Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianturi, Eddy M.T.
"Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang mulai diberlakukan sejak awal tahun 200I merupakan salah satu agenda reformasi dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya demokratisasi dalam pengelolaan negara dan penyelenggaraan pemerintahan. Pembagian sebagian besar kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat, sehingga pemerintah daerah memiliki kesempatan besar untuk menggali dan mengembangkan segenap potensi daerahnya untuk kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan di era Otonomi Daerah menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip demokrasi yaitu meningkatnya partisipasi masyarakat daiam proses pengambilan keputusan kebijakan publik, transparansi dan akuntabilitas pertanggungjawaban publik. Prinsip-prinsip tersebut mengamanatkan adanya sharing afpower antara lembaga-lembaga negara, khususnya eksekutif dan legislatif.
Departemen Dalam Negeri mengakui bahwa selama Iima tahun pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia belumlah menunjukkan basil yang memuaskan. Permasalahan yang paling sering ditemukan antara lain terjadinya konflik kepentingan antar elite di daerah, khususnya eksekutif dengan legislatif, hak-hak politik masyarakat yang belum terakomodasi secara memadai dan tidak konsistennya penegakan hukum. Kondisi-kondisi tersebut mengakibatkan terhambatnya proses pembangunan yang berujung tidak tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Kota Bekasi sebagai salah satu kota penyanggah ibukota negara memiliki posisi yang semakin strategis dituntut untuk berkembang secara cepat. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi saat ini seiring dengan semakin derasnya arus urbanisasi ke Kota Bekasi mempersyaratkan terjalinnya koordinasi yang balk antar lembaga negara dengan berbagai elemen masyarakat, khususnya sinergi dan harmonisasi hubungan antara eksekutif (Walikota) dengan legislatif (DPRD).
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hubungan antara eksekutif dengan legislatif di Kota Bekasi, namun peningkatan tersebut belum optimal sesuai harapan dan keinginan masyarakat. Beberapa bidang pelayanan publik khususnya pendidikan, kesehatan, dan transportasi masih jauh dari yang diharapkah. Kurang fokusnya pemerintah Kota Bekasi dalam menetapkan prioritas sasaran program pembangunan dan lemahnya pengawasan internal birokrasi menjadi penyebab utama lambatnya perbaikan pelayanan publik. Kebijakan Pemkot Bekasi dengan slogan "Pelayanan Satu Atap" dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan publik belum menunjukkan basil yang memadai, karena tidak diikuti dengan perubahan perilaku dari aparatur. Dampak hubungan eksekutif dan legislatif di Kota Bekasi mulai menunjukkan adanya peningkatan partisipasi publik (partisipasi politik) dart kontrol sosial dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik dan pengawasan terhadap kinerja eksekutif dan Iegislatif. Partisipasi masyarakat Kota Bekasi tersebut masih Iebih banyak diinisiasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media massa, sementara peran partai politik belum memadai dalam meningkatkan pemberdayaan partisipasi politik masyarakat.

The policy of decentralization and autonomy that have been applied since 2001 is one of the reformation agendas to boost democratization in state management and governance. The dividing of central government's authorities to local governments in order to accelerate and improve people's prosperities, so that the local governments have a lot of opportunities to explore and develop their area's potencies. The government conducts its role in the era of area's autonomy guarantees the democracy principles including increase of people's political engagement in the decision making process of public policy, transparency and accountability. Those principles order a sharing of power among state institutions, especially between the executive and legislative.
The Department of Home Affairs states that during five years of the conduction of autonomy policy in Indonesia not enough yet show a satisfied result. The most problems have been found i.e.: the conflict of interest among local elites, especially the executive against the legislative, the public political rights that have not been accommodated equally and the inconsistency of Law enforcement. Those conditions hamper the development process, in turns it will impede the achievement of people's improvement and prosperity.
The Bekasi Municipality as one of the state's capital hinterland has a strategic position and it is expended to develop rapidly. The complexity of problems such as a growing number of urbanization to Bekasi Municipality is required a good coordination among the state institutions with several of society elements, especially a synergic and harmonic relationship between the executive (Mayor) and legislative (DPRD).
The result of this study indicates that there is an improvement in relationship between the executive and the legislative in Bekasi Municipality, nevertheless that improvement has not been optimal and it has not satisfied people's expectations and Needs. Some of public services especially education, health and transportation are still Far from the expectation. Since the Bekasi Municipality was failed to remain focus in determining its target priority of development programmed and the weakness of internal bureaucratic -control- become- -the--main--factor- of--the -lateness--of -public services Improvement. The policy of Bekasi Municipality by a slogan "One Roof Service" in conducting its roles and functions as a public servants still not yet shows a significant performance improvement, because of not yet followed by a changing of apparatus behavior. The impact of the relation between the executive and legislative in Bekasi Municipality indicates and improvement in public political engagement and social control in the process of public policy decision making and to control the performance of the Executive and legislative. The participation of Bekasi Municipality urban communities is still initiated by NGO's and mass media; other while the role of political parties are still not optimal yet in improving the empowerment of public political engagement."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Harianto
"PeneIitian ini berfokus pada analisis kinerja karyawan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual pada tiga variabel yang mempengaruhinya yaitu: motivasi, kesempatan untuk berprestasi, dan kemampuan.
Populasi pada penelitian ini adalah karyawan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Ukuran sampel didasarkan atas tabe! dari populasi tertentu yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael, dengan ukuran sampel sejumlah 176 responden dengan teknik insidental. Penelitian ini memakai metode riset lapangan melalui penyebaran kuesioner penelitian dan secara keseluruhan kegiatan pengolahan dan analisis data ini dilakukan dengan menggunakan komputer dan program yang dipergunakan adalah SPSS versi 11.0
Dari basil penelitian diketahui bahwa variabel bebas balk secara individual maupun secara keseluruhan memiliki pengaruh yang positif atau mempunyai korelasi yang kuat dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Diantara variabel bebas yang mempunyai korelasi dan pengaruh yang paling signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan adalah motivasi, baik secara individual maupun secara keseluruhan.Serdasarlcan kesimpulan tersebut maka Direktorat Jenderal Hak Kekayaan lntelektual perlu menyelenggarakan program-program yang dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan. Peningkatan motivasi karyawan diantaranya dapat dilakukan dengan memberikan imbalan finansial (insenlf dan dengan memberikan dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebaginya.
This Research was focused to employee's performance analysis in The Directorate General of Intellectual Property (DGIP), which is based on three variables that influenced it such as: motivation, chance to improve themselves, and skills. Population of the research is employees of The Directorate General of Intellectual Property. Sample measurement was based on the certain population from the table developed by Isaac and Michael, as much as I76 respondents with incidental technique. The research is using field research method by spreading some questioners and the entire process of analysis data was calculated by using a Computer Program, SPSS version 11.0.
The results of the research are known that free variables, even as individual one or as the holistic variable had positive influences or having strong and significant correlation to the employee's performance. Among those free variables, motivation is become the most significant and have strong correlation to the improvement of employee's performance both as individual or holistic one.
Therefore based on the above result, DGIP needs some programs to increase the employee's motivations in order to improving the employee's performance. The improvement could be achieved by adding some financial bonus (incentives) and giving motivation spirit such as complements, gratitude, humanity approach and etc.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library