Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inayah Budiasti Sutiko
"Tujuan : Untuk mengetahui status besi anak usia sekolah dan faktor yang berhubungan serta hubungan status besi dengan daya konsentrasi belajar.
Tempat : Sekolah Dasar Pekayon 18 dan Jasmin, Kecamatan Cibubur, Jakarta Timur.
Bahan dan cara : Penelitian desain cross sectional, pada 92 orang subyek yang dipilih secara purposive. Data yang dikumpulkan meliputi data umum subyek dan responden/ibu subyek, status gizi, asupan makan, serta pemeriksaan laboratorium darah dan tinja. Setelah status besi ditetapkan berdasarkan kadar hemoglobin dan feritin plasma, subyek dibagi secara acak sederhana (sub sampel) menjadi status besi normal dan defisiensi besi kemudian terhadap ke dua kelompok dilakukan pemeriksaan daya konsentrasi belajar. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan dua variabel adalah uji Kolmogorov-Smirnov dengan dua variabel dan uji eksak Fisher.
Hasil : Prevalensi anemia ditemukan sebesar 14,1% dan defisiensi besi 14,2%, sebanyak 1,1% di antaranya menderita anemia defisiensi besi. Dari penilaian food frequency amount didapatkan 85,9% subyek mempunyai asupan besi yang tergolong kurang dan 79,3% subyek asupan energinya termasuk kriteria kurang. Data pola makan menunjukkan 50% subyek termasuk dalam kriteria kurang. Penilaian terhadap status gizi mendapatkan 7,5% subyek mempunyai bentuk tubuh pendek dan 2,2% subyek tergolong kurus. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna (p > 0,05) antara daya konsentrasi belajar dengan status besi pada subyek penelitian dan ditemukan pula hubungan yang tidak bermakna (p>0,05) antara sebagian besar variabel yang diteliti.
Simpulan: Pada penelitian ini didapatkan prevalensi anemia 14,1% dan defisiensi besi 14,2%, sejumlah 1,1% subyek di antaranya menderita anemia defisiensi besi. Tidak ditemukan hubungan bermakna (p > 0,05) antara status besi dengan daya konsentrasi belajar.

Iron Status of Children of Two Elementary Schools and Its Related Factors in Cibubur District, East Jakarta: Relationship between Iron Status and Capacity of Learning ConcentrationObjective: To know the iron status of school-age children and its related factors and the relationship between iron status and capacity of learning concentration.
Location: Pekayon 18 and Jasmin Elementary Schools, Cibubur District, East Jakarta.
Material and Method: A cross-sectional study has been carried out on 92 subjects? selected using purposive sampling method. Data collected consist of socio-economic status, nutritional status, dietary intake, and laboratory examinations for hemoglobin, plasma ferritin and stool egg count. Iron status was determined by hemoglobin concentration and plasma ferritin level. Subjects were divided into normal and iron deficiency based on these laboratory findings, and capacity of learning concentration was examined on both groups. Statistical analysis was performed by Kosmogorov-Smirnov and Fisher exact test for the relationship between variables.
Results: Anemia was found in 14.1% subjects, and 14.2% of subjects had iron deficiency in which 1.1% of them had iron deficiency anemia. Inadequate iron and energy intake was found in 85.9 and 79.3% of subjects respectively, and 50% of subjects had poor eating pattern. Nutritional status assessment showed that 7.6% of subjects had short stature (stunted) and 2.2% were wasted. There was no significant relationship (p>0.05) between iron status and the capacity of learning concentration and between most variables.
Conclusion: The prevalence of anemia in this study was 14.1%, and iron deficiency was found in 14.2% of subjects, in which 1.1% of them had iron deficiency anemia. There was no significant relationship (p>0.05) between iron status and the capacity of learning concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T8444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syukri
"Status gizi adalah masalah dan indikator kesehatan masyarakat. Salah satu masalah gizi utama di Indonesia adalah Anemia Defisiensi Besi. Prevalensi anemia pada anak usia sekolah (5 - 14 tahun) adalah 28,3% (SKRT,2001). Kelompok ini merupakan salah satu kelompok rentan karena sedang rnengalami proses tumbuh kembang fisik dan psikososial yang pesat sementara di sisi lain penanggulangan apalagi pencegahannya belum menjadi program prioritas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran/situasi status anemia dan hubungannya dengan beberapa faktor, yaitu karakteristik anak, faktor keluarga dan faktor lain pada anak SD kelas 2 di Kecamatan Batu Ceper dan Neglasari Kota Tangerang. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi analitik dan disain kasus kontrol tidak berpadanan.
Sampel untuk kasus adalah anak yang menderita anemia dan sampel untuk kontrol adalah anak yang tidak menderita anemia, dan kedua kelompok sampel tidak pernah atau tidak sedang menderita penyakit kronis. Jumlah sampel untuk kedua kelompok adalah sauna, yaitu 150 anak.
Data yang digunakan adalah data sekunder dan primer. Data sekunder adalah data tentang kadar Hb yang telah diambil. oleh Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Kota Tangerang, sedangkan data primer adalah data-data lain. Variabel dependen adalah status anemia dan variabel independen adalah karaktristik anak (jenis kelamin), faktor keluarga (pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, jumlahlbesar keluarga), dan faktor lain (faktor peningkat absorbsi Fe, faktor penghambat absorbsi Fe, kebiasaan sarapan, kebiasaan cuci tangan, kebiasaan jajan, riwayat kecacingan, kebiasaan minum obat cacing) Analisis data dengan chi square, dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Hb rata-rata pada kelompok kasus adalah 10,30 gr%, sedangkan kelompok kontrol adalah 12,89 gr%. Prosentase anak perempuan dan anak laki-laki pada kelompok kasus, masing-masing 60,0% dan 40,0%. Uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna (p > 0,05) antara status anemia dengan pekerjaan ayah (p = 0,101), jumlahlbesar keluarga (p = 0,363), dan kebiasaan jajan (p = 0,212). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan bermakna (p < 0,05) antara status anemia dengan jenis kelamin (p = 0,001), pekerjaan ibu (p = 0,004), pendidikan ayah (p = 0,006), pendidikan ibu (p = 0,00), konsumsi faktor peningkat absorbsi Fe (p = 0,00), faktor penghambat absorbsi Fe (p = 0,003), kebiasaan sarapan (p = 0,030), kebiasaan cuci tangan (p = 0,027), riwayat kecacingan (p = 0,005) dan kebiasaan minuet that casing (p = 0,005). Hasil analisis dengan regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan adalah pendidikan ibu (p = 0,0026, OR = 6,6084).
Status anemia berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan faktor-faktor: jenis kelamin, pekerjaan ibu, pendidikan orangtua, peningkat dan penghambat absorbsi Fe, kebiasaan sarapan, kebiasaan cuci tangan, riwayat kecacingan dan kebiasaan minum obat cacing. Untuk itu orang tua, sekolah, masyarakat dan pemerintah perlu melakukan upaya penanggulangan dan pencegahan anemia pada anak sekolah sesuai kompetensi masing-masing.

Anemia Status And Factors Which Deal With 2"D Grade Elementary School Child In Batu Ceper And Neglasari Sub District, Tangerang Town In The Year 2003/2004Nutrition status is public health problem and indicator One of the main problems in Indonesia is Ferrum Deficiency Anemia. Anemia prevalence child on school age (5 - 14 years) is 28,3% (SKRT, 2001). This group is one of the vulnerable groups because experiencing the fast physical and psychosocial growth, meanwhile on the other side the overcome even the prevention not yet becomes a priority program.
This research aim is to know the condition of anemia status and relation with some factors, which are child characteristic, family factor, and other factor on 2"d grade elementary school children in Batu Ceper and Neglasari sub district town of Tangerang. This is a quantitative research with analytic study approach and case control design not matching.
Sample for the case is child with anemia and sample for the control is child without anemia, and these two sample groups never or not suffering chronic disease Total sample from both groups are the same, which are 150 children.
Data which is used is secondary and primary data. Secondary data is data about Hb rate which has been taken by District Health Laboratory (Labkesda) Town of Tangerang, while primary data is the other data. Dependen variable is anemia status and independent variable is child characteristic (gender), family factor (father occupation, mother occupation, father education, mother education, family size), and other factor (abortion improvement factor, abortion resist factor, breakfast habit, hand wash habit, snacked habit, wormy history, wormy medicine drink history). Data analysis is done with chi square and logistic regression.
Research result showing that average Hb rate in case group is 10,30 gr%, while control group is 12,89 gr%. Girl and boy percentage in case group is 60% and 40%_ Statistic test showing that there's no significant relation (p > 0,05) between anemia status with father occupation (p = 0,1010), family size (p 0,363), and snacked habit (p = 0,212). Statistic result test showing that there's a significant relation (p < 0,05) between anemia status with gender (p = 0,001), mother occupation (p = 0,004), father education (p = 0,006), mother education (0,00), abortion improvement (p = 0,00), abortion resist (p = 0,003), breakfast habit (p = 0,030), hand wash habit (p = 0,027), wormy history (p = 0,005), wormy medicine drink habit (p = 0,005)_ Analysis result with logistic regression showing that the most dominant variable is mother education (p = 0,0026, OR = 6,6084).
Anemia status is related direct and indirect with factors: gender, mother occupation, father education, mother education, abortion improvement factor, abortion resist factor, breakfast habit, hand wash habit, wormy history, and wormy medicine drink history. That for parents, school, public, and government needs to overcome and prevent anemia in school children according to their own competence.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Zuraidah
"Prevalensi anemia gizi pada anak Sekolah Dasar (SD) yang sampai sekarang masih tinggi (sekitar 30 %), merupakan sasaran prioritas ketiga dalam penanggulangan anemia.
Dampak buruk yang diakibatkan oleh anemia gizi, khususnya bagi anak sekolah akan dapat menurunkan konsentrasi dan prestasi belajar, malas, lemah, pasif, apatis dan sering terkena penyakit sehingga akhimya perkembangan dan pertumbuhannya akan terganggu.
Dalam upaya peningkatan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang sehat, produktif dan mempunyai inteligensia yang tinggi, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RI telah melaksanakan program Pemberian Makanan Tambahan bagi anak Sekolah Dasar (PMT-AS) dan tablet besi khususnya pada desa tertinggal di Indonesia.
Dalam penelitian ini, digunakan data sekunder yang dikumpulkan pada pelaksanaan program PMT-AS dan tablet besi terhadap 189 orang anak SD yang berasal dari 5 SD pada 5 Kabupaten di Propinsi Jawa Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pemberian Makanan Tambahan dan tablet besi terhadap perubahan status anemi gizi anak sekolah. Untuk itu, desain penelitian yang digunakan adalah Praeksperimental dengan perlakuan ulang, dengan intervensi berupa makanan tambahan yang terdiri dari 200 - 300 kalori dengan 10 - 12 gram protein yang dibenkan selama 4 (empat bulan), serta tablet besi dosis 120 mg sebanyak 90 buah tablet yang diberikan yang diberikan setiap hari selama 3(tiga bulan).
Variabel yang diteliti adalah status anemia gizi setelah intervensi (dependen) dan variabel independen adalah : status anemia gizi sebelum intervensi, status gizi , umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi, sikap gizi serta perilaku gizi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan prevalensi anemia gizi dan 87.3 % menjadi 21.2 % setelah diberikan intervensi. Sedangkan dari hasil analisis statistik secara multivariat diketahui bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap status anemia gizi setelah diberikan intervensi, berturut-turut adalah status anemia gizi awal, status gizi serta perilaku gizi anak.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar dalam pelaksanaan program penanggulangan anemia pada anak SD khususnya di desa tertinggal Propinsi Jawa Barat agar seluruh anak SD dibenkan tablet besi (blanket program), sedangkan secara individual perlu untuk mempnoritaskan anak yang menderita anemia serta mempunyai status gizi kurang yang kemungkinan besar tidak hanya terdapat di IDT. Disarankan pula agar dalam memberikan intervensi untuk penanggulangan anemia, untuk selalu dapat mengetahui kadar Hb anak dengan tepat sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi.

Effect of Iron Suplementation on Nutritional Anemia Status of Elementary School Children Recieving Suplementary School Feeding Package and Iron Tablets in Less Developed Villages, West Java 1995Up to now, the prevalence of nutritional anemia in school children is still high (± 30 %) and even though the third priority in nutritional anemia program.
Nutritional anemia has negative impact especially to school children. It will cause laziness, fatigue, less active, apathetic, and also decreasing learning capacity due to shortened attention span. So those would lower educational achievement, beside that anemic children are easily get sick which will affect their growth.
Healthy, productive and intelligent people are the goal of human resources development. The government especially Nutrition Development of the Ministry of Health conducts a supplementary school feeding and iron tablets. The target group is elementary school children of less developed villages in Indonesia.
This study used evaluative data on 189 children who received supplementary school feeding and Iron tablets in 5 elementary school in 5 districts in West Java which were collected In 1995. The objectives of the study are to find out the effect of supplementary feeding and iron tablets on the anemia status of children who received the package.
Study design was a pre-experimental designs which supplementary feeding and an iron tablet was given as intervention. The package consists of 200 - 300 calories and 10 - 12 gram protein per day were given for 4 months and 120 mg iron tablets was given daily for 3 months (90 tablets).
Nutrition anemia status alter intervention was the dependent variable while the independent variables were nutritional anemia status before intervention, nutritional status before intervention, age, sex, nutritional knowledge, attitude and practice on nutrition before intervention.
The result showed that after the intervention, the nutritional anemia status pevalence was decreased from 87.3 % to 21.2 %. Multivariate analysis showed that nutritional anemia status, nutritional status, and practices of nutrition before intervention were the variables that influence anemia status after intervention.
At macro level it is suggested that the implementation of similar program should be covered all school children (blanket program) of less developed villages. While at individually level, it is suggested that priority should be given only to children who suffered from anemia and under nutrition not only in the less developed villages area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chiwile, Faraja Paul
"Anemia remains health problem in developing countries including Indonesia especially the Eastern part despite many to efforts to solve the problem. Anemia has cost lives of many people by its complex mechanism in the body and health of individual in general. The consequences of anemia are not only life loss but also reduction of intellectual ability especially in school children. The magnitude of anemia among school children needs to be understood to optimize clinical and public health programs to improve nutritional and health status of children in developing countries. The objective of the study was to find the association between anemia and malaria together with other determinant factors among school children 6-10 years of Alor district.
This report was prepared to partially fulfill the requirements for the degree of Masters of Science in Community Nutrition at the Faculty of Medicine Postgraduate Pro gram. University of Indonesia.
This report is divided into three parts as follows:
The first part is introduction-explaining background of the study, problem statement, literature review, causal model, hypothesis, objectives as well as variable-indicator-matrix. The literature review intentionally focused magnitude of anemia and causes of anemia such as malaria infection, worm infestation, chronic diseases, dietary intake and socioeconomic factors.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T1241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Humaira Anggie Nauli
"Kekurangan zat-zat gizi mikro dari konsumsi pangan, menurut WHO, menjadi penyebab utama anemia yang terjadi pada 2,5-5 miliar anak-anak hingga usia dewasa di dunia. Khususnya pada remaja putri, anemia akibat defisiensi zat besi menjadi masalah signifikan dalam kesehatan masyarakat. Anemia pada remaja putri menimbulkan dampak yang cukup berat, di antaranya menurunnya kapasitas belajar dan prestasi sekolah remaja perempuan, meningkatnya morbiditas, menurunnya kapasitas kerja fisik, terhambatnya fungsi kognitif, hingga risiko kehamilan, kelahiran dan pengasuhan di masa yang akan datang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indeks konsumsi pangan pada remaja puteri dan hubungannya dengan status anemia remaja putri tersebut. Penelitian ini juga melihat hubungan dari faktor sosiodemografi remaja puteri dengan status anemianya. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara nilai Indeks Konsumsi Pangan dengan status anemia dengan nilai sebesar p value = 0,009 dengan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0,638.
Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan antara faktor sosiodemografi dengan status anemia pada remaja putri. Pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan orang tua, tingkat pendapatan orang tua, domisili asal, dan suku bangsa adalah faktor-faktor sosiodemografi yang tidak berhubungan dengan status anemia remaja putri.

Lack of micronutrients from food consumption, according to WHO, a major cause of anemia that occurs in 2.5-5 billion children up to the mature age in the world. Especially in young women, iron deficiency anemia becomes a significant problem in public health. Anemia in young women has a severe impact, including the declining learning capacity and achievement of girls' school, increased morbidity, decreased physical work capacity, inhibition of cognitive function, until the risk of pregnancy, birth and nurture in the future.
This study aims to analyze the index of food consumption in adolescent girls and their relationship with the status of anemia of these girls. This study also looked at the relationship of socio-demographic factors of adolescent girls to their anemic status. The result of analysis shows that there is a relationship between Food Consumption Index value with anemia status with value equal to p value = 0,009 with the value of correlation coefficient of r = 0,638.
The result of the analysis shows that there is no correlation between sociodemographic factor with anemia status in female adolescent. The education of father and mother, parent's job, parent's income level, domicile of origin, and ethnicity are sociodemographic factors unrelated to anemia status of female adolescent."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satyawira Aryawan Deng
"Anemia di Indonesia masih menjadi masalah gizi utama di berbagai kalangan usia termasuk balita sebagai salah satu kelompok paling rentan. Balita anemia dapat terjadi akibat berbagai faktor dan perlu diintervensi sedini mungkin untuk mencegah akibat lain yang memengaruhi kesehatan dan pertumbuhan nya di kemudian hari. Anemia pada balita Provinsi DKI Jakarta menunjukkan prevalensi tertinggi dibandingkan tingkat wilayah provinsi lainnya di pulau Jawa. Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko terjadinya anemia pada balita usia 12-59 bulan berdasarkan faktor individual, faktor orang tua, dan faktor makanan. Data diperoleh dari IFLS 5 Tahun 2014/2015 yang dilakukan oleh RAND Corporation sebanyak 172 balita usia 12-59 bulan di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian dilakukan melalui analisis kuantitatif secara univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian diperoleh prevalensi kejadian anemia pada balita usia 12-59 bulan di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 53,5% dan faktor risiko dominan terjadinya anemia adalah usia dengan p-value = <0,025 (OR=2,396 (1,165-4,926)) setelah dikontrol oleh variabel status gizi menurut PB/U atau TB/U. Usia 12-23 bulan adalah usia penting yang harus menjadi perhatian orang tua untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi seimbang serta kesehatannya untuk mencegah risiko terjadinya anemia. Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta, instansi kesehatan, dan petugas kesehatan yang terlibat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setempat perlu memberi perhatian pada upaya pencegahan anemia pada balita.
......Anemia in Indonesia is still a major nutritional problem for various ages, including children under five as one of the most vulnerable groups. Under-five anemia can occur due to various factor, and it is necessary to prevent as early as possible to avoid other consequences that affect children’s health and growth in the future. Anemia in children aged 12-59 months DKI Jakarta Province shows the highest prevalence compared to other provincial areas on the island of Java. This cross-sectional study aims to determine the risk factors for anemia in children aged 12-59 months based on individual factors, parental factors, and dietary factors. Data obtained from IFLS 5 Year 2014/2015 conducted by RAND Corporation as many as 376 toddlers aged 12-59 months in DKI Jakarta Province. The research was conducted through univariate, bivariate and multivariate quantitative analysis. The results showed that the prevalence of anemia in children aged 12-59 months in DKI Jakarta Province was 53.5% and  the dominant risk factor for anemia was age p-value=<0,025 (OR=2,396 (1,165-4,926)) after being controlled by variables of nutritional status according to HAZ. The age of 12-23 months is an important age to be a concern for parents to meet their balanced nutritional and health needs to prevent the risk of anemia. DKI Jakarta Provincial Health Office, health agencies, and health workers involved from DKI Jakarta Provincial Government need to pay attention to prevent anemia in children under five."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Wijaya
"Anemia pada anak umur di bawah dua tahun (baduta) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar sampai saat ini baik di tingkat global, nasional maupun lokal. Prevalensi anemia baduta di tiga kecamatan wilayah Kabupaten Aceh Besar tahun 2011 mencapai 46,64%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan zat gizi dengan kejadian anemia. Desain penelitian adalah potong lintang, menggunakan data sekunder hasil survey anemia defisiensi zat besi yang dilakukan oleh Poltekkes Kemenkes Aceh, dengan jumlah sampel sebanyak 253 anak usia 6-23 bulan. Prevalence Ratio dihitung dengan 95% Confident Interval menggunakan analisis regresi logistik.
Hasil: risiko kejadian anemia adalah 1,22 kali (95% CI 0,59-2,09); 1,17 kali (95% CI 0,66-1,75); 1,56 kali (95% CI 1,07-2,28) dan 1,51 kali (95% CI 1,09-2,08) pada asupan zat zat besi, asam folat, vitamin C dan vitamin A yang kurang dibandingkan dengan yang cukup. Asupan protein yang kurang tidak menjadi risiko dalam kejadian anemia. Riwayat diare, ISPA dan status ASI muncul sebagai variabel perancu dan/atau interaksi.

Anemia among children under two is still a serious public health concern at global, national and local level. Anemia prevalence among children under two in 3 subdistricts in Aceh Besar District in 2011 was 46,64%. The study aims to reveal the relationship between nutrient intake with anemia. Study design is cross section, using secondary data from anemia iron deficiency survey conducted by Poltekkes Kemenkes Aceh, with total sample of 253 children 6-23 months.Prevalence Ratio was calculated with 95% Confident Interval using logistic regression.
Result: Anemia risk is 1,22 (95% CI 0.59-2.09); 1,17 (95% CI 0.66-1.75); 1,56 (95% CI 1,07-2.28) and 1,51 (95% CI 1.09-2.08) times higher in deficiency of iron, folic acid, vitamin C and vitamin A intake in comparison with the adequate ones. There is no risk of anemia from lack of protein intake. Diarrhea and ARI histories and breastfeeding status act as either confounders or effect modifier.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T31202
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Era Hotmauli
"Prevalensi kejadian anemia defisiensi besi pada anak balita di Indonesia masih tinggi yaitu 47,2% (Depkes, 2000). Sedangkan data terakhir prevalensi anemia defisiensi besi pada balita meningkat dari 40% (Dep.Kes, 1995) menjadi 48.1%(Depkes, 2001). Penelitian ini selain untuk mengetahui prevalensi anemia khususnya di Posyandu wilayah Pisangan Baru Matraman Jakarta Timur juga untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan/peningkatan kadar Hb anak balita anemia usia 6-59 bulan sesudah suplementasi besi selama 12 minggu.
Rancangan penelitian ini dengan disain cross sectional studi analitik menggunakan data sekunder, hasil kuesioner/wawancara, dan observasi Iingkungan. Populasi penelitian adalah anak balita yang ada di 5 Posyandu Pisangan baru Matraman Jakarta Timur. Sampel penelitian adalah anak balita anemia yang telah diperiksa kadar Hb awal sebelum suplementasi besi diberikan dan kadar Hb akhir setelah suplementasi besi selama 12 minggu. Jumlah sampel 85 balita. Sampel terbagi dua yaitu 67% (57 balita) balita dengan kadar Hb mengalami perubahan atau kenaikan dan 33% (28 balita) balita yang tidak mengalami kenaikan kadar Hb. Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer SPSS versi 13.0.
Faktor yang berhubungan bermakna dengan kenaikan kadar Hb anak balita pada 'analisis multivariat adalah faktor status imunisasi (POR = 3.33, 95% CI 1 1.15-9.66), faktor penghasilan keluarga (POR = 3.04, 95% CI : l-12-8.23) dan faktor riwayat infeksi pada balita (POR = 2.76, 95% CI : 1.00-7.61). Hasil penelitian menunjukkan faktor yang paling dominan berhubungan bermakna dengan kenaikan kadar Hb balita di Posyandu Pisangan Baru yaitu status imunisasi balita (POR = 3.33, 95% CI : 1.15-9.66), artinya balita yang status imunisasinya lengkap mempunyai peluang 3.33 kali utuk kadar Hb-nya mengalami kenaikan daripada balita yang status imunisasinya tidak lengkap. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan kenaikan kadar Hb berdasarkan karakteristik anak adalah umur, jenis kelamin, dau status gizi. Berdasarkan karakteristik keluarga, faktor yang tidak berhubungan dengan kenaikan kadar Hb adalah pendidikan ibu dan jumlah anak balita dalam keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian ini upaya yang perlu dilakukan: Bagi Dinkes DKI Jakarta pentingnya kebijakan Program screening rutin dengan melakukan pemeriksaan kadar Hb awal untuk mengetahui prevalensi anemia sesungguhnya sebelum dilakukan intervensi dini suplementasi besi dan pemeriksaan kadar Hb akhir untuk evaluasi keberhasilan intervensi di Jakarta Timur, dan umumnya di DKI Jakarta. Penting untuk perluasan program cakupan imunisasi pada balita, agar kadar Hb anak balita anemia yang diberikan intervensi mengalami kenaikan. Bagi Pemerintah dalam hal ini Negara berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan sektor terkait lainnya untuk pertimbangan kebijakan Program Ketahanan pangan gizi seperti program penyediaan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) atau bahan-bahan nutrisi makanan yang diprioritaskan pada keluarga berpenghasilan rendah sehingga kadar Hb balita anemia mengalami kenaikan, mencegah terjadinya anemia berulang, dan mencegah terjadinya infeksi.
......Prevalence of iron deticiencies anemia among children under five years are still high. It is amount 47,2% (Health Department, 2000). While the last data from prevalence of iron deficiencies anemia among children under five years old improved irom amount 40% (Health Department, 1995) became 48,1% (Health Department, 2001). This study aim to know anaemia prevalence especially at Posyandu of Pisangan Baru Matrarnan, East Jakarta and also for checking factors related to improved Hb rate among children under live years old with anemia aged 6-59 months after iron supplementation during12 weeks.
This study used a cross sectional design by study analytic using secondary data, qustioer or interview result, and improvement observation. Study population are children under Eve years old in 5 Posyandu of Pisangan Baru Matraman, East Jakarta. Study samples are children under tive years old with anemia which have been checked by early I-Ib rate before iron supplementation are given ad the last Hb rate alter iron supplementation during 12 weeks; Samples are 85 children under five years old. These samples divided two that are 67% (57 children under five years old) with Hb rate chaged or improved and 33% (28 children under five years old) do not improve Hb rate. Processing and data analysis used computer by SPSS program.
Main factors related to improved Hb rate among children under live years old by multivariate analysis are immunization status factor (POR = 3.33, 95% CI :1.15 - 9.66), family income factor (POR = 3.04, 95% CI : 1.12 - 8.23) and infection history factor among children under tive years old at Posyandu Pisangan baru that are immunization status of five years old (POR = 3.33, 95% CI : 1.15 - 9.66), mean children under five years old which this immunization status is complete and- it has and oppurtinity 3.33 times for its I-Ib rate improved compare than children under five years old which don?t related to improve I-Ib rate based on child characteristic are sex and nutrition status. Based on family characteristic, factors which don?t related to improved Hb rate are mother education and amount of children under tive years old in families.
Based on this study result, it is important gived early intervention to suggested to conduct health education for public or mother which have children under live years old especially for East Jakarta and generally for DKI Jakarta to carry of children under live years old to Posyandu, Primary health center, Hospital and also related health institution to get primary immunization service until completes based on govemment program for public health service of DKI Jakarta and related sector by follow-up fiom running program for overcoming poorness by giving more food and ASI, Program and giving health service for public who have askeskin."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Ayu Mutia Rachmawati
"Anemia merupakan kondisi kadar hemoglobin pada darah lebih rendah dari nilai normal. Anemia lebih banyak terjadi pada balita yang dapat memberikan dampak terhadap fungsi kognitif anak. Berdasarkan data Riskesdas prevalensi anemia balita mengalami peningkatan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan proporsi dan faktor dominan dari variabel independen dengan anemia balita usia 6-36 bulan di Indonesia. Data yang digunakan yaitu data Riskesdas tahun 2018 yang berjumlah 1251 balita dengan desain studi cross-sectional dan dilakukan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Diperoleh bahwa terdapat 48,3% balita usia 6-36 bulan di Indonesia mengalami anemia. Sedangkan untuk variabel signifikan terhadap kejadian anemia balita yaitu pada faktor individu anak, diantaranya usia balita [OR 2,13 (1,70-2,68)], status gizi BB/U [OR 1,64 (1,22-2,19)], status gizi TB/U [OR 1,29 (1,02-1,63)], dan status gizi BB/TB [OR 1,49 (1,04-2,11)]. Sedangkan, pada faktor maternal yaitu pada pendidikan ibu [OR 1,32 (0,79-2,22); OR 1,66 (1,01-2,74)], anemia ibu [OR 1,72 (1,31-2,26)], dan paritas [OR 1,60 (1,24-,07)]. Untuk variabel yang paling berisiko terhadap kejadian anemia balita terdapat pada faktor usia balita usia 6-23 bulan.
......Anemia is a condition where the hemoglobin level in the blood is lower than normal. Anemia is more common in toddlers which can have an impact on children's cognitive function. Based on Riskesdas data, the prevalence of anemia in children under five has increased. The purpose of this study was to determine differences in the proportions and dominant factors of the independent variables with anemia in children aged 6-36 months in Indonesia. The data used is the 2018 Riskesdas data, which totaled 1251 toddlers with a cross-sectional study design and univariate, bivariate and multivariate analysis was carried out. It was found that there were 48.3% of toddlers aged 6-36 months in Indonesia experiencing anemia. For significant variables, including toddler age [OR 2.13 (1.70-2.68)], underweight nutritional status [OR 1.64 (1.22-2.19)], stunted nutritional status [OR 1.29 (1.02-1.63)], wasted nutritional status [OR 1.49 (1.04-2.11)], mother's education [OR 1.32 (0.79-2.22); OR 1.66 (1.01-2.74)], maternal anemia [OR 1.72 (1.31-2.26)], and parity [OR 1.60 (1.24-2.07)]. The variable most at risk for the incidence of anemia in children under five is the age factor of children aged 6-23 months."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azkia Nur Zahrah
"Anak di bawah 5 tahun (balita) merupakan populasi dengan risiko anemia tertinggi dibandingkan dengan populasi kelompok usia lainnya (WHO, 2023). Prevalensi anemia pada populasi balita di Indonesia cenderung terus mengalami peningkatan dari 27,7% pada tahun 2007, kemudian meningkat sedikit menjadi 28,1% pada tahun 2013 dan meningkat tajam menjadi 38,5% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018). Pada kelompok usia balita, anak usia 6 – 23 bulan menjadi kelompok usia dengan risiko tertinggi untuk mengalami anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan data sekunder dari Riskesdas 2018. Sampel penelitian merupakan anak usia 6-23 bulan di Indonesia dengan total sampel sejumlah 331 anak. Hasil penelitian menemukan besar prevalensi anemia pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia sebesar 58,9%. Berdasarkan hasil analisis bivariat, terdapat hubungan positif yang signifikan antara jenis kelamin (PR = 1,339; 95% CI  1,033-1,635) dan hubungan negatif yang signifikan (protektif) antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian anemia pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia (PR = 0,613 95% CI 0,537-1,290). Penggalakan program pemeriksaan Hb anemia pada anak usia 6-23 bulan, pemberian PMT yang kaya zat besi kepada anak usia 6-23 bulan dengan anemia, serta edukasi mengenai anemia pada anak melalui posyandu maupun puskesmas setempat diperlukan untuk mencegah dan mengendalian anemia pada anak.
......Toddlers are the population with the highest risk of anemia compared to other age group populations (WHO, 2023). The prevalence of anemia in the under-five population in Indonesia tends to continue to increase from 27.7% in 2007, then increased slightly to 28.1% in 2013 and increased sharply to 38.5% in 2018 (Ministry of Health RI, 2018). In the toddler age group, children aged 6-23 months are the age group with the highest risk for anemia. This study aims to determine the factors associated with the incidence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia. This study used a cross-sectional study design with secondary data from the 2018 Riskesdas. The research sample was children aged 6-23 months in Indonesia with a total sample of 331 children. The results of the study found that the prevalence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia was 58.9%. Based on the results of bivariate analysis, there was a significant positive relationship between gender (PR = 1.339; 95% CI 1.033-1.635) and a significant negative (protective) relationship between exclusive breastfeeding and the incidence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia ( PR = 0.613 95% CI 0.537-1.290). Promoting programs for checking Hb anemia in children aged 6-23 months, giving PMT which is rich in iron to children aged 6-23 months with anemia, as well as education about anemia in children through posyandu and local health centers is needed to prevent and treat anemia in children."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>