Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendro Rahaswanto
Abstrak :
Latar Belakang
Masalah olahraga (senam) pada masa nifas masih merupakan sesuatu yang jarang dilaksanakan oleh ibu-ibu. Hal ini disebabkan oleh adanya kebiasaan dan anjuran yang menyatakan bahwa sebelum 40 hari tidak boleh melakukan kegiatan yang agak berat, termasuk olah raga dan tidak boleh keluar rumah. Kelelahan yang sangat akibat persalinan karena tidak pernah olah raga atau latihan pada masa sebelum, sedang dan sesudah hamil merupakan hal yang perlu diperhatikan.(1)

Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa berolah raga adalah suatu kesanggupan dan kemampuan tubuh, untuk melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang diberikan kepadanya, tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.(2,3)

Kehamilan, persalinan dan nifas adalah proses normal dalam siklus seorang ibu; tetapi perubahan organ-organ tubuh pada keadaan tertentu, dapat menimbulkan penyulit yang berbahaya untuk ibu atau kehamilan itu sendiri . (1--10 )

Sebagai akibat persalinan terjadi kelemahan-kelemahan ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvika dan otot serta fasia dasar panggul, sehingga prolaps genitalis sering terjadi segera sesudah melahirkan atau pada masa nifas. Frekuensi prolaps genitalis lebih sering dijumpai pada wanita-wanita yang telah melahirkan, wanita berusia lanjut dan wanita dengan pekerjaan berat.

Bila tidak ada kontra indikasi, latihan senam panggul pada masa nifas diharapkan dapat membimbing ibu yang telah melahirkan; meningkatkan kekuatan otot-otot perut, punggung dan dasar panggul sehingga lekas kembali kepada keadaan semula. Hal ini merupakan prophilaksis terhadap terjadinya prolaps genitalis, dan upaya perbaikan dalam sistem pernapasan dan peningkatan kerja jantung. (2-5, 9, 11-14,16)

Hipotesa nol :

Senam panggul yang dilakukan secara teratur pada periode masa nifas akan meningkatkan secara cepat kekuatan m.levator ani.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum Meningkatkan kesegaran jasmani dan mengembalikan bentuk tubuh kepada keadaan semula dari post partum.

Tujuan Khusus : Menguji kebenaran bahwa senam panggul ('pelvic fitness program') akan meningkatkan kekuatan otot dasar panggul (m.levator ani).
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Indriati M.S.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryana Ugahary
Abstrak :
Latar Belakang Penelitian. Warm up merupakan suatu latihan pendahuluan yang dirancang mempersiapkan tubuh untuk mengikuti aktivitas olah raga. Terdapat beberapa macam warm up yaitu: 1. Warm up pasif : pemanasan tubuh dengan sumber dari, luar seperti mandi air hangat, pancuran air hangat, diatermi. 2. Warm up aktif : pemanasan tubuh dengan cara melakukan gerakan tubuh seperti berlari-lari, bersenam, bersepeda dan lain-lain. Warm up aktif dapat terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a) Jalan atau lari perlahan (jogging), untuk meningkatkan aliran darah sehingga menghasilkan suhu tubuh yang lebih tinggi di seluruh tubuh. b) Latihan kalistenik yaitu gerakan tubuh yang ritmis sistematik yang biasanya dilakukan tanpa alat atau beban, terdiri dari gerakan melengkung (bending), berputar (twisting), mengayun (swinging), menendang (kicking) dan melompat (jumping) dan latihan lain seperti push up, sit up, chin up (7). Latihan kalistenik biasanya dilakukan dari atas ke bawah mulai leper, lengan dan bahu, abdomen, punggung dan tungkai. c) Latihan peregangan ,(stretching) untuk otot otot yang diperlukan dalam olah raga yang bersangkutan. Untuk pelari diperlukan peregangan otot bahu dan tricep, punggung, panggul, quadricep, hamstring, gastrocnimeus dan achilles_ Latihan peregangan yang dipakai sebaiknya yang secara statik yaitu setelah otot diregang penuh secara aktif, maka otot dipertahankan pada posisi ini selama beberapa waktu. Waktu yang diperlukan untuk mempertahankan peregangan ini sekurangnya 6 detik agar serabut kolagen dalam otot, tendon, ligamen, mendapatkan perobahan plastisitasnya. d) Tahap terakhir yaitu tahap koordinasi, dipusatkan pada teknik olah raga yang bersangkutan dengan mempraktekkan gerakan-gerakan spesifik, misalnya untuk olah raga lari jarak pendek dapat berupa latihan start dan beberapa sprint pendek 20 ? 40 meter. Seluruh warm up dapat berlangsung sekurangnya 15 - 20 menit sebagai akibat dari warm up suhu tubuh ditingkatkan. Hal ini merupakan satu dari beberapa faktor yang meningkatkan kemampuan (performance), karena meningkatnya suhu tubuh menyebabkan : 1. Meningkatnya kecepatan kontraksi dan relaksasi otot sehingga otot akan bekerja lebih efisien. 2. Hemoglobin membawa lebih banyak oksigen serta dissosiasinya juga lebih cepat. 3. Efek yang sama dengan hemoglobin juga terjadi pada myoglobin. 4. Proses metabolisme meningkat. 5. Hambatan pada pembuluh darah menurun. Pada latihan peregangan yang merupakan bagian dari warm up, memberi kelenturan otot yang periting untuk meningkatkan kemampuan pada olah raga atau perlombaan terutama pada pelari jarak pendek yang memerlukan kecepatan. Hogberg dan Ljunggren memeriksa efek warm up (dalam bentuk lari kecepatan sedang dikombinasi dengan kalistenik) terhadap kecepatan lari 100 meter, 400 meter, 800 meter, pada atlet yang terlatih baik. Didapatkan untuk lari 100 meter perbaikan 0,5 - 0,6 detik, untuk lari 400 meter perbaikan 1,5 - 3 detik, untuk lari 800 meter perbaikan 4 - 6 detik dibandingkan tanpa warm up. Sebagian besar penyelidik membuat kesimpulan bahwa suatu warm up cenderung meningkatkan kemampuan, meskipun belum ada kesamaan dalam menentukan Jenis, intensitas dan lama warm up. Mengenai lamanya warm up, Hogberg dan Ljunggren juga mengamati hasil lebih baik sesudah warm up 15 menit dibanding sesudah 5 menit pada lomba lari 100 m, tetapi selanjutnya perbaikan tidak bermakna bila warm up diperpanjang dari 15 menit - 30 menit. Lari sprint 400 meter yang merupakan endurance sprinter memerlukan energi aerobik + 30%, energi anaerobik ± 70% sedangkan sprint 100 meter hampir seluruhnya memerlukan energi anaerobik. Sebagai cara yang mudah untuk menentukan apakah intensitas dan lama warm up sudah cukup, yang merupakan tanda adanya kenaikan suhu tubuh yaitu dengan melihat apakah atlet yang menjalankan warm up sudah mulai berkeringat. Bila diinginkan cara yang lebih ilmiah yaitu dengan mengukur kenaikan suhu tubuh. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin melakukan penelitian sampai seberapa jauh pengaruh intensitas dan lama warm up terhadap kecepatan lari pada pelari jarak pendek.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Een Suhenda Achyani
Abstrak :
ABSTRAK
Upaya untuk suatu usaha yang tiba-tiba dengan beban fisik yang berat tanpa didahului oleh pemaaasan yang tepat me-rupakan komponen yang diperlukan. pada beberapa 'keadaan pe-nanggulangan darurat. Pada keadaan tersebut ? dibutuhkan pe-nyesuaian sistem kardiovaskuler dalam waktu yang sangat pen-dek / singkat, dan penyesuaian sistem kardiovaskuler ini da-pat dipantau melalui pemeriksaan frekuensi denyut jantung atau denyut nadi, tekanan darah dan elektrokardiogram (1,2). Barnard dkk., dalam penelitiannya menyatakan bahwa pem-berian kerja fisik yang berat secara tiba-tiba tanpa didahului oleh pemanasan, dapat menimbulkan respon yang bervariaai pada tekanan darah sistolik, akan tetapi ;selalu. menuriinkan tekanan darah diastolik segera setelah pemberian kerja fisik yang berat dihentikan. Apabila kerja fisik itu diberikan setelah raelakukan peraanasan, maka kenaikan tekanan darah sis-toliknya akan lebih rendah dari pada tanpa pemaiiasah, tekan-r an diastoliknya senantiasa tetap menurun. Freknensi" denyut jantung baik pada kerja fisik yang didahului ? tnaupun tanpa didahului oleh pemanasan akan memperlihatkan kenaikan. Penelitiannya memperlihatkan kenaikan denyut jantung yang didahului pemanasan ( 16? 1 2 per menit ), ternyata lebih tinggi 2. Dari ke 16 orang percobaan yang berusia antara 21 - 52 tahun tanpa melihat apakah orang percobaan itu olah-ragawa-H atau bukan, didapat hasil 11 orang percobaan memperlihatkan peningkatan tekanan darah sistolik, 3 orang memperlihatkan penurunan tekanan darah sistolik dan 2 orang percobaan tidak memperlihatkan perubahan tekanan darah sistoliknya (33i - I.2. PERMASALAHAN. Apakah hal yang sama seperti pada peaelitian Barnard ini, dapat terjadi pada kelorapok umur tertentu dan pada olah-ragawan maupun bukan olah-ragawan, karena pada ' :kenyataannya baik tekanan darah maupun denyut jantung '"dapat " dipengaruhi oleh usia maupun kegiatan jasmanij seseorang (1,2,4,5,6,7,8, II,13,16,18,19,23,24,25,28). 1.3. TDJUAN PEN.ELIT1AN. a. Tujuan Khusus. Untuk mengetahui pengaruh pemanasan terhadap perbedaan perubahan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pada olahragawan dan bukan olah-ragawan, setelah penghenti-an pemberian kerja fisik. b. Tujuan Umum. Dengan pemanasan diharapkan dapat mengurangi bahkan mencegah kemungkinan terjadinya ketidak-mampuan adaptasi dari sistem kardiovaskuler terhadap kerja fisik.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widjaja Laksmi Kusumaningsih
Abstrak :
Telah di selidiki secara retrospektif 95 kasus amputasi bawah lutut dengan pemasangan protesa bawah lutut selama tiga setengah tahun dari 1 Januari 1984 - 1 Juli 1987 di Departemen Rehabilitasi Medik, RSPQD, Jakarta. Dicari faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis protesa bawah lutut pada pasien-pasien amputasi bawah lutut. Disusun tahel-tabel yang kiranya bisa menggambarkan faktor-faktor apa saja yang menentukan pemilihan jenis prmtesa bawah lutut. Dicari pula faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan jenis protesa bawah lutut. Didapat hasil bahwa pfotesa bawah lutut jenis P T B palinq banyak diberikan pada penderita amputasi bawah lutut (77,9%). Dan dari segi penggunaannya protesa bawah lutut jenis PTB paling banyak digunakan. Masih diperlukannya penyempurnaan catatan medik penderita amputasi khususnya amputa5i bawah lutut untuk mengetahui indikasi amputasi, penyulit ambutasi, kondisi puntung (stump), indikasi pemilihan jenis prmtesa bawah lutut dan faktur-faktor yang mempengaruhi penggunaan jenis protesa bawah lutut.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T3476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Santoso
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui pengaruh latihan penggunaan tongkat terhadap pola jalan pada hemiplegi strok iskemik. Disain : Pra dan pasca perlakuan dengan kelompok kontrol. Subyek : 40 orang dibagi secara random permutasi blok menjadi dua kelompok. Tempat : Poli Klinik Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin (RSHS ) Bandung. Intervensi : Untuk kelompok perlakuan diberi latihan jalan dengan menggunakan tongkat, kelompok kontrol diberi latihan jalan. Parameter : Kecepatan jalan, cadence, step length, stride length, stride width. Hasil : Pada kelompok perlakuan terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol : Kecepatan jalan (p= 0,031) meningkat pada minggu keempat, Cadence (p=0,037) meningkat pada minggu ketiga, Step length (p=0,025 ) meningkat pada minggu ketiga, Stride length (p=0,016) menigkat pada minggu ketiga, Stride width (p=0,002 ) menurun pada minggu kedua. Perubahan Cadence secara keseluruhan kelompok perlakuan dari minggu pertama hingga keempat ( p=0, 000 ) lebih bermakna dari kelompok kontrol ( p= 0,002 ). Perubahan Step length secara keseluruhan kelompok perlakuan dari minggu pertama hingga keempat (p = 0,000 ) lebih bermakna dari kelompok kontrol (p= 0,001). Perubahan Stride length secara keseluruhan kelompok perlakuan dari minggu pertama hingga keempat (p=0, 000 ) lebih bermakna dari kelompok kontrol (p=0, 616 ). Perubahan Stride width secara keseluruhan kelompok perlakuan dari minggu pertama hingga keempat (p= 0,000) lebih bermakna dari kelompok kontrol (p= 0,002). Perubahan kecepatan jalan secara keseluruhan kelompok perlakuan dari minggu pertama hingga keempat (p= 0,000)lebih bermakna dari kelompok kontrol (p= 0,001) . Kesimpulan : Latihan dengan tongkat meningkatkan kecepatan jalan dengan cara meningkatkan Cadence, Step length, Stride length, menurunkan Stride width. ...... Objective : To know the effect of a cane in Hemiplegics Gait Pattern. Design : Pre- and post treatment with a control group. Subject : 40 people with hemiplegics stroke were divided into 2 groups with Randomized Permutation Block. Setting : At Department of Physical Medicine and Rehabilitation Perjan. Dr. Hasan Sadikin Bandung. Intervention : Intervention group walks with Cane, and control group is given gait training without assistive device. Exercise was given 3 times a day and four weeks. Patient walked with or without cane on distance was limited by the patient her or him self. Parameters : Speed velocity, cadence, step length, stride length, stride width. Result : There were significant differences between the intervention group compared with the control group : Speed velocity (p:0,031 ) increased at 4 th weeks, cadence (p: 0,037) increased at 3th weeks, step length ( p: 0,025 ) increased at 3th weeks, stride length (p: 0,016 ) increased at 3th weeks, stride width (p: 0,002 ) decrease at 2 th weeks. There was also changes in cadence which was significant different between the intervention group (p: 0,000 ) and control group (p: 0, 002), step length was significantly different between intervention group (p: 0,000 ) and control group (p: 0, 001), stride length was significantly different between intervention group (p: 0, 000) control group (p: 0,616) ,stride width was significantly different between intervention group (p:0,000 ) and control group (p: 0,002 ), speed velocity was significantly different between intervention group ( p: 0,000 ) and control group (p: 0, 001). Conclusion : Exercise with a cane increased Speed velocity by increasing cadence, step length, stride length, and decreased stride width.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alwin Tahid
Abstrak :
Pasen dan cara kerja : 30 pasen OA lutut (15 pria, 15 wanita) dengan peningkatan sudut Q (> 15°) yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi kemudian dicatat derajat nyeri (Nilai VAS; Visual Analogue Scale), derajat OA (Klasifikasi Kellgreen & Lawrence) dan IMT. Selanjuinya dilakukan pemeriksaan pola ajakan otot vastus medialis dan vastus lateralis dengan EMG. Ditentukan awal ajakan otot vastus lateralis dibandingkan dengan otot vastus medialis. Grafik EMG dinilai pada tugas berdiri berjinjit dan berdiri dengan tumit. Hasil pemeriksaan kemudian dianalisa secara stalistik lalu dilihat hubungan antar variabel secara statistik. Hasil : Terjadi perubahan pola ajakan otot vastus lateralis dan vastus medialis pada seluruh naracoba penderita OA baik laki-laki dan perempuan dengan kenaikan sudut Q (>l5°). Terdapat hubungan signifikan berupa korelasi negatif (R = -0,663; p = 0,007) antara kenaikan sudut Q dan perubahan pola ajakan pada kelompok laki-laki dengan cara pemeriksaan berdiri berjinjit. Terdapat hubungan signifikan berupa korelasi negatif (R = -0,508; p = 0,002) antara pembahan pola ajakan dan derajat OA lutut pada nilai total (Gabungan kelompok pria dan wanita, n = 30) dengan cara pemeriksaan berdiri berjinjit. Terdapat hubungan signifikan berupa korelasi negatif (R = -0,692; p = 0,04) antara perubahan pola ajakan dan derajat OA lutut pada nilai kelompok Iaki-laki dengan cara pemeriksaan berdiri berjinjit. Kesimpulan : Walaupun seluruh naracoba penderita OA lutut dengan peningkatan sudut Q mengalami perubahan pola ajakan, namun hubungan yang terjadi tidak sesuai dengan teori dasar. Terdapat hasil pemeriksaan perubahan pola ajakan yang tidak terdistribusi normal, baik berdiri berjiniit maupun berdiri dengan tumit. Hal ini, diduga sebagai penyebab timbulnya hasil-hasil yang tidak menunjang hipotesis. Penyebabnya mungkin akibat adanya faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kriteria inklusi dan elslusi seperti kekakuan(rightness) jaringan lunak bagian lateral, kekendoran (laxity) jaringan lunak bagian medial, displasia tulang dan posisi abnormal patella.
Subject and Interventions : 30 pts knee OA (15 men, 15 women) with increased Q - angle (>15°) and passes exclusion and inclusion criteria, have been registered entering the EMG study on medial and lateral vastus recruitment pattern atter noted on the pain scale, knee OA grade, and BMI. The starting point of recruitment is determined using the EMG on muscle activity visualization Comparison of medial and lateral vastus recruitment starting point, concluded as the altered recruitment pattern. The EMG examination is conduct in the rock on toe and heel test. All of data was analyzed using statistic software, to determine the correlation between all variables. Results : All of the patients with increased Q-angle shows altered recruitment pattern. There is a significant negative correlation between increased Q-angle and altered recruitment pattern in male group with rock on toe test (R = -0,663; p = 0,007). The significant negative correlation occurs between altered recruitment pattern and the knee OA grade in the total value (male+female group, n=30) with rock on toe test (R = -0,508; p = 0,002). Significant negative correlation also occurs between altered recruitment pattern and the knee OA grade in the male group with rock on toe test (R = -0,692; p = 0,04). Conclusion : Even all of the knee OA patients with increased Q-angle shows altered recnritment pattern, the correlation occurs in different way with the theory. The results have not been support the hypothesis owing to the fact that the recruitment pattern data is not nomtally distributed and another factors which are not include in the exclusion criteria may affect the pain and knee OA grade. Those factors are lateral solt tissue tightness, medial soft tissue laxity, dysplastic bone and patella position abnomarlity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Soemarjono
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui efek terapi Iatihan Abdominal drawing-in terhadap nyeri dan aktivitas fungsional penderita nyeri punggung bawah mekanik kronik. Disain : Pra dan paska intervensi dengan kontrol pembanding. 28 orang dibagi secara randomisasi sederhana menjadi dua kelompok, 14 orang kelompok perlakuan dan 14 orang kelompok kontrol. Tempat : Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RS dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Intervensi : Kelompok perlakuan diberikan latihan abdominal drawing-in diawali dengan latihan Williams' Flexion jenis single knee to chest, double knee to chest dan hamstring stretch. Kelompok kontrol hanya diberikan Iatihan Williams' Flexion jenis single knee to chest, double knee to chest dan hamstring stretch. Kelompok perlakuan maupun kontrol melakukan Iatihan 3 kali seminggu selama 6 minggu diawasi langsung oleh peneliti di lokasi penelitian dan melakukan latihan di rumah tiga kali sehari setiap hari. Derajat nyeri yang diukur dengan Visual analogue scale (VAS) dan aktivitas fungsional yang diukur dengan Roland disability questionnaire. Baik VAS maupun Roland disability questionnaire diukur sebanyak tiga kali yaitu pada awal Iatihan, pada awal minggu keempat dan akhir minggu keenam. Hasil : Latihan flodomlnal drawing-in selama 6 minggu bermakna mengurangi nyeri dan peningkatan aktivitas fungsional yang terlihat dengan adanya penurunan nilai VAS dan Roland disability questionnaire yang bermakna mulai pada awal minggu keempat sampai pada akhir minggu keenam dibandingkan kelompok kontrol. Kesimpulan : Latihan Abdominal drawing-in dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan aktivitas fungsional penderita NPB mekanik kronik.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Setia Wati Astri Arifin
Abstrak :
Latar Belakang: Osteoartritis (OA) lutut seringkali menyebabkan disabilitas akibat nyeri dan penurunan kemampuan fungsional berjalan. Low Level Laser Therapy (LLLT) dan High Intensity Laser Therapy (HILT) telah terbukti mampu menurunkan nyeri dan kemampuan fungsional pada OA lutut, namun hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang membandingkan kedua modalitas tersebut. Tujuan: Mengetahui perbedaan efek LLLT dan HILT terhadap derajat nyeri dan kemampuan fungsional pasien OA lutut. Metode: Studi ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda yang melibatkan 61 subjek yang diacak ke dalam kelompok LLLT (n=31) dan HILT (n=30). Subjek adalah pasien OA lutut di Poliklinik Muskuloskeletal Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan VAS ≥ 4 dan mampu berjalan 15 meter. Terapi laser diberikan 3 kali seminggu selama 2 minggu. Derajat nyeri dinilai dengan VAS dan kemampuan fungsional dinilai dengan uji jalan 15 meter. Hasil: Setelah 6 kali terapi, didapatkan penurunan VAS kelompok LLLT dan HILT sebesar 3 (2 – 4) dan 3 (2 – 5) serta peningkatan kecepatan berjalan sebesar 0,23 (0,02 – 1,24) meter/detik dan 0,22 (0,08 – 0,7) meter/detik) yang bermakna secara statistik (p<0,001) maupun secara klinis. Pada perbandingan antar kelompok didapatkan kelompok HILT mengalami penurunan VAS yang lebih cepat dan lebih besar dibanding kelompok LLLT (p<0.001), namun tidak didapatkan perbedaan perubahan kecepatan berjalan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,655). Simpulan: Pemberian HILT pada pasien OA lutut mampu menurunkan derajat nyeri dengan lebih cepat dan lebih besar dibandingkan dengan pemberian LLLT. ......Background: Osteoarthritis (OA) of the knee causes disability due to pain and decreased functional ability to walk. The degree of pain will affect the functional ability to walk. Low Level Laser Therapy (LLLT) has been shown to reduce pain in knee OA, while High Intensity Laser Therapy (HILT) is able to reach deeper joint areas. Aim: To compare the differences of LLLT and HILT on pain and functional capacity knee OA. Methods: This is a double-blind randomized controlled trial with 61 subjects randomized into LLLT (n=31) and HILT (n=30) groups . Subject was knee OA patient with VAS ≥ 4 in Muskuloskeletal Polyclinic of Medical Rehabilitation RSUPN Cipto Mangunkusumo. Laser therapy was given 3 times per week for 2 weeks. Pain measured with VAS and functional capacity evaluated with 50-feet walk test. Result: After 6 therapy sessions, both LLLT and HILT group showed reduced VAS score [LLLT = 3 (2 – 4), HILT = 3 (2 – 5)] and increased walking speed (LLLT = 0.23 (0.02 – 1.24) m/s, HILT = 0.22 (0.08 – 0.7) m/s) which was statistically (p<0.001) and clinically significant. HILT group had faster and greater VAS reduction compared to LLLT group (p<0.001), but there was no significant difference in walking speed between the two groups (p=0.655). Conclusion: HILT and LLLT combined with exercise were effective in reducing pain and increasing functional capacity in knee OA patient after 6 sessions of treatment. Pain improvement was faster and greater in HILT group than LLLT group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>