Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisa Diantika
"Ketika anak memasuki usia sekoiah (middle childhood), anak akan menerima lebih banyak umpan balik negatif dan mulai membandingkan dirinya dengan anak-anal: lain seusianya. Anak yang tidal: mampu mener-ima umpan balik negatif dari orang lain akan membentuk pikiran-pikiran negatif dan mcnilai diri secara negatif (Eccles, 1999). Hal yang demikian menyebabkan anak cemas dan takut dalam menghadapi situasi sosial baru.
Kesulitan dalam memasuki lingkungan baru yang asing bagi anak adalah salah satu karakteristik anak pemalu. Tingkah laku pemalu merupakan salah satu bentuk tingkah Iaku menghindari situasi sosial baru yang disebabkan olch tcrfokusnya sweorang pada opini atau evaluasi dari orang lain mengenai dirinya (Rubin 8: Asendorpf, 1993). Salah satu pcnyehab terbentuknya tingkah laku pemalu pada anak adalah rendahnya sebfeszeem pada anak dan penilaian diri yang negatif (Zolten & Long, dalam www. parenting-ed.org, 1997).
Pada kasus Ad, Ad merasa khawatir teman-teman tidak mau mengajaknya berkenalan. Ad pun mengatakan bahwa ia takut melakul-can kesalahan saat berbicara dengan teman-teman yang belum dikenalnya. Dengan perkataan lain, Ad menilai dirinya secara negatifyaitu Ad merasa tidak mampu berinteraksi dengan orang-orang yang belum dikenalnya. Ad pun mcrasa takut teman-teman tidak man mengajaknya berkenalan. Pikiran-pikiran negatifpada Ad mernbuat Ad mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan berinteraksi dengan orang-orang yang belum dikenalnya. Terapi yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan prinsip cognitive behavior therapy (CBT), yaitu suatu teknik terapi yang mengubah kekeliruan pola berpikir pada individu dengan cara melakukan rcstruktmisasi kognitiff.
Hasil dari terapi mcnunjukkan bahwa program ini cukup efektif untuk menangani tingkah laku pemalu pada anak, sehingga pola pikir dan tingkah laku pun berubah menjadi lcbih baik.

When child enters middle childhood, hefshe will receive more negative feedback from others and starts to compare his/her self with others. Child who can not accept the negative feedback fiom others will have negative thoughts and perceived their selfnegatively (Eccles, 1999). Furthermore, child will have anxiety and shows some fears in new social situation.
The difficulty when entering new social situation is one of the characteristics of children with shyness. Shyness is one form of social withdrawal that is motivated by social evaluation concerns, primarily in novel setting (Rubin & Asendorf, 1993). There may be a specitic cause for shyness in some children, wlule in others shyness may occur for a number of different reasons. One ofthe reason why children beoorne shy is having low self esteem and negative opinion of oneself (Zolten & Long, on wwwwparenting-ed.org, 1997).
Our study presents a case that shows shyness in a child (Ad). Ad wonied that people do not want to become her friends. Ad also said that she has trouble thinking of what to say in social situation and afraid doing something wrong talking with others. Ad views herselffnegatively. She feels uncomfortable in unfamiliar situation and thinks that she can not deal with new social situation. Furthermore, these negative thoughts have become her difliculties to adapt in new situation and interact with others.
Effective treatments for shyuess exist One ofthe treatments is using the techniques of Cognitive Behavior Therapy (CBT). CBT is the therapy that change individual?s cognitive by doing cognitive restructuring. On this study, we will use CBT techniques for overcoming the shyness in child (Ad).
The result of this program shows that the application of CBT techniques is effective for overcoming shyness in child, so that the cognitive and behavior will change into better."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T38435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqina Permatasari Ardiwijaya
"Riset tentang kontribusi kualitas pengasuhan orangtua terhadap perkembangan Executive Function (EF) anak sudah banyak dilakukan. Hanya saja, dari riset tersebut belum bisa diketahui dengan jelas jenis pengasuhan mana yang lebih efektif untuk mendukung perkembangan EF. Di samping itu, penelitian terkait peran pengasuhan ayah juga masih terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi pengasuhan ayah (Autonomy Support dan Control) dan kondisi perkembangan anak (Tipikal dan Autism Spectrum Disorder) terhadap EF. Terdapat 31 orang partisipan ayah dan anak berusia 48-96 bulan (22 orang anak dengan perkembangan tipikal dan 9 orang anak dengan Autism Spectrum Disorder) yang ikut terlibat dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya kondisi perkembangan anak yang memberikan kontribusi terhadap EF. Selain itu, pengasuhan control ayah dan kondisi perkembangan anak berkontribusi terhadap komponen cognitive flexibility. Hasil dari penelitian ini dapat memperkaya informasi untuk orangtua terkait penerapan pengasuhan yang efektif dalam meningkatkan kemampuan EF anak sesuai dengan kondisi perkembangannya.

Numerous research on the contribution of parenting quality to child's Executive Function (EF) has been carried out. However, those researches did not show which type of parenting that promotes child's EF development. Furthermore, research related to the role of father's parenting has not been thoroughly investigated. This study was conducted to determine the contribution of the father's parenting (autonomy support and control) and the child's developmental condition (typically developed and Autism Spectrum Disorder) on the EF. A total of thirty-one father and child participated in this study (22 typically develop children and 9 children with Autism Spectrum Disorder). The study found that only child's developmental conditions was significantly contributing to EF. In addition, the father's parenting control and child's developmental conditions has significant contribution to cognitive flexibility. This result can enrich the information for parents related to types of parenting style that is effective in improving the child's EF in accordance with the child's developmental conditions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Aisha Maghfira
"Remaja rentan mengalami masalah kesehatan mental karena banyak perubahan yang terjadi di fase ini, serta berkaitan erat dengan kemampuan penyesuaian diri remaja dalam menghadapi tantangan. Fleksibilitas kognitif berperan penting dalam penyesuaian diri remaja dan menarik untuk dieksplorasi karena pemikiran remaja ditemukan unik dibandingkan dengan tahapan perkembangan lainnya. Penelitian sebelumnya juga menemukan hasil yang belum konsisten antara hubungan fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri di konteks yang berbeda, kemungkinan karena adanya faktor lain yang memediasi kaitan di antara keduanya, yaitu resiliensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran resiliensi sebagai mediator pada hubungan antara fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri remaja. Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional, menggunakan instrumen Brief Adjustment Scale-6 (BASE-6) untuk mengukur penyesuaian diri, Cognitive Flexibility Inventory (CFI) untuk mengukur fleksibilitas kognitif, dan Resiliency Scales for Children and Adolescents (RSCA) untuk mengukur resiliensi. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 377 orang partisipan berusia 12─18 tahun. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa resiliensi yang dilihat melalui sense of mastery dan emotional reactivity memediasi secara penuh hubungan antara fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri, sedangkan sense of relatedness memediasi secara sebagian hubungan antara keduanya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan intervensi berbasis resiliensi bagi remaja.

Adolescence is a critical period marked by numerous changes, making it a vulnerable phase for mental health problems. The ability of adolescents to adjust and cope with the challenges they face is crucial for their overall well-being. One cognitive aspect that has been suggested to play a significant role in their adjustment is cognitive flexibility, which intriguing to explore because adolescents’ thinking is found to be unique compared to other developmental stages. However, previous research has yielded inconsistent findings regarding the direct relationship between cognitive flexibility and adjustment in various contexts. This may be due to the presence of mediating factors, such as resilience, which also plays a vital role in adolescents' adjustment. The present study aims to investigate the mediating role of resilience in the association between cognitive flexibility and adolescents’ adjustment. To achieve this, a cross-sectional research design was employed, utilizing three standardized instruments: the Brief Adjustment Scale-6 (BASE-6) to assess adolescent adaptation, the Cognitive Flexibility Inventory (CFI) to measure cognitive flexibility, and the Resiliency Scales for Children and Adolescents (RSCA) to evaluate resilience. A total of 377 participants, aged between 12 and 18 years, were recruited for this study. The results of the mediation analysis revealed that resilience, as observed through its components, namely, sense of mastery and emotional reactivity, fully mediated the relationship between cognitive flexibility and adolescent adaptation. Moreover, the sense of relatedness partially mediated this relationship. The study's implications lie in the potential development of targeted interventions based on resilience to promote positive adjustment among adolescents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatika Septina Chairunnisa
"Subjective well-being (SWB) remaja dapat terganggu akibat pandemi COVID-19. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kontribusi kecemasan, traits kepribadian, dan persepsi terhadap dukungan sosial (perceived social support/PSS) terhadap SWB remaja pada masa pandemi COVID-19 di Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah 313 orang remaja (254 perempuan dan 59 laki-laki, usia 13-18 tahun) yang diperoleh secara daring dengan convenience sampling. Penelitian menggunakan alat ukur Satisfaction with Life Scale, Scale of Positive and Negative Experiences, Generalized Anxiety Disorder 7, The Big Five Inventory, dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Data dianalisis menggunakan regresi hirarki berganda. Hasil menunjukkan bahwa kecemasan, traits kepribadian, dan PSS secara bersama- sama berkontribusi terhadap SWB, kepuasan hidup (life satisfaction/LS), afek positif (positive affect/PA), afek negatif (negative affect/NA). Kecemasan, extraversion, neuroticism, dan PSS dari keluarga dan teman berkontribusi terhadap SWB. Neuroticism, PSS dari keluarga dan teman berkontribusi terhadap LS. Extraversion, openness to experience, dan PSS dari keluarga dan teman berkontribusi terhadap PA. Kecemasan, neuroticism, openness to experience, dan PSS dari keluarga berkontribusi terhadap NA. Agreeableness, conscientiousness, dan PSS dari figur signifikan tidak berkontribusi terhadap SWB (LS, P A, NA). Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menyusun intervensi psikologis bagi remaja dan psikoedukasi bagi orangtua guna meningkatkan SWB remaja pada masa pandemi.

The adolescent's subjective well-being (SWB) might be disturbed due to COVID-19 pandemic. The aim of this research is to study the contribution of anxiety, personality traits, perceived social support (PSS) on Adolescent's SWB in the period of COVID-19 pandemic in Indonesia. The participants of this research are 313 adolescents (254 girls, 59 boys, age of 13-18), collected online with convenience sampling. This research used Satisfaction with Life Scale, Scale of Positive and Negative Experiences, Generalized Anxiety Disorder 7, The Big Five Inventory, Multidimensional Scale of Perceived Social Support as measuring instrument. The data was analysed by hierarchical multiple regression. The result shows that anxiety, personality traits, and PSS altogether are contribute to SWB, life satisfaction (LS), positive affect (PA), negative affect (NA). Anxiety, extraversion, neuroticism, PSS from family and friend contribute to SWB. Neuroticism, PSS from family and friend contribute to LS. Extraversion, openness to experience, PSS from family and friend contribute to PA. Anxiety, neuroticism, openness to experience, and PSS from family contribute to NA. Agreeableness, conscientiousness, and PSS from significant others do not contribute to SWB, LS, PA, NA. This study can be used to design psychological intervention and psychoeducation in order to improve adolescent's SWB during pandemic."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisah Siti Lasmi
"Sharenting merupakan perilaku orang tua dalam membagikan informasi (berupa foto, video dan kabar terkini) tentang anak-anak mereka di media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi motif sharenting serta trait kepribadian intellect terhadap sharenting. Partisipan penelitian adalah 550 orang dengan rata-rata usia 32 tahun dan terdiri dari 33 laki-laki (ayah) serta 517 perempuan (ibu). Penjaringan partisipan dilakukan dengan metode convenience sampling dan pengumpulan data dilakukan secara daring. Alat ukur yang digunakan adalah SS (Skala Sharenting), ASMS (Adaptasi Skala Motif Sharenting) dan IPIP-BFM-25 (International Personality Item Pool–Big Five Factor Marker–25). Analisis data dilakukan dengan metode stastistik deskriptif, uji beda Mann-Whitney, serta uji analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan memiliki perilaku sharenting yang tergolong rendah. Terdapat perbedaan sharenting yang signifikan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan partisipan. Selain itu, hasil penelitian menemukan bahwa motif sharenting dan trait kepribadian intellect secara bersama-sama menjelaskan sebesar 32.3% varians sharenting. Apabila dilihat secara masing-masing, penelitian menemukan bahwa impression managemement, informative-archiving, dan economic motives serta trait kepribadian intellect secara signifikan berkontribusi terhadap sharenting. Tetapi, parental advice dan social motives tidak berkontribusi terhadap sharenting. Terdapat beberapa keterbatasan penelitian dan disarankan untuk diteliti lebih lanjut.

Sharenting is parents’ behavior in sharing information about their children in the form of photos, videos, and the latest news on social media. This study aims to examine the contribution of sharenting motives and intellect personality trait on sharenting. Participants were 550 parents with an average age of 32 years old, consisted of 33 males (fathers) and 517 females (mothers). Participants were recruited by convenience sampling method and data were collected online. The instruments were SS (Skala Sharenting), ASMS (Adaptasi Skala Motif Sharenting), and IPIP-BFM-25 (International Personality Item Pool-Big Five Factor Marker-25). Data were analyzed using the descriptive statistic, Mann-Whitney difference test, as well as multiple regression. The results showed that most of the participants had low sharenting. There were significant differences in sharenting based on gender, age, and education. In addition, the results of the study found that the sharenting motives and the intellect personality trait together explained 32.3% of the sharenting variance. When viewed individually, the study found that impression management, informative-archiving and economic motives, as well as intellect personality trait significantly contributed to sharenting. While parental advice and social motives did not contribute to sharenting. There were some limitations that should be studied in the future. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Jessica Alexandra S.
"Regulasi diri menjadi salah satu keterampilan penting yang dapat mencegah berkembangnya masalah perilaku anak. Fungsi eksekutif sebagai komponen dasar umumnya menjadi target intervensi dalam optimalisasi kemampuan regulasi diri. Di masa pandemi COVID-19, tantangan yang dialami anak lebih banyak melibatkan emosi dan motivasi untuk mengambil keputusan, akan tetapi tetapi belum ada penelitian yang meningkatkan regulasi diri pada konteks situasi afektif tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalisasi kemampuan regulasi diri anak melalui Hot EF yang bekerja pada situasi afektif. Tipe penelitian ini adalah eksperimental dengan melibatkan 62 partisipan berusia 4-6 tahun di area Jabodetabek yang dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kontrol. Kelompok eksperimen mendapatkan intervensi daring dengan pendekatan Attention Training Technique yang dimodifikasi menggunakan konsep Hot EF berupa kegiatan mendengarkan suara selama 15 menit untuk mendapatkan hadiah, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapat perlakuan. Dilakukan pengukuran pretest dan posttest pada kelompok eksperimen maupun kontrol pada aspek Hot EF dan regulasi diri. Hasil uji analisis ANCOVA menunjukkan intervensi mampu meningkatkan kemampuan Hot EF anak yang diukur menggunakan Gift Delay Task, namun belum mampu meningkatkan kemampuan regulasi diri yang diukur menggunakan Self Regulation Questionnaire. Dengan demikian, penelitian ini memperluas referensi intervensi berbasis fungsi eksekutif yang dapat meningkatkan kemampuan Hot EF anak prasekolah.

Self regulation become one of the most needed skills in children to prevent the development of behavioral problems. Executive function as a basic component generally targeted for intervention to optimize self regulation abilities. During COVID-19 pandemic, children face challenges on the situation that involves emotion and motivation to make a decision. However, there has been no research so far that improve self regulation in the context of affective situation. The aim of this research is to optimize preschoolers’ self regulation through Hot EF that works on affective situation stimuli. This experimental research involves 62 participants at 4 to 6 years old age around Jabodetabek that were separated into two groups (experiment and control). The experiment group received an online Attention Training Technique-based intervention that modified by Hot EF concept. Participants were asked to listen to a 15 minute sound in order to get the reward. Besides, the control group didn’t receive any treatment. Measurement of Hot EF and self regulation was taken before (pre-test) and after the treatment (post-test). ANCOVA results showed that intervention were able to improve participant’s Hot EF ability as measured using the Gift Delay Task. However, there were no significant differences on participant’s self regulation as measured using Self Regulation Questionnaire. In conclusion, this research broadens research on executive function-based intervention that can improve Hot EF preschoolers abilities."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Savitri
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada penerapan program intervensi berbasis
Developmental-Individual-Relationship (DIR) yang dikembangkan oleh
Greenspan dan Wieder (1998, 2000, 2006) bagi anak penyandang autis. Aspek
Developmental memfokuskan pada tahap komunikasi fungsional yang akan
dikembangkan pada anak. Aspek Individual menekankan pada penerimaan
keunikan anak. Aspek Relationship menitikberatkan pada fokus relasi yang
interaktif antara orangtua dan anak. Dasar pemikiran menggunakan pendekatan
tersebut adalah autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif sehingga
anak mengalami kendala dalam aspek pemrosesan sensorik dan mengembangkan
kapasitas dalam komunikasi dan menjalin relasi sosial (social engagement).
Pendekatan DIR sifatnya menyeluruh yang mencakup intervensi pada aspek
pemrosesan sensorik dan social engagement. Tujuan dari penelitian ini agar anak
penyandang autis dapat mengembangkan kemampuan untuk melakukan ’shared
attention’, ’engagement’, dan ’purposeful emotional interaction’ yang merupakan
tahap awal dari perkembangan komunikasi fungsional. Penelitian ini termasuk
penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah seorang anak laki-laki berusia 6,5 tahun yang
mengalami gangguan autis dengan derajat berat. Ia tergolong low funetioning.
Penelitian berlangsung selama 3 bulan dari Akhir September - Akhir Desember
2006. Program Intervensi pertama adalah pemberian terapi sensory intégration
yang diberikan oleh ahli terapi di bidangnya dari Awal Oktober hingga Minggu
kedua Desember 2006 di sebuah rumah sakit ibu dan anak selama 8 sesi.
Intervensi kedua adalah diet yang diawasi oleh seorang dokter ahli alergi yang
banyak menangani anak berkebutuhan khusus di rumah sakit yang sama. Program
diet dilakukan dari bulan Oktober Minggu ke 2 sampai pelaksanaan keseluruhan
intervensi selesai. Intervensi ketiga yaitu kegiatan floortime di rumah yang
dilakukan oleh peneliti selama 22 sesi yang berlangsung dari tanggal 14 Desember
- 20 Desember 2006. Dari 22 sesi tersebut, ibu dari Subjek juga dilibatkan untuk
bermain dengan pendekatan floortime bersama dengan subjek. Pengumpulan data
dilakukan dengan merekam proses intervensi secara audiovisual dan wawancara
dengan ibu. Analisis data secara kualitatif merujuk pada perilaku yang
menggambarkan masing-masing aspek dari komunikasi fungsional berdasarkan
panduan Greenspan dan Wieder. Dari analisis film dan wawancara dapat disimpulkan bahwa: 1) terapi sensory
intégration membantu S dalam melakukan shared attention atau pengembangan
kapasitas komunikasi fungsional tahap pertama. Terapi sensory intégration
memperbaiki fungsi pemrosesan informasi sensorik S sehingga S mulai dapat
menerima ragam sensasi dan mulai menyimak lingkungan; 2) Intervensi dengan diet memperbaiki fungsi pencernaan sehingga S mulai memiliki regulasi dalam
hal tidur. Diet juga membantu mengelola kebiasaan makan S menjadi teratur; 3)
Terapi Jloortime mempermudah S mengembangkan kapasitas komunikasi
fimgsionalnya baik dari shared attention, engagement, dan purposeful emotional
interaction. Dengan catatan: selama Jloortime peneliti juga memperhatikan profil
sensorik S sehingga terapis dapat mengatasi masalah perilaku yang terjadi dalam
proses terapi; 4) Terapi Sensory Integration saja tidak cukup kuat untuk
membantu S mengembangkan kapasitas komunikasi fungsionalnya. Terapi
sensory integration fokus pada kemampuan S menerima dan memproses berbagai
sensasi sehingga S dapat menyelesaikan tantangan selama terapi; 5) Terapi
Fioortime tanpa diawali dengan perbaikan integrasi sensorik dan fungsi
pencernaan juga sulit dilakukan karena perilaku S masih sulit diarahkan."
2007
T37866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Indira Wahyuni
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Natalia
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca F. Sidjaja
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>