Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rozalinda
Abstrak :
Perekonomian Siak didominasi oleh sektor pertambangan minyak dan gas bumi (migas), namun seletor tersebut tidak dapat diandalkan terus-rnenerus untuk menopang perekonomian, selain sifatnya yang tidak terbarukan juga penyerapan tenaga kerja yang relatif rendah, sehingga sektor ini tidak bisa diandalkan di masa depan. Penyerapan tenaga kerja yang rendah dan nilai tambah yang besar mencerminkan kemakmuran bagi penerirnanya, tidak demikian yang texjadi di sektor pertanian. Sebagian besar tenaga kerja di Siak bekerja pada sektor pertanian, padahal sumbangan nilai tambah sektor tersebut tcrmasuk rendah. Berarti ada indikasi ketimpangan pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian Kabupaten Siak dan dampak kebijakan pembangunan ekonomi berbasis agroindustri terhadap distribusi pendapatan dan kesempatan kerja. Agroindustri sebagai subsistem pertanian mempunyai potensi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi karena memiliki peluang pasar yang lebih Iuas dan nilai tambah yang lebih besar. Kebijakan pcmbangunan ekonomi yang dimaksud dalam pcnelitian ini adalah kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor di sektor agroindustri. Analisis menggunakan Tabel Input-Output Kabupaten Siak Tahun 2006 dan pengembangannya, yaitu Model Miyazawa. Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor agroindustri merupakan sektor unggulan di Kabupaten Siak dan mempunyai peran yang lebih besar dalam meningkatkan output perekonomian, kesempatan kerja dan pendapatan rumah tangga, terutama pendapatan rumah tangga golongan rendah, dibanding sektor lainnya dan memberikan dampak positif dalam memperbaiki distribusi pendapatan. Selanjutnya kombinasi kebijakan peningkatan investasi dan ekspor agroindustri memberikan dampak yang lcbih besar dibandingkan kombinasi kebijakan peningkatan investasi dan peningkatan pengeluaran pemerintah. Kcbijakan ekonomi di sektor agroindustri makanan berdampak lebih besar memperbaiki distribusi pendapatan dibanding agroindustri non makanan. Dan kcbijakan ekonomi di sektor agroindustri berdarnpak lebih baik bagi pemerataan distribusi pendapatan dibanding kebijakan yang ditujukan pada industri kertas, dan barang dari kertas, industri kimia, karet, plastik dan barang turtmannya serta industri pengolahan lainnya. Berdasarkan pada hasil penclitian, untuk meningkatkan perekonornian Kabupaten Siak, meningkatkan kesempatan kerja dan rnernperbaiki distribusi pendapatan, maka kebijakan ekonomi perlu Iebih difokuskan pada pengembangan agroindustri prioritas (agroindustri makanau) melalui kombinasi kebijakan peningkatan investasi dan ekspor......Siak's economical system are dominated by oil and natural gas mining sector, in spite of those roles couldn?t keep trusted to support the economical system, beside characteristic is unrenewable and low of_ labor absorbtion as well. A few labor and huge value added to reflection of wealth for labor, on the contrary in agriculture sector. Sial
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurintan Cynthia Tyasmara
Abstrak :
Sejak tahun 2002 hingga 2012 di Kota Batu bermunculan agroindustri apel dengan produk seperti kripik apel, sari apel, pai apel, dan lain- lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana orientasi agroindustri apel di Kota Batu dengan menggunakan variabel tenaga kerja, pasar/lokasi penjualan, asal bahan mentah dan jarak dari pusat kota Kota Batu. Penelitian ini menggunakan pendekatan spasial dan metode deskriptif dengan analisis keruangan. Penentuan jumlah sampel menggunakan Propotional Area Random Sampling sebanyak 32 agroindustri. Hasil dari penelitian ini adalah lokasi agroindustri apel lebih berorientasi kepada bahan mentah (buah apel). Lokasi agroindustri yang berorientasi pada bahan mentah terdapat di sebelah utara Kota Batu yang berasosiasi dengan keberadaan kebun apel di wilayah tersebut. Orientasi kedua adalah jarak dari pasar/lokasi penjualan. Jarak dari pasar tidak terlalu berpengaruh karena adanya sistem pengambilan produk dan pemesanan. Kemudian jarak dari pusat kota juga bukan merupakan orientasi agroindustri karena agroindustri apel banyak diusahakan di rumah masing-masing pelaku industri. Sedangkan tenaga kerja bukan merupakan orientasi karena mayoritas agroindustri bertenaga kerja sedikit dan berasal dari keluarga sendiri maupun tetangga di desa setempat atau desa tetangga. ......Since 2002 until 2012 a lot of apple agroindustry with their product such as apple chips, apple essence, apple pie, etc in Batu City. The purpose of this research is to know how orientation of this agroindustry with these variables the labor, market's location, raw materials location and the center of Batu City. This research using spatial approach and descriptive method with comparation spatial analysis. The sample of this research is 32 agroindustries based on Propotional Area Sampling. The result of this research is that location orientation of apple agroindustry is oriented to raw materials location.The agroindustry that raw materials oriented is located in the north of Kota Batu that associated with apple farm. The next orientation is distance from market. The distance from market location is not really affected compare with raw materials because their system of marketing. They prefer to send their product to consumer than sell it. And the last is the distance from center of city is not the orientation of this industry because the location is in the house of agroindustry's owner. Labor is not the orientation of apple agrindustry because most of the labor comes from family or neighborhood in their industry's location and it doesn't need a lot of labor.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1971
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Prospek agroindustri kelapa sawit di Indonesia sangat cerah. Selama ini Malaysia menjadi eksportir terbesar minyak sawit mentah di dunia yang pangsa pasarnya mencapai 48.26%. Dengan potensi yang ada, Indonesia sebetulnya mampu mengalahkan Malaysia. Untuk mewujudkan hal tersebut ada beberapa langkah yang perlu dilakukan. Pertama memperluar areal perkebunan. Kedua pembangunan infrastruktur yang memadai dan harus terkait dengan unit pengolahannya. Ketiga pengembangan kegiatan penelitiaan dan pengembangan yang selama ini tidak dilakukan. Keempat mengurai jebakan teknolgi. Kelima deregulasi. Selama ini proses perizinan investasi sangat panjang yaitu melalui 17 lemabga di tingkat pusat dan 25 lembaga tingkat daerah.
Manajemen Usahawan Indonesia, XXXII (02) Februari 2003: 53-55, 2003
MUIN-XXXII-02-Feb2003-53
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinandus Sudewo
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T39617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Aryo Nugroho
Abstrak :
Industri perkebunan adalah sektor industri yang sangat menguntungkan selama masa Hindia Belanda. Di tahun 1830, Pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem tanam paksa, yang mana penduduk lokal diwajibkan untuk menanam tanaman yang telah ditentukan oleh pemerintah, salah satunya adalah tebu. Sejak saat itu gula tebu menjadi komoditas penting di Hindia Belanda. Di tahun 1870, Pemerintah menetapkan undang- undang Agraria yang dapat memberikan peluang kepada pihak swasta untuk berbisnis di Hindia Belanda. Setelah ditetapkan, banyak pabrik gula dibuka di Jawa, dan produksi gula meningkat pesat. Di Tahun 1920-1930an industri gula di Jawa mencapai masa emasnya, dengan 179 pabrik gula yang tersebar dan jumlah produksi hampir 3 juta ton pada tahun 1931. Jumlah ini menjadikan Hindia Belanda sebagai produsen gule terbesar kedua di Dunia di bawah Kuba. Dewasa ini, tidak banyak lagi pabrik gula peninggalan Hindia Belanda yang tersisa. Banyak pabrik gula yang sudah tidak melakukan produksi, ditinggalkan, atau telah beralih fungsi. Dari sedikit pabrik gula yang tersisa, terdapat satu pabrik gula yang masih beroperasi hingga sekarang. Pabrik gula itu adalah Pabrik Gula Mojo di Sragen, Jawa Tengah. Di Pabrik Gula Mojo masih terdapat banyak bangunan dan peninggalan arkeologi industri yang dapat diamati, diantaranya adalah bangunan pabrik, gudang, jalur lori, dan rumah karyawan. Penelitian ini mencoba untuk merekonstruksi proses perjalanan komoditas gula selama masa kolonial, termasuk penanaman, proses manufaktur, dan distribusi. Rekonstruksi pada penelitian ini menggunakan pendekatan life history model. Perjalanan gula akan di klasifikasi berdasarkan prosesnya, yaitu persiapan penanaman, masa tanam, masa panen, manufaktur, dan distribusi. ......The plantation industry was a profitable sector during the colonial era. In 1830 Dutch East Indies government applied the Cultivation System which forced local people to plant some plantation that has been set by the government, one of them was sugar cane. Since that time sugar had become an important commodity in Dutch East Indies. In 1870, the Dutch East Indies government passed agrarian regulations that open opportunities for those who want to develop a plantation in the Dutch East Indies. Many sugar factory opened in Java, and sugar production increased rapidly. In the 1920-1930s sugar industry reached its golden ages, with 179 sugar factories established in Java. In 1931, the amount of sugar production in the Netherlands reached almost 3 million tons which made the Dutch East Indies a second-largest sugar producer in the world at that time. However, in the present, there are not many sugar factories that still operate. Many sugar factories have been abandoned and lost. One of the factories that are still operating is Mojo Sugar Factory in Sragen, Central Java. Mojo Sugar Factory still uses a lot of heritage buildings, including the factory, warehouse, rails, and employee houses. This research aims to reconstruct the journey of sugar commodity during the colonial period, including planting, fabrication, and distribution. The reconstruction in this research uses a life history model. The journey of sugar will be classified by the processes, such as planting preparation, planting period, harvest, fabrication, and distribution.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jember: Universitas Jember, {s.a.}
JAGBIS 1
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmah Zikriyani
Abstrak :
ABSTRAK
Volvariella volvacea (Bull.) Singer 1951 merupakan salah satu jamur yang tumbuh pada limbah pertanian mengandung lignoselulosa. Penelitian bertujuan mengetahui karakteristik biokimia media tanam dalam memproduksi jamur merang. Sampel dianalisis kandungan lignoselulosa, karbon dan nitrogen (rasio C/N), gula pereduksi, pH dan total populasi mikroorganisme. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kadar lignoselulosa, suhu, rasio C/N and total mikroorganisme, namun terjadi kenaikan pH dan gula pereduksi. Penurunan kadar lignin 12,94% pada media daun pisang, 10,35% pada media jerami padi dan 9,50% pada media kapas. Kadar holoselulosa mengalami penurunan 19,96% menggunakan jerami padi; 11,85% menggunakan kapas; dan 4,73% menggunakan daun pisang. Jamur merang pada media kapas menghasilkan produksi tertinggi dalam total berat basah, diameter dan jumlah tubuh buah. Efisiensi biologi tertinggi diperoleh dari diproduksi menggunakan kapas, 17,79%; daun pisang 8,56%; dan jerami padi 7,93%. Analisis statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan dari budidaya menggunakan kapas, jerami padi, dan daun pisang (p<0,05). Kadar gula pereduksi mengalami kenaikan 38,66% menggunakan kapas; 36,57% menggunakan daun pisang; dan 20,17% menggunakan jerami padi. Budidaya jamur merang mengakibatkan pH media tanam menjadi basa dengan akhir pH 8,97 pada jerami padi; pH 8,55 pada kapas; dan 7,95 pada daun pisang.
ABSTRACT
Volvariella volvacea (Bull.) Singer 1951 is one of the most cultivated mushroom grew on lignocellulosic media. The purpose of study was analyze biochemical characteristic growth on media for production of paddy straw mushroom. The samples were analyzed on lignocellulosic, carbon and nitrogen (C/N ratio), reducing sugar content, pH and total population on microorganism. The results revealed decrease on lignocellulosic content, temperature, C/N ratio and total microorganism, however increased in pH and reduced sugar content. Lignin content decreased 12.94% using banana leaves; 10.35% using paddy straws; and 9.50% using cotton wastes. Holocellulose content decreased 19.96% on paddy straws; 11.85% on cotton wastes; and 4.73% on banana leaves. Cotton waste has the highest production based on the fresh weight, diameter and number of fruiting bodies. The highest biological efficiency, 17.69% produced from cultivation on cotton waste; 8,56% on banana leaves; and 7.93% on paddy straws. Reducing sugar content increased 20.71% on paddy straws; 36.57% on banana leaves; and 38.66% on cotton wastes. Statistical analysis shows no signifficant different from cultivation on cotton wastes, paddy straws and banana leaves (p<0,05). Cultivation of paddy straw mushroom caused pH into alkali with final pH 8.97 on paddy straw; 8.55 on cotton wastes; and 7.95 on banana leaves.
2018
T50821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Siska
Abstrak :
Agroindustry has become the main pillar in South Kalimantan development, it can be found in RPJPD 2005-2025. Kandangan mainstay region as one of three leading region in South Kalimantan which potentially improved to push economy growth through agriculture based industry activity (agroindustry). The concept of agroindustry a side is expected to drive economic growth as well as to realize the equitable distribution of income. This research ains to: identify to economic development of the region in Kandangan mainstay regions, identify the main commodity, identify means of supporting agroindustry, and formulating development development strategies based agroindustry region. Entropy analysis shows the development of the economy sufficiently developed in Kandangan mainstay region dominated by the agricultural sector, namely food crops subsector. LQ an SSA analysis shows corn and rice crops become competitive commodities. There are only few of supporting infrastructure agroindustrial activities. Strategy formulation in the research is the improvement of infrastructure or infrastructure than can facilities inter regional connectivity in the region mainstay Kandangan and the government as the leading actor agroindustry development
Kementerian Dalam Negeri Ri,
351 JBP 7:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
S. Joni Munarso
Abstrak :
Agroindustri memberikan kontribusi positif dan mendominasi pangsa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, tren kontribusi ini menurun dari 27,83% pada 2006 menjadi 25,49% pada 2011. Kelesuan agroindustri ini perlu segera diatasi untuk mencapai target pembangunan pertanian melalui peningkatan nilai tambah. Selaras dengan itu, peran teknologi pengolahan hasil pertanian sebagai komponen penting dalam pengem-bangan agroindustri perlu dikaji, mengingat teknologi yang tersedia belum digunakan secara maksimal oleh pengguna. Pengembangan teknologi pengolahan hasil pertanian memiliki empat titik kritis, yaitu tahap penyusunan komponen teknologi, perakitan paket teknologi, pengembangan model agroindustri, dan implementasi model agroindustri. Pada setiap titik kritis ini terdapat masalah yang berpotensi menghambat penerapan teknologi. Minimnya keterlibatan calon pengguna dalam perancangan penelitian memunculkan kebingungan dalam mengarahkan hasil perakitan teknologi. Filosofi quick yielding research sering mendorong terjadinya penghilangan tahap pe-rakitan paket teknologi, yang berakibat munculnya masalah teknis dalam pengembangan moral maupun implementasi model agroindustri. Tahap perakitan paket teknologi menjadi titik terlemah saat ini. Penguatan infrastruktur dan program riset serta penguatan modal sosial (social capital) pada tahap pengembangan model agroindustri merupakan kebijakan strategis untuk mendukung pengembangan teknologi menuju kemantapan penerapannya dalam pembangunan agroindustri.
[place of publication not identified]: Kementerian Kementerian RI, [date of publication not identified]
630 PIP 7:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Maulana Hidayatullah
Abstrak :
Kebutuhan akan jenis katalis yang berasal dari bahan baku hayati (biokatalis) semakin meningkat seiring dengan perkembangan produk yang berbasis ramah lingkungan. Sebagian besar produk enzim untuk industri di Indonesia masih berstatus impor sebanyak 99%. Perkiraan nilai pasar dunia khusus di industri enzim mencapai angka 4,4 miliar USD dan untuk konsumsi enzim dalam negeri telah mencapai 187,5 miliar rupiah dengan kebutuhan enzim mencapai 2.500 ton di tahun 2015. Untuk mencapai kebutuhan biokatalis (enzim) yang tidak sedikit, diperlukan produksi secara massal dengan simulasi produksi menggunakan aplikasi SuperPro Designer v9.0 untuk mendapatkan kondisi yang diinginkan dan merancang alat produksi enzim lipase berbasis medium padat (fermentasi Solid State) dengan memanfaatkan equipment berupa Tray Bioreactor, filter press, centrifuge, mixing tank 2, dan dryer. Analisis keekonomian berupa NPV, IRR, Payback Period, dan Benefit Cost Ratio yang lebih menguntungkan antara basis produk 1 kg dengan 10 kg adalah produksi enzim dengan basis 10 kg dengan NPV Rp112.796.147.423,00; IRR 54,20%; Payback Period 1,95 tahun; dan Benefit Cost Ratio 3,36. ...... Needs for this kind of catalyst derived from biological raw materials (biocatalysts) has increased along with the development of products based on environmentally friendly. Most of the enzyme product for the industry in Indonesia still an import as much as 99%. Estimated value of the world market specialized in enzyme industry reached 4.4 billion USD and for the consumption of enzymes in the country has reached 187.5 billion rupiah to the needs of the enzyme reached 2,500 tons in 2015. To achieve the needs of the biocatalyst (enzyme) that is not less, is needed A mass production with production simulation using SuperPro Designer v9.0 application to get the desired conditions and equipment designing of production lipase enzyme-based solid medium (fermentation solid State) by utilizing equipment such as Tray Bioreactor, filter press, centrifuge, mixing tank 2, and dryer , Economic analysis in the form of NPV, IRR, Payback Period, and the Benefit Cost Ratio is more advantageous product base 1 kg to 10 kg is the production of an enzyme with a base of 10 kg with a NPV Rp112.796.147.423,00; IRR 54.20%; The Payback Period of 1.95 years; and Benefit Cost Ratio of 3.36.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65018
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library