Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bedita Putri Sa'idah
"Dewasa ini banyak sekali sengketa akibat peralihan hak atas tanah yang terjadi di tengah masyarakat. Untuk mencegah konflik tersebut dibutuhkan perangkat hukum dan sistem administrasi pertanahan yang teratur dan tertata rapi. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang bertugas untuk membuat akta autentik sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu, salah satunya adalah Akta Jual Beli (AJB). Sejatinya, PPAT sebagai pejabat umum harus berkeja dengan penuh tanggung jawab, jujur dan tidak berpihak. Dalam menjalankan kewenangannya, PPAT harus menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan sengketa. Namun dalam kenyataannya, ditemukan PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum seperti dalam pembuatan AJB yang para penghadapnya tidak sesuai dengan identitas asli sebagaimana sebagaimana kasus yang ada dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 634/Pdt.G/PN.Tng. Semestinya PPAT melakukan kegiatan sebelum, pada saat, dan sesudah pembuatan akta sesuai ketentuan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40, namun hal tersebut tidak dilakukannya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang pertanggungjawaban PPAT dalam proses peralihan hak atas tanah di mana para pihak tidak sesuai dengan identitas asli masing-masing dan akibat hukum dari peralihan hak atas tanah yang dilakukan secara melawan hukum. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut, maka penelitian yuridis normatif ini dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Adapun tipologi dari penelitian ini adalah eksplanatoris. Data sekunder yang diperoleh dari studi dokumen, selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa PPAT bisa dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana dan administratif. Sedangkan akibat hukum dari AJB yang dibuat oleh PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat subjektif yaitu sepakat para pihak dan syarat objektif yaitu suatu sebab yang halal.

Land Deed Officials (LDO) is a public official in charge of making authentic deeds as evidence that certain legal acts have been committed, one of them is Deed of Sale and Purchase (DSP). As an official with authority, LDO must work responsibly, honest, and impartial. However, in reality, LDO who committed acts against the law is found such as in the making of DSP whose witnesses does not suitable with the original identities as found in the case of Tangerang District Court Decision Number 634/Pdt.G/PN.Tng. In this case, LDO is supposed to conduct activities before, during, and after the making of the deed as stipulated in Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration, especially Article 38, Article 39 and Article 40, but this is not done. The problems raised in this research are regarding the accountability of LDO in the process of transfer of land rights where the parties do not match their respective identities and legal consequences of the transfer of land rights that are conducted against the law. Therefore, to answer both problems, this normative juridical research is conducted through document (literature) study. As for the typology of this research is explanatory. Secondary data were obtained from document study, then analyzed quantitatively. Based on the analysis results of this research, it can be stated that LDO can be held accountable for civil, criminal and administrative. Whereas for the legal consequences of the DSP made by the LDO is null and void due to non-fulfillment of subjective condition namely agreed by the parties and objective condition namely a lawful cause."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Muhammad Risqullah
"Jual beli tanah merupakan suatu perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli dan pada saat yang sama membayar penuh kepada penjual harga yang telah disetujui bersama yang dilaksanakan di hadapan PPAT. Dalam proses pembuatan akta jual beli syarat sah jual beli harus terpenuhi agar tidak terjadinya pembatalan akta jual beli. Salah satu syarat dalam akta jual beli yaitu kewenangan seseorang dalam menjual maupun membeli objek tersebut. Dalam Pasal 1467 KUHPerdata mengatur bahwa antara suami-istri tidak boleh terjadi jual beli. Dalam kasus yang diteliti, untuk melancarkan proses pengalihan hak maka diatur skenario jual beli seolah-olah terjadi proses jual beli antara H kepada MU dan sebulan setelah itu dibeli oleh J (istri H). Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab PPAT dalam pembuatan akta jual beli secara terselubung dan menganalisis akibat hukum peralihan hak atas tanah melalui jual beli secara terselubung antara suami istri dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1471 K/Pdt/2020. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil analisis adalah PPAT dapat dimintai pertanggungjawabannya secara perdata dan administrasi karena PPAT mengetahui adanya perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dan akibat jual beli yang dibuat tanpa itikad baik maka AJB tersebut dianggap tidak pernah ada. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu PPAT dalam menjalankan kewajibannya selalu menerapkan asas kehati-hatian dalam menuangkan keterangan para pihak kedalam sebuah akta terutama dalam memenuhi asas terang dan tunai dalam jual beli.

Land sale and purchase is a legal act, namely the transfer of land rights from the seller to the buyer while paying in full to the seller at a mutually agreed price before the PPAT. In the process of making a sale and purchase deed, the legal conditions of sale and purchase must be fulfilled so that there is no cancellation of the sale and purchase deed. One of the conditions in the sale and purchase deed is the authority of a person to sell or buy the object. Article 1467 of the Civil Code stipulates that there must be no sale and purchase between husband and wife. In the case studied, to expedite the process of transferring rights, a sale and purchase scenario is arranged as if there was a sale and purchase between H and MU, and a month after, it was purchased by J (wife of H.) The problems raised in this study are about the responsibility of PPAT in making a covert sale and purchase deed and analyzing the legal consequences of the transfer of land rights through covert sale and purchase between husband and wife in the Supreme Court Decision Number 1471 K/Pdt/2020. A normative juridical research method is used with a descriptive-analytical research type to answer these problems. The result of the analysis is that PPAT can be held accountable in civil and administrative terms because PPAT knew that there had been an unlawful act in the process of making the sale and purchase deed and as a result of the sale and purchase made without good faith, the sale and purchase deed is considered never to have existed. The advice that can be given is that in carrying out its obligations, PPAT should always apply the principle of prudence in pouring information of the parties into a deed, especially in fulfilling the principle of light and cash in sale and purchase."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putti Zahra Dwi Athifah Wilyadi
"Penelitian hukum ini bertujuan untuk menganalisis mengenai keabsahan suatu perjanjian lisensi yang berimplikasi hukum terhadap pihak ketiga yang kemudian bermuara pada perbuatan melawan hukum. Perjanjian yang seharusnya memberi keuntungan kepada pihak yang terikat dalam perjanjian justru dapat menimbulkan kerugian dalam pelaksanaannya. Adapun, kerugian tersebut disebabkan oleh pihak ketiga atas perbuatan melawan hukum. Dengan berlakunya Undang-Undang Hak Cipta (“UUHC 2014”), pihak yang terikat dalam perjanjian lisensi dapat lebih dilindungi ditambah dengan diberlakukannya peraturan pelaksana regulasi tersebut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual (“PP 36/2018”). Dalam hal ini, dianalisis lebih lanjut mengenai studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 4/Pdt.Sus-HKI/2019 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 882.K/Pdt.Sus-HKI/2019 dan pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara in casu.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal bersifat deskriptif. Adapun, jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan data sekunder yang diperoleh dari studi literatur pustaka hukum melalui studi kepustakaan serta wawancara dengan narasumber.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa kesimpulan yang didapatkan. Pertama, keabsahan perjanjian lisensi yang berakibat hukum bagi pihak ketiga adalah sah dan memiliki kekuatan hukum tetap. Kedua, perbuatan pihak ketiga dalam perkara in casu telah dikualifikasikan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata. Ketiga, pertimbangan hakim dalam melakukan penemuan hukum karena adanya kekosongan hukum dalam perkara in casu. Majelis Hakim menerapkan Hukum atau Norma Kebiasaan atas pencatatan perjanjian lisensi sepanjang terdapat persetujuan atas pendaftaran tersebut oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia walaupun belum ada norma yang secara tertulis perihal peraturan pelaksananya.

This legal research aims to analyze the validity of a license agreement that has legal implications for third parties, which can lead to unlawful acts. An agreement that should provide benefits to the parties bound by the agreement can cause losses in its implementation. Meanwhile, the loss is caused by a third party for unlawful acts. With the enactment of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright ("UUHC 2014"), the parties bound in the license agreement can be better protected, coupled with the enactment of the implementing regulations of the regulation in Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 36 of 2018 concerning Recording of Intellectual Property License Agreements ("PP 36/2018"). In this case, the case study of Semarang District Court Decision Number 4/Pdt.Sus-HKI/2019 Jo. Supreme Court Decision Number 882.K/Pdt.Sus-HKI/2019 is further analyzed, along with the consideration of the Panel of Judges in deciding the case.
The type of research used in this legal writing is doctrinal legal research of a descriptive nature. Meanwhile, the types of data used are primary data obtained from laws and regulations and secondary data obtained from studies of legal literature through literature studies and interviews with sources.
The results show that there are several conclusions obtained. First, the validity of the license agreement that has legal consequences for third parties is valid and has permanent legal force. Second, the actions of the third party in this case have been qualified as illegal acts based on Article 1365 Civil Code. Third, the judge's consideration in conducting legal discovery because there is still a legal vacuum in deciding the case. In its legal considerations, the Panel of Judges applies Customary Law or Norms to the recording of license agreements as long as there is approval of the registration by the Directorate General of Intellectual Property of the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia, even though there is no norm in writing saying the implementing regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andika Kurniadi
"Tesis ini membahas tentang pertanggungjawaban tindakan perbuatan melwawan hukum kurator atas kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dengan menganalisis kasus Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang 11/PDT.SUS- GUGATAN LAIN-LAIN/2019/PN.SMG dalam dua pembahasan. Pembahasan pertama adalah mengenai Perbuatan Melawan Hukum dan Law Of Tort; sedangkan pembahasan kedua adalah mengenai kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah doktrinal yaitu dengan mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan, mengelompokan lalu memilahnya. Selanjutnya, data tersebut dikelompokkan, dipilah, diinterpretasi, serta diverifikasi. Kemudian, penulis menganalisisnya dan menuliskannya dalam penelitan ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan hukum dalam perbuatan melawan hukum dalam kasus Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan lain- lain/2019/PN.Smg adalah dalam ketentuan Pasal 72 UU KPKPU mengatur bahwa Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Dengan demikian, saran yang dapat Penulis berikan adalah bahwa sebaiknya batasan mengenai kesalahan dan kelalaian diperjelas batasannya dalam undang-undang.

This thesis discusses the responsibility for the curator's unlawful actions for negligence in managing and settling bankruptcy assets by analyzing the Commercial Court case at the Semarang District Court 11/PDT.SUS-GUGATAN LAIN-LAIN/2019/PN.SMG in two discussions. The first discussion is regarding Unlawful Actions and the Law of Tort; while the second discussion is regarding curators in the management and settlement of bankruptcy assets. The research method used in writing this thesis is doctrinal, namely by collecting secondary data in the form of legal materials through literature study, grouping and then sorting them. Next, the data is grouped, sorted, interpreted and verified. Then, the author analyzed it and wrote it in this research. The results of this research show that the application of the law in unlawful acts in case Number 11/Pdt.Sus-Gugatan other/2019/PN.Smg is in the provisions of Article 72 of the KPKPU Law which regulates that the Curator is responsible for errors or negligence in carrying out his duties. management and/or settlement that causes losses to bankruptcy assets. Thus, the advice that the author can give is that the limitations regarding errors and negligence should be clarified in the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shastri Ratimanjari Moeljo
" ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai ganti rugi immateriil bagi badan hukum karena
adanya perbuatan melawan hukum. Fokus penelitian adalah mengetahui apakah
ganti rugi immateriil dapat diberikan bagi badan hukum serta bagaimana ganti
rugi immateriil diberikan bagi badan hukum dalam putusan-putusan pengadilan,
dan kemudian mengelaborasi dua fokus diatas untuk melihat bagaimana
penggantian ganti rugi yang sepatutnya diminta oleh badan hukum. Metode
penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penulisan skripsi ini
menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa badan hukum tidak
sepatutnya menerima ganti rugi immateriil.

ABSTRACT
This study discusses the immaterial compensation for a legal entity due to an act
of tort. The focus of this research is to find out whether the immaterial
compensation should be given for the legal entity, and also to know how the
immaterial compensation being granted to legal entity in court verdicts, and then
elaborating the two focuses over to see what is the ideal compensation should be
claimed by legal entity. The method used is normative. The writing of this method
was with secondary data such as research literature as a source of data. The
results showed that the legal entity should not receive immaterial compensation
due to the absence of mental and psychological condition in legal entity."
2016
S62841
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maena Vianny
"Perbuatan hukum dengan tujuan peralihan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan melalui jual beli yang kemudian dibuatkan akta autentik oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun dalam kenyataannya, terdapat Akta Jual Beli (AJB) dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1869K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang kemudian dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru. Untuk dapat memberikan penjelasan ekstensif terkait permasalahan utama tersebut maka dilakukan analisis tentang akibat hukum terhadap AJB peralihan hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Selain itu juga mengenai tanggung jawab PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur dalam pembuatan AJB peralihan hak atas tanah. Data sekunder yang didapatkan melalui studi dokumen pada penelitian doktrinal ini adalah berupa bahan-bahan hukum yang diperkuat dengan wawancara kepada narasumber dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan akibat hukum dari AJB yang diteliti seharusnya kedua AJB tersebut tidak dapat dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru karena tidak memenuhi persyaratan formil pembuatan AJB yakni dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang dan PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur pembuatan AJB hak atas tanah diberikan sanksi baik secara administratif dengan pemberhentian secara tidak hormat, perdata dengan gugatan ganti rugi dan bahkan berpotensi diberikan sanksi pidana apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

One of the legal actions to transfer land rights can be carried out through sale and purchase, which is then made an authentic deed by a Land Deed Official (PPAT) authorized to transfer to the new right holder by the Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration. However, in reality, there are Land Title Deeds made by unauthorized parties as found in the case of Supreme Court Decision Number 1869K/PDT/2022. The main problem discussed in this thesis is related to the tort of law in the process of making AJB in order to transfer land rights to new rights holders. To be able to provide an extensive explanation related to the main problem, an analysis is carried out on the legal consequencesof the Land Title Deed for the transfer of land rights made against the law In addition, it is also about the responsibility of the PPAT who violates the procedure in making AJB for the transfer of land rights. Secondary data obtained through document studies in this doctrinal research is in the form of legal materials reinforced by interviews with sources and then analyzed qualitatively. From the results of the research, it can be explained that although there are differences in the legal consequences of the AJBs studied, the two AJBs should not be transferred to the new right holder because they do not fulfill the formal requirements for making AJBs, which are carried out in the presence of an authorized PPAT and PPATs who violate the procedures for making AJBs of land rights are given sanctions both administratively with dishonorable dismissal, civil with compensation claims and even potentially criminal sanctions if they meet the elements in Articles 264 and 266 of the Criminal Code.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Natagina Putri
"Segala tindakan terhadap harta bersama dalam perkawinan seharusnya dilakukan atas persetujuan suami dan istri. Hal tersebut dikarenakan sejak dilangsungkannya perkawinan, harta yang diperoleh baik oleh suami maupun istri, sepanjang tidak adanya perjanjian kawin, maka kepemilikan atas harta tersebut dilakukan secara bersama-sama. Namun dalam kenyataannya ditemukan tindakan terhadap harta bersama dalam perkawinan yang dilakukan secara sepihak (dalam hal ini suami yang melakukannya) sebagaimana kasus dalam Putusan Pengadilan Agama Palembang Nomor 1594/Pdt.G/2022/PA.PLG. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi istri atas perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta wasiat oleh suami dan pertanggungjawaban notaris yang membuat akta wasiat tersebut. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahawa perlindungan hukum bagi istri atas harta bersama yang dijadikan objek wasiat oleh suami tanpa sepengetahuannya diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam, yang mana berdasarkan kedua ketentuan tersebut dinyatakan bahwa untuk dapat bertindak dan mengalihkan harta bersama, harus berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Adapun dalam kaitannya dengan notaris yang membuat akta wasiat atas harta bersama secara sepihak (tanpa sepengetahuan istri), dapat dinyatakan bahwa notaris tersebut harus bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (11) dan ayat (12), serta Pasal 44 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undnag-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Berdasarkan ketentuan tersebut, notaris dapat dikenakan sanksi administratif atau pun dituntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga oleh istri.

All actions regarding joint assets in marriage should be carried out with the consent of the husband and wife. This is because since the marriage took place, assets acquired by both husband and wife, as long as there is no marriage agreement, ownership of these assets is carried out jointly. However, in reality it was found that actions against joint property in marriage were carried out unilaterally (in this case the husband did it) as was the case in the Palembang Religious Court Decision Number 1594/Pdt.G/2022/PA.PLG. Therefore, this research is intended to analyze legal protection for wives for unlawful acts in making a will deed by their husband and the responsibility of the notary who made the will deed. This legal research takes a doctrinal form using secondary data collected through literature study. Next, the data was analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that legal protection for wives for joint property which is made the object of a will by the husband without his knowledge is regulated in Article 36 paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and Article 92 of the Compilation of Islamic Law, which is based on both provisions. It is stated that in order to act and transfer joint assets, it must be based on the agreement of both parties. As for the notary who makes a deed of will on joint assets unilaterally (without the wife's knowledge), it can be stated that the notary must be responsible in accordance with the provisions of Article 16 paragraph (11) and paragraph (12), as well as Article 44 of Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notaries as amended by Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notaries. Based on these provisions, the notary can be subject to administrative sanctions or be sued for reimbursement of costs, compensation and interest by the wife."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fella Putri Ameliyah
"Penelitian ini mengkaji pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga yang menjanjikan penjualan emas batangan di bawah harga pasar resmi kepada pembeli, sebagaimana dianalisis dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1666 K/PDT/2022. Penelitian ini bertujuan untuk menilai dasar hukum dan implikasi dari tindakan melawan hukum tersebut dalam kerangka Hukum Perdata Indonesia. Menggunakan metode penelitian yuridis normatif-empiris, penelitian ini menggabungkan analisis hukum deskriptif dengan data hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tergugat, PT Aneka Tambang Tbk., tidak memiliki kebijakan atau otorisasi resmi untuk penjualan dengan diskon, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai tanggung jawab hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Selain itu, penelitian ini menyoroti pentingnya pengawasan perusahaan dalam mencegah transaksi tidak sah yang dilakukan oleh karyawan atau pihak ketiga. Penelitian ini menyimpulkan dengan rekomendasi praktik tata kelola perusahaan untuk mengurangi risiko terjadinya kasus serupa di masa depan.

This study examines legal violations committed by a third party who promised to sell gold bullion below the official market price to a buyer, as analyzed in the Supreme Court Decision No. 1666 K/PDT/2022. This research aims to assess the legal basis and implications of such unlawful actions within the framework of Indonesian Civil Law. Using a normative-empirical research method, the study combines a descriptive legal analysis with primary and secondary legal data. Findings reveal that the defendant, PT Aneka Tambang Tbk., had no official policy or authorization for the discounted sale, raising questions about liability under the Indonesian Civil Code (KUHPerdata). Furthermore, the research underscores the importance of company oversight in preventing unauthorized transactions by employees or third parties. The study concludes with recommendations for corporate governance practices to mitigate similar cases of unauthorized transactions in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Leebarty Taskarina
"ABSTRAK
Kejahatan terorisme tidak lagi didominasi oleh laki-laki. Penelitian ini membahas mengenai pelibatan perempuan sebagai istri pelaku kejahatan terorisme dalam mendukung aktivitas teror suaminya atau kelompok suaminya. Penelitian ini fokus pada proses bagaimana istri dilibatkan oleh suaminya. Istri pelaku kejahatan terorisme adalah korban terselubung dari kejahatan terorisme, mereka dilibatkan bukan karena keinginan mereka sendiri. Tekanan dan intimidasi, kesenjangan kekuasaan dan kekerasan simbolik di dalam rumah tangga mengarah pada arus baru viktimisasi. Hasil dari penelitian ini adalah istri pelaku kejahatan terorisme mengalami multiple victimisation. Temuan lain yakni bahwa ketidaksadaran unconciousness istri pelaku kejahatan terorisme sebagai korban bersamaan dengan ketidakpedulian unawareness dari masyarakat bahkan menunjukan adanya pembiaran ommision oleh negara. Bukan hanya dampak berganda yang mereka terima namun menjadi korban terlupakan forgotten victims dari sistem penanggulangan terorisme.

ABSTRACT
Nowadays, prepertrators on terrorism aren rsquo t male dominated. Research in this thesis discuss women involvement as prepertrator rsquo s wife to support her husband and his terrorist group. This research focused on the process of how wifes entangled by their husband. Prepertrator rsquo s wifes are invisible victim of terrorism, they are involved not by their own will. Pressure and intimidations, domination and symbolic violence in their household moving towards new kind of victimization. Results of this research proved that prepertrator rsquo s wifes experiences multiple victimization. Another findings also made, wife rsquo s unconciousness as victim with society unawareness shows that there are ommision by the government. Prepertrator rsquo s wifes not only experiences multiple impact, but they are forgotten victims of counter terrorism systems."
2017
T48023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>