisition legally valid or usually called post merger notification. This research is aimed to analyzes the effectiveness and efficiency of explains the system of acquisition notification duty in Indonesia which applies the post merger notification system with the delay of acquisition notification duty did by PT. Mitra Pinasthika Mustika in the Decision of Business Competition Supervisory Comission Number 09/KPPU-M/2012 as the case example. This research is a normative juridical research using exlanatory method. From the reult of this research, found that acquisition notification duty in Indonesia only have to be done by entrepreneur whose acquisition caused his company?s sell value and/or asset value has more value than the threshold after the acquisition done; from the result also found that the regulation of acquisition notification duty in competition law in Indonesia is ineffective and inefficient; and found the result that PT. Mitra Pinasthika Mustika was proved belated in submission of its acquisition notification according to the regulation of acquisition notification duty in Indonesia, but the regulation of acquisition notification duty in Indonesia itself is not appropriate.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruhhidayadi
"Salah satu sarana investasi bagi para investor adalah pembelian obligasi korporasi. Apabila pembayaran pokok dan bunga obligasi korporasi yang dijanjikan oleh emiten dilakukan tepat pada waktunya, maka para investor atau pemegang obligasi korporasi tersebut akan menikmati keuntungan seperti yang diharapkannya. Namun demikian, dalam praktek banyak terjadi obligasi korporasi yang dibeli oleh para investor tersebut bermasalah, dalam arti bahwa banyak emiten yang tidak melakukan pembayaran pokok maupun bunga tepat pada waktunya. Demikian pula banyak emiten yang tidak memenuhi janji-janji yang telah diatur dalam perjanjian yang dibuatnya, khususnya Perjanjian Perwaliamanatan yang dibuat antara emiten dengan wali amanat selaku pihak yang mewakili kepentingan para investor. Perbuatan yang dilakukan oleh emiten tersebut di atas dalam hukum dikenal dengan istilah wanprestasi atau cidera janji. Beberapa wanprestasi yang dilakukan oleh emiten memang terkait dengan masalah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, tetapi ada pula yang tidak terkait dengan krisis ekonomi tersebut. Salah satu forum yang tersedia bagi para pemegang obligasi korporasi dalam menyikapi wanprestasi yang dilakukan oleh emiten adalah melalui Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO). Dalam RUPO tersebut pemegang obligasi korporasi dapat memutuskan tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan terhadap emiten. Melihat fungsinya, masalah RUPO yang biasanya diatur dalam Perjanjian Perwaliamanatan ini sangatlah penting. Namun demikian, dalam prakteknya masalah RUPO (khususnya mengenai suara pemegang obligasi) ini bisa dimanipulasi oleh emiten, terutama untuk kepentingan emiten sendiri, dengan berbagai cara yang tujuan utamanya adalah untuk memenangkan pengambilan suara dalam RUPO untuk memutuskan suatu tindakan tertentu. Beberapa cara memanipulasi suara dalam RUPO tersebut adalah dengan melakukan pembelian kembali (buyback) obligasi korporasi dari para pemegang obligasi korporasi (bisa terjadi sebelumnya, emiten dengan berbagai cara membuat harga obligasi korporasi tersebut jatuh terlebih dahulu), melalui suara pemegang obligasi korporasi yang terafiliasi dengan emiten atau pihak ketiga yang bertindak selaku nominee dari emiten.
Dengan dikuasainya jumlah suara dalam RUPO oleh emiten, maka emiten dapat memutuskan hal-hal yang menguntungkannya dengan kemungkinan merugikan pemegang obligasi korporasi lainnya (minoritas). Apabila emiten melakukan wanprestasi seperti tersebut di atas, maka ada upaya-upaya hukum yang tersedia dan bisa dilakukan oleh pemegang obligasi korporasi, di antaranya adalah mengeksekusi jaminan (jika ada), melakukan gugatan perdata, melakukan gugatan perwakilan, mempailitkan emiten dan menyelesaikan melalui arbitrase. Dalam praktek, upaya-upaya hukum yang pernah ditempuh oleh pemegang obligasi korporasi adalah mengeksekusi jaminan dan mempailitkan emiten, tetapi hasilnya tidak memuaskan karena eksekusi jaminan tersebut banyak mendapat perlawanan atau gugatan dari emiten dan upaya mempailitkan emiten sering kandas di Pengadilan Niaga. Selain itu masih korupnya sistem peradilan dan masih jarangnya para hakim melakukan penemuan-penemuan hukum turut andil pula dalam melemahkan aspek perlindungan hukum terhadap pemegang obligasi korporasi. Masalah yang lain dalam emisi obligasi korporasi adalah masalah wali amanat di mana kedudukannya sangat penting karena ia bertindak mewakili kepentingan para pemegang obligasi korporasi, tetapi dalam praktek, penunjukan wali amanat tersebut dilakukan oleh emiten, sehingga terkadang timbul benturan kepentingan. Sampai sekarang peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur masalah obligasi korporasi dan wali amanat tersebut belum ada."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Anthony L.P.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Yulianto
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Kusmana
"Angkutan udara merupakan salah satu sumber yang bisa digali sebagai sumber pendapatan. Oleh karena itu pemanfaatannya harus selalu diperhatikan sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara luas. Sebagai sumber pendapatan, angkutan udara harus pula diatur dalam berbagai ketentuan hukum yang berlaku baik secara nasional maupun internasional. Ketentuan ini nantinya akan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam membuat suatu perjanjian.
Perjanjian angkutan udara internasional kebanyakan mengacu kepada ketentuan teknis dan operasional saja sehingga lebih bersifat bilateral. Indonesia dalam hal ini selalu mengacu pada perjanjian bilateral sehingga terdapat beberapa pasal yang isinya berbeda antara satu negara dengan negara yang lainnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perjanjian tersebut mengakibatkan terjadinya arus barang, orang dan pos sehingga memberikan peluang terhadap timbulnya komersialisasi bidang baru yang sebelumnya tidak terfikirkan.
Pertukaran tersebut mengakibatkan terjadinya suatu perdagangan dan lintas batas orang sehingga harus pula diatur ketentuannya sehingga tidak merugikan.
Salah satu ketentuan tersebut tercantum dalam GATS yang merupakan implementasi secara terurai dari GATT (yang sekarang bernama WTO). Dimana dalam lampiran tambahannya memuat ketentuan bidang jasa angkutan udara.
Indonesia dalam hal ini telah meratifikasi pembentukan WTO tersebut dalam bentuk Perundang-undangan sehingga ketentuan yang ada sudah merupakan produk hukum yang harus dilaksanakan.
Oleh karena itu Indonesia harus pula tunduk dan wajib mengikuti ketentuan yang ada dalam GATS tersebut meskipun saat masih merupakan wacana yang harus dipersiapkan. Antisipasi mengenai masalah ini sebenarnya sudah tertuang dalam produk Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri terkait.
Akan tetapi hal tersebut masih terasa kurang dalam prakteknya karena seringkali terbentur dengan ketentuan perundang-undang lainnya sehingga harus merupakan kebijakan lintas sektoral yang tidak saling bertabrakan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aa Dani Saliswijaya
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Herawati
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Widiharto
"Keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga penegak atau pengawas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sangat diperlukan untuk dapat menjamin supaya pasar tidak terdistorsi, sehingga dapat mengoptimalkan peran pelaku-pelaku usaha untuk dapat membawa ke sistem ekonomi yang lebih baik. Struktur pasar yang menjurus ke arah monopoli akan menyebabkan terjadinya in-eflsiensi, kolusi politik yang tidak perlu, dan mengurangi kemanfaatan sumbersumber ekonomi bagi masyarakat luas. Dalam sistem hukum Indonesia, KPPU telah menempatkan diri sebagai bagian sistem peradilan yang berbentuk non pengadilan (sui generis) dalam memutus perkara-perkara persaingan usaha. KPPU membuka pintu selebar-lebarnya kepada seluruh masyarakat dan atau pelaku usaha untuk melaporkan dugaan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat untuk ditindaklanjuti. Kesimpulan yang didapat KPPU dari penyelidikan dan pemeriksaan dapat diberikan putusan dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan praktek yang menghambat persaingan usaha tersebut. Apabila ditemukan pelanggaran, KPPU berwenang menjatuhkan sanksi yang dibacakan dalam suatu sidang yang terbuka untuk umum. Terhadap pelaku usaha yang tidak melaksanakan putusan KPPU secara suka rela, KPPU dapat memaksakan pelaksanaan putusannya melalui pengadilan atau menyerahkan perkaranya kepada penyidik untuk diproses secara pidana. Pelaku usaha yang tidak menerima putusan KPPU dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri, namun demikian dari beberapa putusan yang telah dijatuhkan oleh KPPU dapat diterima oleh pelaku usaha."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>