Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yus Ukhrowiyah
"ABSTRAK
Tesis ini membahas gambaran gelombang P300 auditorik pada pengguna amfetamin di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan Rumah Tahanan Pondok Bambu dan bukan pengguna NAPZA di poliklinik THT RSUPN-CM. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode potong lintang untuk melihat perbedaan nilai rerata masa laten dan amplitudo gelombang P300 pada subjek pengguna amfetamin dan bukan pengguna NAPZA. Hasil penelitian mendapatkan tidak terdapat perbedaan nilai rerata masa laten gelombang P300 auditorik pada kelompok pengguna amfetamin dan bukan pengguna NAPZA dengan nilai p=0,411 (>0,05), nilai rerata masa laten gelombang P300 auditorik pada kelompok pengguna amfetamin sebesar 319,49 milidetik, kelompok bukan pengguna NAPZA yaitu 308,70 milidetik yang masih termasuk dalam rentang normal. Tidak terdapat perbedaan nilai rerata amplitudo gelombang P300 auditorik pada kelompok pengguna amfetamin dan bukan pengguna NAPZA dengan nilai p=0,41 (>0,05). Nilai amplitudo P300 auditorik pada kedua kelompok termasuk dalam rentang normal yaitu 6,58 μvolt pada pengguna amfetamin dan 8,11 μvolt pada bukan pengguna NAPZA. Serta diperoleh hasil 62,5% pengguna amfetamin mengalami gangguan fungsi kognitif.

ABSTRACT
This thesis discuss the overview of auditory P300 wave on amphetamine users in the Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Rumah Tahanan Pondok Bambu and non-NAPZA users in the Otolaryngology outpatient clinic, Cipto Mangunkusumo hospital. This research is a descriptive study by using cross sectional methode to identifiy differences between average latency value of auditory P300 wave among the group of amphetamine users and non-NAPZA users. This research shows no differences in latency average value of P300 wave among the group amphetamine users and non-NAPZA users with p value of 0,411 (>0,05), average latency value of P300 auditory wave among group of amphetamine users is 319,49 milisecond, group of non NAPZA users is 308,70 milisecond which is still in normal band. There is no difference in average amplitude value of auditory P300 wave within group of amphetamine users and non-NAPZA users with p value of 0,41 (>0,05). The amplitude value of auditory P300 wave from both group are within the normal band which is 6,58 μvolt on amphetamine users and 8,11 μvolt on non-NAPZA users. It was obsreved that 62,5% of amphetamine users having a cognitive function disorder."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Hermawanto
"Amfetamin merupakan salah satu NAPZA yang paling banyak digunakan di Indonesia. Salah satu komponen penting dalam penatalaksanaan penggunaan stimulan tipe amfetamin (STA) adalah mencegah terjadinya gejala putus zat. Penggunaan repetitive Transcranial Magnetic Stimulation (rTMS) dapat digunakan sebagai salah satu modalitas terapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan rTMS untuk mencegah gejala putus zat pada pengguna STA. Penelitian ini dilakukan secara kuasi eksperimental dengan 18 pria pengguna STA. Subjek dikelompokkan menjadi 2 kelompok. Kelompok perlakuan mendapatkan terapi rTMS 10 Hz selama 10 sesi dalam 2 periode, masing-masing 5 sesi. Evaluasi gejala putus zat dilakukan pada hari pertama, keenam dan ketiga belas. Penelitian ini menemukan adanya perbedaan signifikan gejala putus zat pada hari keenam pada kedua kelompok (p: 0,003; effect size: 1,163; 95% CI: 0,457-1,869). Pada kelompok perlakuan, gejala putus zat secara signifikan berkurang pada hari keenam (p: 0,047) dan dipertahankan hingga hari ketiga belas (p: 0,015). Sedangkan pada kelompok kontrol terjadi peningkatan gejala putus zat pada hari keenam dan baru mengalami penurunan yang signifikan pada hari ketiga belas (p: 0,002). Studi ini menyimpulkan bahwa penggunaan rTMS efektif dalam mempercepat terjadinya perbaikan gejala putus zat pada pengguna STA.

Amphetamines are one of the most widely used drugs in Indonesia. One of the important components in amphetamine-type stimulants (STA) therapy is to prevent withdrawal symptoms. The repetitive Transcranial Magnetic Stimulation (rTMS) can be used as a therapeutic modality. The aim of this study was to determine the effectiveness of using rTMS to prevent withdrawal symptoms in STA users. This study was conducted in a quasi-experimental with 36 male STA users. Subjects were grouped into 2 groups. The treatment group received 10 Hz rTMS therapy for 10 sessions in 2 periods, 5 sessions each. Evaluation of withdrawal symptoms was carried out on the first, sixth and thirteenth days. This study found a significant difference in withdrawal symptoms on the sixth day between two groups (p: 0.003; effect size: 1.163; 95% CI: 0.457-1.869). In the treatment group, withdrawal symptoms were significantly reduced on the sixth day (p: 0.047) and maintained until the thirteenth day (p: 0.015). Meanwhile in the control group, there was an increase in withdrawal symptoms on the sixth day and only experienced a significant decrease on the thirteenth day (p: 0.002). This study concludes that the use of rTMS is effective in accelerating the improvement of withdrawal symptoms in STA users.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erny Prian Kusuma
"Ketergantungan zat pada remaja merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan dengan prevalensi tinggi di Indonesia. Berduka dapat menjadi efek yang timbul akibat hospitalisasi dari penyelesaian ketergantungan zat. Karya ilmiah ini adalah analisis dari penerapan asuhan keperawatan berduka disfungsional akibat dari hospitalisasi pada remaja dengan ketergantungan amfetamin. Hasil analisis menunjukkan bahwa asuhan keperawatan berduka disfungsional dapat diberikan kepada klien untuk menyelesaikan setiap fase berduka. Fase berduka akibat hospitalisasi yang tidak selesai dapat mengganggu proses pemberian program terapi pada klien dengan ketergantungan zat. Hasil tersebut menyarankan pemberi asuhan meningkatkan dukungan dan melibatkan support system secara optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Setia Utami
"Penggunaan Amphetamine Type Stimulants (ATS) di Indonesia meningkat secara signifikan, sehingga tren penggunaan narkotika berubah. Cara penggunaan juga berubah dari mayoritas melalui jarum suntik menjadi melalui alat isap (bong). Penggunaan ini berpotensi menularkan infeksi saluran pernafasan akut seperti TBC dan pneumonia, selain itu penggunaan ATS memberi efek stimulan yang lebih meningkatkan risiko gangguan kardiovaskuler dan gangguan psikiatris. Efek ATS terhadap fisik, psikis maupun sosial, yang berbeda dari penggunaan zat non-ATS perlu mendapatkan intervensi yang spesifik. Saat ini model layanan rehabilitasi yang tersedia memberikan layanan yang sama kepada seluruh pengguna narkotika, sehingga belum memenuhi layanan rehabilitasi spesifik bagi pengguna ATS.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari layanan rehabilitasi yang ada, dan selanjutnya membuat usulan model layanan rehabilitasi khusus pengguna ATS. Metode penelitian adalah kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Untuk mempelajari pelayanan yang tersedia saat ini, dilakukan studi kuantitatif membandingkan indikator keluaran yaitu produktivitas dan kekambuhan dari klien yang telah selesai dirawat di One Stop Center (OSC) dan Community Based Unit (CBU) dengan wawancara menggunakan kuesioner. Untuk membuat usulan model dilakukan studi kualitatif dengan wawancara mendalam kepada klien pengguna ATS, manajer program dan kepala OSC; telaah literatur dan telaah data sekunder; serta diskusi kelompok terarah terhadap petugas layanan rehabilitasi, program manajer, akademisi, organisasi profesi dan pengambil kebijakan.
Hasil studi awal memperlihatkan tidak adanya perbedaan indikator keluaran pada pengguna ATS yang direhabilitasi di OSC maupun CBU (p>0,05). Ini berarti, perbedaan sumber daya dan metode layanan tidak menghasilkan perbedaan luaran terhadap pengguna ATS. Ditengarai beberapa kelemahan dari layanan yang tidak spesifik bagi pengguna ATS, mencakup prosedur skrining dan asesmen yang belum memisahkan kondisi klinis dan penyulit, intervensi yang belum sesuai dengan kondisi dan tujuan rehabilitasi individu, penilaian faktor risiko dan kualitas hidup belum dilakukan dan belum adanya monitoring evaluasi untuk indikator mutu layanan rehabilitasi. Berdasarkan hasil ini, diusulkan model layanan rehabilitasi bagi pengguna ATS. Model dikembangkan mengacu pada alur perjalanan klinis penggunaan ATS, meliputi metode intervensi sesuai kategori dan kebutuhan individu -terutama perlunya skrining dan asesmen terhadap risiko gangguan psikiatrik-, kemudian kebutuhan sarana prasarana minimal -terutama terkait perlunya ruang observasi psikiatrik-, dan terakhir, kapasitas minimal SDM -khususnya keterampilan penilaian psikopatologi gejala gangguan psikiatris serta kompetensi dalam penatalaksanaan dasar gangguan penggunaan narkotika disertai gangguan mental dan fisik (co-occurring disorders). Diperlukan uji coba lebih lanjut guna menilai penerapannya dalam berbagai tatanan layanan rehabilitasi di Indonesia.

Major drug of abused in Indonesia has changed from heroin to amphetamine type stimulants (ATS) recently. Major route of administration has also changed from injection of heroin to smoking of ATS. Unlike heroin users who tended to be dependent, ATS users in general tended to be a recreational user. However, pattern of ATS usage has also potential risks, such as respiratory diseases -like TB and pneumonia-, as well as cardiovascular diseases and psychiatric disorders. Effects of ATS towards physical, psychological and social of its users were different with other non-ATS users, while existing drug treatment and rehabilitation program tended to provide ?one-size fits all?-where all clients received similar program and approach regardless their uniqueness and background. Therefore, there is a need to develop specific intervention for ATS users who need treatment.
This study was aimed to provide drug rehabilitation model for ATS users that can accommodate individual needs and minimize harmful effect of its usage. This study applies both qualitative and quantitative methods. Study population is stakeholders from One Stop drug-treatment Center (OSC) and Community Based drug-treatment Unit (CBU), includes clients, clinical staff and management. Primary data is taken from three sources, first, clients who have completed treatment program, second, from literature review, and third, from secondary data review.
The results of primary data analysis showed that there was no significance difference of treatment outcome between OSC and CBU (p>0,05). Meaning that different resources and approaches does not differentiate treatment outcomes toward ATS users. Existing rehabilitation programs have not accommodate ATS users specific needs. Existing drug treatment and rehabilitation program had potential limitation in treating ATS users. The study proposes drug rehabilitation model for ATS users which theoretically can accommodate their specific needs. The model covers intervention method which is based on individual needs and categories -particularly screening and assessment of psychiatric problem risks-, then minimum facilities requirements -particularly availability of psychiatric observation room-, and lastly, human resources capacity -particularly competencies in screening and assessing psychiatric signs and symptoms, as well as managing co-occurring disorder-. This model will be piloted in various rehabilitation setting. This model will be piloted in various rehabilitation setting to review its applicability in the field.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D2156
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library