Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syifa Mardhatillah Syafitri
"Kanker serviks merupakan kanker ketiga tersering di seluruh dunia dengan angka kasus baru, morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi kesintasan lima tahun pasca radioterapi pasien KSS serviks stadium IIB-IIIB dan hubungannya dengan infeksi HPV serta faktor lain yang mempengaruhi. Penelitian ini merupakan penelitian kohort. Populasi terjangkau adalah pasien karsinoma serviks stadium IIB dan IIIB dengan hasil biopsi serviks KSS yang telah menjalani radioterapi di RSCM dan dilakukan pemeriksan DNA HPV pre dan pasca radiasi pada penelitian terdahulu. Analisis statistik digunakan dengan uji prognostik Kaplan Meier. Dari 31 sampel penelitian pendahuluan, hanya 27 subjek yang dapat didata. Angka kesintasan lima tahun adalah sebesar 35,5%. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kesintasan dengan infeksi HPV, infeksi HPV yang menetap, lama radiasi, LVSI, stadium, diferensiasi, ukuran tumor dengan masing-masing nilai p 0,921, 0,586, 0,718, 0,65, 0,139, 0,78, dan 0,139. Terdapat hubungan yang bermakna antara respon radiasi dengan kesintasan, dengan median time survival 2 tahun (p 0,016).

Cervical cancer is the third most common cancer in the world with high number of new cases, morbidity and mortality rates. The objective of this research is to know the proportion of five year survival rate after radiation of cervical cancer stage IIB-IIIB patient and its relationship with HPV infection and other influencing factors. This research method was cohort study. Research population was patients with biopsy result squamous cell carcinoma stage IIB-IIIB who underwent radiation therapy and have been examined for HPV DNA before and after radiation on previous study. Overall survival was assessed and the relationship between prognosis with HPV infection and other factors was calculated. Statistical analysis was calculated using Kaplan Meier to determine prognostic factors of cervical cancer, as well as the median survival rate. From 31 samples on previous study, only 27 patients has been documented. The five year overall survival rate was 35,5%. There were no statistically significant relationship between cervical cancer survival rate with HPV infection, HPV persistence after radiation, duration of radiation, LVSI, staging, grading, tumor size with p result 0,921, 0,586, 0,718, 0,65, 0,139, 0,78, and 0,139 respectively. There was significant relationship between radiation response and survival rate with median 2-year survival (p 0,016)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Ernawati
"Cara kerja : Selama bulan Juni hingga September 2006, 97 perempuan dengan HIV positif baik yang telah mendapat terapi ARV atau belum, mengikuti penelitian di Poliklinik POKDISUS AIDS RSCM. Data didapatkan dari status dan wawancara serta pengambilan tes Pap. Dari status diketahui kadar CD4 yang telah diperiksa terakhir. Karena masalah dana hanya diambil sepuluh sampel untuk mengetahui jenis DNA HPV serviks peserta penelitian. Dilihat jugs bagaimana karakteristik penularan HIV pada perempuan yang diteliti. Pelaporan hasil tes Pap dengan sistem Bethesda.
Hasil : Temuan tes Pap abnormal adalah 23,7%, terbanyak adalah LIS derajat rendah yakni 11,3%, diikuti ASCUS 10,3% dan LIS derajat tinggi 2,1%. Pada perempuan HIV positif yang diteliti kadar CD4 kurang dari 200 sel/mm3 adalah 40,2% ; antara 200-500 adalah 47,4% dan lebih dari 500 adalah 12,4%. Dari sepuluh peserta yang diperiksa DNA HPV diketahui enam orang didapatkan jenis high risk. Penularan infeksi HIV pada perempuan yang diteliti adalah melalui kontak seksual dengan suami pengguna putau 44,3%, suami yang multipartner 18,6%, perilaku seksual multipartner peserta penelitian sebanyak 26,8% dan peserta penelitian yang mengkonsumsi narkoba putau 10,3%.
Kesimpulan Temuan tes Pap abnormal terbanyak adalah LIS derajat rendah yakni 11,3%. Kadar CD 4 sebagian besar perempuan dalam penelitian ini adalah kurang dari 500 sel per mm3 (87,6%). Enam dari sepuluh peserta penelitian yang diperiksa DNA HPV didapatkan jenis high risk (risiko tinggi). Karakteristik penularan infeksi HIV terbanyak pada perempuan yang diteliti adalah penularan melalui kontak seksual dengan suami yang telah terinfeksi HIV Iebih dulu 62,9%.

Objective: to investigate Pap smear test result of the HIV positive women at POKDISUS AIDS RSCM.
Method: Between June and September 2006, 97 HIV-positive women from POKDISUS AIDS RSCM policlinic were enrolled. Some of the women have received the ARV treatment, while some others have not. Data were obtained from the medical records, interview and Pap test of the participant. From the medical records, the last CD4 level was obtained. Causes of financial problem only ten experiment samples were collected to investigate the type of cervical HPV DNA. It was also inspected how the HIV transmission characteristic of the women involved. The Pap's test report was using the Bethesda system.
Result: the Pap test outcome shown: abnormal 23.7%, consisting: LGSIL 11.3%, followed by ASCUS 10.3% and HGSIL 2.1%. At the HIV positive women, the CD4 level less than 200 cells/mm3 is 40.2%; ranges between 200 - 500 cells/mm3 is 47.4% and more than 500 is 12.4%. From the 10 (ten) participants investigated, it is known that 6 (six) of them got the high-risk type. The transmission of HIV infection of the participants: through the sexual activity of the drug/putaw abuse spouses is 44.3%, through the sexual activity of the multipartners spouses is 18.6%, and by the multipartners sexual activity is 26.8% and by the drug/putaw abuse is 10.3%
Conclusion: the Pap test outcome shown the most occurrences is L;GSIL 11.3%, the CD4 level of the HIV positive women is mostly less than 500 cells/mm3 (86,7%). Further, 6 (six) out of 10 (ten) participants investigated got the high-risk type. Most of the transmission of HIV infection of the participants is through the sexual activity of the drug/putaw abuse spouses, who have been infected already.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Data Angkasa
"Pada tahun 2000, harapan hidup wanita Indonesia meningkat menjadi 67,5 tahun dan kelompok usia tua akan mencapai 8,2% dari seluruh populasi Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2010, usia harapan hidup wanita Indonesia akan mencapai 70 tahun. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, maka akan terjadi peningkatan penyakit-penyakit tua, khususnya pada wanita kejadian penyakit usia ma ini dihubungkan dengan penurunan kadar hormon estrogen. Penurunan hormon ini telah dimulai sejak usia 40 tahun.
Menopause sebagai akibat dari penurunan kadar hormon estrogen pada wanita akan memberikan gejala-gejala yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ. Gejala-gejala yang mungkin timbul dibagi menjadi efek jangka pendek maupun jangka panjang. Efek jangka pendek adalah gejala vasomotorik (hot flushes, jantung berdebar, sakit kepala), gejala psikologik (gelisah, lekas marah, perubahan perilaku, depresi, gangguan libido), gejala urogenital (vagina kerng, keputihan, gatal pada vagina, iritasi pada vagina, inkontinensia urin), gejala pada kulit (kering, keriput), gejala metabolisme (kolesteroi tinggi, HDL turun, LDL naik). Sedangkan efek jangka panjang meliputi osteoporosis, penyakit jantung koroner, aterosklerosis, stroke sampai kanker usus besar.
Usia menopause perempuan di negara maju seperti di Amerika Serikat dan Inggcis adalah 51,4, sedangkan di negara-negara Asia Tenggara adalah 51,09 tahum. Usia menopause untuk perempuan Indonesia adalah 50 tahun. Jika usia harapan hidup wanita Indonesia adalah 70 tahun, maka hampir 20 tahun lamanya mereka akan mengalami berbagai masalah kesehatan akibat kekurangan hormon estrogen. Dampaknya adalah kualitas hidup kaum perempuan akan berkurang. Gejala klimakterik disebabkan oleh kekurangan hormon estrogen, maka pengobatannya adalah dengan pemberian hormon estrogen dari luar tubuh, yang dikenal dengan dengan istilah Hormone replacement therapy (HRT) atau istilah dalam bahasa Indonesia Terapi Sulih Hormon (TSH). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pemberian TSH pada perempuan menopause dapat menghilangkan keluhan klimakterik, bahkan mencegah terjadinya patah tulang, penyakit jantung koroner, kanker usus besar, dementia ripe Alzheimer dan katarak. Dengan kata lain pemberian TSH dapat meningkatkan kualitas hidup perempuan menopause."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Ruryatesa
"Latar Belakang: Preeklampsia - eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang dengan insidensi
di Indonesia berkisar 8,6%. Pemberian aspirin diharap dapat menjadi solusi pencegahan preeklampsia bagi ibu hamil dengan risiko tinggi untuk menurunkan terjadi persalinan prematur, berat badan bayi yang rendah, serta turut meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas perinatal. Tujuan: Mengetahui keluaran penggunaan aspirin dosis rendah pada ibu hamil dengan risiko tinggi preeklampsia. Metode: Studi ini merupakan kohort retrospektif. Melibatkan 695 subjek ibu hamil dengan risiko tinggi preeklampsia yang dibagi menjadi dua kelompok dengan terapi aspirin dosis rendah dan tanpa terapi. Hasil: Angka kejadian preeklampsia pada kelompok aspirin lebih rendah (8.9%) secara bermakna (odds ratio 0.37; 95% confidence interval, 0.26 hingga 0.54; P = <0.001) dibandingkan kelompok kontrol (14.8%). Pada kelompok aspirin penurunan angka kejadian preeklampsia lebih rendah secara bermakna pada pasien luaran kehamilan kurang dari 34 minggu dibanding luaran kehamilan > 34 minggu (odds ratio 0.117; 95% confidence interval, 0.048 hingga 0.282; P = <0.001). Kesimpulan: Pada studi ini, pemberian aspirin dosis rendah pada ibu dengan risiko tinggi preeklampsia terjadi penurunan insiden preeklampsia secara bermakna dan penurunan luaran kehamilan kurang dari 34 minggu

Background: Preeclampsia - eclampsia is the main cause of maternal and infant morbidity and mortality in the world, especially developing countries such as Indonesia with incident about 8.6%. We hoped that aspirin can be a solution to prevent preeclampsia for pregnant women with a high risk of preeclampsia to reducing preterm labor, low birth weight, and also increasing perinatal mortality and morbidity. Objective: To determine the output of using low-dose aspirin in pregnant women with a high risk of preeclampsia. Method: This study was a retrospective cohort. Involves 695 pregnant women with a high risk of preeclampsia and divided into two groups with low-dose aspirin therapy and without therapy. Results: The incidence of preeclampsia in the aspirin group was significantly lower (8.9%) (odds ratio 0.37; 95% confidence interval, 0.26 to 0.54; P = <0.001) compared to the control group (14.8%). In the aspirin group the decrease in the incidence of preeclampsia was significantly lower in patients with pregnancy outcomes less than 34 weeks compared with pregnancy outcomes more than 34 weeks (odds ratio 0.117; 95% confidence interval, 0.048 to 0.282; P = <0.001). Conclusion: In this study, administration of low-dose aspirin to women with a high risk of preeclampsia resulted in a significant decrease in the incidence of preeclampsia and a reduction in pregnancy outcomes of less than 34 weeks."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Aprilia
"Fungsi seksual merupakan salah satu komponen kualitas hidup yang harus dipenuhi oleh manusia. Histerektomi yang merupakan aspek prosedur operatif pada perempuan dapat mengubah anatomi, hormonal, serta psikologis yang dapat menimbulkan gangguan pada fungsi seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui surveilans fungsi seksual pasien pascahisterektomi. Sebuah studi potong lintang melibatkan 92 pasien tumor ginekologis (jinak dan ganas) yang telah menjalani histerektomi selama minimal 3 bulan. Evaluasi disfungsi seksual menggunakan kuesioner FSFI-6, yang menilai fungsi seksual berupa sexual disorder, disfungsi seksual, gangguan hasrat(Hypoactive Sexual Desire Disorder), gangguan rangsangan(Female Sexual Arousal Disorder), gangguan orgasme(Female Orgasmic Disorder), dan nyeri (Sexual Pain Disorder). Pasien dibagi menjadi kelompok histerektomi total dan histerektomi radikal, serta dilakukan kastrasi atau tidak. Kelompok histerektomi total didapatkan sebanyak 71 pasien dan histerektomi radikal 21 pasien. Terjadi disfungsi seksual (histerektomi radikal 47,6%, histerektomi total 28,2%, kastrasi 33,8%, dan tanpa kastrasi 28,6%), gangguan orgasme(histerektomi total 28,2%, histerektomi radikal47,6%, kastrasi28,6%, tidak kastrasi 33,8%,). gangguan nyeri (histerektomi radikal 28,6% dibandingkan histerektomi total 9,9%).Akan tetapi, tidak ditemukan perbedaan secara bermakna antara fungsi seksual pasca histerektomi radikal dan histerektomi total, serta antara kelompok kastrasi dan tidak dikastrasi. Berdasarkan temuan tersebut, maka fungsi seksual menjadi penting acuan bagitenaga kesehatan dalam melakukan konseling saat sebelum dan sesudah operasi.

Sexual function is one component of quality of life that must be fulfilled by humans. Hysterectomy which is an operative procedure in women may cause anatomical, hormonal, and psychological changes that can cause disturbance in sexual function. This study aims to determine surveillance of sexual function after hysterectomy. This is a cross-sectional study involving 92 gynecological tumor patients (benign and malignant) who had under went a hysterectomy for at least 3 months. Evaluation of sexual dysfunction using the FSFI-6 questionnaire, which assesses sexual function in the form of sexual disorder, sexual dysfunction,desire disorders (Hypoactive Sexual Desire Disorder), stimulation (Female Sexual Arousal Disorder), orgasm disorders (Female Orgasmic Disorder), and pain (Sexual Pain Disorder).Patients were divided into totalhysterectomyand radical hysterectomy groups, and whether or not castration was performed. The total hysterectomy group had 71 patients and 21 radical patients with hysterectomy. Sexual dysfunction (radical hysterectomy 47.6%, total hysterectomy 28.2%, castration 33.8%, and no castration 28.6%), orgasmic disorders (total hysterectomy 28.2%, radical hysterectomy 47.6%, castration 28.6%, not castration 33.8%,), and pain disorder (radical hysterectomy 28.6% compared to 9.9% total hysterectomy). However, no significant differences were found between sexual function after radical hysterectomy and total hysterectomy, as well as between the castration group and notcastration.Based on these findings, sexual function is an important reference for health professionals to be considered in conducting counseling before and after surgery"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Paramita Wardhani
"Latar Belakang : Preeklampsia masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil. Hingga saat ini masih belum ada program penapisan untuk memprediksi preeklampsia di Indonesia. Pada tahun 2018 di Jakarta, dilakukan penelitianmengenai faktor-faktor risiko maternal dan profil biofisik yang dinilai dapat meningkatkan kejadian preeklampsia. Namun, hasil penelitian tersebut masih perlu dilakukan validasi eksternal untuk mengonfirmasi bahwa hasilnya valid dan bisa diaplikasikan pada situasi, waktu, tempat yang berbeda. Tujuan: Melakukan validasi eksternal hasilpenelitian terdahulu Metode: Desain kohort prospektif. Semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di RSCM, RSUK JoharBaru, dan RSUK Tebet dari April-November 2018 diikuti hingga bersalin/terjadi preeklampsia pada Januari 2019. Hasil: Total subjek 467 orang. Insidens preeklampsia dari ketiga rumah sakit adalah 18,2%. Hasil penelitian dianalisis secara bivariat dilanjutkan multivariat. Hasil penelitian yang secara statistik signifikan adalah hipertensi kronik, riwayat preeklampsia, tekanan arteri rerata≥ 95 mmHg, dan indeks pulsatilitas a.uterina tinggi. AUC-ROC (kemampuan diskriminasi untuk memprediksi preeklampsia) 85%. Sehingga merupakan instrumen yang baik untuk uji diagnostik. Hasil ROC dari penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang serupa. Cut off dari penelitian ini 0,91 (sensitivitas 79% dan spesifisitas 84%). Hasil uji validitas eksternal dari penelitian sebelumnya diterapkan pada penelitian ini dan menunjukkan hasil yang valid dan memiliki akurasi yang baik. Kesimpulan: Faktor-faktor yang meningkatkan risiko preeklampsia, yaitu hipertensi kronik, riwayat preeklampsia, tekanan arteri rerata ≥95 mmHg, dan indeks pulsatilitas a.uterina tinggi. Hasil perbandingan uji diagnostik dan uji validitas eksternalbaik.

Background: preeclampsia is still leading causes of morbidity and mortality in pregnant women. Until today, there is still no screening program to predict preeclampsia in Indonesia. In Jakarta 2018, conducted research on maternal risk factors and biophysical profile to predict preeclampsia. However, the results still needs to be performed external validation to confirm that the results of the study are valid and can be applied on different situations, populations, and times. Objective: to perform external validation of the previous studyMethods: A prospective cohort design. Participants are all pregnant women who perform antenatal care in RSCM, RSUK JoharBaru, and RSUK Tebet from April-November 2018. They will be followed until January 2019. Results: Total participants 467 subject. Incidence of preeclampsia from 3 hospitals was 18,2%. The results had been analyzed bivariate continuing multivariate. The results of this study which statistically significant werechronic hypertension, history ofpreeclampsia, mean arterial pressure≥ 95 mmHg, and high pulsatility index of uterine artery. AUC-ROC (discrimination ability to predict preeclampsia) was 85%. Therefore, it is a good instrument fordiagnostic test. The ROC result of previous study seen shows the similar result.Cut off of this study was 0,91 (79% sensitivity and 84% specificity). The result of external validity test from previous study which applied to this study was valid and showed a good accuracy.Conclusion: Several factors increase the risk of preeclampsia, such as chronic hypertension,history of preeclampsia, mean arterial pressure≥ 95 mmHg, and high pulsatility index of uterine artery. The results of diagnostic test and external validation test are good."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang :
Prolaps organ panggul adalah penurunan dari organ visera pelvik (panggul) akibat dari turunnya fungsi sistem penyokong panggul. Hal ini jarang mengakibatkan hal yang serius, tetapi menjadi faktor penting pada kualitas hidup pasien. Walaupun etiologi dan faktor risiko dari prolaps organ panggul bersifat multifaktorial, kebanyakan menerima bahwa otot dasar panggul, yaitu levator ani, berperan sangat penting dalam menyokong dasar panggul.
Penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan adanya hubungan antara derajat prolaps organ panggul dengan fungsi dan integritas otot levator ani yang dinilai dengan pemeriksaan USG dan perineometer. Namun saat ini di indonesia tidak ada penelitian yang secara lengkap menggambarkan hal diatas tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan antara kekuatan otot, area hiatus, dan avulsi otot levator ani pada penderita derajat prolaps organ panggul derajat ringan dan derajat berat.
Metode:
Penelitian analitik observasional, dengan disain kasus-kontrol. subjek penelitian 60 wanita, 30 wanita dengan derajat prolaps ringan, 30 wanita prolaps derajat berat. Untuk melihat perbandingan antara kekuatan otot levator ani pada saat kontraksi dan istirahat, area hiatus dan avulsi otot levator ani pada pasien normal dan prolaps organ panggul derajat ringan dibandingkan dengan prolaps organ panggul derajat berat.
Hasil:
Pada penelitian ini didapatkan perbedaaan bermakna (p<0,001) antara kekuatan otot levator ani baik saat istirahat maupun kontraksi pada kelompok kasus (derajat berat) dan kelompok kontrol (derajat ringan). Nilai median dari kekuatan otot pada kelompok kasus saat istirahat dan kontraksi berturut-turut adalah 2,0 dan 5,33 mmHg sementara pada kelompok kontrol sebesar 6,0 dan 11,30 mmHg. Didapatkan perbedaaan bermakna antara area hiatal otot levator ani pada kedua kelompok (p<0,001). Nilai median kelompok derajat berat sebesar 35,07 cm2 (20,7-61,8 cm2) sementara kelompok derajat ringan sebesar 20,75 cm2 (9,04 - 41,52 cm2). Tidak didapatkan perbedaaan bermakna antara kejadian avulsi pada kedua kelompok (p = 0,162). Pada kelompok derajat berat angka kejadian avulsi sebanyak 10%.
Kesimpulan:
Terdapat perbedaan bermakna antara kekuatan otot dan area hiatus otot levator ani pada penderita prolaps organ panggul derajat berat dan ringan. tidak terdapat perbedaan bermakna pada avulsi otot levator ani pada kedua kelompok.

Pelvic organ prolapse is a herniation of visceral pelvic organ as a result of weakening of pelvic supporting system function. This rarely leads to serious health problem, however it is an important factor when it comes to patient’s quality of life. Even though the aetiology and risk factors of pelvic organ prolapse are multifactorial, levator ani muscle is believed playing substantial role in supporting pelvic system.Previous studies have shown that there was correlation between the degree of pelvic organ prolapse and levator ani muscle function and integrity assessed with USG and perineometer examination. Unfortunately, research focusing on this study is still limited in Indonesia. The aim of this study is to see comparison between muscle strength, hiatal area, anal levator muscle avulsion in mild and severe degree of pelvic organ prolapse.
Method:
This is observational comparative analytic study with case-control design. There were 60 participants involved. We devided them into two groups. Thirty participants with mild prolapse were assigned to control group and the rest with severe prolapse were assigned to second group. We compared the levator ani muscle stregth between mild prolapse with severe prolapse during contraction and relaxation, also hiatal area and avulsion.
Result:
In this study we found that there was a significant difference (p<0.001) in levator ani strentgh during contraction and relaxation between case (severe prolapse) and control group (mild prolapse). The median score of muscle strength during relaxation and contraction were 2.0 and 5.33 mmHg, respectively. Meanwhile, the score of 6.0 and 11.30 mmHg were revealed in control group. A significant difference was found between levator ani hiatal area in case and control group (p<0.001). The median score was 20.75 cm2 (9,04 – 41,52) for control group and 35,07 cm2 (20,7 – 61,8) for case group. There was no significant difference between avulsion incidence in case and control group (p=0.162). In case group, the incidence of avulsion was 10 %.
Conclusion:
There is a significant difference in muscle strength and hiatal area levator ani in pelvic organ prolapse. There is no difference in levator ani avulsion between 2 groups."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bram Pradipta
"Tesis ini bertujuan Untuk mengetahui pengaruh merokok pada kesintasan penderita kanker serviks stadium lanjut di Rumah Sakit Umum Ciptomangunkusumo. Penelitian ini bersifat kohort retrospektif. Hasil penelitian didapatkan tingkat merokok oleh pasien dan atau suami pasien tidak signifikan secara statistik sebagai faktor prognosis terhadap pasien kanker serviks stadium lanjut di RSCM. Kesintasan 5 tahun pasien kanker serviks stadium lanjut dalam studi kami adalah 22 bulan (4-58 bulan) dengan persentase kesintasan 22,6%. Dengan analisis multivariat didapatkan bahwa hanya ukuran tumor dan stadium kanker bermakna secara statistik terhadap kesintasan.

This thesis aims to determine the effect of smoking on the survival rate of advanced stage cervical cancer patients in the Ciptomangunkusumo General Hospital. This study is a retrospective cohort. The results showed that smoking levels by the patient or the patient's husband was not statistically significant as a prognostic factor for patients with advanced cervical cancer in RSCM. 5-year survival of patients with advanced cervical cancer in our study was 22 months (4-58 months) with a percentage of 22.6% survival rate. By multivariate analysis. it was only tumor size and stage of the cancer that statistically significant to the survival rate."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang : Angka kematian ibu dan neonatus di Indonesia masih tinggi dan masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya penolong persalinan yang tidak mampu melakukan asuhan persalinan sesuai standar walaupun telah dilakukan pelatihan klinik Asuhan Persalinan Normal. Beberapa penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan pengetahuan setelah kurun waktu tertentu dari pelatihan.
Tujuan : Untuk mengetahui pengetahuan, keterampilan dan implementasi pada bidan praktek dalam enam bulan setelah mendapat pelatihan klinik APN.
Metode : Desain yang digunakan adalah kohort prospektif yang dilakukan selama enam bulan sejak dilakukannya pelatihan klinik APN yaitu dari bulan Agustus-November 2013 sampai bulan Februari-Mei 2014 di P2KS Jakarta dan di masing-masing tempat bidan praktek. Data diolah dengan SPSS versi 20.
Hasil : Dari 44 subyek; 99,7% berpendidikan Diploma 3 dan 88,9% berusia 21-30 tahun. Skor median pengetahuan APN sebelum, segera setelah dan enam bulan setelah pelatihan adalah 69,4; 93,9 dan 77,6 (sebelum vs enam bulan setelah pelatihan p<0,001 dan segera setelah vs enam bulan setelah pelatihan p<0,001). Jumlah subyek yang kompeten sebelum, segera setelah dan enam bulan setelah pelatihan pada keterampilan persalinan normal adalah 27,3%; 77,3% dan 68,2% ( sebelum vs enam bulan setelah pelatihan p<0,001 dan segera setelah vs enam bulan setelah pelatihan p=0,289); pada keterampilan resusitasi bayi baru lahir adalah 9,1%; 84,1% dan 61,4% (sebelum vs enam bulan setelah pelatihan p<0,001 dan segera setelah vs enam bulan setelah pelatihan p=0,002) dan pada keterampilan pemeriksaan bayi baru lahir adalah 27,3%; 77,3% dan 70,5% (sebelum vs enam bulan setelah pelatihan p<0,001 dan segera setelah vs enam bulan setelah pelatihan p=0,375). Ketersediaan alat dan bahan sebelum pelatihan 95,64% dan enam bulan setelah pelatihan 98,66% (p <0,001).
Kesimpulan : Didapatkan peningkatan bermakna pengetahuan dan keterampilan enam bulan setelah dengan sebelum pelatihan namun pengetahuan enam bulan setelah menurun bermakna dengan segera setelah pelatihan. Sedangkan untuk keterampilan enam bulan setelah dengan segera setelah pelatihan didapatkan hasil yang berbeda-beda yaitu untuk keterampilan persalinan normal dan pemeriksaan bayi baru lahir tidak didapatkan perbedaan namun untuk keterampilan resusitasi bayi baru lahir didapatkan penurunan bermakna. Ketersediaan alat dan bahan persalinan enam bulan setelah pelatihan meningkat bermakna dibandingkan sebelum pelatihan., Background: The maternal and neonatal mortality rate in Indonesia is stil high and far from the target of Millenium Development Goals (MDGs) in 2015. One of the contributing factors is the substandard delivery care from birth attendants even though they have been trained for Normal Delivery Care. Several studies have shown decrease of knowledge some time after the training.
Aim : To assess knowledge, skill, and implementation on practicing midwives six months after Normal Delivery Care training.
Methods : This is a prospective cohort study conducted for six months since Normal Delivery Care training; from August-November 2013 until February-May 2014 in P2KS Jakarta and the respective midwife’s field of service. Data was processed and analyzed with SPSS 20.
Results: We obtained 44 subjects; 99.7% were from Diploma 3 education level and 88.9% were aged 21-30 years. The median knowledge score of Normal Delivery Care before, immediately after, and six months after training are 69.4; 93.9 and 77.6 (before vs immediately after p<0.001 and immediately after vs six months after p<0.001). The number of ompeten subject before, immediately after, and six months after training on normal delivery skill are 27.3%; 77.3% and 68.20% (before vs immediately after p<0.001 and immediately after vs six months after p=0.289); on neonatal resuscitation skill are 9.1%; 84.1% and 61.4% (before vs immediately after p<0.001 and immediately after vs six months after p=0.002) and on neonatal examination skill are 27.3%; 77.3% and 70.5% (before vs immediately after p<0.001 and immediately after vs six months after p=0.375). Materials and equipments available before training are 95.64% and 98.66% six months after training (p<0.001).
Conclusion: There was a significant increase on knowledge and skills six months after training compared to before training, however there was a significant decrease on knowledge six months after training compared to immediately after training. There were varying results on Normal Delivery Care skills six months after training compared to immediately after training; there was no significant difference on normal delivery and neonatal examination skills, but there was a significant decrease on neonatal resuscitation skill. Availability of materials and equipments six months after training increased significantly compared to before training.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Serida Aini
"Latar belakang: Kesintasan 5 tahun tumor ovarium borderline pada stadium awal cukup baik, sekitar 95-100%. Tatalaksana dari tumor ini adalah dengan pembedahan, pada pasien yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya, operasi sebisanya dilakukan dengan tetap meninggalkan uterus dan satu ovariumnya. Kemoterapi tidak dianjurkan untuk tumor ovarium borderline stadium awal. Di Indonesia penelitian tentang kesintasan tumor ovarium borderline masih sangat terbatas, oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut.
Tujuan: Untuk mengetahui kesintasan tumor ovarium borderline di RSCM. Metode: Studi ini merupakan studi analitik deskriptif. Pasien yang didiagnosis dan dilakukan pembedahan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM pada periode Januari 2008-Desember 2010 dengan hasil histopatologi tumor ovarium borderline, di follow up untuk mengetahui kesintasan selama 5 tahun.
Hasil: Subyek penelitian didapat 42 orang. Hasil kesintasan tumor ovarium borderline didapat sebesar 97,6%. Pada penelitian ini faktor umur, paritas, riwayat keluarga dan kontrasepsi oral, CA 125, asites, dan tindakan pembedahan didapatkan tidak mempunyai hubungan yang konsisten dengan tumor ovarium borderline. Jenis histopatologi yaitu tumor ovarium borderline serosum dan tatalaksana pembedahan tanpa dilanjutkan tindakan kemoterapi mempengaruhi kesintasan tumor ovarium borderline di RSCM dengan nilai p = 0,000 dan p = 0,001.
Kesimpulan: Kesintasan 5 tahun penderita tumor ovarium borderline yang ditatalaksana di RSCM cukup baik. Tatalaksananya dititikberatkan pada pasien dengan jenis histopatologi serosum karena faktor ini mempengaruhi kesintasan 5 tahun pasien tumor ovarium borderline dan tanpa tindakan lanjutan kemoterapi hasilnya cukup baik.

Background: Five years survival of ovarian borderline tumors at early stage is quite good, about 95-100%. The procedures of this tumor is surgery, for patients who still want to maintain reproductive function, the best procedure by leaving the uterus and ovary. Chemotherapy is not recommended for early-stage borderline ovarian tumors. In Indonesia research on borderline ovarian tumors is limited, therefore more research is needed.
Objective: To determine survival of ovarian borderline tumors in RSCM Hospital. Methode: This study is a descriptive analytic. Patients were diagnosed and surgery at Department of Obstetrics and Gynaecology RSCM on January 2008-December 2010 with a borderline ovarian tumor histopathology results, in the follow-up to determine the survival rate for 5 years, simple random sampling. Analysis of survival use Kapplan Meier Analysis.
Result: The study gained 42 patients. Borderline ovarian tumor survival results obtained for 97.6%. In this study, age, parity, family history and oral contraceptive, CA 125, surgery, ascites have no consistent relationship with a borderline ovarian tumor's survival. Histopathology and chemotherapy have consistent relationship with p = 0,000 and p = 0,001.
Discussion: Five years survival of patients with borderline ovarian tumors were administered in RSCM is good. It is important to pay attention to histopathology result and patient have a good survival without chemotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>