Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 336 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nove Maria
"Latar Belakang. Asupan gizi yang baik pada tenaga kerja dapat memengaruhi produktivitas kerja. Namun , masih banyak pekerja yang tidak memerhatikan kecukupan asupan gizi mereka, termasuk pekerja helper pada perusahaan peti kemas. Berdasarkan data International Labor Office (ILO) tahun 2005, diet yang tidak seimbang dapat menurunkan produktivitas sampai 20%. Metode. Desain penelitian ini adalah pra eksperimentalyang dilakukan selama empat minggu. Sebanyak delapan belas responden yang merupakan pekerja helper diberikan makanan selingan satu kali sehari, sebesar 300 kkal selama empat minggu. Asupan makanan responden dicatat dengan food record setiap minggu dan dianalisis dengan aplikasi Nutrisurvey serta perhitungan manual. Hasil. Terdapat perbedaan rerata yang bermakna pada Indeks Massa Tubuh awal dan akhir intervensi (p = 0,026), begitu pula pada asupan karbohidrat (p = 0,003) dan lemak (p = 0,014). Tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna pada asupan energi minggu pertama dibandingkan minggu keempat (p = 0,341), begitu pula dengan asupan protein (p = 0,845). Terdapat perbedaan rerata yang bermakna pada lama pengerjaan total (berkurang dua jam delapan menit) sebelum dan sesudah intervensi (p < 0,001). Simpulan. Pemberian makanan selingan satu kali sehari selama 4 minggu dapat mempersingkat lama pengerjaan pada pekerja helper di perusahaan peti kemas.
......Background. Good nutrition in the workforce can affect work productivity. But, many workers have not paid attention to their nutritional balance, including helper workers in container company. Based on data from the International Labor Office (ILO) in 2005, unbalanced diet on labor can reduce productivity by up to 20%. Method. This study used pre-experimental design which was conducted for 4 weeks. Eighteen respondents who were helper workers were given 300 kcal snack once a day for four weeks. The respondent's food intake was recorded with food record every week and analyzed by Nutrisurvey application and manual calculation. Result. There was significant mean difference in body mass index before and after intervention (p = 0.026) and so was carbohydrate intake (p = 0.003) and fat intake (p = 0.014). There was no significant mean difference in energy intake in first week compared to fourth week intervention (p = 0.341) and so was protein intake (p = 0.845). There was significant mean difference in the total work duration (reduced two hours and eight minutes) before and after intervention (p <0.001). Conclusion. Once a day snack intervention for four weeks could shorten the work duration of helper workers in container company."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herliani Sudardja
"Latar Belakang. Indonesia adalah negara agraris dengan 45 % penduduknya bekerja sebagai petani. Untuk meningkatkan hasil pertanian, melindungi tanamannya dari serangan hama, serta memelihara mutu tanahnya, petani banyak menggunakan pestisida. Salah satu penyakit akibat pajanan pestisida adalah dermatitis kontak yang angka prevalensinya pada petani di Indonesia belum diketahui. Karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi dermatitis kontak pada petani, khususnya petani sayur, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Metode. Penelitian ini menggunakan disain krosseksional dengan jumlah subyek penelitian 436 orang petani sayur dari Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Pengumpulan data dilaksanakan sejak September sampai Nopember 2002. Hasilnya diolah menggunakan program statistik SPSS 10.
Hasil. Ditemukan 40 orang (9.2 %) penderita dermatitis kontak klinis dan 72 orang (16.5 %) penderita dermatitis kontak subyektif. Risiko terjadinya dermatitis kontak (klinis dan subyektif) dipengaruhi oleh faktor kerja langsung dengan pestisida (OR = 8.636), riwayat atopi (OR = 2.519), dan bentuk formula pestisida yang digunakan (OR = L589). Risiko terjadinya dermatitis kontak klinis dipengaruhi oleh faktor riwayat atopi (OR = 2,998) dan bentuk formula pestisida yang digunakan (OR = 1065). Terhadap risiko terjadinya dermatitis kontak subyektif tidak ditemukan faktor yang dominan berpengaruh.
Kesimpulan. Ditemukan prevalensi dermatitis kontak pada petani sayur sebesar 25.7 %. Hubungan antara pajanan pestisida organofosfat dengan dermatitis kontak pada petani sayur di Kecamatan Lembang dipengaruhi oleh faktor kerja langsung dengan pestisida, jumlah tugas saat bekerja dengan pestisida, bentuk formula pestisida yang digunakan, serta riwayat atopi.

The Correlation between Organophosphate Pesticide Exposure and Contact Dermatitis among Vegetable Farmers in the District of LembangBackground. Indonesia is an agricultural country, in which about 45 % of its populations are farmers. To improve the harvest, to prevent pests attack, and to maintain the fertility of their land , they use very large amount of pesticides. No prevalence data on contact dermatitis caused by exposure to pesticide among Indonesian farmers is currently available. So, a research to find the prevalence of contact dermatitis among farmers, especially vegetable farmers, and other influential factors was proposed.
Method. Cross sectional design was used. The subjects consisted of 436 vegetable farmers from Lembang Subdistrict of Bandung District. Data collecting was performed from September to November 2002, and processed by utilizing SPSS 10 program.
Result. 40 persons (9.2 %) suffered from clinical contact dermatitis and 72 persons (16.5 %) from subjective contact dermatitis. The risks of contact dermatitis (clinical and subjective) was influenced by direct work with pesticides (OR = 8.636), atopic history (OR = 2.519), and the pesticide formulations (OR = 1.589). While clinical contact dermatitis was influenced by atopic history (OR = 2.998) and pesticide formulations (OR = 2.065). No dominant factor that influenced the risk of subjective contact dermatitis was found.
Conclusion. The prevalence of contact dermatitis among vegetable farmers was 25.7 %. The correlation between organophosphate exposure and contact dermatitis among vegetable farmers in the District of Lembang were influenced by the direct work with pesticides, the number of tasks while working with pesticides, the pesticide formulations, and the atopic history."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 8371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Rivai
"Ruang Lingkup dan Metodologi:
Penelitian tentang upaya peningkatan hasil kerja pemetik teh melalui penurunan prevalensi cacing usus yang penularannya melalui tanah dilaksanakan pada bulan Mei, Juni, Juli 2003 terhadap pekerja pemetik teh. Masalah yang dihadapi adalah target kerja yang tidak tercapai. Tujuan penelitian untuk mengetahui upaya peningkatan hasil kerja pemetik teh melalui penurunan prevalensi penyakit cacing usus di PT."X".
Desain penelitian ini adalah studi intervensi, besar sampel sebanyak 104 orang pekerja pemetik teh. Pengumpulan data dasar dilakukan dengan kuesioner, wawancara, pemeriksan fisik, pemeriksaan tinja pertama dengan tehnik Kato Katz terhadap 104 orang pekerja. Intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan, terapi antihelminthes terhadap pekerja yang positif menderita infestasi cacing usus. Pemeriksaan tinja ke dua untuk pekerja yang positif dan pemeriksaan tinja ke tiga untuk melihat adanya reinfestasi terhadap 104 pekerja. Evaluasi dilakukan dengan melihat perubahan pengetahuan dan perilaku, prevalensi penyakit cacing usus dan hasil kerja pada pekerja.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan:
Pemeriksaan tinja pertama dari 104 subyek penelitian didapatkan 65 orang (62,5%) positif terinfestasi cacing usus. Seteiah dilakukan intervensi dengan terapi albendazol 400 mg single dose, semua penderita sembuh dan tidak ada reinfestasi pada pemeriksaan tinja ketiga. Terjadi peningkatan pengetahuan tentang casing usus dan perilaku bila semula nilai pre-test 3,09 setelah dilakukan intervensi meningkat menjadi 8,65. Terjadi peningkatan hasil kerja, bila rata-rata hasil kerja sebelumnya dibawah target (64,76%), setelah di intervensi meningkat menjadi rata-rata di atas target (117,8%). Kebiasaan buang air besar, kondisi WC, pola makan, dan pemakaian alat pelindung diri tidak mempunyai hubungan bermakna.
Intervention Research Increasing Productivity of Workers In Tea Plantation by Reducing Prevalence of Soil Transmitted Helminthes of "X" Corporation Sindanglaya, Pacet, Cianjur - West Java
Scope and Methodology:
A study of increasing productivity product of workers in tea plantation by reducing prevalence of Soil Transmitted Helminthes of "X" Corporation Sindanglaya, Pacet, Cianjur - West Java, has been conduct to improve the health of workers. The design of study is an intervention study with specific objective to identify the prevalence of Soil Transmitted Helminthes infestation to reducing the prevalence and to asses the relationship between prevalence of several risk factors, beside to seek relationship between knowledge, behavior, productivity and prevalence of Soil Transmitted Helminthes.
Results and Conclusions:
Out of 104 subject, 65 person (62,5%) were tested positively in the first stool examination. Post intervention by giving appropriate antihelminthes therapy, there was a reduced in the prevalence of STH, that all cases showed negative; at Second stool examination also at third stool examination to seek reinfestation of STH is also negative. Knowledge and behavior before intervention have average value is 3,09 after intervention by information the average value is 8,65, outcome product of workers before intervention the average of outcome product is 64,76% below the target, after intervention the average of outcome product is 117;8% upper target. There is no correlation was found between the prevalence of STH and the habit of defecation, the habit of using self protector equipment, the habit of eaten, WC condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Dariana
"Pabrik sepatu merupakan suatu industri pengolahan yang pekerjanya hampir seluruhnya wanita dimana pekerja di bagian stitching athletic bekerja dengan kepala menunduk menghadap mesin kerja. Pada saat kepala maju kedepan diperlukan kekuatan untuk keseimbangan kepala dan bila ini berlangsung lama akan timbul kelelahan otot yang berakibat nyeri. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui prevalensi serta faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri tengkuk.
Disain penelitian adalah penelitian potong lintang dengan jumlah sample 251 yang diambil secara random sampling. Data penelitian didapat dari data medical check up, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan nyeri tekan pada daerah sub occipital, tes kompresi menurut Lhermittet, dan pengukuran-pengukuran antara lain pengukuran sudut fleksi leher menggunakan flexible curve, antopometri, tinggi meja dan penerangan.
Hasil penelitian:
Didapatkan prevalensi nyeri tengkuk sebesar 55.4%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri tengkuk adalah umur (p = 0.006) dan fleksi leher (p = 0.000). Faktor yang paling berperan adalah fleksi leher (p = 0.000. OR - 4.58).
Kesimpulan:
Dari penelitian ini secara statistik terbukti bahwa fleksi leher berhubungan dengan timbulnya nyeri tengkuk dimana pada fleksi ≥ 20° mempunyai risiko 4.58 kali lebih besar dari pada fleksi < 20°. Perlu adanya penyuluhan atau pelatihan bagi pekerja tentang cara kerja yang ergonomis dan gerakan-gerakan senam ringan untuk mengurangi keluhan nyeri tengkuk. Oleh karena itu untuk mencegah dan mengurangi prevalensi nyeri tengkuk perlu pemahaman dan kerjasama yang baik dari manajemen, pekerja, perawat dan dokter perusahaan serta instansi terkait.
Relation between Neck Flexion and Neck Pain in Woman Workers of Stitching Athletic Division, Shoe Factory in Tangerang
The shoe factory is a manufactory industry where most workers are women. The workers from stitching athletic division usually work with bowing forward. If the head is bent forward muscle strength is needed to maintain the position. In long period this condition leads to muscle fatigue including neck pain. Based on above situation, the research is carried out to assess the prevalence and factors influencing neck pain.
Design research is cross sectional study with amount of 251 samples and randomly selected. The research data are compiled from medical check-up, anamnesis, physical examination, pain pressure examination on sub occipital area , compression test according Lhermitte and other measurements, such as : angle measurement of neck flexion using flexible curve, anthropometry, high' of table and lighting.
Result:
Prevalence of neck pain 55.4%. The neck pain is associated with age (p = 0.006) and neck flexion (p=0.000). The neck flexion is a main factor to deal with the neck pain.
Conclusion:
The research shows that neck pain is statistically associated with neck flexion where neck flexion > 20° has 4.58 greater risks than neck flexion ≤ 20°. Training and counseling on ergonomics of work ethic and light relaxation are needed by the workers in order to reduce neck pain. Awareness and collaboration among management, workers, nurses, company doctors and integrated sector is essential aspect to prevent and minimize prevalence of neck pain of employees.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11287
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartiena Darmadi
"Ruang Lingkup dan Metodologi:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stresor kerja dengan gangguan daur haid, dengan mempertimbangkan faktor-faktor risiko lain. Telah dilakukan penelitian cross-sectional pada 100 orang pramugari udara status menikah dari satu perusahaan penerbangan. Untuk mengukur stresor kerja digunakan instrumen Diagnosis Stres, sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan daur haid digunakan kuesioner lain. Gangguan daur haid sendiri diketahui dari kartu catatan daur haid. Teknik analisis yang digunakan : univariat, bivariat dan multivariat secara kai kuadrat dan regresi logistik muitinomial, dengan menggunakan program SPSS.
Hasil dan Kesimpulan:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi gangguan daur haid 53% (lebih tinggi dibandingkan surveilans Pusat Kesehatan). Dari ke enam jenis stresor kerja hanya beban kerja kuantitatif tinggi (OR=3,79, 95%CI:1,04;13,76) yang mempunyai hubungan bermakna terhadap risiko gangguan daur haid. Ketaksaan peran yang tinggi dan indeks massa tubuh tidak berhubungan terhadap risiko gangguan daur haid.
Secara umum penelitian ini dapat disimpulkan bahwa timbulnya gangguan daur haid pada pramugari udara status menikah terutama berhubungan dengan beban kerja kuantitatif tinggi dan tidak berhubungan dengan ketaksaan peran dan indeks massa tubuh, hal ini karena mekanisme penanggulangan. terhadap stres kerja maupun manajemen stres yang kurang baik pada waktu penerbangan padat dan singkat.
The Relationship between Work Stressors and Menstrual Dysfunction among Of Married Airline Stewardesses PT ?X' In the Year 2001-2002
Scope and Methodology:
The objective of this study is to know the relationship between work stressors and menstrual dysfunction in correlation with other risk factors. A cross-sectional study has been carried out using one hundred married status stewardesses of an airline company. The instrument used in the study is Stress Diagnostic Survey questionnaire to measure work stressors and other questionnaires regarding risk factors of menstrual dysfunction. The menstrual dysfunction it self was diagnosed by using a menstrual recording charts. Univariate, bivariate, multivariate analysis and multinomial logistic regression were used for statistical analyses by using SPSS.
Result and Conclusion:
The prevalence of menstrual dysfunction was 53%. These figures are higher compared to Medical Centre Surveillance. From six work stressors, only one stressor is quantitative over load work (OR=3,79, 95%CI : 1,4;13,76) indicate a significant correlation with menstrual dysfunction. The role ambiguity and body mass index stressor showed no correlation with menstrual dysfunction.
In general the study has shown that the prevalence of menstrual dysfunction among the stewardesses was correlated to quantitative over load work and has no correlation with role ambiguity and body mass index stressor. These finding may be caused by improper stress release coping mechanism or in sufficient stress management in crowded and short flight.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T11289
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophianita GTA
"Toluen telah digunakan sebagai bahan pelarut di Percetakan "X". Bersamaan dengan itu pada tenaga kerja terjadi keluhan berupa mata berair, sesak nafas, batuk pilek, lelah, dan iritasi kulit. Di Percetakan "X", data mengenai kadar toluen di lingkungan kerja dan kadar asam hipurat urin sebagai indikator terpajannya tenaga kerja dengan toluen belum ada. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian mengenai kadar toluen di lingkungan kerja, besar nilai kadar asam hipurat urin dengan faktor-faktor risiko yang mempengaruhinya serta efek kesehatan akut yang di timbulkan.
Dalam penelitian ini digunakan studi potong lintang dengan memperhatikan perbedaan tingkat pajanan toluen di tempat kerja. Jumlah sampel yang diambil adalah total sampel berjumlah 135 orang, yaitu pada bagian printing 75 orang dan bagian gudang 60 orang. Data penelitian ini diperoleh berdasarkan observasi, status medis, kuesioner, wawancara, dan pemeriksaan kesehatan. Untuk kadar toluen di lingkungan kerja dianalisis dengan cara metoda 1510, Issue 2 dari NIOSH. Analisis deskriptif antara tenaga kerja di bagian printing dan gudang meliputi karakteristik subjek penelitian, kadar asam hipurat urin,dan efek kesehatan akut. Analisis regresi multipel dilakukan untuk melihat hubungan antara karakteristik subjek penelitian dengan kadar asam hipurat pulang kerja dan untuk melihat hubungan antara karakteristik subjek penelitian dengan peningkatan kadar asam hipurat urin. Sedangkan analisis regresi logistik dilakukan untuk melihat hubungan antara karakteristik subjek penelitian dengan efek kesehatan akut, dan hubungan antara kadar asam hipurat urin pulang kerja dengan efek kesehatan akut.
Kadar toluen di lingkungan kerja bagian printing berkisar antara 82 ppm sampai 120 ppm dengan Time Weighed Average (TWA) 90,05 ppm, sedangkan di bagian gudang berkisar antara 52 ppm sampai 67 ppm dengan TWA 50,48 ppm. Kadar rata-rata toluen di udara pada bagian printing dan gudang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000), dan telah melampaui nilai ambang batas. Pada umunmya tidak terdapat perbedaan bermakna antara karakteristik subjek yang bekerja di bagian printing maupun gudang kecuali lama kerja (p=0,01) dan pendidikan (p=0,012). Untuk kadar asam hipurat urin awal waktu kerja dan pulang kerja, peningkatan kadar asam hipurat urin, dan efek kesehatan akut antara bagian printing dan gudang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Hubungan antara karakteristik subjek penelitian dengan peningkatan kadar asam hipurat urin yang berkorelasi kuat yaitu faktor umur (p=0,001); lama kerja (p=0,004) dan kebiasaan merokok (p=0,005). Hubungan antara karakteristik subjek penelitian dengan peningkatan kadar asam hipurat urin pulang kerja yang berkorelasi kuat juga faktor umur (p=0,005); lama kerja (p=0,000) dan kebiasaan merokok (p=0,001), untuk lama kerja yang dihubungkan dengan nilai (¦Â:-0,29) terlihat bahwa makin lama kerja, maka kadar asam hipurat urin pulang kerja semakin rendah.
Sedangkan risiko terjadinya efek kesehatan akut berdasarkan karakteristik subjek penelitian didapatkan faktor umur (OR;2,55;CI;0,99-6,79), lama kerja (OR:1,84;CI:0,84-3,94) dan kebiasaan merokok (OR;18,7;CI;7,62-68,10). Risiko terjadinya efek kesehatan akut dengan kadar asam hipurat urin pulang kerja ¡Ý 0,99 gr/L didapatkan secara statistik berbeda bermakna, dibandingkan dengan kelompok tenaga kerja dengan kadar asam hipurat urin pulang kerja < 0,99gr/L (OR:7,6; CI:3,47-16,95). Gejala-gejala efek kesehatan akut yang ditimbulkan seperti : mata berair, sesak, lelah, reaksi kulit dan batuk.
Kesimpulan:
Kadar toluen di lingkungan kerja, baik di bagian printing maupun di bagian gudang Percetakan "X", di atas nilai ambang batas menurut Kep Menaker RI/1977 (NAB=50 ppm). Kadar asam hipurat urin yang didapat masih di bawah indeks biologis (1,6 gr/L). Karakteristik subjek penelitian yang berpengaruh pada bagian printing dan gudang adalah lama kerja dan pendidikan. Faktor- faktor yang mempengaruhi kinetik toluen di dalam tubuh adalah umur, lama kerja, dan kebiasaan merokok. Pengaruh efek kesehatan akut dengan kadar asam hipurat urin pada tenaga kerja terlihat berbeda bermakna antar kelompok pada titik potong (cut off point) 0,99 gr/L.
The Correlation between the Level of Hippuric Acid with the Acute Health Effect among the Workers Who Exposed By Toluene at the Printing Company "X" Jakarta 2002
Background:
Toluene has been used as a solvent in the printing company "x". According with it, many effects have been arisen such as: eye irritation, respiratory disfunction, cough, sore nose and throat, fatigue, skin irritation. Nevertheless in the printing company "x", the data about toluene exposure and biological monitoring indicator (hippuric acid) have not been available. As consequence, the printing company "x" studied to find the toluene exposure in the working area and determine the level of the hippuric acid in urine of workers, influencing factors and also acute health effects.
Methods:
The cross sectional study was used as an approach to look at the hippuric acid level in workers urine and its correlation with acute health effect. The total sample method was used to involve 135 people that consisted of 75 people in printing area and 60 people in ware house area. The data were collected by observation, medical record, questionnaire, interview, and physical examination. The level of toluene exposure was analyzed with NIOSH methods 1510, Issue 2. Descriptive analysis was applied to look at the printing department and the ware house department worker characteristics, the level of the hippuric acid and acute health effects. The multiple regressions was used to find the correlation between characteristic and the level of hippuric acid after shift and also to find the correlation between characteristic of workers and the increasing of the level of hippuric acid. In line with the analysis, the regression logistic analysis was used to find the correlation between the levels of hippuric acid after working with the acute health effect.
Result:
The range level of toluene in printing area 82 ppm - 1 20 ppm, with the time weighted average (TWA) was 90,05 ppm. In the ware house area the level of toluene were 52 ppm - 67 ppm, with the time weighted average (TWA) was 50,48 ppm. The mean of the exposure of toluene in printing department and ware house department are statically significant different (p=0,000). In general, there was no difference in term of worker characteristics between the printing department and ware house department, except the job time length (p=0,01) and educational level of workers (p=0,012). Level of hippuric acid were statistically significant different between the printing department and the ware house department such as: before and after shift (p=0,000), the increasing of hippuric acid (p=0,000), and acute health effect (p=0,000).
The study found that the level of hippuric acid both before and after work, the increasing of hippuric acid during work, and acute health effects were statistically significant different (p=0,000) between those who work for the printing department with those who work for the ware house department. The level of after work hippuric acid has a strong correlation with age (p=0,001), job time length (p=0,004) and smoking habit (p=0,005). The correlation between job time length with hippuric acid level was - 0,29. Meanwhile, workers who were ¡Ý 40 years old showed a 2,55 fold risk of acute health effect, (OR:2,55;CI: 0,99-6,79), who experienced < 60 month job time length had a 1,84 fold risk (OR: 1,84; CI: 0,84-3,94), and who had smoking habit had 18,7 fold risk of acute health effect (OR:18,7 ; CI: 7,62-68,10). Further more, workers whose their after work hippuric acid level 0,99 gr/L showed a 7,6 fold risk of acute health effect. The symptom of the acute health effect included: eye irritations, respiratory distress, fatigue, cough and skin irritation.
Conclusion:
The level of toluene in the work place in the printing area and the ware house area at the printing "x" were higher than threshold limit value according to Kep. Menaker/ 1977 (TLV=50 ppm), and the increasing value of hippuric acid still below in the permissible biological index of hippuric acid in urin (TLV= 1,6 gr/L). The characteristics are consisted of significantly influence the increasing of hippuric acid as age, job time length, smoking habit, and IMT. Finally, the acute health effect in workers were found significant different between group of workers who have the hippuric acid level which its cut off point is 0,99 gr/L.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masyitha Muis
"Latar Belakang dan Tujuan :
Pemadam kebakaran merupakan sumber daya manusia. Mereka senantiasa dihadapkan dengan berbagai masalah, seperti beban kerja kerja kualitatif dan kuantitatif, tanggung jawab tugas, dan sebagainya. Semua masalah ini dapat merupakan stresor kerja yang akan berdampak pada kesehatan jiwa pemadam kebakaran. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stresor kerja dengan psikopatologi di kalangan pemadam kebakaran.
Metode :
Penelitian ini menggunakan disain studi potong lintang (cross sectional) terhadap 175 subjek penelitian yang terdiri dari petugas pemadam kebakaran. Analisis dilakukan dengan cara analisis bivariat, dilanjutkan dengan analisis multivariate regresi.
Hasil dan kesimpulan :
Stresor pada petugas pemadam kebakaran didominasi oleh beban kualitatif dan tanggung jawab. Prevalensi psikopatologi pada petugas pemadam kebakaran adalah 29,7 %. Ada hubungan bermakna antara beberapa faktor karakteristik subjek dan lifestyle (OR 3,36 - 8,69). Juga terdapat hubungan yang bermakna antara stresor kerja dengan psikopatologi (OR.2,70 - 16,45). Pada analisis multivariate, stresor kerja yang ada hubungan bermakna dengan psikopatologi adalah stresor tanggung jawab. Karakteristik subjek dan lifestyle yang ada hubungan bermakna dengan psikopatologi adalah variabel pangkat/golongan dan kebiasaan rekreasi.
Analysis of the Relationship between Occupational Stressors and Psychopathology of Fire Fighters in East Jakarta
Background and Objectives:
Fire fighters are human resources. They are often confronted with many problems such as qualitative overload, quantitative overload, job responsibilities, and contaminated risk. All of the problems are occupational stressors which result in mental health of fire fighters. The purpose of this study is to find the relationship between occupational stress and psychopathology among fire fighters in East Jakarta.
Methods:
This study design was a cross sectional design with a sample of 175 subjects. Collected data was processed using bivariate analysis and multivariate analysis.
Results and Conclusions:
Stressors of fire fighters were dominated by qualitative overload and job responsibility. Prevalence of psychopathology on fire fighters are 29,7 %. There were significant relationship between many factors of subject characteristics and lifestyle with psychopathology (OR 3,36 - 8,69). A significant relationship between occupational stress with psychopathology was also found in this study (OR.2,70 -16,45). By multivariate analysis, responsibility stressor was the only occupational stress which has significant relationship to psychopathology. Subject characteristic and lifestyle with significant relationship to psychopathology was stratum in the work place and recreation.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Sri Wahyuni
"Rumah Sakit merupakan salah satu perusahaan yang memerlukan kerja shift bagi karyawannya termasuk perawat. Dampak kerja shift yang terutama adalah gangguan Circadian ritme yang menyebabkan gangguan pada pola tidur, kekurangan tidur dan kelelahan yang berakibat terjadinya penurunan kewaspadaan . Di Rumah Sakit ini beberapa kesalahan pemberian obat terjadi terutama pada perawat dinas shift malam, oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui prevalensi dan faktor - faktor yang berhubungan dengan penurunan kewaspadaan.
Metode penelitian : Berupa studi cross sectional (potong lintang) . Jumlah sampel pada kelompok perawat rawat inap sebesar 45 orang yang diambil secara alokasi proporsional dari masing - masing unit. Data penelitian didapat dari medical check up, PK3RS, observasi, pemeriksaan fisik, pengisian kuesioner dan tes Pauli yang dilakukan dua kali setelali shut pagi dan setelah shift malam.
Hasil Penelitian : Didapatkan penurunan tingkat kewaspadaan pada perawat shift malam dan prevalensi penurun kewaspadaan sebesar 71,1 %. Faktor yang berhubungan paling kuat dengan penurunan kewaspadaan adalah beban kerja berlebih (p = 0,0004) dan faktor yang tidak bermakna tetapi mempunyai angka yang mendekati adalah pola tidur / lama tidur siang (p = 0,0767)
Diskusi : Dari penelitian ini terbukti bahwa shift malam mengakibatkan penurunan kewaspadaan dan secara statistik terbukti bahwa faktor beban kerja berlebih (p < 0,05) bermakna dalam mempengaruhi penurunan kewaspadaan. Faktor lain seperti pola tidur, strategi tidur dan kualitas tidur walaupun secara statistik tidak terbukti tetapi kenyataannya berpengaruh. Ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Ohida T(et al). Maka dari itu untuk mencegah dan mengurangi penurunan kewaspadaan perlu pemahaman yang sama baik dari pihak manajemen, perawat dan dokter perusahaan.

Hospital activities required shift work to provide services for its patients especially nurses are at work for 24 hours. The impact of shift work is mainly Circadian rhythm disturbances which impact on sleeping disorder, sleep lost and fatigue-ness and this cause decreased of alertness. At Hospital "X", some failures caused by shill nurse especially at night shill, are related to giving the wrong medicine to patients. Therefore, this study conduct to identify the prevalence and other factors related to the decreased of alertness.
Method: Cross sectional study, 45 nurses served at in - patient section used as sample. The research data's are compiled from Medical check-up, Committee Safety and Health Work, observation, physical examination, questionnaires and a psychological Pauli-test conducted twice, after night shift and after day shift.
Result: Decreased grade of alertness from night shift nurses, and the prevalence decreased of alertness is 71,1 %. The most influence factor related to decreased of alertness is the work overload (p = 0,0004) and another factor is the length of sleep during day time of nurses, which statistically is not significant (p = 0,0767), however worth while to mention as an influence factor.
Discussion: This research has proven that night shift caused to decreased of alertness and statistically significant relation between overload work (p< 0,05) with decreased of alertness. The other factors like sleep pattern, sleep strategic were statistically not significant but in fact these factors can significantly related with decreased of alertness. In Ohida T (et al) study already proved those factors could effect to decrease of alertness. As a follow-up, to prevent decreased of alertness for the nurses, a coordination need to conduct between management, nurses and safety doctor in hospital to improve this matter."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Samara
"Latar belakang :
Nyeri pinggang bawah (NPB) karena gangguan muskulo-skletal akibat kerja paling sering ditemukan. Faktor-faktor risiko yang dapat berkaitan dengan NPB antara lain lama duduk statis, relaksasi, indeks masa tubuh, dan factor-faktor lain. Oleh karena itu perlu dikaji faktor-faktor risiko yang turut berperan menimbulkan NPB.
Metode :
Desain penelitian adalah studi kasus-kontrol di pabrik percetakan pembuatan pita kaset video VHS PT M Cikarang. Kasus adalah subyek yang pernah atau sedang menderita NPB intermitten karena bekerja 3 bulan terakhir, nyeri tekan lokal, dan tes Laseque negatif. Kontrol adalah subyek yang tidak NPB sesuai dengan kriteria kasus. Kasus dan kontrol diidentifikasi melalui survei terhadap seluruh karyawan bagian produksi PT M pada bulan Februari-Maret 2003.
Hasil :
Subyek penelitian berjumlah 298 orang, yang menderita NPB 82 orang. Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya NPB adalah lama duduk statis, relaksasi, dan indeks masa tubuh. Bila dibandingkan dengan lama duduk statis 5-90 menit, maka lama duduk statis 91-300 menit berisiko NPB 2,35 kali lipat lebih besar {OR suaian (OR)=2,35; 95% Confidence Interval (CI)=1.35-4,11). Subyek yang tidak berkesempatan merelakskan badan selama kerja (OR=2,39; 95% CI=1,00-5,70) dan indeks masa tubuh kurus (OR=2,20, 95% CI=1,21-4,00) terbukti meningkatkan risiko NPB. Faktor umur, paritas, olahraga, pekerjaan, dan sikap duduk tidak terbukti berkaitan dengan NPB.
Kesimpulan :
Lama duduk statis 91-300 menit, tidak relaksasi selama bekerja, dan indeks masa tubuh kurus terbukti memperbesar risiko NPB. Oleh karena itu perlu ada waktu relaksasi, pengurangan lama duduk, dan meningkatkan berat badan ke arah normal.

Back ground :
Low back pain (LBP) being caused by muscle-skeletal disorder is the most events in workers. Risk factors which contribute to LBP are such as long static silting, relaxation, body mass index, and other factors. Therefore it is needed to identify risk factors of low back pain.
Methods :
The research design was a case-control study at video cassette VHS PT M Cikarang. The case was subject who had story of intermittent LBP by working in last 3 months with local pain, and Laseque test negative. Control was subject without LBP as criteria as the case. Case and control were identified through as survey toward all production employees at PT M Cikarang during February to March 2003.
Results :
Subjects of this survey were 298 employees, 82 of them had LBP. The risk factors being related with LBP were static sitting, relaxation, and body mass index. Static sitting 5-90 minutes compared to 91-300 minutes, had higher risk of getting LBP for 2.35 times (Adjusted Odds Ratio (OR)=2.35; 95% Confidence Interval (CI)= 1.35-4.1). Those employees who had no relaxation while working (OR-2.39, 95% CI=1.00-5.70) and underweight (OR=2.20; 95% C1=0.05-0.97) also were identified as risk factors contributed to LBP. The other factors such as ages, parities, exercise, jobs, and posture of sitting were not proven to be correlation with LBP.
Conclusion :
Long static sitting 91-300 minutes, no relaxation during working, and underweight has been proven to increase the risk of LBP. It is recommended to have relaxation during working and decrease long static sitting, and also trying to make normal weight of employees.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Mulyawati
"Ruang Lingkup dan Metodologi Penelitian:
Anemia pada pekerja wanita, masih merupakan masalah kesehatan yang dapat menurunkan produktivitas kerja. Penelitian ini merupakan studi intervensi yang bertujuan untuk membandingkan efek suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) dengan dan tanpa vitamin C terhadap kadar hemoglobin. Total sampel berjumlah 72 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan, wawancara, pemeriksaan laboratorium (Hemoglobin dan serum ferritin), penilaian pengetahuan tentang gizi dan anemia, penilaian pola makan, asupan makan siang di perusahaan (energi, protein, zat besi), dan pengumpulan data sekunder. Responden dibagi atas dua kelompok, kelompok I (kelompok perlakuan) yang diberikan TTD ditambah 100 mg vitamin C dan kelompok II (kelompok kontrol) yang diberikan hanya TTD . Intervensi yang dilakukan adalah: 1. Pemberian Obat cacing dosis tunggal, 2. Pemberian Tablet Tambah Darah /TTD (200 mg ferro sulfat dan 0.25 mg asam folat) dengan dan tanpa 100 mg vitamin C, satu kapsul perminggu dan satu kapsul selama 10 hari (waktu haid), dalam jangka waktu 16 minggu. Pengawasan dilakukan dengan ketat dan mencatat efek dari pemberian suplemen tersebut. Evaluasi hasil intervensi, dilakukan dengan cara membandingkan perubahan dari kadar hemoglobin, serum ferritin, dan indeks masa tubuh, sebelum dan sesudah intervensi.
Hasil dan Kesimpulan:
Dari 72 pekerja wanita ditemukan 56 orang (77.77%) menderita anemia. Faktor lain yang mempengaruhi anemia pada penelitian ini, adalah asupan makanan. Setelah intervensi selama 16 minggu, berhasil meningkatkan kadar hemoglobin, serum ferritin secara bermakna p < 0.05 pada kelompok I dan kelompok II. Untuk melihat efektivitas antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dianalisa efektivitasnya, memberikan hasil terjadi peningkatan kadar hemoglobin, serum ferritin, dan indeks masa tubuh lebih tinggi pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol, walaupun secara statistik tidak bermakna. Peningkatan kadar hemoglobin rata-rata bagi kelompok I sebesar 2.51 ± 1.54 g/dl, dan kelompok II rata-rata 2.19 ± 1.62 g/dl. Peningkatan kadar serum ferritin pada kelompok I rata-rata 36.03 ± 21.83 ug/l, sedangkan kelompok II 28.64 ± 34.46 ug/l.

The Scope and Methodology:
At present, Anemia on female workers is still a health problem that reduces their productivity at work. This research is an intervention study that aims in comparing the effect of FIT supplement with and without vitamin C toward hemoglobin level. The study collected from a total of 72 samples, by observation, interview, laboratory testing (hemoglobin and ferritin serum), anemia and nutrition level of knowledge, evaluation of eating pattern, on-site food consumption at lunch (energy, protein, iron), and secondary data collection. Respondents are divided into two groups, group I (treatment group) are given FIT and 100 mg vitamin C, and group II (control group) that are given only FIT. Performed interventions include: 1.Providing single dosage of anthelmintic. 2. Providing FIT (200 mg Ferro-sulfate and 0.25 mg folat acid) with and without 100 mg vitamin C, one capsule per week, and one capsule per day for 10 days during menstruation, within the period of 16 weeks. The procedure was strictly controlled and every effect was collected as research data Evaluations of intervention effect were performed by comparing the difference of hemoglobin level, ferritin serum and body mass index, before and after intervention.
Result and Conclusion:
56 out of 72 (77.77%) female workers have anemia. After 16 weeks of intervention, hemoglobin and serum ferritin level were successfully increased. By analyzing the collected data of the given FIT in the treatment group and the control group, we can see that the treatment group have higher level of hemoglobin, ferritin serum and body mass index, compared to the control group, even though statically the result is not significant. The increase of hemoglobin level on average for group I is about 2.51 ± 1.54 g/dl, and for group II the average of 2.19 ± 1.62 g/dl. The increase of serum ferritin level on average for group I is about 36.03 ± 21.83 ug/l, and for group II the average of 28.64 ± 34.46 ug/l.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>